Hari ini, adalah hari pernikahan sepasang anak manusia. Mempelai wanita nampak anggun dengan balutan baju pengantin. Mempelai pria juga terlihat sangat gagah. Setelan jas yang ia kenakan menambah kesan sempurna ditubuh dan wajahnya. Sayangnya, tidak dengan mimik wajah keduanya. Mempelai wanita berwajah canggung juga terlihat tak bahagia meski yang dinikahinya adalah seorang pria yang memiliki kedudukan dan kekayaan tak terbatas. Sedangkan mempelai pria, benar-benar menunjukkan kesan keberatan atas pernikahannya. Ditambah lagi wajah yang super dingin tanpa seulas senyum disepanjang hari.
Naina. Nama mempelai wanita yang kini tengah berdiri disamping mempelai pria yang terlihat enggan menerimanya sebagai Istri.
Aku harus bagaimana? aku juga tahu bahkan sangat tahu. Aku bukanlah orang yang pantas berada disini. Tapi percayalah, jika ada pilihan lain, maka aku tidak akan memilih untuk menikah denganmu.
Sesekali Naina mencuri pandang ke arah mempelai pria yang kini tegak berdiri disampingnya. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir pria itu.
Arsen. Nama mempelai pria yang hanya bisa memendam kekesalan selama acara pernikahan. Menatap lalu lalang para tamu. Menyambut uluran tangan dan ucapan selamat dari para tamu undangan dengan wajah dingin.
Menjijikan! sungguh muak melihat wanita ini beserta keluarganya. Aku benar-benar tidak tahan lagi. Jika bukan karena kakek, aku pasti sudah menghancurkan hidup kalian semua.
Arsen menatap anggota keluarga Naina yang begitu nampak bahagia. Tak terasa membuat jemarinya terus mengepal kuat hingga tak terasa sampai mati rasa.
Setelah pesta pernikahan usai. Arsen memilih untuk langsung pergi meninggalkan Naina tanpa mengatakan apapun. Club malam adalah tempat yang sangat ingin Arsen tuju saat ini.
Naina menunduk sembari memandangi jemarinya yang saling mengait dan mengepal kuat. Apa? dan bagaimana caranya untuk menyelesaikan masalah ini? bagaimana caranya ia akan menjalani pernikahan yang tidak mereka inginkan hingga tak terasa membuat gumpalan kecil air mata jatuh di pipinya.
" Nona? anda baik-baik saja? " Tanya Tomi yang tak sengaja melihat Naina menitihkan air mata. Seorang Asisten Sekretaris yang selalu ada bersama Arsen. Ketenarannya juga tak kalah dari Arsen sendiri.
Naina mengusap air matanya dengan cepat. Entah mengapa ia tak sadar jika matanya sudah mulai basah oleh air mata. " tidak apa-apa. Maaf, membuat anda terganggu. " Ujar Naina sembari memalingkan pandangan menghadap kaca mobil disampingnya. Memandangi pepohonan dipinggiran jalan yang terus mereka lewati.
" Tidak perlu sungkan Nona. Panggil saja saya Tomi. Jika anda membutuhkan sesuatu, anda bisa memberi tahu saya.
" Iya terimakasih. " Tak ada lagi hal yang bisa ia katakan di saat suasana hati yang terasa begitu pilu. Menjawab sekenanya hanya untuk sekedar menghormati lawan bicaranya.
Sopir menghentikan mobilnya. Tomi yang berada dikursi kemudi samping sopir bergegas turun untuk membukakan pintu agar Naina segera keluar dari mobil dan bergegas untuk istirahat karena merasa hari ini terlihat melelahkan.
" Silahkan Nona. " Ucap Tomi setelah membukakan pintu sembari membungkuk sopan. Naina terperanjak. Tak menyadari jika telah sampai bahkan pintu mobil disampingnya sudah terbuka.
" I,.. Iya. Maaf, aku melamun. " Naina bangkit dari posisinya untuk keluar dari mobil. Matanya lekat menatap sebuah bangunan yang terlihat begitu besar juga mewah.
" Mohon ikuti saya Nona. " Tomi menunjukkan jalan menggunakan telapak tangannya. Benar-benar sudah seperti pelayan istana saja.
Naina mengikuti langkah Tomi. Kedua tangannya menjinjing gaun pernikahan di sisi kanan dan kiri agar leluasa melangkahkan kaki.
Pintu terbuka lebar saat Tomi dan Naina sudah semakin dekat. Para pengurus rumah tangga berjejer rapih sembari membungkuk sopan menyambut kedatangan Naina dan Tomi.
Ya Tuhan. Aku tahu ini berlebihan. Kenapa memberi sambutan seperti ini saat pengantin baru datang kerumah tanpa pasangannya. Apa yang mereka pikirkan saat ini tentangku?
Entah mengapa, tubuh Naina gemetar membayangkan kehidupan yang akan dia lalui. Seakan terbesit firasat buruk dan kemalangan siap menyapanya.
Tomi memberi perintah kepada dua pelayan muda agar mengantarkan Naina ke kamarnya. Dua pelayan itu begitu sopan menerima perintah dari Tomi. Hingga sesaat setelah sampai dikamar yang akan dihuni Naina.
" Silahkan Nyonya. " Ucap Salah satu pengurus tangga seraya membuka pintu kamar.
Belum sempat Naina menjawab, salah satu pengurus rumah tangga yang lain mengatakan hal yang sangat tak enak didengar.
" Jangan memanggilnya Nyonya. Kau sudah bosan hidup ya?! yang pantas kita panggil Nyonya adalah pacar Tuan muda yaitu Riana. " Mengucapkannya dengan begitu lantang seolah gelar istri yang didapat Naina tak ada artinya.
" Tapi, Nyonya Naina adalah istri Tuan muda kan? " Merasa jika yang ia dengar adalah sebuah kesalahan, ia memprotes dan mengungkapkan apa yang ia pikirkan.
Naina menarik dan menghembuskan nafas perlahan. Merasa jika firasat buruknya tadi benar-benar tepat.
" Sudahlah. Tidak masalah. Kalian boleh pergi. " Naina tak mau lagi ada perdebatan yang hanya akan membuat hatinya makin tak tenang.
" Cih! sombong sekali. Lihat saja, kau akan diperlakukan seperti pembantu dirumah ini. " Ucap pengurus rumah tangga yang bernama Mia.
Pengurus rumah tangga yang bersikap baik tadi hanya bisa menggelengkan kepala keheranan. Benar-benar tidak berperasaan batinnya.
" Nyonya apa ada yang bisa saya bantu? " Ucapnya. Dia benar-benar terlihat sangat tulus. Baik cara bicara maupun senyum yang ada diwajahnya
" Tidak ada. Terimakasih ya? " Naina tak ingin lagi berlama-lama berbicara, takutnya hanya akan membuat hatinya semakin gundah.
" Baiklah Nyonya. Jika anda membutuhkan sesuatu, panggil saya. Nama saya Tari Nyonya. " Tari tersenyum dan membungkuk. Memohon diri untuk meninggalkan Naina di kamarnya.
Gadis yang polos juga baik hati. Kau pasti banyak dikagumi orang.
Naina mengelilingi kamar menggunakan tatapannya. Mendesah lesu seiring langkah melaju. Membuka perlahan pintu lemari untuk mencari pakaian ganti yang bisa ia kenakan. Rasanya sungguh tidak nyaman memakai gaun pernikahan seharian penuh.
Naina terdiam melihat isi lemarinya. Jika biasanya menantu orang kaya akan disediakan barang-barang dan pakaian mewah, tapi kali ini benar-benar tidak biasa. Naina menyentuh tumpukan baju yang ada didalam lemari. Tampak sekali jika itu baju-baju bekas. Naina menarik nafasnya mengusir jauh segala kesedihannya.
Naina memutuskan untuk meraih satu setel baju tidur dan memakainya setelah selesai membersihkan diri. " Tidak masalah. Aku sudah terbiasa memakai baju bekas Riana. Maka kali ini juga aku akan terbiasa. " Naina membuat hatinya agar terus bersabar. Menyemangati dan menghibur diri adalah hal yang selalu ia lakukan. Meskipun hidup di keluarga yang dibilang cukup, nyatanya Naina selalu mendapatkan bekas Riana atau sesuatu yang Riana tolak.
" Riana adalah kekasih Arsen, kenapa tidak ada yang mau menjelaskan padaku. Riana masih diluar negeri. Tapi bagaimana kalau dia pulang dan mengetahui nya? dia pasti akan sangat membenciku. Kenapa Ayah dan Ibu tidak memberitahu ku alasannya. Apa yang sebenarnya terjadi? " Naina bergumam sendiri. mengingat tadi ia mendengar ucapan salah satu pengurus rumah tangga, " Sekarang bagaimana aku akan menjalani ini? aku baru saja lulus kuliah. Lalu tiba-tiba ini terjadi. Riana, maafkan aku. Aku tidak tahu apa yang Ayah dan Ibu pikirkan sehingga tega melakukan ini.
Suara hentakan kaki yang terdengar buru-buru membuat Naina tersadar dari lamunannya dan mulai membuka pintu untuk melihat apa yang terjadi.
Rupanya para pengurus rumah bersiap untuk menyambut kedatangan Arsen. Benar-benar seperti seorang Raja mereka memperlakukannya.
Arsen berjalan lunglai karena terlalu banyak minum alkohol. Dua wanita disamping kanan dan kiri menopang tubuhnya berjalan seirama hingga melewati Naina dan masuk kekamar Arsen.
" Maaf Nona anda mungkin sedikit terkejut. Tapi akan lebih baik anda membiasakan diri dari sekarang. " Ucap Tomi yang seolah menegaskan bahwa Naina tidak memiliki pilihan lain.
Bersambung.......
Jangan lupa Like and Coment 🥰
Naina masih terlihat lesu dan lunglai meskipun sudah beberapa kali mandi untuk mengusir kantuknya.
Manusia itu benar-benar gila. Aku tidak bisa tidur karena harus mendengarkan suara erangan dua wanita dan satu pria. Suara mereka saling sahut hingga pagi. Mengerikan sekali.
Naina bangkit dari tempat tidurnya untuk berganti pakaian yang tak ia ganti setelah mandi tadi.
" Ck. Mereka benar-benar memperlakukan aku seperti ini? semua baju yang ada disini adalah baju bekas? " Gerutu Naina saat kembali melihat-lihat pakaian yang tersusun di lemari. Naina membuka satu per satu pakaian yang tersusun di lemari itu sembari terus menggeleng keheranan. Ada yang sudah usang, robek, terkena luntur bahkan ada yang sudah ditambal.
Naina meraih ponselnya untuk menghubungi Ibunya.
' Hallo Ibu?
' Nai? ada apa?
' Boleh aku meminta tolong?
' Katakan.
' Bisakah meminta sopir untuk mengantarkan semua baju-baju ku?
' Apa?! kenapa? bukankah mereka sudah menyediakan nya?
' Iya tentu saja Ibu. Hanya saja ukurannya tidak sesuai denganku.
' Baiklah.
' Terimakasih Ibu.
Setelah menghubungi Ibu, Naina memutuskan untuk membantu para pengurus rumah di dapur.
" Selamat pagi Nona? " Sapa beberapa pelayan yang sedang memasak.
" Pagi. Bolehkah aku membantu? " Naina tersenyum penuh harap. Bangun pagi lalu memasak dan membereskan rumah adalah rutinitas yang biasa ia lakukan. Meskipun hidup di keluarga yang terbilang lumayan, Naina tidak pernah menyusahkan kedua orang tuanya. Bahkan, dua orang yang bekerja dirumah orang tua Naina sudah seperti keluarga baginya karena Naina tidak pernah menjaga jarak atau memperdulikan status sosial.
" Tapi Nona, akan lebih baik jika Nona tidak membantu. " Ujar salah satu pelayan yang terlihat merasa tak enak. Bagaimana mungkin ia membiarkan Istri majikannya memasak.
" Tidak masalah. Aku sudah terbiasa melakukan ini. " Naina mengulurkan tangan meminta sayuran yang dipegang oleh pelayan.
Dia tidak seperti yang dirumorkan. Batin para pelayan.
Para pelayan tercengang begitu melihat Naina mulai memasak. Benar-benar cekatan bahkan tanpa mencicipi masakannya, dia tahu apa yang kurang dari masakannya.
" Nona anda yakin akan menambahkan gula? " Tanya salah satu pelayan yang merasa aneh melihat cara memasak Naina yang hanya menghirup aroma masakan lalu menambah bumbu seolah paham apa yang kurang.
" Tentu saja. Kalian tidak perlu khawatir. Aku sudah mulai memasak ketika usiaku delapan tahun. " Ujar Naina sembari terus fokus pada kegiatannya.
Berbeda sekali dari rumor. Benar-benar Nyonya yang rajin. Jarang sekali kan ada Nona dari keluarga mampu yang mulai memasak dari usia delapan taun. Cara bicaranya juga terdengar sopan dan lembut.
Beberapa saat kemudian, semua hidangan telah tersusun rapi dimeja makan. Arsen terbangun begitu menghirup aroma masakan yang begitu sedap hingga membuat perutnya terasa lapar. Arsen menggeser tubuh dua gadis yang terus memeluknya dari sisi kanan dan kiri.
Menyebalkan! dua wanita ini kenapa masih ada disini saat aku bangun? cih! benar-benar murahan.
Arsen bangun dari posisinya. Meraih ponsel yang ada di meja dan menghubungi Tomi agar mengusir dua wanita yang masih saja betah tinggal di kamarnya. Dua wanita itu gelagapan saat mendengar Arsen berbicara dengan intonasi yang tinggi. Mereka bangkit dengan terburu-buru dan langsung memunguti pakaiannya yang berserak dilantai.
Beberapa saat kemudian, dua wanita itu berjalan setengah berlari dengan wajah panik setelah Tomi menemui mereka.
" Mereka ini benar-benar tidak takut mati ya? " Gumam salah satu pelayan yang melihat kedua wanita terlihat ketakutan saat keluar dari kamar Tuannya.
" Iya. Biasanya wanita-wanita yang bersama Tuan Arsen pasti akan pergi saat urusan mereka selesai dimalam hari tidak perduli sudah pukul berapa. " Sahut pelayan yang lainya.
Naina bergumam dalam hati tanpa menunjukan ekspresi apapun. Sungguh dia tidak ingin tahu dan juga tidak perduli. Pernikahan ini terjadi juga diluar kehendaknya.
Laki-laki yang bergelar suamiku itu sungguh mengerikan sekali. Apa dia tidak memikirkan pendapat orang lain tentangnya? dia dikenal dingin dan tidak mudah didekati. Tapi hari ini aku melihat sisi lain dari dirinya. Dia, benar-benar menjijikan.
Setelah memastikan semua rapih, Naina kembali ke kamar untuk mengganti bajunya.
Lagi-lagi Naina hanya mendesah melihat baju yang ada di lemarinya.
" Baiklah. Ini tidak masalah. Saat aku pulang nanti, baju milikku pasti sudah sampai kesini. " Naina terus menyemangati dirinya sendiri. Perlahan pasti akan baik-baik saja.
Naina memilih celana jeans dan kaos oblong berwarna putih. Memang sederhana. Tapi itulah Naina. Dia tak mau mengenal barang-barang bermerek atau makeup. Dia selalu tampil polos apa adanya. Untunglah, Naina selalu menyelipkan uang pada silikon ponselnya jadi tak perlu menyusahkan atau meminta ongkos kepada siapapun.
Seorang pelayan menarik kursi menjauh dari mejanya saat melihat Naina mulai melangkah mendekati meja makan. " Silahkan Nyonya.
" Apa aku memberikan perintah?! kau mau aku makan bersama orang asing ini?! " Arsen merasa keberatan. Wajah dinginnya benar-benar tak terelakkan lagi.
" Maaf Tuan. " Ujar pelayan itu lalu kembali mengubah posisi kursi seperti sebelumnya.
" Lain kali, jangan memperlakukan dia seperti majikan kalian. Dan, jangan memanggilnya Nyonya. Sangat tidak pantas. " Berucap sembari terus menyendok sarapannya dengan lahap. Hari ini benar-benar enak sekali masakannya batinnya.
" Baik. " Sudah seperti anjing yang begitu patuh dengan majikannya.
" Jangan biarkan dia memakan makanan dari rumah ini. Kalau dia menginginkannya, suruh dia membeli dan memasaknya sendiri. " Padahal orang yang sedang di bicarakan ada di dekatnya tapi dia lebih memilih untuk menyampaikannya lewat pelayan.
Eh? Tuan, itu yang anda makan adalah buatan Nyonya loh. Anda sudah dua kali menambahkan nasi dipiring anda. Anda membenci orangnya tapi anda menyukai masakannya.
" Baik saya sudah dengar. Saya janji, tidak akan memakan apapun atau meminum apapun. Kalau tidak ada yang lain lagi, saya mohon izin untuk menyelesaikan kegiatan saya. " Naina membungkuk sopan agar tak mengundang emosi Arsen yang terlihat begitu mudah terprovokasi.
" Sayu lagi. Aku tidak mau mendengar ada yang mengetahui tentang pernikahan ini. Dan kau, tidak diperbolehkan mencari tahu atau ikut campur tentang urusan pribadiku.
" Baik. " Sudah tidak perlu bertanya apa lagi yang dia inginkan. Dia juga tidak tertarik dengan urusan pribadi suaminya itu. Pernikahan yang ia anggap sebagai kesialan mana mungkin akan terasa indah. Tentu saja inilah yang akan terjadi.
" Nai! " Panggil salah satu sahabat Naina. Oky.
" Hai. " Mereka saling memeluk melepas rindu. Dua hari tidak bertemu sahabatnya sudah serasa dua tahun.
" Kemana saja kau ini? dua hari tanpa kabar dan ponselmu tidak bisa dihubungi. Apa kau tahu ada yang sangat merindukanmu? " Tanya Oky. Matanya mengarahkan kepada sosok laki-laki tampan bertubuh tinggi.
" Aku hanya ada urusan keluarga Ky. Apa maksut mu mengatakan ada yang merindukanku dan matamu menatap Raka?
" Ya, dia terus saja menghubungimu. Dia selalu mengirim pesan padaku dan bertanya tentang mu. Memang dasar gadis bodoh. Dia sudah lama menyukaimu. Apa kau tidak sadar juga? " Ledek Oky yang masih terus saja menatap Raka penuh kekaguman.
" Jangan gila Ky. Dia adalah pria yang dikagumi oleh banyak gadis. Kenapa dia menyukaiku? aku bahkan tidak terlihat menarik sedikitpun. " Ujar Naina.
............................
Naina dan Raka berdiri bersebelahan sembari membagi brosur untuk penggalangan dana bagi anak yatim dan kaum yang kurang mampu.
Kemana kaki Naina melangkah, disitu juga kaki Raka berada. Sudah mencoba untuk memberikan jarak, tapi sepertinya Raka bukanlah pria yang mudah menyerah. Selama tiga tahun penuh matanya juga hatinya hanya tertuju untuk Naina. Gadis yang memiliki hati murni. Senyum tulusnya membawa kebahagiaan. Meski lahir di keluarga yang lumayan berada, Naina sama sekali tak terlihat seperti Nona manja pada umumnya.
Bersekolah mengandalkan prestasi dan bekerja paruh waktu. Naina hampir tidak pernah menggunakan uang orang tuanya. Bahkan, Naina adalah seorang gadis muda yang rajin menyumbangkan uangnya untuk panti asuhan. pakaian dan barang-barang mewah, sangatlah jauh dari kehidupan Naina.
Naina tersenyum sembari membagikan brosur.
" Raka, apa kau tidak ingin berpindah tempat? " Naina sudah merasa risih saat Raka terus saja menempel padanya.
" Apa kau mengusirku? " Raka menatap Naina yang sama sekali tak memperhatikannya.
" Pfft... Tidak. Bukan itu maksud ku. Disini sudah ada aku yang membagikan brosur. Bisakah kau pergi kesana dan membaginya disana? " Naina menunjukkan salah satu tempat yang sepertinya sangat cocok untuk membagikan brosur. Kalau dia yang berpindah,sudah pasti Raka juga akan mengikutinya.
Raka mendesah sebal. " Memang aku harus ke sana ya? " Raka merasa masih keberatan untuk berjauhan dengan Naina.
" Tidak harus, tapi akan lebih baik. " Ujar Naina tersenyum menatap Raka. Rasanya akan percuma jika memaksa Raka.
" Baiklah. Tapi kau harus berjanji padaku. " Raka tak bisa lagi menolak saat melihat Naina tersenyum begitu manis dihadapannya.
" Janji apa? "
" Pergilah makan bersamaku nanti. "
Naina tersenyum dan mengangguk. Raka berjalan menuju tempat yang telah ditentukan. Sesampainya di sana, Raka tersenyum dan melambaikan tangan. Naina hanya bisa membalas senyumnya dan terus membagikan brosur.
Aku sudah tidak pantas untuk mu. Jujur saja, aku juga menyukaimu. Tapi sekarang, aku semakin kehilangan kepercayaan diri. Dulu aku selalu rendah diri karena aku tidak cantik. Aku menyadari jika kau menyukaiku. Dan sekarang, aku menjadi sangat sulit saat ingin mengangkat wajah dan menatapmu.
Naina mengingat saat-saat dia sering mencuri pandang. Mengagumi ketampanan dan kebaikan Raka yang terlihat tulus.
" Apa yang dia lakukan ditempat itu? siapa laki-laki itu? " Tanya Arsen dari dalam mobil. Tak sengaja melihat Naina dan menghentikan mobilnya.
" Ini adalah acara penggalangan dana Tuan. Nona Naina sangat aktif dengan kegiatan sosial. " Tomi menjawab sembari menatap Naina yang terlihat begitu semangat tak mengenal teriknya matahari yang membakar kulitnya.
" Cih! apa dia sedang menciptakan Image baik untuk namanya?
" Sepertinya tidak Tuan. " Ujar Tomi yang lancar menjawab setiap pertanyaan dari Arsen.
Arsen mendesah sebal. " Kau membelanya? "
" Tentu tidak, Tuan. "
" Ayo pergi. Aku muak melihat wanita sok baik itu. "
" Baik. "
***
Naina menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri sembari duduk di kursi. Merilekskan pinggangnya yang terasa pegal.
" Ini untukmu. " Raka memberikan sebotol air mineral dingin untuk Naina.
" Terimakasih. " Naina langsung menenggaknya . Rasanya tenggorokan yang tadi seperti kering kerontang, kini sudah binasa. Rasanya segar sekali batinnya.
Raka mengambil kursi lalu mengubah posisinya duduk berhadapan dengan Naina. Menempelkan botol air dingin dipipi Naina yang terlihat merah karena terbakar matahari.
" Bagaimana? apa sudah lebih baik. " Tanya Raka.
Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Jika kau seperti ini terus menerus, aku akan semakin sulit nantinya.
" Nai? " Panggil Raka yang tak juga mendengar jawaban Naina.
" Iya. Aku baik-baik saja sekarang. " Naina meraih botol di pipinya yang Raka pegang. Menjauhkannya senatural mungkin.
" Nai, ayo kita pergi makan siang. " Raka tak sengaja mendengar perut Naina yang berbunyi beberapa kali.
" Baiklah. " Aku memang belum sarapan juga.
Raka dan Naina kini berada di sebuah restoran. Setelah makanan yang mereka pesan telah sampai di meja mereka, Naina dan Raka langsung melahapnya.
" Raka, apa tidak masalah jika kita meninggalkan teman-teman? " Naina merasa bersalah disela kegiatan makannya. Ingin rasanya menghentikan mulut dan tangannya, tapi perutnya tidak menginginkannya.
" Tenang saja. Aku sudah mengirimkan makanan untuk mereka. " Raka tersenyum. Seperti biasa, Raka juga begitu peduli dengan teman-temannya.
" Raka, kau yang terbaik. " Naina mengacungkan jempolnya. Raka menggenggam jempol Naina dan mengangguk. Berawal dari persahabatan berharap menjadi pacar dimasa depan. Batin Raka.
" Cih! kenapa mereka ada disini juga? " Arsen mendengus kesal. Rasanya hari ini adalah hari tersial baginya. Kemanapun dia pergi selalu melihat Naina.
" Silahkan Tuan. " Tomi mempersilahkan Arsen mendahuluinya. Meski mendengar gumaman kesal Tuannya, rasanya akan lebih baik untuk tidak menanggapinya.
Begitu asiknya mereka berbincang, Naina sampai tak sadar jika ada sepasang mata yang terus menatapnya tajam.
Naina melihat jam dipergelangan tangannya karena merasa cukup lama dia berada di restauran itu.
" Ya ampun. Kita sudah satu setengah jam ada disini. " Naina tak percaya. Waktu yang lumayan lama begitu tak terasa saat bersama Raka.
Raka tersenyum melihat Naina yang begitu terkejut. Bukankah satu setengah jam begitu sedikit? jika boleh, Raka malah ingin seharian penuh bersama Naina disana.
" Aku merasa seperti baru sepuluh menit. " Ujar Raka.
Naina meneguk air yang tersisa di gelasnya dan bangkit dari duduknya.
" Ayo cepat. Yang lain pasti sudah menunggu kita.
" Mba! " Panggil Raka kepada salah satu pelayan.
" Iya. " Saut pelayan sembari berjalan menuju meja Raka dan Naina.
" Tolong bill nya.
" Ok.
Pelayan itu pergi untuk mengambilkan bill. Tak lama kemudian, Ia kembali dengan tangan kosong. " Maaf Tuan, makanan anda sudah dibayar.
Raka dan Naina saling tatapan penuh tanya.
" Nai? kau yang membayar?
Naina yang sudah dalam posisi berdiri hanya menggeleng bingung.
" Lalu? siapa yang membayar?
" Tuan yang disana. " Pelayan itu menunjuk sebuah meja VIP.
Naina dan Raka mengikuti arah jari telunjuk pelayan itu. Hanya bisa mengerutkan alis dan bingung. Bagaimana mungkin? kenapa dia juga ada disini? benar-benar hari sial baginya.
" Dia itu siapa? " Arsen bangkit dan berdiri dekat dengan Naina. Sosok laki-laki yang terlihat begitu gagah dan rupawan. Dari penampilannya dan banyaknya penjaga di dekatnya, Raka bisa menebak bahwa laki-laki itu pasti orang yang memiliki kekuasan.
" Saya kurang tahu Tuan. " Jawab pelayan itu dan membungkuk memohon izin untuk melanjutkan kegiatannya.
" Nai? kau kenal? " Naina tersadar dari lamunannya dan menatap ke arah sumber suara yang menyebut namanya. " Ah! " Naina terkejut melihat wajah Raka yang begitu dekat dengannya. Naina yang terperanjak mencoba memundurkan langkah kebelakang. Sayangnya langkah yang terburu-buru membuat kakinya hilang keseimbangan dan membuat tubuhnya terhuyung ke belakang.
" Nai kau baik-baik saja? " Raka meraih pinggang Naina dan mencegahnya terjatuh. Posisi mereka seperti sepasang pasangan dansa. Naina menelan ludahnya karena melihat wajahnya dan wajah Raka yang begitu dekat.
" Seret wanita tidak tahu malu itu kesini. " Arsen memberikan perintah kepada dua pengawalnya.
...........................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!