📝Aku seorang gadis remaja yang memiliki begitu banyak mimpi, yang mana satu-persatu dari mimpi itu kadang hampir tergapai, namun selalu terlepas dari tanganku. Aku hidup dengan sifat yang sangat labil dan egois, kadang kala aku hidup penuh motivasi dan kadang kala aku juga hidup penuh dengan tekanan. Aku terlahir di sebuah keluarga yang sangat sederhana, hingga membuatku menjadi orang yang sulit memahami apa itu kebahagian dan kesedihan.
Saat ini usiaku baru beranjak 20 tahun, usia dimana aku baru memiliki keberanian berbicara lantang pada dunia, bahwa aku ingin memiliki perasaan seperti orang-orang. Selama ini dunia terlihat hitam putih dari retina mataku, yang selalu saja menatap lesu kehidupan luar. Panggil saja aku Ruka, nama yang di berikan oleh orang tuaku, setelah aku berhasil menatap dunia luar dengan semua indra yang ada di tubuhku.
Aku terlahir dengan normal seperti anak pada umumnya, tapi entah kenapa aku selalu merasakan jika kehidupan ini tidak berarti sama sekali. Setiap saat aku selalu mengingat mati dan menanamkan dalam pikiranku jika kehidupan ini hanya sebentar. Jika ditanya apakah aku bosan dengan kehidupan ini? Aku pasti akan bingung harus menjawab apa! Karena aku juga memikirkan keluargaku yang harus bahagia karena usaha dan kerja keras dariku.
Aku anak tengah dari 9 bersaudara, semuanya adalah saudara kandung dari ayah dan ibu yang sama. Katanya anak tengah itu paling enak hidupnya dan katanya juga anak tengah itu paling sengsara hidupnya! Tapi itu hanya kata dari kata dari kata mulut orang-orang, bukan berarti hal itu adalah faktanya. Ini hidupku dan itu hidup kalian, jalan kita selama ini berbeda dari satu orang ke orang lainnya. Tapi yang pasti setiap orang menginginkan kebahagian dalam hidup mereka, begitupun aku.
Tapi semakin ke sini, aku tidak terlalu menginginkan kebahagiaan lagi, karena aku sadar jika aku ingin bahagia hanya cukup berpikiran jika diriku bahagia, begitupun sebaliknya. Saat ini aku berada dalam fase hitam putih yang tidak ingin tersentuh warna apapun dan juga tidak ingin menjadi hitam putih untuk selamanya. Aku saja bingung dengan hidupku, jadi bagaimana mungkin kalian akan mengerti tentang kehidupan seperti apa yang kuinginkan.
Banyak orang yang mengaku dirinya mengerti bagaimana dan seperti apa kehidupan yang kuinginkan. Prrrtttt... Aku saja tidak tahu apa yang kuinginkan dan ingin kulakukan di kehidupan ini. Untuk kalian para manusia, yang sok-sokan peduli dengan kehidupan orang lain... Ku sarankan agar jangan terlalu julid dengan kehidupan orang lain. Aku mengingatkan kalian hanya sebagai manusia yang tidak suka jika ada orang yang ingin mencaritahu tentang kehidupan pribadiku.📝
***
"Ngapain sih say?" Tanya Dewi! orang yang hanya kuanggap sekedar teman biasa, namun mengaku sebagai sahabatku
"Lagi iseng nunggu jodoh lewat aja!!" kataku sambil menutup buku yang barusan ku coret dengan isi hati
"Gue Aminin biar cepet makbul!! itu Lo lagi nulis apaan?" Dewi melirik ke buku yang ada di pangkuanku
"Lagi nulis nama-nama cowok yang gue suka!" aku tersenyum kecut kearahnya
"Sini gue liat..." Dewi mengambil buku di pangkuanku
"..." aku diam menatap wajahnya yang sedang serius membolak-balik halaman buku
"Lah... kok nama semua cowok yang Lo tulis?" Dewi mengalihkan tatapannya kepadaku dengan senyum blusukannya
"Lah... terserah gue dong! siapa tau salah satu dari situ ntar jadi jodoh gue..." Aku merebut kembali buku dari tangannya dengan senyum kecut lagi
"Aneh Lo..." Dewi memukul bahuku pelan dengan tawa ngikiknya
Setelah membalas pukulan Dewi aku segera berlari menuju tenda kuning yang ada di antara himpitan tenda berwarna warni lainnya. Dewi mengumpat kesal padaku, karena katanya aku memukulnya dengan tenaga. Ya namanya juga memukul, pastilah pakai tenaga, napas aja kudu pakai tenaga.
Hari ini adalah hari pertama kelompok pencinta alam kampus sampai di puncak gunung Halau-halau. Yang katanya gunung di atas awan, ya karena puncaknya sangat tinggi sampai-sampai saat liat kemanapun hanya ada gumpalan putih yang katanya awan. Kalimantan Selatan emang penuh dengan kekayaan alamnya, jadi jangan heran jika ada tempat-tempat yang tidak terkenal namun memiliki pemandangan yang sangat indah.
"Ruka..." Panggil Rama si cowok romantis yang lagi naksir Dewi
"apaan! mau ngasih gue Snack?" Tanyaku yang terfokus pada Snack yang sedang di makannya
"Lo mau?" Tawarnya padaku
"Hehe... nggak usah! nggak usah ditawarin juga gue mau!" kataku dan mencomot snack
"Halah Lo... Oh iya! dimana Dewi?" Rama celingak-celinguk mencari keberadaan wanita yang ditaksirnya
"Noh... di... bawah pohon lagi ngomong sama Jali gebetannya!" kataku menunjuk Dewi yang sedang asyik bicara dengan Jali dengan penuh tawa renyah dan malu-malu
"Brengsek tuh Jali... udah tau juga gue naksir Dewi! masih aja di deketin..." kata Rama kesal dan menyumpalkan Snack ke mulutnya sekaligus
"Elo tuh yang brengsek... udah tau juga Dewi nggak suka Lo deketin masih aja ngepet-ngepet ke dia!!" Kataku dan segera berlalu ke tenda mengambil air minum
"Dasar Mak lampir..." kata Rama mengejekku
Aku hanya tersenyum kecut ke arahnya dan segera berlalu lagi meninggalkannya menuju batu tempat ku duduk barusan. Sebentar lagi sunset, aku tidak ingin ketinggalan momen indah ini lagi untuk yang kedua kalinya. Beberapa orang lainnya mulai mengeluarkan ponsel mereka untuk mengabadikan momen ini. Berbeda denganku yang hanya ingin mengabadikan momen ini dalam pikiran dan hatiku saja. Terasa lebay, tapi aku suka.
***
Tanpa ku ketahui ada senior cowok yang suka diam-diam ngambil foto diriku dari segala sisi. Seperti kali ini senior itu kembali mengabadikan momen diriku yang menunggu kehadiran sunset. Namanya Ari, satu fakultas denganku, dia itu banyak sedikit jadi rebutan cewek-cewek di kampus. Biasanya dia memasang wajah yang dingin dan serius, tapi orangya ramah dan baik kalo udah kenal banget.
"Ari!!" Aku melambai-lambai kan tangan padanya yang sedang fokus menatap kameranya
"..." Ari menoleh dengan wajah sedikit cemberut
"Tolong fotoin..." kataku sambil berfose imut
Ari membidikkan kameranya padaku, dan tersenyum puas menatap hasil jepretannya. Aku menghampirinya untuk melihat bagaimana wajahku terlihat di sana.
"Cantik... aku suka! kirimin ya!" pintaku tanpa mengalihkan pandangan dari layar kecil yang memperlihatkan wajahku
"kirim pakai aplikasi apaan?" katanya dan membuatku mendongak kewajahnya
"Pakai yang simple aja!" aku mengeluarkan ponsel di saku jaket
setelah bertukar nomor wa, Ari segera mengirimkannya keponselku dan di menit itu juga, tuh foto kujadikan wallpaper depan ponsel. Setelah berterimakasih aku segera pergi menyusul Dewi yang memanggilku. Dewi sedang sibuk memasak mie untuk kami berdua, aku yang sebenarnya kagak lapar malah jadi lapar saat aroma mie menguar lewat hidupku yang pesek ini.
Malam telah menyapa dengan indah, dari atas gunung ini aku dan yang lainnya bisa menikmati pemandangan malam yang penuh bintang-gemintang memenuhi langit malam. Semua orang bergerombol mengelilingi api unggun dan bernyanyi serta bercanda ria. Semua orang terlihat bahagia, aku hanya bisa tersenyum melihat kehangatan yang ada dari tenda. Entah kenapa malam ini aku merasa ingin menjauh dari keramaian tanpa alasan yang pasti.
"Blaaa..." si Roni mengagetkanku
"Astaghfirullah... Roni! kalo gue jantungan gimana!" teriakku kesal
"Hehehe... gue yakin jantung Lo udah di lem sangat rekat! jadi mustahil jantung Lo copot!!" katanya dan ikut duduk di sampingku sambil mencomot Snack yang sedang kumakan
"Copot sih kagak... nggak napas lagi iya!" kesalku padanya menjitak jidat
"Sakit bego..." Roni balas menarik hidungku yang tersumbat
"Woii... Snack gue abis!!" kesalku meneriaki Roni yang kabur setelah memakan semua snack
"Hehehe..." yah dia cuma nyengir kuda
Saat ini aku benar-benar kesal, karena Snack udah abis dimakan semua, dan yang paling bikin kesal itu ya Roni. Aku beranjak keluar tenda masih dengan selimut yang menempel di tubuh menuju gerombolan anak-anak yang terlihat mengabaikan Snack di depan mereka. Aku duduk dekat dengan Sierra, si gadis pendiam yang entah kenapa hari ini wajahnya terlihat sangat pucat. Kayaknya ni anak bakal kesambet jin kampret jika di biarkan bengong gini Mulu.
"Liatin apaan?" tanyaku mengikuti arah tatapannya
"Ehh... Ru! nggak, nggak liatin apa-apa!" katanya dan tersenyum ramah
"Jangan terlalu di liatin... ntar kesambet susah semua!" kataku sambil mencomot sosis yang di bakar Sierra
"Hah... Lo juga bisa liat dia?" tanya Sierra dengan tatapan penuh tanya
"Gue kagak bisa liat dia siapa! tapi yang jelas gue merasakan hawa kehadiran yang bukan bagian dari manusia!" kataku balas menatapnya dengan mulut yang sibuk ngunyah
"Ohhh... ja...jadi gitu!!" katanya tergagap dan terus mencuri-curi pandang ke arah Annisa dan komplotannya
"Yang Lo liat lagi mendekat ke arah Annisa?" tanyaku dengan tatapan bersemangat
"..." Sierra mengangguk nanar
"Annisa nyebut..." teriakku kepada Annisa yang sibuk ketawa-ketiwi dengan temannya
"Allahuakbar... Astaghfirullah... kenapa Ru?" kata Annisa yang untungnya tanggap
"Alhamdulillah..." gumam Sierra lirih
"Hehehe... itu gue mau minta makanan Lo!!" kataku sambil nyengir malu garuk-garuk kepala karena di liatin semua orang
"Ya elah... gue kira apaan! nih makan aja... tangkap!" Annisa melemparkan makanannya tepat ke tanganku
"Astaghfirullah... Ru! dia di belakang Lo sekarang!" kata Sierra yang membuatku menelan ludah kaget
"Lo bercanda kan?" kataku memutar kepala dengan senyum kecut
"Astaghfirullah... Astaghfirullah... Astaghfirullah..." gumam Sierra tanpa henti dan membuatku merinding
Makanan yang ada di mulutku nyangkut di tenggorokan gara-gara Sierra yang masih sibuk mengucap Istighfar. Nggak tau apa kalo gue itu sebenarnya sangat penakut, apalagi urusan makhluk yang kagak terlihat gini. Aku ikut menggumamkan doa-doa yang kuingat saat ini, berharap makhluk yang katanya ada di belakangku ini segera pergi. Dari sekian banyak manusia di atas gunung ini, kenapa malah aku yang kena tempeli si makhluk bengek ini.
"Ru! Lo kenapa?" tanya Roni yang ikut duduk di tengah-tengah Sierra dan diriku
"Ish... ngapain sih Lo kesini! bikin gue makin eneg aja!" kesalku dan hendak balik badan pergi ke tenda
"Lo mau kemana?" Roni menarik tanganku dan membuat ni pantat kembali duduk
"Mau nyari cowok! buat di jadiin kerupuk kulit!" kesalku mengibaskan tangannya
"Ru! mending Lo disini aja deh!" kata Sierra dengan senyum lega menatapku, mungkin makhluk itu udah pergi
"Noh... Sierra aja minta Lo jangan kemana-mana!" Kata Roni tersenyum kepada Sierra
Dengan kesal akhirnya aku memilih untuk tetap duduk bersama-sama dengan mereka, sambil membahas topik-topik acak. Jujur saat ini pikiranku masih di bayang-bayangi oleh sosok makhluk yang di liat Sierra. Tapi aku berusaha positif thinking tentang semuanya, berharap tidak akan ada hal buruk yang akan menimpaku. Beberapa kali Roni memukul pundak ku cukup keras saat tertawa ngakak oleh percakapan kami, hingga membuatku sangat kesal.
"Ishhh... bisa nggak sih nggak usah mukul! sakit tau!!" geramku dan mencubit pipinya
"Aaaa... sakit! lepasin... lepas Ru..." katanya memelas dan membuat kami tertawa
Malam ini aku kembali banyak tertawa karena sifat konyol Roni yang selalu cari perhatian dariku. Tipe cowok kayak gini nih mudah banget di tebak, paling juga lagi naksir salah satu cewek yang dekat denganku. Tapi entah siapa wanita yang beruntung itu, di sukai laki-laki konyol seperti makhluk satu ini terbilang sangat beruntung. Setiap ada Roni pasti ada tawa bahagia yang hadir di setiap percakapan yang sedang terjalin, seperti saat ini.
Tidak terasa malam telah begitu larut, kulihat jam dilayar ponsel menunjukkan pukul 2 lewat. Tapi mataku masih belum merasakan kantuk seperti beberapa anak lainnya. sekarang aku ikut gabung di kelompok para cowok yang lagi jaga malam. Semuanya terlihat udah menahan kantuk, beberapa kali juga udah nguap lebar, hanya Ari yang terlihat masih segar. Ari sedang sibuk menambahkan kayu di api unggun, sedangkan yang lainnya sibuk mencari posisi yang enak untuk rebahan.
"Ishh... kalo mau tidur ke tenda Sono!!" kesalku pada Roni yang sejak tadi masih menempel
"Setenda sama kamu!!" katanya penuh semangat
"Jangan bikin gue kesal!!" aku mandaratkan sebuah tamparan pelan ke wajahnya
"Nih rasaain..." katanya dan mencubit pipiku dengan kencang
"Aduduh... sakit bego!!" kataku sambil berusaha melepaskan cubitannya
"Lo tuh yang bego!!" dia tertawa bahagia saat melihat wajahku yang kesakitan saat di lepaskannya
"Ishh... nih rasain!!" aku balas mencubit pipinya dengan sekuat tenaga
"Sakit bego!" teriaknya kesal padaku
"Kenapa mau lagi di cubit sama orang bego!" kataku menantangnya sambil menepuk-nepuk pipi yang masih sakit
"Yahahaha... dia ngaku kalo bego..." tawa Roni ngakak
"Ishhh..." kesalku geregetan melihat tawanya yang keterlaluan
Sumpah ingin rasanya tuh mulut kusumpal dengan bara api yang sedang di rapikan Ari dengan kesal. Aku menjauh dari Roni yang masih tertawa dengan kesal mendekati Ari dengan membawa 3 potong sosis untuk di panggang.
"Mau manggang sosis?" tanya Ari saat kaki ku tersangkut tali saat ingin menghampirinya
"Iya nih! perut gue lapar lagi!" kataku sambil nyengir lebar
"Lagi ternak cacing kali tuh perut!" canda Ari tumben-tumbenan
"mungkin... nanti kalo udah panen mau dapet bagian berapa persen?" tanyaku menanggapi candaannya
"Hahaha... canda kali!!" Ari tertawa mendengar tanggapanku
"Hati-hati nanti gosong!" kataku melepaskan tali yang melilit kaki dan mendekati Ari yang tidak memperhatikan panggangan sosis
"Ohohoho... udah gosong... maaf! gue ganti yang baru deh!" kata Ari dan berjalan menuju tendanya untuk mengambil sosis yang baru
"Ganti pakai pop mie juga kagak napa-napa... hehehe..." aku nyengir lebar saat melihat ada stok pop mie di dalam tendanya
"Yahaha... ni anak beneran lapar!!" kata Ari tertawa renyah
"..." Aku hanya nyengir lebar sambil memakan sosis yang udah gosong barusan
"Bro gue juga mau!" kata Roni yang tiba-tiba ikut mendekat
"Ikut-ikutan aja Lo!" ledekku padanya
selagi Ari memasak air buat pop mie, kami berdua kembali berdebat ria. Paling gemes kalo dapat lawan bicara kayak Roni yang nyablak gini, bawaannya pengen berdebat Mulu. Tapi ujung-ujungnya aku juga yang kalah debat, tiap kali juga begitu, tapi syukurnya Aku dan Roni nggak satu fakultas. Seandainya kami satu fakultas mungkin hal yang terjadi sekarang tidak akan pernah terjadi.
Ari memberikan pop mie yang udah matang sempurna dengan bumbu yang juga udah di campurkan kepadaku. Membuat perdebatan di antara kami terhenti di tengah jalan.
"Makasih..." aku menyambut pop mie pemberiannya dengan senang hati
"Punya gue mana?" kata Roni juga ikut menengadahkan tangan
"Masak sendiri!!" kata Ari datar
"Yaelah... pelit Lo!" kesal Roni dan beranjak menuju air panas
"Yahahaha... kasian! makanya jangan manja!!" ejekku pada Roni sambil menyeruput mie panas
"Yahahaha... makanya jangan ledekin orang" tawa Roni saat lidahku terbakar karena panas Mie
"Pptttrr.... hati-hati masih panas" kata Ari yang menahan tawanya
"Udah telat ngasih taunya!" kesalku dan berbalik meniup-niup mie yang masih panas
Setelah itu kami bertiga sibuk menyantap makanan masing-masing, masih dengan sedikit candaan. Di komunitas sebelah masih banyak yang belum tidur yang katanya mau nungguin sunrise nanti pagi. Perasaan tidak nyaman kembali menghantui diriku, rasanya seperti ada yang sedang memperhatikanku, entah dari arah mana, dekat atau jauh, dan tatapan suka atau tidak suka. Yang jelas sekarang aku kembali merinding kerena hal ini, tapi berusaha kutepis dengan kembali mengajak Roni berdebat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!