Di sebuah Realm ada sebuah kota yang bernama Kota Ling. Orang-orang serta warga kota, memberikan julukkan kepada kota dengan sebutan Whitely Ling.
Nama yang tersemat bukan tanpa alasan, penguasa tunggal kota dengan julukan Whitely Ling ini adalah Klan Ling yang paling terkenal dan disegani.
Kenapa terdapat julukkan Whitely yang tersemat, itu dikarenakan semua nuansa Klan tersebut serba putih bersih. Bahkan atap rumah dari setiap anggota klan sendiri berwarna putih.
Bukan hanya itu saja, semua cat tembok bahkan lantai juga kebanyakan berwarna putih bersih. Klan tersebut juga memiliki julukkan lain yaitu Istana Putih.
Namun jangan terlena dengan kebersihan dari warna putih, karena manusia di dalam Klan Ling sangat haus akan darah manusia. Seekor burung bahkan enggan untuk memasuki wilayah Klan Ling.
Di kota Ling juga terdapat yang namanya beast kontrak. Namun bagi penduduk lokal dan pendatang, akan sulit mendapatkan izin membawa beast kontrak untuk dibawa berkeliaran di dalam kota.
Bagi mereka yang benar-benar ingin membawa beast kontrak, harus melewati beberapa pemeriksaan terlebih dahulu sebelum diizinkan.
Beda halnya dengan pendatang dan penduduk lokal, semua anggota Klan Ling bisa dengan mudah berkeliaran membawa beast kontrak mereka dengan dalih keamanan.
Semua anggota Klan Ling juga mudah dikenali, dimana setiap anggota memakai pakaian serba putih dengan beast kontrak yang juga berwarna putih.
Tidak ada satupun beast kontrak milik keluarga Ling yang berwarna selain warna putih. Entah itu serigala putih, harimau putih, ataupun beast lainnya. Yang pasti semua serba putih.
Namun sayang, semua itu tinggal cerita. Tragedi itu terjadi kala malam bulan purnama merah muncul. Ditemani bintang-bintang yang berkerlip merah, menyala dengan indah.
Ketika kemunculan bulan purnama merah. Di kediaman Klan Ling, permaisuri sedang melahirkan seorang anak yang akan menjadi pemimpin selanjutnya.
Permaisuri berusaha sekuat tenaga untuk melahirkan sang putra, yang telah berada di dalam kandungan selama lebih dari 3 tahun lamanya.
Walaupun merasa aneh, sebagai seorang ibu sang permaisuri terus berusaha untuk melahirkan sang putra, meski nyawa taruhannya.
Prosesi melahirkan hampir memakan waktu 6 jam lamanya. Bulan purnama merah tak kunjung beranjak dari langit seperti menunggu sosok yang selama ini ditunggu.
Patriark Klan Ling selaku suami permaisuri, khawatir dan tegang dengan keadaan yang menimpa sang istri. Bukan hanya patriark saja, namun semua anggota Klan Ling juga merasakannya.
Sebenarnya, banyak yang merasa aneh dengan fenomena bulan purnama merah malam ini. Namun semua hal tersebut tidak di abaikan oleh anggota Klan Ling. Sampai akhirnya, sebuah suara yang sangat keras menggema.
OOOOOEEEEE.....!!!!
OOOOOEEEEE......!!!!
OOOOOEEEEE.....!!!!
Suara tangisan bayi begitu keras terdengar, hingga semua wilayah kota ling mendengar. Banyak yang terkejut dengan suara tersebut. Seolah sang bayi memiliki pengeras suara di mulut mungilnya.
Anggota klan Ling terkejut bukan main, termasuk Patriark dan permaisuri yang melahirkan. Namun setelah 3 kali bersuara, keadaan kembali normal. Orang-orang lalu menstabilkan diri masing-masing.
Sang bayi langsung dibersihkan oleh sang tabib. Anggota klan Ling yang melihat itu langsung bersorak bahagia. Mereka mengabarkan pada para penduduk bahwa tuan muda mereka telah lahir.
Malam itu juga, pesta besar-besaran diadakan untuk merayakan kelahiran tuan muda Ling. Lampion-lampion diterbangkan, musik-musik dimainkan, para penari berlenggak lenggok menghibur penduduk dan anggota klan Ling.
Di tengah alun-alun, terdapat sebuah panggung yang mana dikhususkan untuk melihat dan memperkenalkan sang bayi. Dengan keras Patriark klan Ling memperkenalkan anaknya.
"Selamat malam wargaku, walaupun hari ini cukup aneh, dimana peristiwa bulan purnama merah tak kunjung menghilang. Tapi tidak menyurutkan kesenangan di klan kami terutama saya sendiri. Sekarang di sekitar kami, telah lahir tuan muda yang di tunggu-tunggu. Aku selaku ayah serta patriark klan Ling akan memperkenalkan kepada kalian semua nama dari putraku sekaligus pemimpin masa depan. Dia bernama Ling Ro Bai!".
Patriak memperlihatkan tubuh mungil putranya dengan bangga. Mengangkat tinggi-tinggi, agar,anggota klan dan penduduk dapat melihatnya.
"Hidup Patriark Ling Chen..!!!"
"Hidup Permaisuri She Luminaire...!!"
"Hidup Tuan Muda Ling Ro Bai...!!"
"Hidup Klan Ling..!!"
Tidak ada yang tahu siapa yang memulai teriakan tersebut. Namun yang pasti, mereka ikut bahagia dengan apa yang terjadi di dalam klan Ling.
Klan Ling memang terkenal sangat haus akan darah musuh-musuhnya. Namun jika dengan rakyatnya sendiri, mereka begitu menyayanginya. Bahkan Kota Ling dinobatkan menjadi satu-satunya kota yang tidak memiliki pengemis serta diskriminasi sosial. Semua warga menjadi keluarga tanpa terkecuali.
Maka dari itu, Kota Ling menjadi kota yang paling disegani dan ditakuti karena rasa persaudaraan yang begitu erat.
Setelah pengumuman nama tuan muda Ling, pesta dilanjutkan hingga pagi. Namun yang membuat mereka merasa aneh adalah peristiwa bulan purnama merah yang tidak kunjung reda.
Waktu siang ataupun pagi tidak muncul karena peristiwa ini. Mereka semua tahu bahwa pesta yang digelar sudah hampir satu hari penuh.
Malam selanjutnya pun datang, namun tetap saja bulan purnama merah belum menghilang. Setelah pesta berakhir, penduduk mulai khawatir dengan situasi yang terjadi. Patriark Ling Chen selaku pemimpin menenangkan mereka. Memberitahu bahwa itu hanyalah fenomena biasa dan tidak menimbulkan riak yang mengkhawatirkan.
Setelah keadaan terkendali, warga kembali ke rumahnya masing-masing untuk beristirahat. Begitu pula dengan anggota klan ling. Namun bedanya, mereka membersihkan tempat pesta terlebih dahulu.
Sedangkan patriark dan permaisuri serta tuan muda Ling telah kembali ke kediaman Klan Ling yang bernuansa serba putih.
Bulan purnama merah telah terjadi selama dua hari dan sekarang memasuki hari ketiga. Merasa khawatir patriark mengumpulkan para tetua untuk mendiskusikannya.
Kesepakatan yang telah diambil yaitu dengan memperkuat array pelindung di kota. Sehingga rasa khawatir dan cemas dapat sedikit terobati.
Namun sayangnya, mereka semua tidak tahu bahwa malam ketiga bulan purnama merah akan menjadi malam dari hilangnya kejayaan kota Ling.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Mohon dukungan serta saran dari pembaca ya. Guna memperbaiki karya author, sehingga menjadi karya yang baik dan mudah dipahami.
Hari ketiga di malam bulan purnama merah, tiba-tiba suasana serta udara yang berhembus menjadi lebih dingin dan mencekam. Namun suasana yang terjadi hanya dirasakan oleh beberapa orang saja. Yaitu anggota Klan Ling yang sedang melakukan patroli. Ada juga beberapa penduduk yang masih terjaga.
Melihat situasi yang seperti ini, di ruang santai klan Ling terdapat Patriark dan tetua Klan Ling yang berkumpul. Mereka ikut berjaga jika ada suatu kejadian yang tidak terduga. Mereka sekarang sedang berbincang kecil sambil minum teh hangat.
"Patriark, lebih baik anda beristirahat terlebih dahulu. Menemani permaisuri dan tuan muda Ling", ucap tetua Ho lalu meminum tehnya.
"Melihat situasi seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa beristirahat tetua Ho?. Haihh...sungguh suasana yang sangat mencekam. Jika boleh jujur, aku memiliki firasat buruk tentang malam ini", jelas patriark Ling Chen.
"Ternyata bukan hanya kami saja yang merasakannya, Patriark pun juga merasakan hal yang sama", balas salah satu tetua yang ikut berjaga.
"Meski begitu, kita tidak perlu cemas. Dengan adanya array pelindung yang terpasang, semoga semuanya aman terkendali", ujar patriark Ling Chen.
"Kalau begitu, aku pamit undur diri terlebih dahulu. Aku ingin memeriksa keadaan istri dan putraku", pamit patriark Ling Chen sambil menghabiskan teh yang tersisa.
"Silahkan Patriark, semoga anak anda diberkati." ucap tetua Ho sembari menangkup kedua tangannya di depan dada.
Ucapan tetua Ho yang mendoakan putra patriark seketika itu langsung diikuti oleh tetua yang lain. Setelah mendengar doa dari para tetua. Patriark pergi meninggalkan ruang santai. Ia berjalan menuju kamar dimana sang istri dan putranya berada.
Tak butuh waktu lama hingga untuk patriark sampai di kamar. Ketika masuk ke dalam, ia mendapati permaisuri sedang mengelus kepala jagoan kecilnya, untuk menambah rasa nyaman saat tidur.
"Selamat malam istriku, selamat malam putraku", dengan senyum penuh kebahagiaan, patriark mencium kening permaisuri, lalu berpindah ke kening sang putra.
"Selamat malam sayang. Lihatlah, dia sangat tampan sepertimu", ujar permaisuri She Luminaire penuh puji.
"Ya, dia memang sangat tampan seperti diriku", Permaisuri yang mendengar celoteh dari sang suami tertawa kecil.
Tidak banyak yang tahu akan sifat narsis dari patriark yang satu ini. Hanya orang tertentu saja yang mengetahuinya dan salah satunya adalah permaisuri. Istri sah dari patriark.
"Kau tidak berubah sayang", kekehnya menutupi mulut.
"Sifatku yang satu ini benar-benar susah dihilangkan. Semoga saja, kelak anakku tidak mewarisi ke narsis-an ku ini", mereka berdua tertawa kecil agar tak mengganggu si bayi.
Setelah bersenda gurau sejenak, patriark beranjak dari kasur. Ia berjalan menuju ke arah bilik yang berisi beberapa buku kesukaannya. Ia membersihkan debu yang menempel lalu berbalik lagi menghadap ke arah sang istri. Wajah yang tadi penuh dengan kehangatan kini berubah menjadi serius kala memandang permaisuri.
"Sayang, entah kenapa firasatku mengatakan bahwa malam ini akan terjadi sesuatu yang sangat buruk. Bukan hanya buruk saja namun sangat sangat buruk. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Engkau yang paling tahu bahwa aku adalah salah satu orang dengan insting serta intuisi tajam", jelas patriark Ling Chen kepada sang istri.
She Luminiare terkejut kala mendengar perkataan suaminya. Ia juga merasakan hal yang sama persis. Namun, She Luminiare memilih untuk menahan diri agar tidak berbicara. Ia menunggu serta memberi kesempatan sang suami untuk menjelaskan maksud dan keinginannya.
"Sebenarnya, aku ingin segera memasang segel klan Ling pada anak kita. Untuk prosesnya sendiri, tidak memakan banyak waktu. Mungkin hanya butuh beberapa menit saja sampai segel klan Ling terpasang", dengan sabar patriark Ling Chen menjelaskan maksud dan tujuannya.
She Luminaire sangat paham dengan keinginan patriark. Jadi tanpa menyanggah ataupun menunda, ia berdiri sambil menggendong buah hati ke arah patriark.
Tidak banyak yang tahu mengenai segel klan Ling, karena memang segel ini adalah segel turun temurun, yang hanya akan diberitahukan kepada patriark selanjutnya.
Patriark mengetuk bilik berisi buku tersebut hingga tiga kali ketukan. Setelah ketukan ketiga, suara deritan seperti pintu terbuka terdengar.
Kriit!
Mereka bertiga masuk ke dalam ruang bawah tanah atau ruang rahasia. Ruangan ini sendiri hanya diketahui oleh para patriark-patriark sebelumnya, serta beberapa orang yang memang diijinkan untuk mengetahui. Salah satunya adalah She Luminaire.
She Luminaire sendiri sudah mendapatkan izin dari patriark. Di maksudkan untuk mengetahui silsilah klan Ling dari mulai berdirinya klan hingga masa kejayaannya sekarang.
Dari yang She Luminaire ketahui, segel klan Ling adalah segel untuk menandai penerus yang telah ditetapkan. Mereka yang memiliki segel ini akan menjadi pemimpin selanjutnya.
Para penerima segel telah dibebankan sejak dini agar memiliki tanggung jawab dalam menjaga keutuhan serta keamanan klan tempat dirinya lahir.
Begitu juga dengan Ling Ro Bai, meski waktu yang di ambil sedikit terburu-buru. Namun karena kondisi serta firasat yang tidak mengenakkan dalam hati, patriark memilih menanggulanginya secepat mungkin. Tanda bahwa dirinya seorang pemimpin selanjutnya adalah tato mata tertutup di telapak tangan kiri.
Suami Istri tersebut terus menuruni tangga. Mereka membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untuk sampai. Setelah berjalan agak lama, akhirnya sepasang suami istri ini sampai di sebuah altar berwarna putih terang.
She Luminiare yang sudah paham tentang tata cara melakukan ritual, tanpa basa basi menaruh putranya di sebuah batu yang berada di tengah-tengah formasi. Formasi yang terlihat berbentuk lingkaran, didalam lingkaran terdapat pola bintang lalu di tengahnya ada sebuah gambar mata yang sedang terpejam.
Mereka ingin melakukan ritual darah terlebih dahulu. Suami istri tersebut kemudian menggores tangannya masing-masing sehingga darah mengucur dari tangan yang telah tergores. Darah yang mengucur lalu membasahi lantai formasi.
Darah yang keluar mengalir ke dalam formasi. Dengan sangat ganas formasi tersebut menyerap darah keduanya hingga menimbulkan cahaya merah terang.
She Luminaire tiba-tiba melemparkan sebuah kalung berwarna hitam dengan simbol naga kearah sang putra. Begitu juga dengan patriark Ling Chen. Namun bedanya, ia melemparkan sebuah kitab dengan warna hitam pekat.
Tanpa disadari keduanya, darah yang sempat mereka alirkan merambat ke arah pusat formasi. Lalu terserap ke dalam tubuh sang bayi. Padahal seharusnya, darah tersebut hanya mengalir ke pusat mata yang tertutup. Lalu membukanya untuk menyelesaikan ritual yang berjalan.
Cahaya merah tiba-tiba muncul memenuhi altar, membuat suami istri itu terkejut. Cahaya merah yang awalnya hanya berdiameter 20 meteran mengitari altar, tiba-tiba meluas memenuhi ruangan bawah tanah.
Patriark Ling Chen dan She Luminaire sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Mereka tidak tahu dengan apa yang terjadi saat ini.
"Apa yang terjadi?", tanya keduanya bersamaan.
Setelah beberapa detik, keterkejutan mereka bertambah ketika mendengar jeritan dari empat arah mata angin.
Atas, bawah, samping kanan dan kiri tak luput dari terdengarnya teriakan yang memilukan tersebut. Yang tidak disangka oleh keduanya adalah, dengan hanya beberapa detik saja, cahaya yang tadi memenuhi ruang bawah tanah kini terus meluas hingga mencakup semua kota Ling.
Di atas tanah sendiri, tepatnya kota Ling. Warga, penjaga, bahkan tetua klan Ling sedang merasakan sakit yang tidak tertahankan, membuat mereka semua berteriak kesakitan.
Sebelum teriakan terjadi para penjaga, tetua, dan warga yang belum tidur, dikejutkan dengan adanya cahaya merah yang muncul dengan cepat ke arah langit. Tidak sampai disitu saja, cahaya tersebut terus meluas hingga seluruh kota.
Cahaya yang muncul membentuk sebuah kubah merah mengerikan. Semua itu hanya terjadi dalam 5 detik saja. Setelah kejadian cahaya merah, semua manusia yang berada di kota ling mendadak merasakan sakit di bagian jantung dan kepala.
Tak tahan dengan rasa sakit tersebut, mereka berteriak sekeras mungkin. Tetua klan Ling juga tidak luput untuk tidak berteriak. Mereka melakukan hal yang sama seperti para penduduk, karena memang kultivasi yang selama ini dibangga-banggakan tidak berguna untuk mengurangi rasa sakit yang diderita.
Kejadian yang paling menakutkan mulai terjadi ketika salah satu dari penjaga tiba-tiba saja seperti diremas hingga darah mereka keluar kemana-mana.
Darah membasahi tanah yang berwarna coklat menjadi semerah darah. Hal tersebut terus terjadi hingga semua manusia di kota Ling habis, menyisakan gumpalan daging dan tulang tanpa darah sedikitpun.
Darah yang membasahi kemana-mama, tiba-tiba terserap ke dalam tanah, terus mengalir menuju pusat formasi, dimana ada sesosok bayi mungil yang tertidur lelap di pusat lingkaran formasi.
Patriark dan permaisuri kembali terkejut dengan banyaknya darah yang muncul. Lalu darah-darah tersebut dengan ganas mengalir ke arah sang putra.
"Liiing!, Anakku...!!!", teriakan memilukan keluar dari mulut permaisuri yang dibarengi dengan larinya sepasang suami istri ini ke arah sang putra.
"Ling!, Anakku!", teriakan memilukan keluar dari mulut permaisuri, bersama dengan itu, kedua orang tua tersebut berlari sekuat tenaga ke arah sang putra.
Namun sayang, ketika jarak tinggal beberapa centimeter, mereka berdua tersungkur memegangi bagian jantung dan kepala masing-masing.
Sama seperti yang berada di atas permukaan, tubuh patriak dan permaisuri serasa ditekan oleh dua baja yang sangat besar.
Craaatttt....!!
Darah terciprat hingga membasahi wajah si bayi. Sebelum meninggal, kedua tangan patriark dan permaisuri akhirnya dapat menggapai tubuh mungil putranya.
Wajah si bayi yang berlumur darah kedua orang tunya telah bersih, karena darah-darah yang mengenai wajahnya terserap kedalam tubuh.
Setelah proses penyerapan darah yang begitu lama, tanah di atas tuan muda Ling retak, membuat sebuah jurang yang menakutkan. Fenomena tersebut menggetarkan seluruh daratan.
Si bayi yang tertidur lelap, tiba-tiba saja melayang ke udara. Melesat menembus permukaan, sampai akhirnya mendarat di dekat rumah salah satu penduduk kota ling.
Di kejauhan dan dimensi yang berbeda, ada sosok yang sangat besar hingga sulit diterka besarnya. Sosok tersebut membuka kedua matanya, menatap lurus ke arah depan.
"Yang Mulia telah kembali", gumamnya sambil tersenyum, memperlihatkan gigi-gigi yang tajam. Sosok tersebut kemudian berubah menjadi manusia,lalu menghilang dari tempatnya berada.
*****
Pagi hari menyapa, mengganti fenomena bulan purnama merah yang telah usai. Semua orang menjadi lega. Mereka semua sudah melakukan aktivitasnya masing-masing, karena memang sempat tertunda dengan adanya fenomena bulan purnama merah.
"Kyaaaaaa.....!!!"
Seorang wanita tiba-tiba saja berteriak begitu keras, hingga mengganggu orang-orang yang ingin mengantri. Mereka mempercepat laju kereta yang di naiki, mendekati wanita yang tadi berteriak.
"Ada apa nona?, kenapa anda berteriak?", tanya seorang laki-laki dengan perawakan sedang, ia adalah orang pertama yang sampai didekat si wanita.
Wanita itu dengan ketakutan menunjuk ke arah depan, dimana arah yang ditujuk adalah kota Ling. Laki-laki tersebut terkejut saat mengikuti arah dari jari si wanita. Tubuhnya bergetar hebat, tanpa basa-basi ia berlari masuk ke kota Ling.
"I-ini, ti-tidak mungkin, pasti hanya khayalanku saja", gumam laki-laki tersebut.
Ia memukul kepalanya berulang kali, berharap apa yang dilihat matanya hanya ilusi belaka. Tapi saat melihat ke arah kota, semua masih sama.
Dia mencoba memastikan sekali lagi apa yang ditangkap kedua matanya. Tapi sayang, semua yang ia lihat adalah kenyataan.
"A-apa yang sebenarnya terjadi dengan kota Ling?, si-siapa yang bisa membantai kekuatan utama sampai seperti ini?", otak kecilnya meronta, ingin mengetahui siapa yang membantai kota Ling sekejam ini.
**
Berita mengenai apa yang terjadi di kota Ling sudah tersebar luas. Memang untuk pertama kali, orang-orang hanya menganggap sebagai bualan saja. Tapi setelah terbukti, mereka begitu ketakutan.
Semua wilayah seketika itu langsung melakukan penyelidikan besar-besaran di kota Ling. Namun sayang, mereka tak menemukan petunjuk apapun untuk mengetahui siapa pelaku pembantaian.
Para penyidik hanya mendapati mayat berserakan tanpa darah, terlebih lagi cara mereka mati sama persis. Bisa dilihat bahwa, pembantaian hanya dilakukan oleh satu orang saja.
Sebelum orang-orang berdatangan, ada seorang laki-laki tampan yang terlebih dahulu sampai di kota Ling, Ia berjalan santai menuju sosok bayi yang sedang menangis.
Lelaki tersebut menggendongnya lalu menghilang bersama si bayi. Seolah mereka tak pernah ada disitu sebelumnya.
**
Di realm yang berbeda, ada sebuah kerajaan dengan nuansa hitam pekat. Di dalam istana, terdapat beberapa pelayan wanita yang sedang sibuk kesana kemari, mereka membawa susu yang begitu banyak untuk se sosok bayi yang dibawa pulang oleh sang tuan.
Akhirnya mereka bisa menghela nafas lega setelah sang bayi tidak lagi menangis meminta susu.
"Bayi yang menakutkan, dengan nafsu sebesar itu, ia seperti monster dengan tubuh manusia", keluh salah satu pelayan yang kelelahan.
"Sssttt, jangan keras-keras. Jika tuan mendengar, kamu tidak akan bisa melihat hari esok", nasehat pelayan lain yang juga kelelahan.
Mendengar nasehat dari temannya, pelayan yang dimaksud langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Dari udara kosong, tiba-tiba ada suara berat terdengar, oleh para pelayan dan prajurit di sekitar.
"Kali ini aku maafkan, karena tenaga kalian masih dibutuhkan. Namun, jika masih berani berkata seperti itu. Jangan harap nyawa kalian berada di tempatnya", tubuh pelayan dan penjaga bergetar hebat, mereka tertunduk lemas kala mendengar suara barito tersebut.
"Ba-baik Ya-yang Mu-mulia. Ka-kami minta ma-maaf. Kami mengaku salah. Ka-kami tidak akan mengulanginya", ujar prajurit dan pelayan yang ada.
Tak ada sahutan dari suara berat tadi, meski begitu mereka merasa lega karena masih bisa bernafas dan tidak kehilangan nyawa.
*****
(5 tahun kemudian)
Di hutan yang begitu lebat, terdapat sesosok anak kecil sedang berjalan dengan kepala geleng kanan dan geleng kiri. Seolah sedang mencari sesuatu yang hilang.
"Ahaa!, ketemu juga kau kucing sialan!", teriaknya sambil berlari menuju ke arah kanan, dimana di arah tersebut terdapat harimau berbadan besar, yang mencapai 7 meter dan tinggi 3 meter.
Harimau tersebut sedang bersembunyi di salah satu pohon, yang mana pohon tersebut tidak bisa menutupi seluruh tubuhnya yang besar. Sehingga harimau malang itu bisa ditemukan dengan mudah.
Mendengar teriakan yang begitu familiar, bulu-bulu harimau berdiri tegak sangking takutnya. Ia mengintip sedikit ke sumber suara, alangkah terkejutnya ketika mendapati seorang bocah berumur 5 tahun berlari ke arahnya dengan cepat.
Harimau tersebut tanpa basa-basi berbalik arah, lalu berlari sekencang mungkin agar tak tertangkap oleh bocah tersebut. Agak aneh memang mengingat tubuh yang besar takut dengan bocah kecil yang hanya memiliki tinggi 130 cm.
Bocah tersebut adalah salah satu sosok yang paling dijauhi oleh semua hewan yang ada di hutan tersebut. Mereka menobatkan sang bocah dengan julukan "Bocah Iblis".
Julukan tersebut bukan tanpa alasan, karena memang bocah iblis, selalu suka mengganggu dan menangkap hewan di hutan ini, lalu setelah tertangkap akan dikuliti hidup-hidup dan dijadikan eksperimen.
Bahkan pernah, pada suatu hari para hewan yang merasa terancam membentuk sebuah aliansi, mereka berencana membunuh sang bocah.
Namun sayang, semua rencana gagal total. Bukannya dapat membunuh bocah Iblis tersebut. Para hewan malah dibantai dan dijadikan bahan percobaan.
Grooaaarr....!!!
Akhirnya, harimau tersebut jatuh tersungkur, dengan kaki yang sudah patah. Tubuh harimau bergetar hebat karena rasa takut.
"Hahaha...!!!, akhirnya hari ini aku bisa makan sate harimau jantan", tawa lantang yang sangat bahagia terdengar. Namun sayang, tawa tersebut menjadi alasan dari ketakutan penghuni hutan.
Semua hewan yang mendengar tawa lantang tersebut, dengan tergesa-gesa kembali ke sarang. Menutup rapat pintu masuk, agar tak ditemukan. Mereka hanya bisa berdoa, supaya bukan mereka yang menjadi korban selanjutnya.
Bocah tersebut kemudian berjalan ke arah leher harimau. Tanpa basa-basi langsung memenggal kepala hewan tersebut seperti memotong tahu. Memasukkan jasadnya ke dalam cincin ruang, pemberian dari pelayan setia nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!