Apa mungkin ada dua nama yang nyaris sama? Bisa saja. Tidak hanya itu bahkan tanggal, bulan dan tahun lahir pun bisa sama.
Inikah yang dinamakan takdir? Bagaimana bisa. Bagaskara Raditya Anugrah. Pria dengan pahatan wajah sempurna dengan tubuh tinggi dan kokoh juga kekar, tampak berwajah pucat.
Nyaris dua jam.ia berdiri di depan pagar besi yang tergembok. Suaranya yang berteriak memanggil seseorang yang ia kenal pun tak menampakkan batang hidungnya.
Diliriknya benda bulat bermerk Gucci keluaran limited edition itu. Serombongan orang yang ia bawa tadi termasuk kedua orangtuanya sudah mulai gelisah. Tak sedikit para teman-teman sosialita sang ibu mulai bergunjing nyaring.
"Bagaimana ini?" tanya Almira sang ibu.
Bagas, begitu panggilan pria itu bergeming. Baju jasnya sudah lusuh, bahkan kalung rangkaian melati yang ia pakai sudah menguning karena layu.
Ya ... mestinya hari ini dia melangsungkan pernikahan dengan wanita yang ia pacari setahun ini.
Ia sudah member wanita pujaannya itu uang cukup banyak untuk mengadakan perhelatan sakral ini. Pria berkulit putih itu ingat dua Minggu sebelum hari pernikahan.
Amel, begitu panggilan gadis cantik dengan tubuh proporsional. Wanita idaman Bagas. Memberinya chat terakhir untuk tidak mengganggunya dengan alasan fokus dengan pernikahan ini.
Bagas paham dan mafum sekali. Ia juga sibuk mengurus semua perintilan pernikahan.
Baju pengantin pria sudah dikirim oleh pihak mempelai wanita.
Bagas ingat. Waktu itu ketika fitting baju pengantin, ia tidak mendatangi butik ternama sesuai saran ibunya. Amel merekomendasikan saudara jauhnya.
"Kasian dia sayang. Dia janda ditinggal kabur suaminya," begitu alasan yang gadis itu berikan.
Bagas yang notabene peduli sesama itu langsung terenyuh mendengar cerita tragis itu. Dengan cepat ia menyetujui apapun yang gadis itu katakan.
Bahkan gadis itu mengirim vidio sebuah tenda dan pelaminan yang tengah dibangun.
Bahkan Instagram gadis itu penuh dengan foto-foto pelaminan yang tengah disusun, dengan caption "akhiri masa lajang with my lovely."
Betapa hati Bagas berbunga melihat foto-foto itu. Hatinya tak sabar untuk merengkuh dan menaut bibir gadis idamannya secara halal.
"Bagas!" sebuah sentakan membuyarkan lamunannya.
"Ini bagaimana? Sudah mau tiga jam. Kenapa semuanya malah kosong melompong begini. Katanya semua sudah siap?!" rentetan pertanyaan keluar dari pria sepuh junjungannya. Dia Raditya, papanya Bagas.
Wajahnya tertunduk lesu. Ia telah datang satu jam lebih awal dari jadwal. Akad mestinya mulai pukul sembilan. Pria tampan beserta rombongan datang pukul delapan. Jantungnya seakan berpacu cepat. Ia sangat tahu jika pernikahan ini tak akan pernah terjadi. Padahal tadi ia sangat yakin dengan pernikahan ini. Terlebih adanya janur di mana dua nama mempelai tertera. Namanya dan nama gadis itu.
Sedang di tempat lain. Tampak sosok gadis mungil berbalut gamis pengantin berwarna putih gading. Hijab senada berhias melati nampak tertunduk dengan wajah memerah. Sudah dua jam lebih ia menunggu mempelai pria datang. Tapi, yang ditunggu tak menampakkan batang hidungnya.
bersambung...
oke ini adalah karya ke dua saya. mohon minta dukungannya ya... klo komen jangan sadis-sadis.
masih ada karya terbaru saya lainnya. jadi nantikan saja.
silahkan beri like, masukan novel ini jadi buku favorit mu, beri komentar positif biar author semangat up. kalau bisa juga ya beri vote. siapa tahu kisah ini masuk kategori.
oke makasih atas perhatiannya dan maaf jika semua diulang lagi karena ada perombakan cerita.
Armanto sang paman semakin tak enak. Pasalnya ia yang mengajukan pernikahan ini untuk keponakan yatim piatunya ini. Ia menjodohkan sang ponakan dengan pria yang sudah ia kenal baik selama empat tahun lamanya. Tapi ternyata pria itu sangat kurang ajar tidak menepati janjinya. Padahal tak sedikit uang yang digelontorkan untuk mengadakan pesta ini.
Armanto sangat tahu uang itu keseluruhan dari kemenakan perempuan yang kini tengah terisak menahan malu.
Entah apa yang membuatnya ia melangkah keluar dari rumah di mana tempat hajatan diadakan.
Langkah kakinya gontai ketika ia keluar halaman yang sudah penuh dengan tetangga yang mulai bergunjing. Sungguh ia tak mau meninggalkan kemenakannya yang menangis sendirian itu. Tapi, ia butuh oksigen yang banyak untuk menetralisir deguban jantungnya yang berpacu cepat.
Tak jauh dari tempatnya berdiri ia melihat segerombolan orang tengah berkerumun di depan rumah kosong.
Armanto ingat, penghuni rumah itu telah pindah tiga hari lalu. Netra Almira dan Armanto bersibobrok. Saling menatap dan mengunci. Almira menyipitkan mata seakan mengenali netra yang juga menatapnya dari jarak delapan meter itu.
Almira meninggalkan rombongan yang menegang karena mendapati rumah kosong. Armanto juga berjalan mendekati wanita yang sepertinya ia kenali.
Ketika keduanya sudah saling berhadapan. Almira langsung menutup mulut dengan kedua tangannya. Tak percaya.
"M-mas ... Arman?" panggilnya ragu.
"M-mira?" panggil Armanto juga ragu.
Netra wanita berusia setengah abad itu berkaca-kaca. Pria dihadapannya adalah pria yang ia kagumi semasa sekolah menengah atas dulu.
Pria cerdas namun dari keluarga yang jauh dari kata berkecukupan. Pria dengan tingkat kedewasaan penuh, bahkan melebihi pemikiran anak-anak remaja kala itu.
Sayang, cinta Almira harus kandas. Perbedaan status tak bisa menyatukan cinta mereka berdua. Walau Armanto tak mengetahui perasaan wanita itu dulu. Tapi, Almira mengingat semua rasa yang ia curahkan pada pria itu.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Armanto bingung.
Mata pria beruban itu nampak menjelajahi baju kebaya warna gold dengan potongan leher rendah, hingga menyembul dua tonjolan dada menantang. Armanto mengalihkan pandangannya.
"Kau masih ceroboh seperti dulu Mir!" sergah pria itu dengan nafas memburu.
Almira menutup bongkahan dadanya yang mencuat dengan sebelah tangannya.
Netranya juga menatap sekujur tubuh kurus juga tegap dihadapannya. Pakaian batik motif Megamendung berwarna krem membalut, nampak masih baru.
"Apa kau hendak pergi ke pesta?" tanya Almira.
Armanto melenguh kesal. Rahangnya mengerat keras. Nampak menahan emosi memuncak.
Entah mengapa pria kurus itu menceritakan masalahnya dengan gamblang pada wanita yang lama ia jumpai.
"Aku juga punya masalah yang sama denganmu. Calon menantu dan besanku lenyap ditelan bumi. Rumah itu ...."
"Penghuninya hanya mengontrak dua tahun. Aku tahu karena pemiliknya adalah ketua warga desa ini," potong Armanto menjelaskan, "baru tiga atau empat hari lalu pindah."
Almira tertegun mendengar penjelasan pria di hadapannya itu.
"Mas ... Siapa nama kemenakanmu tadi?" tanya Almira.
"Ramalia Az-Zahra," jawab Armanto.
"Nama putramu?" pria itu balik bertanya.
"Bagaskara Raditya Anugrah."
Jawaban Almira membuat pria itu mematung.
"Kok nyaris sama dengan nama calon suami kemenakan ku ya?" ucap Armanto bingung begitu juga wanita di hadapannya.
"Apa tanggal lahirnya dua belas Agustus tahun 1993?" terka Armanto yang dijawab anggukan oleh Almira
Entah bagaimana. Almira berhasil menyeret rombongan menuju rumah Armanto.
Hingga ketika Bagas menjabat tangan dan melafalkan ijab kabul dengan tegas dan satu tarikan napas. Maka sah lah wanita berhijab ini istrinya.
bersambung
boleh like love and komen juga vote
Bakaskara Raditya Anugrah. Pria usia 27 tahun ini menjadi seorang sukses di usia muda. Perusahaan bidang konsultan bisnis berkembang pesat dan memiliki beberapa anak perusahaan. Wajah tampan dengan sorot mata lembut menambah karisma pria itu. Alis tebal dengan bulu mata lebat, hidung mancung, bibir merah alami tak tersentuh nikotin terlebih minuman keras. Anti clubing, sosial tinggi dan ramah. Dia sosok pria idaman para wanita.
Sayangnya. Pria dengan tinggi 180cm dan berkulit putih itu sangat pemilih. Ia menerapkan seleranya di atas rata-rata wanita idaman. Cantik, tinggi dan pintar.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini memang tipikal pemilih. Walaupun ramah. Tapi, temannya hanya segelintir saja, bahkan ia nyaris tak memiliki sahabat. Hanya Dio Martin yang bisa bertahan menjadi sahabatnya. Dio setipikal dengan Bagas. Tampan juga sukses. Bedanya Dio lebih terbuka daripada Bagas.
Bagas bertemu Amelia di sebuah pesta perayaan salah satu perusahaan koleganya. Salah satu acara mengadakan runaway cloth yang dibawakan oleh beberapa model untuk dilelang.
Cantik!
Itu kesan pertama yang Bagas lihat dari gadis yang mencuri perhatiannya pertama kali. Gaun yang dikenakan oleh gadis itu juga dibeli dengan harga lumayan tinggi oleh Bagas sendiri. Ia harus bersaing dengan salah satu pria yang juga menawar tinggi gaun itu.
Gaun hitam sederhana rancangan salah satu designer terkenal Indonesia. Tubuh Amelia yang memang sempurna nampak cocok dengan gaun hitam selutut, tampa lengan yang bertaburan berlian swaroski di dadanya. Uang hasil lelang akan disumbangkan kepada sebuah yayasan kemanusiaan dan kesehatan. Bagas mendatangi Amelia bermaksud untuk berkenalan. Tentu saja, disambut ceria oleh gadis cantik dengan tinggi 175cm itu.
Amelia mampu memenuhi standar kekasih yang telah diterapkan oleh Bagas. Tiga hari berkenalan. Bagas langsung meminta gadis cantik itu menjadi pacarnya, dan langsung diterima.
Setahun mereka memadu kasih. Tidak hanya pacaran biasa tapi lebih dari itu. Walau tak sampai melakukan hubungan intim. Tapi, cumbuan hingga foreplay menjadi rutinitas mereka setiap kali berkencan. Sebenarnya, Amelia kerap kali melempar tubuhnya di ranjang tanpa busana.
Tapi, Bagas berhasil menolak setiap Amelia meminta lebih dari itu. Bagas masih takut dengan dosa, walau apa yang dilakukannya juga dosa. Maka ia meminang, Amelia dengan cincin berlian yang bertabur di cincin emas putih, tepat tiga bulan lalu.
Harapannya cuma satu. Pria itu bebas menikmati tubuh gadis itu secara halal.
Namun, sekarang ia bersanding dengan seorang gadis yang jauh dari kriterianya. Ada sedikit kericuhan ketika selesai akad. Tampak penghulu sedikit bingung dengan nama ayah Bagas yang berbeda dengan data ia peroleh. Tapi, karena nama mempelai pria hampir mirip. Penghulu sedikit mengabaikan itu. Almira, ibunda Bagas langsung mengurus data yang memang sebenarnya bukan milik calon mempelai pria yang asli.
Bagas masih bisa melihat usaha ibunya itu menarik penghulu keluar dari rumah. Entah apa yang mereka bicarakan. Sekitar sepuluh menit. Penghulu datang lagi.
"Maaf ya. Buku nikahnya nyusul, karena ada kesalahan data dari kedua belah pihak. Jadi kalian tanda tangani berkas ini dulu," jelas Penghulu sambil menyerahkan satu lembar kertas yang telah terisi data mempelai yang sesuai. Bagas dan istrinya pun menandatangani kertas itu, berikut para saksi.
bersambung.
wah ... ibunya Bagas pinter juga ya nge-lesnya kek bajaj .... nah ... penasaran? yuk ikutin terus kisahnya... jangan lupa like, love, komen and vote yaa
makasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!