NovelToon NovelToon

Cinta Karena Mandat

Prolog

Semarang sedang diselimuti awan gelap. Langit tak henti-hentinya menangis dari semalam. Sigit Nagendra Ardhitama, anak dari Bagas Ardhitama dan Anindya Wijaya. Seorang polisi khusus, usia 27 tahun. Belum menikah alias masih lajang, dan juga jomblo.

Dengan wajah tampannya itu, seharusnya dia sudah menikah dan memiliki keluarga kecil. Tapi ia selalu menunda akan hal itu.

Sigit baru saja terpejam karena semalam dia usai melakukan penggrebekan di salah satu kos-kos an yang dicurigai digunakan untuk tempat prostit*usi.

Masa laluuuuuu, terpesonaaaa aku terpesonaaa memandang memandang wajahmu yang maniiiiisss

Suara alarm yang ada di ponselnya berbunyi. Sudah pukul 5 pagi. Dia terpaksa membuka matanya dengan malas. "Hoaaammm, kok cepet banget sih paginya"

Dia bergegas untuk sholat subuh. Selesai sholat subuh dia bergegas mandi. Sigit tinggal bersama kakeknya, yaitu kakek Edi Sumantri. Sedangkan kakek dan neneknya dari pihak papahnya sudah meninggal.

"Sigit, mamah dan papahmu akan datang kemari besok" ucap kakek Umang saat mereka akan sarapan.

Sigit menautkan alisnya. "Papah sama mamah? Besok kek? Kenapa mendadak dan tidak memberitahuku terlebih dahulu?" tanyanya.

Kakek Umang hanya menaikkan bahunya tanda tak tahu. Mereka sarapan dengan tenang. Sigit sudah siap akan berangkat ke polres kota Semarang.

"Kek, Sigit berangkat dulu ya, apel pagi nih" kakek Umang mengangguk.

"Hati-hati. Jangan lupa sholat dan makan siang" Sigit tersenyum dan menyalami kakeknya. "Iya, kakek masuk gih, dingin"

"Iya, hujan-hujan kok ada apel"

"Ya kan apelnya dipindah di aula bisa kek"

"Mbuh lah sekarepmu"

Sigit memakai jas hujannta dan menyalakan motornya. Hujan semakin deras. Sigit hanya berpura-pura akan apel, dia sedang ditugaskan mengintai seseorang.

Flash Back On

Luna : Git, disuruh komandan nyamar jadi pengantar paket. Target ditemukan. Jalan mawar nomer 17.

Sigit membaca pesan dari Luna, teman satu kantornya sekaligus sepupunya. "Hmm, pengintaian. Oke lah. Pakai seragam dulu deh, biar kakel gak terlalu curiga"

Flash Back Off

Sigit melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Saat ditikungan dia hampir saja menyerempet sebuah mobil berwarna silver, hingga bunyi klakson pun terdengar panjang. Sigit tetap melajukan motornya tanpa peduli dengan pengemudi mobil itu.

"Sialan tuh orang! Hampir aja tabrakan!" umpat seorang gadis muda itu. Mutiara Insani, seorang PNS di kantor Samsat kota Semarang, usianya sekitar 24 tahun. Cukup sukses di usia muda, tapi tidak dengan kisah cintanya.

Dulu, dia mencintai seorang pemuda di kampusnya. Dia benar-benar jatuh cinta terhadap laki-laki itu, tapi sayang, ayahnya yang seorang panglima TNI, yaitu Indrajaya tidak merestui hubungannya. Yup, Muti adalah anak dari Mayor Indra, yang sekarang menjabat menjadi Panglima TNI dan dokter bedah torak kardio vaskuler Sani Aulia.

Sani meninggal saat masih masa nifas. Dirinya terkena sepsis hingga menghilangkan nyawanya. Menjadikan Indra orang tua tunggal bagi Muti.

Sampai akhirnya sikapnya berubah terhadap lawan jenisnya. Dia hanya akan mempermainkan lelaki yang menyukainya. Yup seorang playgirl.

Sebenarnya kejadian barusan bukan hanya murni kesalahan pengendara motor, karena dirinya sedang tidak fokus menyetir. Bagaimana mungkin dia akan bisa fokus karena sebelum berangkat dia mendapatkan telpon dari ayahnya, yang mengatakan bahwa ayahnya akan datang ke Semarang menjenguknya.

"Aku yakin, ayah pasti bukan hanya sekedar menjenguk. Pasti nih, pasti ada apa-apa. Gak mungkin kalau cuma sekedar menjenguk. Bukan ayah banget. Hadooh, gimana kalau ayah tahu kalau Humam disini? Di Semarang? Bisa-bisa aku dipindah tugaskan di Jakarta lagi"

Muti sedang gusar karena hal itu. Hingga ia tiba di kantor pun pikirannya tak fokus dengan apa yang ia kerjakan.

"Tia kamu kenapa sih? Daritadi aku perhatiin melamuuuun terus" kata Jihan, teman sekantornya. Muti jika di kantor dipanggil dengan nama Tia.

"Gak papa Han, lagi bingung aja aku. Besok bokap mau datang. Kira-kira mau ngapain ya Han?"

Jihan tertawa saat mendapatkan pertanyaan itu dari Muti. "Ya jenguk anaknya lah, gimana sih! Ayo buruan ke ruang rapat. Bu bos sudah menunggu. Rapat akan segera dimulai"

Muti mengangguk lesu. Akhirnya dia melupakan masalahnya sejenak. Mungkin benar kata Jihan, ayahnya hanya ingin menjenguknya.

.

Polres

"Kamu gimana sih? Kenapa bisa kehilangan jejak?" hardik atasan Sigit.

"Siap, maaf pak, tadi karena jalanan licin dan hujan turun deras saya hampir bertabrakan dengan sebuah mobil" jelas Sigit memberi alasan kepada atasannya.

"Ya sudah, koordinasi dengan bagian kriminal. Suruh informan kita menyelidili dimana target saat ini" tutur Agung, atasan Sigit.

"Siap, Ndan!" Sigit memberi hormat dan pergi meninggalkan ruangan atasannya untuk berkoordinasi dengan bagian kriminal.

Aluna Lestari. Seorang polwan yang merupakan sepupu dari Sigit. Anak dari Tristan dan Tari.

"Kenapa bisa lepas sih?" tanya Luna saat mereka sedang bersantai di ruangan bagian kriminal.

"Gara-gara mobil sialan hampir nabrak aku tuh, jadi kehilangan jejak target. Padahal nih, aku tadi udah lihat mobil target di daerah sana. Tapi saat aku telusuri gak ada, Lun"

"Hadeeeehh" ucap Luna sambil tepok jidat.

"Besok papah sama mamah datang" curhatnya lesu. Luna melihatnya sekilas.

"Harusnya seneng dong tante Anin sama om Bagas datang. Ini malah lesu begini"

"Gimana ya?" katanya sambil menyandarkan kepalanya pada meja Luna.

"Apanya yang gimana?" tanya Luna bingung.

"Pasti mereka ada sesuatu, biasanya kalau pulang tuh pasti ngabarin jauh-jauh hari. Ini terkesan mendadak gitu lho Lun"

"Cah aneh yo kamu itu. Hana gimana kabarnya? Dia jadi melamar di rumah sakit sini gak sih?"

"Mbuh rak reti. Sirahku ngelu perkoro iki dan orang tuaku kok malah mbok takoni Hana (Gak tahu. Kepalaku pusing karena ini dan orang tuaku lok malah kamu tanyain Hana)"

"Hilih, pulang sana kalau gak ada kerjaan"

"Iya, tapi suruh informau dulu mengintai target. Aku yakin dia masih ada disana. Gak mungkin kalau ngilang cepet banget begitu"

"Iya-iya, aku sudah suruh salah satu informan untuk memantau mereka. Lha piye? Apa kamu langsung pengintaian aja? Nyamar jadi hansip"

Sigit memanyunkan bibirnya. "Gak ada hansip ganteng kayak aku begini. Kelihatan mencolok nanti"

"Ganteng menurutmu sendiri. Aku ora" ucap Luna sambil menjulurkan lidahnya.

.

Karena tak ada kegiatan, pukul 5 sore Sigit memutuskan untuk pulang. Saat di perjalanan dia masih penasaran keberadaan targetnya yang tidak ada di daerah itu.

Saat di lampu merah, sebuah mobil silver mengklaksonnya. "Woy! Kamu yang tadi pagi hampir aja nabrak mobil aku kan??" kata seeorang perempuan yang menggunakan seragam kheki itu.

Sigit hanya menoleh dan tak menggubris ucapannya. Lampu hijau dan Sigit melajukan motornya.

"Oooo, dasar cowok sialan!" umpat Muti di dalam mobil.

.

.

.

Like

Vote

Komen

Tip

Mandat

Sigit meninggalkan mobil itu. "Siapa sih tu cewek? Kejadian tadi pagi? Aaa, dia yang mobilnya hampir saja kuserempet?" gumamnya masih dengan mengendarai motor.

"Sombong amat! Main melengos begitu. Hish, awas aja kalai sampai ketemu lagi" katanya sambil melajukan mobil menuju jalan pulang.

Ponsel Muti berdering. Dia tersenyum saat mengetahui siapa yang menelpon. Humam. Lelaki yang sangat ia cintai.

"Halo sayang" jawabnya senang.

"Halo juga sayang, sudah pulang? Nongkrong yuk?" ajak Humam di seberang telpon.

"Aduh sayang, maaf aku tidak bisa. Aku hatus membuat laporan keuangan bulan kemarin. Lain kali saja ya" tolak Muti halus. Dia takut jika Humam akan marah.

Mereka pernah putus dan menjadikan Muti seorang playgirl. Tapi setelah bertemu kembali mereka menjalin hubungan lagi tanpa sepengetahuan ayahnya Muti.

"Hmmm, ya sudah lah. Hati-hati ya nyetirnya" pesan Humam. Muti senang, lelaki itu tak pernah untuk tidak memberinya perhatian.

.

Flash Back On

Kamis, Jakarta

Indra mendapatkan informasi dari orang suruhannya, jika Humam berada di Semarang. Dirinya geram. Ternyata putrinya sudah benar-benar tergila-gila dengan Humam.

Indra menyuruh Bagas yang saat ini menjabat sebagai Komandan Batalyon di Bandung menghadapnya sekarang. Ya, tugas Bagas sekarang di Bandung. Anin mengajukan pindah tugas, dan alhamdulillah di ACC.

Bagas yang saat itu hendak pulang untuk makan siang membatalkan niatnya. Dia menyuruh supirnya untuk mengantar ke markas besar. Perjalanan memakan waktu kurang lebih dua setengah jam.

Bagas langsung menemui sang panglima. Di ruangannya hanya mereka berdua. Bagas memberi hormat kepada Indra.

"Duduklah, sudah ku katakan berapa kali, jangan memberi hormat kepadaku"

"Ijin, siap Ndan, ini masih di lingkup markas, jadi harus hormat"

"Haiiissshhh, salahku juga mengajakmu bertemu disini. Duduklah" Indra dan Bagas duduk berhadapan.

"Lama sekali kita tidak bertemu. Kalian, maksudku kamu sama Anin apa kabar? Terakhir bertemu saat Sani bersatu dengan tanah"

"Alhamdulillah sehat Ndan, komandan sendiri bagaimana? Iya, komandan sibuk kok" jawab Bagas.

"Alhamdulillah, aku juga sehat. Sekarang aku seorang diri. Kesepian" curhat Indra kepada Bagas. Bagas mengerti akan rasa kesepian itu. Ditinggal orang yang teramat dicinta bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Indra menolak menikah lagi karena dia tak ingin posisi Sani di hatinya tergantikan oleh yang lain.

"Muti kemana?" tanya Bagas penasaran.

Indra menghela nafasnya panjang. "Dia sengaja minta pindah dari kantornya ke Semarang"

Bagas mengangguk. Sudah menjadi rahasia umum kelakuan Muti yang begitu. Pembangkang dan seorang playgirl.

"Anakmu seorang polisi di Semarang kan?" saat itu ada ajudan Indra masuk dan memberitahukan jika makanan sudah siap. Membuat Bagas harus berbicara dengan batasan.

"Ijin, benar Ndan" jawab Bagas tegas.

"Saya punya mandat untukmu" Bagas diam menunggu perintah. "Nikahkan anakmu dengan putriku. Mandat harus dilaksanakan"

Bagas terkejut mendengar perintah sang panglima. Bagaimana mungkin dia akan memaksa anaknya untuk menikah dengan gadia seperti Muti. Seorang gadis yang selalu membangkang terhadap ayahnya, dan suka bergonta-ganti pacar.

Bagas diam memikirkan mandat itu. Berat, sangat berat. Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk jodoh. Bagas sebenarnya tak ingin jika Sigit mendapatkan gadis seperti Muti. Sigit bisa mendapatkan yang lebih dari Muti.

Tapi ia pasrah, seorang prajurit harus siap menerima perintah. Meskipun perintah itu sangat susah untuk dilakukannya.

"Nikahkan anakmu dengan putriku, jadikanlah putriku sebagai gadis yang baik. Jika aku ayahnya, tidak bisa mengubahnya, tolong, nikahkanlah Sigit dengan Muti. Aku yakin dia akan berubah menjadi wanita yang baik, sama seperti ibunya" jelas Indra.

"Ijin, siap Ndan!" kata Bagas mantap. Indra tersenyum. Dia sudah menganggap Bagas seperti adiknya sendiri.

"Muti menjadi playgirl karena aku melarangnya berpacaran dengan pacarnya dulu" terang Indra.

"Kenapa dilarang?" tanya Bagas penasaran. Setahu dia, Indra bukan tipe orang tua kuno yang tidak memperbolehkan anaknya untuk pacaran.

Indra lagi-lagi menghela nafas panjang. Dia menuliskan sesuatu di kertas dan menyuruh Bagas membacanya. Mata Bagas terbelalak membaca tulisan itu.

"Benarkah...?" tanya Bagas ragu.

Indra mengangguk. "Itulah mengapa aku memberikan mandat itu kepada Sigit. Aku ingin Muti aman bersamanya. Dan aku yakin cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu"

Sekarang Bagas tahu alasan Indra sangat melarang Muti berpacaran dengan pacarnya. Bagas tak menyangka.

"Aku harus berbicara dengan Anin. Semoga dia bisa mengerti akan hal ini. Lusa aku akan menemui Sigit di Semarang" jelas Bagas.

Indra mengangguk. "Aku juga akan menemui Muti. Aku tunggu kehadiran kalian di rumah Muti. Sekali lagi terima kasih" ucap Indra.

"Jangan berterima kasih kepadaku. Kita belum tahu dengan anak-anak kita. Semoga yang anda bilang benar. Semoga cinta tumbuh seiring berjalannya waktu" tutur Bagas.

"Aku harap kita menjadi besan dan mendapatkan cucu dari mereka berdua" Harap Indra, Bagas tersenyum.

"Semoga" jawabnya singkat. "Aku permisi dulu"

"Makan dulu denganku. Makanan sudah siap. Ayo" ajak Indra. Bagas hanya pasrah dan ikut makan bersamanya.

.

Kamis, Bandung.

Anin menunggu kepulangan suaminya. Tak biasanya suaminya pulang terlambat tanpa memberi kabar kepadanya. Hatinya cemas. Gusar. Ponsel Bagas mati dan sedang di charger saat perjalanan pulang.

Deru mobil terdengar di depan rumah itu. Anin mengintip melalui jendela. Hatinya lega melihat suaminya turun dari mobil. Dia segera membukakan pintu rumah.

"Papah dari mana? Kenapa jam segini baru pulang? Tidak memberi kabar lagi" cerocos Anin saat melihag suaminya datang.

Bagas tersenyum kepada istrinya. "Assalamualaikum mamah sayang, sambut suaminya dengan yang manis-manis dong. Malah disambut dengan omelan"

Anin menyalami suaminya "Waalaikum salam. Iya besok mamah kepyurin gula ke arah papah kalau maunya yang manis-manis"

"Astaghfirullah mamah, maksudnya tuh, kasih ciuman kek" goda Bagas sambil mengeratkan tangannya di pinggang Anin.

"Hish, sudah tua, masih aja godain orang"

"Ya gak papa dong mah, papah mau ngomong serius sama kamu mah, ini soal Sigit" wajah Bagas beralih menjadi serius. Anin duduk di samping suaminya, harap-harap cemas.

"Kenapa dengan Sigit pah?" tanya Anin tak sabar.

"Siang tadi panglima menyuruh papah menghadapnya. Ada mandat yang harus dilakukan anak kita mah"

"Mandat? Dari seorang panglima TNI ke polisi? Memang bisa?" tanya Anin bingung.

"Bisa, kami sama-sama abdi negara. Kami sama-sama melindungi negara ini. Mandat ini berat mah, papah tidak yakin kamu akan setuju. Tapi mandat harus dilaksanakan"

"Hish, ngomongnya jangan bulet-bulet dong pah, langsung ke intinya saja. Apa mandat yang diberikan oleh panglima kepada Sigit?"

Bagas menarik nafasnya dan menatap wajah istrinya. "Panglima ingin, Sigit menikah dengan Muti" Anin sampai tercekat mendengar ucapan Bagas.

"Mamah gak setuju. Muti itu susah sekali diatur pah, Muti juga seorang playgirl. Mamah gak mau kalau Muti jadi mantu kita. Mamah gak setuju. Mamah ingin yang terbaik untuk Sigit papah, dan Sigit bisa mendapatkan yang lebih dari Muti" tolaknya panjang lebar.

Bagas mengusap wajahnya kasar. "Mah, ini mandat lho"

"Tapi kan paahhhhh....." ucapan Anin terpotong.

"Mandat adalah keputusan mutlak yang tak bisa dibantah. Papah yakin, jika suatu saat Muti akan berubah menjadi pribadi yang baik. Mungkin cinta bisa mengubahnya. Mungkin Sigit yang akan mengubah Muti menjadi pribadi yang lebih baik. Karena dia begitu ada sebab musababnya mah.

Bang Indra melarangnya pacaran dengan seorang lelaki bernama Humam. Makanya Muti berubah menjadi seperti itu. Ayolah mah, ini mandat"

Anin kesal dengan suaminya. Bagaimana bisa ia akan melepaskan Sigit bersama Muti. Dia tak bisa membayangkan bagaimaba rumah tangga itu nantinya.

Flash Back Off

.

.

.

Like

Komen

Vote

Tip

Kedatangan

Malam itu Sigit masih memikirkan kedatangan orang tuanya. Tak biasanya mereka tak mengabarinya terlebih dahulu. Sigit merasa tak tenang.

"Ada apa ya? Aoa mungkin tentang Maryam?" tanyanya pada dirinya sendiri. Maryam adalah adiknya Sigit. Dia lahir saat umur Sigit 4 tahun. Maryam mengikuti jejak ayahnya. Dia memilih menjadi tentara wanita alias Kowad.

Saat sedang asyik dengan pikirannya, ponselnya berbunyi. Dia ditelpon oleh Yudi, temannya. "Halo assalamualaikum" kata Sigit.

"Waalaikum salam. Dimana bro?" kata Yudi.

"Di rumah, ada apa?"

"Merapaaaat, operasi lagi. Personil kurang satu orang. Penyamaran"

"Dimana lokasinya?"

"Di tempat karaoke, pake kaos bebas ya, jangan ganteng-ganteng amat. Nanti banyak yang terpesona"

"Ganteng udah dari lahiiiir. Okelah, segera merapat. Assalamualaikum"

"Hahaha, sombong amat! waalaikum salam"

Panggilan berakhir. Sigit segera bersiap. Lalu berpamitan dengan kakeknya. "Kek, Sigit jalan dulu. Jangan lupa kunci pintunya"

"Iya, kamu itu persis seperti mamahmu. Bawel. Kamu juga hati-hati" pesan kakek Umang. Sigit mengangguk dan segera melajukan motornya.

.

Pagi itu Bagas dan Anin bertolak ke Semarang. Ingin segera bertemu dengan putra mereka, kegalauan menyelimuti hati kedua orang tua itu. Bagaimana tidak, Sigit seorang anak yang tidak suka dengan namanya perjodohan. Dia akan memberontak jika terus dipaksa.

Mereka menggunakan pesawat agar lebih cepat. Mereka dijemput oleh supir kakek Umang. "Pah, mamah takut kalau Sigit memberontak" Anin mengutarakan kecemasannya.

"Jangan khawatir mah, kita bicarakan dulu. Kalau jalannya seperti ini, papah yakin, kalau mereka sebenarnya berjodoh"

"Haissshhhh, jodoh mbok ya yang baik gitu pah, ini Muti. Haduuuhhh. Gak ngebayangin mamah nantinya mereka seperti apa"

Bagas tersenyum "Doakan saja, semoga cinta tumbuh diantara mereka. Bonusnya kita dapat cucu. Memang kamu gak ingat Muti kalau sama kamu itu gimana? Dia sebenarnya anak baik kok mah. Dia menjadi begitu karena papahnya"

Anin membayangkan kembali kenangannya bersama Muti. Gadis itu selalu bermanja dengannya saat dirinya berkunjung ke Jakarta. Seperti rindu akan hadirnya sosok seorang ibu dalam hatinya. Penurut jika dengannya, tapi jika dengan Indra akan berubah tiga ratus enam puluh derajat.

"Hmm, semoga memang Muti bisa berubah pah"

"Aamiin" Tak lama mereka sudah sampai di rumah Anin. Mereka sudah disambut oleh senyuman lebar dari sang ayah sambung.

"Assalamualaikum yah" Bagas menyalami dan memeluk mertuanya itu.

"Waalaikum salam, kalian sehat kan?" melepas pelukannya dan berganti memeluk anak perempuannya.

"Sehat yah, ayah sehat kan?" kata Anin dengan suara bergetar.

"Sehat, kamu ini, setiap ketemu Ayah selalu menangis. Sudah mau punya cucu juga masih saja cengeng. Ayo masuk" Anin menghapus air matanya.

"Sigit masih dinas, nanti sore dia pulang" jelas kakek Umang. Mereka mengangguk.

.

Indra juga baru saja tiba di Semarang. Dia dijemput oleh rombongan pengawalan. Muti sengaja izin untuk menyambut ayahnya.

Muti menyalami ayahnya saat sudah ada dirumahnya. "Kamu sehat?" tanya Indra. Muti hanya mengangguk.

"Ada maksud apa dengan kedatangan Ayah kemari?" tanya Muti tak ingin berbasa-basi dengan ayahnya.

Indra tersenyum. Anaknya masih saja dingin terhadapnya. "Bisakah lebih dingin lagi terhadap Ayah? Apa kamu tidak kangen sama Ayah?"

Muti berdecak, "Muti akan seperti ini sampai Ayah merestui hubungan Muti dan Humam"

"Gak akan pernah!" jawab Indra tegas. Muti kesal, dia berlalu meninggalkan ayahnya dan masuk ke kamarnya. Indra memijat keningnya. Pusing menghadapi anaknya.

.

Sigit duduk bersama orang tuanya. Mereka menjelaskan maksud tujuan kedatangan mereka.

"Sigit gak mau!" tolaknya tegas sambil berdiri hendak meninggalkan mereka.

"Sigit, duduk!" perintah Bagas kepada anaknya.

"Pah, ini sama saja pemaksaan. Ingat yang namanya Muti aja gak kok, disuruh nikahin dia. Yang benar saja dong mah, pah!"

"Ini mandat Sigit!" bentak Bagas. "Pah" Anin mengingatkan Bagas untuk tak menggunakan emosi.

"Mandat? Mandat dari siapa pah? Sigit gak ada kaitannya dengan mandat ini. Itu atasan papah, bukan atasan Sigit. Papah yang terima mandat ini, jadi silahkan saja papah yang menikah dengan Muti Muti itu"

"Ngawur kalau kamu ngomong. Tapi kalau mamah mu mengijinkan ya boleh saja" Bagas mencoba bercanda

Anin menatap suaminya tajam. "Tuh mah, papah mau katanya"

"Papahmu gendeng kok. Sigit, dengerin mamah. Cobalah bertemu dulu dengan Muti. Lakukan pendekatan dengannya. Mamah yakin kamu akan menyukainya. Kamu ingat saat umurmu tiga tahun pernah menjenguk tante Sani?"

Sigit menerawang jauh ingatannya. Dia pernah diajak menjenguk Sani di rumahnya setelah Sani melahirkan. "Yang dokter itu mah?" Anin mengangguk.

"Kamu ingat? Tante Sani pernah berpesan apa sama kamu?" lanjut Anin.

Sigit memejamkan matanya. "Sigit, tolong jaga anak tante" ucapnya tanpa sadar. Sigit tergolong anak yang cukup pintar di usianya dulu 3 tahun. Dia bisa mengingat memori penting dan bisa mengingat wajah orang dengan cepat.

"Jadi, sebelum mandat itu turun dari ayahnya, kamu sudah diberi mandat oleh ibunya. Dan itu amanah Sigit. Mamah tidak memaksa kamu untuk langsung menikah dengannya. Tapi, apa kamu tega membiarkan Muti hidup bersama seorang buron? Apa kamu tega tak mengindahkan amanah yang dititipkan tante Sani sama kamu?" bujuk Anin. Ayah Umang heran dengan kata buron.

"Tunggu, buron? Anaknya Indra pacaran dengan seorang buron? Buron apa yang kalian maksud?"

Bagas menjelaskan dengan sedetil mungkin kepada ayah mertuanya. Ayah Umang mengangguk.

"Ternyata takdir masih mempertemukan kalian lagi di masa sekarang. Huftt. Sigit, kamu tak ada pilihan untuk menolak. Kalian seorang prajurit. Mandat harga mati untuk kalian. Lakukan mandat itu. Kakek akan coba bantu untuk mencari keberadaan orang tua dari lelaki itu. Jika memang yang kalian katakan benar, itu artinya Sigit harus menikah" ucap ayah Umang.

Sigit mengacak-acak rambutnya. Tak ada yang berada di pihaknya. Dia mendapat chat dari Luna. Yang mengatakan bahwa target sedang dalam pemantauan. Dia segera bergegas.

"Mau kemana kamu?" tanya Bagas. "Tugas memanggil pah"

"Malam ini kita akan bertamu ke rumah Muti. Pulang cepat" kata Anin. Sigit hanya mengangguk lalu menyalami mereka semua.

"Sigit pamit, assalamualaikum"

"Waalaikum salam"

.

Muti sengaja pulang terlambat membiarkan ayahnya di rumahnya.

Ayah : Pulang cepat, kita kedatangan tamu penting.

Dengan ada foto Anin dan Bagas. "Tante Anin? Om Bagas?" ucapnya sambil tersenyum. Segera dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Lagi dan lagi, hampir saja dia bertabrakan dengan seorang pengendara motor. Siapa lagi jika bukan Sigit. Muti turun dari mobilnya begitu juga dengan Sigit yang turun dari motornya.

"Woy, bisa gak sih kalau pakai motor tuh sesuai aturan?" kata Muti. Sigit melepas helmnya dan membetulkan rambutnya.

Terpesonaaa aku terpesonaaa memandang memandang wajahmu yang manis

Mereka saling pandang. Sigit segera sadar dari lamunannya. "Mbak juga salah, pakai mobil ngebut! Mau saya tilang? Sudah lah, yang penting situ gak papa. Saya banyak urusan!"

Sigit memakai helmnya lagi dan melaju meninggalkan Muti yang masih mematung. "Cakep amaaaaat"

Sigit sudah sampai di alamat yang diberikan papahnya. Dia masuk dan menyalami semuanya.

"Ganteng, gagah, sopan" ucap Indra.

"Iya dong, kayak papahnya" Bangga Bagas. Semua tertawa. Tak lama Muti turun dari mobil. Dia melihat motor yang tak asing.

"Ini motor yang jum'at lalu hampir menabrakku, sama motor yang tadi bukan sih? siapa nih orangnya?" Muti masuk menahan rasa penasarannya.

Saat mengucapkan salam matanya tertuju pada lelaki itu lagi. Sigit membelalakkan matanya, mengucek-uceknya.

"Kamu??" teriak mereka berdua.

.

.

.

Like

Vote

Komen

Tip

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!