NovelToon NovelToon

SWEET ANGEL

VISUAL MIRA MINHUA

Mira Minhua (MIMIN) gadis miskin yang menjadi tulang punggung keluarga, ayahnya penjudi berat sedangkan ibunya sakit-sakitan dan adiknya yang masih kecil harus putus sekolah karena keterbatasan dana.

Setiap hari dia berkerja keras demi sesuap nasi, semua perkerjaan dia lakukan bahkan sampai mencuri segala. Tapi lagi-lagi hasil yang dia dapat dengan susah payah langsung direbut oleh sang ayah untuk bermain dimeja judi.

Walau begitu dia tak patang arang dia masih bisa menyembunyikan beberapa uang untuk makan, tapi dia sering menangis sendirian karena tak kuasa melihat ibu dan adiknya harus menderita.

Mimin gadis perkerja keras tubuhnya kurus kurang gizi, berambut hitam lebat panjang sepinggang, berkulit putih, walau hidup miskin tapi semua itu tak akan menghilangkan aura kecantikannya.

Seperti biasa Mimin membawa sedikit uang hasil kerjanya, rencananya uang itu untuk berobat ibunya juga membeli sayuran juga ikan, namun apa hendak mau dikata rencana tinggalah rencana, setelah tiba dirumah uang tersebut langsung beralih ketangan sang ayah.

Plaak!! sebuah tamparan keras mendarat disalah satu pipi Mimin sampai menimbulkan stempel lima jari.

"dasar anak tidak tahu diuntung harusnya kau berterima kasih karena ayah sudah membesarkan kamu, apa ini balas budimu pada ayah" teriak sang ayah hingga sampai keluar rumah dan didengar oleh tetangga.

Mimin hanya diam tanggannya memegang pipinya yang merah kena tamparan barusan, matanya yang berkaca-kaca mulai mengeluarkan butiran bening membasahi pipinya.

Para tetangga yang mendengar teriakan sang ayah juga suara tamparan hanya bisa bergeleng kepala sambil mengelus dada.

"astoghfirlloh sampai kapan mau begitu terus kasian ya bu, Mimin dan ibunya" kata tetangga sebelah yang mendengar.

"kalo aku jadi Mimin sudah kubunuh tuh bapaknya, sudah tidak punya tanggung jawab KDRT pisan huh" jawab tetangga satunya lagi diiringi kepalan tangan lalu dipukulkan ketelapak tangan satunya.

"tapi yah itu untuk makan juga berobat ibu" katanya sambil menangis sesengukan.

"ibumu itu sudah tua sakit-sakitan nanti juga mati sendiri sudah ayah pergi dulu jaga rumah baik-baik jangan lupa besok cari uang yang banyak" kata ayah dengan nada yang kasar sembari berjalan pergi ketempat biasa.

"ayah jahat kenapa tidak pergi saja sekalian gak usah kembali" teriak Mimin membuat adiknya yang tertidur kini bangun dan berjalan keluar.

"kakak kenapa nangis uangnya diambil ayah lagi ya" kata sang adik dengan suara purau khas anak bangun tidur.

"iya dik" jawab Mimin lesu.

"ayah selalu saja begitu kita jadi gak bisa ngumpulin uang untuk berobat ibu" kata sang adik dengan sedih.

"sabar ya pasti ada jalannya terus berdoa dan berusaha" ucap Mimin memeluk adiknya dengan lembut.

"gimana hasil nyemir sepatunya lancarkan" katanya lagi sama sang adik.

"sepi kak cuma dapat limas belas ribu saja" jawabnya lesu juga menunduk lalu memberikan uangnya sama Mimin kakaknya.

"sudah gak apa-apa siapa tahu besok ramai ya, kamu simpan saja ditabung" ucap Mimin lebut sambil mengelus kepala adiknya.

"tapi kak buat makan apa, kita semua belum makan" balas sang adik sang kakak hanya tersenyum mendengar.

"kakak masih punya tabungan jadi uang itu ditabung saja ingat jangan sampai ayah tahu"

"iya kak!!"

"ayo kita kekamar ibu" lalu mereka berdua berjalan kearah kamar bersama.

Didalam kamar terlihat seorang wanita yang sudah tua padahal usianya masih tergolong muda sekitar empat puluhan, badannya begitu kurus, wajahnya pucat juga menahan sakit, perutnya buncit membuat otot-otot disekitar perutnya terlihat.

dia hanya bisa menatap langit kamarnya setiap hari, mendengar kedua anaknya dipukul ayahnya jika tidak memberi uang, sakit, sungguh sakit rasanya hati ini tapi tak badan tidak berdaya.

Setiap hari dia menyaksikan kedua anaknya banting tulang demi habis dimeja judi, setiap hari pula dia harus mendengar tamparan dan pukuluan, andai waktu bisa diputar mungkin wanita itu akan memperbaiki keadaannya.

Kedua kakak beradik yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, bermain bersama teman-temannya, pergi sekolah bareng, tawa canda bersama teman sebayanya, harus memikul beban dan tanggung jawab yang seharusnya menjadi beban orang tuanya.

Hanya linangan air mata juga doa dalam hati, setiap hari tanpa henti yang bisa dilakukan wanita tua itu.

"ibu" mereka berdua serempak memanggil segera wanita yang dipanggil ibu menyeka air mata yang sudah membasahi pipi, berpura-pura tuli menyapa anaknya seperti biasa dengan senyum palsu, sebuah senyuman yang menyimpan rasa sakit yang amat teramat sangat.

Mimin datang dengan membawa semangkok bubur kacang hijau yang dibuatnya sendiri, karena rupiah cuma tinggal selembar unggu jadi dia memutuskan untuk membuat bubur kacang hijau guna mengganjal perut.

"maaf bu aku cuma bikin bubur saja" ucap Mimin tak tega namun terpaksa.

"kenapa minta maaf, maafkan ibu kalian berdua jadi seperti ini" balas ibu lirih tak bertenaga.

"sudah bu ayo buka mulutnya"

Sang adik hanya diam memandangi, dalam hati dia bertekat akan mencari uang sebanyak-banyaknya dan menjadi orang kaya.

"kak aku keluar ya"

"eh mau kemana? ini kan sudah sore"

"main kak"

*****

MENCURI

Hari terus berlalu, seperti halnya hari ini dia berkerja tak kenal lelah, apa saja dikerjakan asal itu mendapatkan uang satu hal yang pasti dia tak akan pernah menjual dirinya. Dia sangat menjaga kehormatannya dan akan memberikannya pada orang yang sudah sah menjadi pasangannya.

"Min kamu taruh saja disana sekalian dibersihin ya" kata salah satu pemilik toko tempat Mimin berkerja.

"baik bu" segera dia membersihkan tempat yang ditunjuk tadi dengan cekatan. Melihat kinerja Mimin yang cekatan juga cepat pemilik toko merasa senang menambah upah mimin.

Seluruh warga kampung tahu bagaimana kehidupan Mimin yang susah, juga kehidupan ayahnya yang selalu berjudi hingga menghabiskan harta benda dirumahnya.

Gadis remaja yang baru mekar itu harus merelakan kehidupan remajanya, demi ibu juga adiknya menghidupi ibu serta adiknya, andai ayah mereka tidak gila judi dan lebih bertanggung jawab mungkin kehidupan Mimin juga adiknya akan sama seperti anak remaja pada umumnya belajar juga bermain mengejar mimpinya sendiri. Mimin menghela nafas berat sebelum beraktivitas kembali.

Setelah sibuk dipasar dengan uang yang tak seberapa didapat Mimin terjun kejalanan beralih profesi menjadi pengamen. Receh demi receh dia kumpulkan dari setiap mobil yang didekati. Gadis remaja yang menggung beban berat dikedua bahunya seorang diri memaksakan senyum setiap hari walau hati teras pilu.

Kadang dia terpaksa harus mencuri dari orang-orang jahat yang suka memeras yang lain atau pemalak yang memalaki para pedagang kecil, walau itu sangat berbahaya karena bisa saja badan jadi taruhan tapi Mimin tak mempedulikannya.

Siang hari ini Mimin melihat pemalak yang sedang bangga dengan hasil yang cukup menggiurkan sehabis menjalankan aksinya. Dia bermuka serius memikirkan ide bagaimana uang itu bisa jatuh ketangannya tanpa meminta bantuan dari temannya.

Cukup lama Mimin berfikir namun tak kunjung dia mendapatkan ide akhirnya dia bertekat untuk melakukan aksinya tanpa rencana.

Pemalak yang habis menghitung uang dengan bangga tadi berjalan sambil tersenyum memasukan uangnya kedalan saku celana, Mimin juga berjalan setelah dekat dia menabrakan dirinya kebadan pemalak tadi.

Bruk!! Tabrakkan yang Mimin lakukan cukup keras hingga membuat pemalak tadi sedikit oleng, dengan sigap tangan Mimin mengambil apa yang ada disaku celana pemalak tadi berbarengan dengan olengnya badan.

"maafkan saya tuan" ucapnya lalu segera meninggalkannya begitu saja.

"aneh kenapa dia buru-buru sekali padahal aku belum mengucapkan terima kasih padanya" batinnya lalu mengangkat kedua bahunya tanda tak mengerti dan berjalan seolah tak terjadi sesuatu.

Merasa ada yang aneh pada saku celananya yang ringan padahal tadi terasa sesak, pemalak tadi meraba sakunya dia tampak marah dan geram mendapati uangnya ludes tak tersisa.

"bangsat dasar pencuri cilik" umpatnya geram lalu segera mengejar Mimin yang masih belum jauh.

Mimin berjalan cepat supaya pemalak tidak menemukan jejaknya, mungkin perbedaan langkah kaki antara wanita dan pria yang cukup jauh pemalak tadi berhasil menemukan Mimin.

"hei kau bangsat cilik berhenti disana" teriaknya sambil berlari. Tahu dirinya ketahuan Mimin berlari sekencang mungkin menghindari pemalak tadi.

Dia terus berlari dan berlari sambil memeluk uang yang didapatnya, dengan harapan semoga dirinya tak ketangkap olehnya kalo itu sampai terjadi mungkin bukan hanya pukulan yang dia dapat bahkan lebih dari itu.

Mimin terus berlari dan berlari tak mempedulikan orang sekitar. "bruk!!" hingga badannya menabrak seorang pria turunan Jepang yang berdiri ditengah jalan sambil membawa sebuket coklat yang dihias begitu apik juga menarik.

Badannya yang kurus juga kecil langsung terpental berikut uang yang dibawanya berceceran, segera dia memungut uang tadi secepat mungkin dan melanjutkan larinya, fikirnya.

Sementara pria tadi cuma melongo saja memandangi Mimin yang sibuk memungut uangnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"maafkan saya tuan, maafkan saya!!" ucap Mimin mengagetkan pria yang berdiri tadi.

"tolong tangkap pencuri itu" teriak pemalak tadi yang sudah sampai.

Mimin berbalik badan hendak berlari ketika pemalak tadi meneriaki dirinya, tapi pria itu dengan sigap memegang lengan Mimin supaya tidak kabur.

"kembalikan uangnya" katanya dingin dan datar membuat Mimin tanpa sadar memandang wajahnya dengan intens.

"orang asing jangan ikut campur" kata orang asing langsung membuat pria turunan Jepang sadar dari lamunannya.

Sementara tukang palak semakin dekat dan dekat membuat Mimin panik dan harus pergi dari sini, wajahnya yang garang dan ingin sekali memukul siapa saja yang sudah mengganggunya membuat Mimin tidak berdaya ditangan pria Jepang didepannya padahal ini kesempatan baginya supaya bisa membawa ibunya berobat itu jika tidak ada penghalang.

"lepasin tanganku tuan anda tidak tahu apa yang sebenarnya" kekeh Mimin tapi tetap tidak membuat pria Jepang berubah, dia kebingungan sekaligus ketakutan.

Dia memandang Mimin dingin penuh intimidasi, menusuk seolah dia tidak mau mengatakan hal yang sama kedua kalinya.

"aku tidak akan memberikannya!!" teriak Mimin tetap kekeh sambil terus berusaha melepaskan cengkraman tangan pria Jepang itu.

*****

MAKAN BESAR

"ja, jangan ikut campur urusan orang, lepaskan saya" Mimin berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan pria itu sampai mencoba mengigit tangannya.

"jangan mengotori tanganku dengan air liurmu yang basi itu" ucapnya dengan dingin dan semakin mencengkram lengan gadis itu.

"ukh ka, kalo gak mau dikotori cepat lepaskan saya" Mimin menahan sakit dengan memicingkan sebelah matanya.

Pemalak itu sudah dekat dan mengambil uang yang dibawa Mimin dengan kasar.

"dasar pencuri kecil, kau harus diberi pelajaran" teriak pemalak itu marah dia mengangkat tangan hendak menampar Mimin. Meliha itu Mimin langsung memejamkan matanya siap menerima tamparan sekaligus rasa sakitnya.

"siapa yang menyuruhmu memukulnya" tatapan dingin pria Jepang itu membuat yali pemalak itu menciut.

"pergi!!" nadanya mengancam.

Tanpa banyak bicara pemalak itu langsung pergi begitu saja meninggalkan pria Jepang itu bersama Mimin.

"uangku, kau menghilangkan uangku itu untuk berobat ibu hiks hiks, aku memang mencurinya tapi aku mencurinya dari orang jahat pria tadi itu suka malak pedagang kecil" teriak Mimin itu dengan air mata yang mengalir deras.

Pria Jepang itu melepaskan tangannya dari lengan gadis itu, raut wajahnya berubah iba kasian melihatnya menangis, lalu dia melihat kearah sekretarisnya yang berdiri tak jauh darinya.

"baiklah aku ganti uang yang tadi tapi berbentuk cek aku tidak bawa uang kes" katanya datar.

"aku tidak mau cek aku mau kes ibu sedang sakit aku mau sekarang hiks hiks"

Pria Jepang itu mengambil dompetnya lalu mengeluarkan semua isinya dan diberikan kepada Mimin, uang lembaran merah kurang lebih lima belas itu berada ditangan Mimin sekarang dengan cuma-cuma.

"ini untukmu semua ambillah dan jangan mencuri lagi"

"benarkah!!" ucap Mimin dengan kagum melihat uang ditangannya.

"siapa namamu?" tanya pria Jepang itu.

"panggil saja Mimin, terima kasih" dia langsung berlari dengan gesit menjauh dari pria Jepang itu juga sekretarisnya.

"cari tahu data pribadinya secara rinci" perintah pria Jepang itu sama sekretarisnya.

"baik tuan, sepertinya anda tertarik padanya tuan" jawabnya dengan menunduk juga tersenyum.

"sepertinya begitu" jawabnya dengan pandangan lurus kedepan.

"gadis kecil yang lincah" batin Pria Jepang itu melihat Mimin yang menghilang dibalik kerumunan.

Pria itu adalah Aoi Kiran Nishikawa pria keturunan Jepang, datang keIndo karena menjenguk adiknya yang tiba-tiba mengalami henti jantung padahal sebelumnya tidak pernah terjadi, disaat dia ingin kembali ke Jepang dirinya malah dibawa Erick untuk menemaninya menemui orang tuanya.

Pemilik sekaligus pewaris satu-satunya yang sah dari keluarga Nishikawa berikut serta perusahaan KNK GROUP yang melebarkan sayapnya bersama MIG. (baca the twins siapa dia?)

Kiran tak bicara sedikitpun sepanjang perjalanan wajahnya begitu serius menatap lurus kedepan. Sota sang sekretaris juga diam tak bersuara hanya sesekali melirik kebelakang melalui kaca spion yang berada diatasnya.

"didunia ini apa memang ada orang yang sama ya, atau reinkarnasi memang benar-bener ada" gumamnya dalam hati.

Mimin yang mendapat uang ganti rugi dari Kiran pulang dengan gembira, tak lupa di menyembunyikan sebagian uang itu supaya tak diambil sang ayah untuk berjudi.

Sebelum pulang dia sempatkan kepasar dulu membeli sayuran, ikan dan daging juga yang lainnya. Tak lupa juga dia pergi kedokter untuk memeriksakan ibunya berharap ada harapan untuk penyembuhan ibunya.

"hari ini kakak dapat rezeki kita makan besar dik" teriak Mimin sama adiknya dengan gembira.

"yeaaah kita makan ikan kak" sahut sang adik dengan gembira.

"kakak juga beli daging, kakak masak dulu ya" kata Mimin berjalan kedapur untuk memasak sang adik langsung bangkit berlari kedapur hendak membantu.

"ayo kak aku bantu masak biar cepet hehehe"

Brak!!! tiba-tiba pintu didobrak dengan kasar membuat keduanya berlari menuju kearah pintu tersebut.

Terlihat ayah mereka pulang dalam keadaan teler dengan botol minuman keras ditangan, seakan tahu apa yang diperoleh anaknya pria itu tanpa banyak bicara berjalan mendekat kearah Mimin.

Bau alkohol dari mulut sang ayah menyeruak keluar membuat Mimin ingin muntah.

"uang!!" ucapnya mengulurkan telapak tangannya kearah Mimin.

"jika kamu mau uang cari saja sendiri" sahut adiknya yang berdiri dibelakang Mimin.

Panggilan ayah juga rasa hormatnya dia buang jauh-jauh, menjadi kebencian yang dalam terhadap seorang ayah.

"apa katamu dasar bocah tidak tahu diri" bagai api yang disiram minyak sang ayah langsung marah mendengar kata "kamu" dari mulut anak laki-lakinya.

Dia hendak menyeret anak laki-lakinya ingin memberinya pukulan tapi sebelum itu terjadi Mimin berusaha mencegahnya.

Mimin menjadi tameng buat adiknya dan menggenggam tangan ayahnya. "kami tidak punya uang, hasil kerja hari ini aku buat belanja semua" Mimin berkata dengan marah karena merasa sangat capek dengan perlakuan ayahnya yang setiap hari semakin menjadi.

Plak...

Tamparan pun langsung menempa pipi Mimin yang mulus hingga berubah merah.

"kakak"

"jangan mencoba berbohong sama ayah karena ayah tahu semuanya, sekarang cepat berikan uangnya kalo tidak kuhajar kalian berdua" ancam sang ayah.

Mimin hanya bisa geram, marah, juga kesal, tapi dia berusaha tidak memberikan uang itu sama ayahnya, dia berusaha tetap bertahan dan terus bertahan demi ibu juga adiknya.

Karena tak kunjung diberi uang sang ayah melayangkan pukulan kembali kearah Mimin, kali ini bukan dengan tangan kosong melainkan menggunakan cambuk dan Mimin harus merasakan bagaimana sakitnya itu.

*****

(AOI KIRAN NISHIKAWA)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!