Hai, selamat datang dan selamat membaca. Ini adalah novel perdanaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa tinggalkan jejak like dan komentar, terima kasih ❤️
...******...
Saat itu Indah tengah pulang dari kampus, dia berjalan masuk kedalam rumahnya yang tidak terkunci. Matanya terbelalak karena dia melihat Ibunya terkapar di dalam kamar dengan keadaan tidak sadarkan diri, karena merasa panik dia langsung membawa ibunya ke rumah sakit.
Sampainya di rumah sakit dokter langsung segera menanganinya dan Indah duduk menunggu sekitar beberapa menit akhirnya Dokter keluar dari ruang UGD.
"Bagaimana Dok keadaan mamah?" tanya Indah yang langsung berdiri melihat dokter membuka pintu.
"Indah... Ibumu harus segera di operasi sekarang." Ucapan dokter dengan cemas.
"Apa Dok?" jawab Indah kaget.
"Iya benar. Tolong kamu urus biaya administrasinya supaya saya bisa segera mengoperasi ibumu."
"Berapa biayanya Dok?"
"Sekitar 50 juta."
Hahh uang sebanyak itu aku bisa dapat dari mana?
Batin Indah.
Karena di saat ini Indah tidak memiliki uang sebanyak itu.
"Baik Dok, saya akan cari uangnya sekarang." Indah berjalan keluar rumah sakit dan bergumam.
Apa aku harus kasbon ke kantor? Tapi apa mereka bakal kasih uang sebanyak itu?
Indah yang terus memikirkan tentang biaya operasi ibunya dia lalu pergi kembali ke Kantor tempat dia bekerja. Karena tadi dia izin untuk menemui ibunya di rumah sakit.
***
Indah Permatasari. Perempuan berusia 21 tahun. Berkulit putih, berparas cantik dengan rambutnya yang terurai panjang, dan memiliki tubuh ideal. Ayahnya bernama Hermawan dan ibunya bernama Sarah. Dia anak satu-satunya dari ibu dan ayahnya. Ayah dan ibu Indah bercerai karena orang ketiga, karena ayahnya berselingkuh dengan perempuan lain dan meninggalkan mereka berdua.
Indah dan ibunya tinggal berdua di kontrakan. Indah kuliah, dan ibunya bekerja sebagai cleaning service di kantor. Tapi setelah beberapa tahun ibunya jatuh sakit, ibunya terkena penyakit jantung dan harus selalu kontrol ke rumah sakit. Karena ibunya sakit Indah memutuskan untuk menggantikan ibunya bekerja sambil kuliah namun dengan kerja part time Indah malah tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka berdua, dan akhirnya ibu Indah membantu dengan membuat kue untuk di jual.
Dan sampailah kepada puncak yang sangat sulit dari hidupnya. Ibunya sakit parah dan di larikan ke rumah sakit, kata dokter ibunya harus segera di operasi kalau tidak nyawanya tidak bisa tertolong.
Indah binggung, sisa tabungan dia tidaklah cukup. Dan dia punya hutang juga di mana-mana, dia cuma bekerja sebagai cleaning service dengan gaji yang tidak seberapa. Sekarang dia membutuhkan uang 50 juta akhirnya Indah memutuskan untuk kasbon ke kantornya.
***
Sampainya Indah di kantor dia langsung pergi ke ruangan HRD untuk meminta kasbon namun pihak HRD tidak bisa memberikannya, karena semua karyawan di sana kalau meminjam dana di kantor dia harus bertemu dengan bosnya secara langsung. Lalu pak Antoni HRD Indah mengajaknya ke ruangan bosnya yang bernama Rendi.
Tok tok tok. Antoni mengetuk pintu ruangan bosnya, "Ya masuk." Sahutnya dari dalam ruangan.
Antoni membuka pintu dan mengajak Indah masuk. "Ayo Ndah masuk." Terlihat bosnya sedang memperhatikan layar laptop.
***
Rendi Pratama pria berusia 28 tahun yang memiliki wajah tampan, berkulit putih, dan tinggi. Namun sayang dia orang yang susah jatuh cinta dia juga terkenal angkuh dan sangat dingin.
Dia adalah anak pertama dari almarhum ayahnya yang bernama Alex Pratama dan ibunya yang bernama Santi. Yang terkenal sebagai orang terkaya di kotanya, setelah ayahnya meninggal perusahaan itu dipegang oleh pamannya dan baru-baru ini dia memegang alih perusahaan ayahnya sebagai CEO.
Ayah Rendi meninggal selama beberapa puluh tahun yang lalu dan sekarang Ibunya sudah menikah lagi.
***
"Pak maaf menganggu waktunya sebentar, ini Indah dia mau kasbon di kantor katanya," ucap Antoni meminta izin.
"Indah yang kasbon kok kamu yang ngomong. Harusnya dia dong yang ngomong ke saya." Tegasnya sambil menutup laptop yang sedari tadi dia lihat.
Terlihat Indah sangat ketakutan melihat bosnya yang terkenal sangat angkuh dan dingin itu.
"Indah kamu tenang. Ngomong saja apa yang ingin kamu sampaikan." Bisik Antoni mencoba menenangkan Indah, dia melihat Indah sangat gugup.
"Ya sudah Pak saya pamit untuk keluar." Antoni keluar dari ruangan itu dan kini hanya ada Indah dan Rendi bosnya.
"Jadi apa?" menatap Indah dengan tajam.
"Iya Pak. Ma.. Maaf apa saya bisa kasbon di kantor." Ucap Indah dengan nada bergetar.
"Bukannya kamu karyawan baru di sini ya, butuh berapa?" ucapnya lagi.
"50 juta Pak."
"Hey kamu gila?" Ucapnya menggebrak meja, sontak Indah menjadi kaget. Dia langsung melanjutkan. "Uang segitu mana bisa kamu balikin."
"Iya Pak saya tau itu bukan uang yang sedikit. Tapi saya benar-benar lagi butuh uang segitu untuk biaya operasi ibu saya sekarang." Jawab Indah memohon sambil mengepalkan kedua tangannya yang sangat berkeringat itu dengan hati dag dig dug seakan jantungnya ingin copot.
"Saya tidak bisa berikan. Kecuali kamu harus kasih jaminannya." Ucapnya dengan senyum tipis.
Jaminan katanya, apa yang harus aku kasih untuk jaminan? Sedangkan aku tak punya apa-apa.
"Kenapa diam? Kalau kamu enggak kasih jaminannya saya enggak akan kasih kamu uang!" Ucapnya sambil menyilangkan kedua tangannya,
"Tapi saya enggak punya apa-apa untuk di jadikan jaminan Pak, tapi saya janji akan kerja lembur untuk melunasinya," jawab Indah menjelaskan kalau selama ini dia memang tidak punya harta dan benda yang sangat berharga.
"Kamu lembur setahun pun enggak bakal cukup untuk membayarnya," ucapnya lagi dengan sombong.
"Lalu saya harus bagaimana Pak? Saya mohon Pak bantu saya." Memohon.
Lalu Rendi mengambil kertas di laci lemari dan menaruhnya di atas meja. "Baik silahkan baca ini dan tanda tangan." Menunjuk ke arah kertas tersebut.
"Apa ini?" tanya Indah sambil mengambil kertas tersebut.
"Iya kamu baca saja lalu tanda tangan." sambil memberikan pulpen.
Rendi berfikir kalau ini adalah kesempatan bagus untuk dia bisa menikah. Karena dia sudah mencari perempuan di luar sana namun banyak sekali kemauannya,Indah tidak mengerti karena yang dia butuhkan adalah uang tapi mengapa Rendi malah mengajak menikah ia pun langsung membaca isi surat itu yang berisi.
'Perjanjian Pernikahan'
Dengan menandatangani surat ini saya setuju untuk menikah dengan Rendi Pratama dan menuruti semua kemauannya dan tidak pernah melarang apapun yang Rendi lakukan.
Dan saya tidak akan bisa menceraikan Rendi dengan alasan apapun kecuali kalau Rendi sendiri yang menceraikan saya.
Sekian surat pernyataan ini saya buat dengan rasa sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.
Dan di bawah surat sudah ada tanda tangan Rendi di atas materai.
"Perjanjian macam apa ini Pak? Kenapa menikah pakai perjanjian segala?" tanya Indah sambil menunjuk kearah kertas.
"Kamu tanda tangan di sebelah tanda tangan saya, enggak usah banyak bertanya," tegasnya.
Indah bingung harus bagaimana tapi kalau dia tidak tanda tangan bagaimana dia bisa mendapatkan uang itu.
"Apa setelah saya tanda tangan Bapak bisa langsung kasih uangnya ke saya?" tanyanya.
"Ya. Tentu." Ucap Rendi.
Tanpa berlama-lama Indah langsung tanda tangan di atas materai. "Nih Pak." Kata Indah memberikan kembali kertas tersebut.
"Sekarang tulis nomor handphone dan rekening mu di sini." Ucap Rendi sambil memberikan secarik kertas.
Indah menurut dan lalu menulisnya, "Kamu bisa cek di rekening mu."
"Baik Pak kalau gitu saya permisi."
Indah berjalan keluar dari ruangan Rendi dan keluar kantor dia pergi ke ATM dekat kantornya untuk melihat saldo di rekeningnya dan dia kaget.
"Wah bener ini uang 50 jutanya sudah ada aku sekalian cairkan deh."
Indah membawa uang itu ke rumah sakit untuk menebus semua biaya operasi ibunya, setelah operasinya di mulai dia duduk menunggu di depan UGD sambil melamun.
"Alhamdulilah akhirnya aku bisa bayar uang operasi mamah. Aku masih binggung? Apa aku kayak jual diriku ke bos untuk jaminan? Aku takut salah langkah."
Tiba-tiba suara handphone nya berbunyi. Dret.. Dret.. Dret.
"Halo siapa ya?" tanya Indah.
"Ini Aku Rendi."
"Oh, Pak Rendi. Iya kenapa Pak?"
"Mulia besok kamu tidak usah kerja di kantor ku. Kau aku pecat!" Seru Rendi.
"Di...Di pecat?!"
"Ya.... Besok aku sudah siapkan semuanya, kita akan menikah."
"Tapi kenapa pak? Dan kenapa mendadak sekali?" Tanya Indah.
"Kamu enggak usah banyak tanya, besok asistenku akan datang ke tempatmu kamu kirim alamat mu sekarang!"
"Baik Pak." Sahutnya menurut dan mnutup telepon.
Indah langsung mengirimkan alamatnya kepada Rendi.
"Besok menikah? Yang benar saja. Kenapa mendadak sekali." Batin Indah.
Setelah beberapa jam berlalu dokter keluar dari ruang UGD dan menghampiri Indah yang tengah duduk di bangku dengan wajah gelisah sambil melamun.
"Indah." Panggil Dokter.
"Ah iya Dok, gimana operasinya?" sahutnya langsung berdiri dan menepis semua lamunan yang ada di pikirannya,
"Alhamdulillah semuanya lancar. Terlambat sedikit nyawa ibumu enggak tertolong."
Indah menghela nafas lega. "Syukur deh Dok."
"Dok apa aku bisa menemui Mamah sekarang?" Tanyanya lagi.
"Jangan sekarang. Besok baru bisa." Ucap dokter mencegah.
"Mending sekarang kamu pulang saja Ndah istirahat, kamu keliatan sangat lelah." Ucap dokter yang melihat wajah Indah yang terlihat kelelahan.
"Baik Dok aku pamit, aku titip ibu aku di sini. Kalau ada apa-apa Dokter langsung hubungi aku ya?"
Dokter hanya mengangguk. Lalu Indah pulang ke kontrakannya dengan menaiki ojeg.
***
Setelah sampai dia melihat mobil berwarna putih yang tepat di depan kontrakannya, dia bertanya-tanya siapakah mobil yang parkir di depan kontrakannya, Indah berjalan kearah pintu. Lalu seseorang dari berkata.
"Maaf permisi Mbak." Indah langsung menoleh dan berbalik.
"Ini dengan Mbak Indah?" tanya seorang laki-laki tampan menghampirinya.
Indah langsung menjawab. "Iya benar aku sendiri. Anda siapa ya?" tanya Indah merasa penasaran.
"Saya Dion asistennya Pak Rendi." Ucapnya memperkenalkan diri.
"Asisten?"
"Bukannya pak Rendi bilang kalau asistennya ke sini itu besok ya, apa aku harus menikah sekarang juga?" Batin Indah bertanya-tanya.
"Iya Mbak saya asisten Pak Rendi ingin memberikan ini kepada Mbak Indah." Ujar Dion seraya memberikan sebuah dokumen yang dia pegang di tangannya.
Indah langsung mengambilnya tanpa berbicara sepatah katapun.
"Kalau begitu saya pamit Mbak selamat malam."
Dion pergi dan membuka pintu mobil lalu masuk.
"Malam." Jawab Indah singkat. Indah berjalan masuk ke dalam kontrakan dan membuka dokumen tersebut.
Dia sadar kalau dokumen yang tadi diberikan oleh asisten Rendi adalah fotokopian surat perjanjian tadi siang. Karena yang aslinya ada di tangan Rendi. Indah membacanya kembali dan seketika matanya membulat karena kaget melihat halaman ke dua dari dokumen itu yang berisi.
-----
Saya Rendi Pratama bersedia memberikan.
Uang sebesar 50 juta untuk di jadikan mas kawin pernikahan.
Memberikan nafkah sebulan sebesar 10 juta, tidak lebih dan tidak kurang.
Asalkan Indah Permatasari menjalankan perjanjiannya saya juga akan memberikan 2 hal tersebut dan memberikan dia nafkah setiap bulannya.
-----
Wahh ini serius aku di kasih uang nafkah 10 juta sebulan? Dan yang 50 juta hutang itu dia bilang buat mas kawin. Berarti lunas dong. Indah merasa lega dan sangat senang setelah membaca surat tersebut.
***
Keesokan harinya Indah pergi menemui ibunya di rumah sakit.
Indah masuk ke dalam ruangan dan melihat ibunya tengah berbaring dengan lemah. Ibu Indah bernama Sarah dia berusia 41 tahun.
"Mah gimana kabar Mamah? Apa sekarang Mamah jauh lebih baik?" ibunya tidak menjawab hanya diam tertidur. Lalu suster datang untuk mengecek kondisi ibunya.
"Sus gimana keadaan mamah?" tanya Indah dengan lembut.
"Karena habis di operasi ibu Mbak mengalami koma untuk beberapa hari." Jawabnya,
"Tapi apa Mamah akan baik-baik aja kan Sus?"
"Iya Mbak tenang saja, ini biasa terjadi."
Dret.. Dret.. Dret.
Bunyi suara ponsel Indah berdering. Ternyata Rendi yang menelepon.
"Indah."
"Iya, Pak."
"Kita menikah jam 3 sore, kau harus datang dan tidak boleh telat! Jangan lupa selalu ada di tempatmu. Nanti asistenku akan menjemput!"
"Baik Pak."
Tut.... Tut.... Tut. Sambungan telepon sudah di putuskan oleh Rendi.
Tiba-tiba uara cacing di perut Indah berbunyi, dia merasa sangat lapar. Karena sejak pagi belum sempat sarapan.
"Aku cari makan ke kantin deh."
Indah bangun dari duduknya, namun ketika dia baru saja ingin keluar dari ruangan ibunya, dia bertemu dengan Nella, sahabatnya.
"Eh Indah kamu mau kemana?" tanya Nella yang berjalan menghampiri Indah.
"Kamu Nell kesini mau apa?" tanyanya,
"Aku mau jengguk tante Sarah gimana keadaanya?" Nella sambil menenggok ke dalam ruangan.
"Baik, mamahku belum bisa di jengguk sekarang Nell."
"Kenapa?"
"Kita ke kantin aja ngobrolnya aku laper soalnya," Indah menggengam tangan Nella dan mengajaknya makan di di kantin.
"Jadi Ndah kenapa tante Sarah bisa di bawa ke rumah sakit?" tanya Nella sambil duduk setelah memesan makanan.
"Kondisi mamah cukup parah jadi harus di operasi." Ucap Indah mencoba tegar.
Tak lama makanannya datang dan mereka makan bersama. Nella pun meneruskan pertanyaannya.
"Terus sudah di operasi apa belum?" Tanya Nella sambil mengunyah makanan.
"Sudah." Indah pun juga makan.
"Kamu ada uang Ndah? Kamu pinjam sama siapa? Kalau butuh apa-apa kamu bilang aja sama aku."
Nella mengulurkan tangannya, memegang tangan Indah yang berada di atas meja.
"Aku kasbon di kantor, aku enggak mau nyusahin kamu terus Nell."
"Nyusahin apa sih Ndah!"
"Kamu kan sering bantuin aku, hutang kemaren saja pas buat berobat mamah belum aku bayar." Ucapnya merasa tak enak.
"Santai aja sih Ndah. Oya kamu kapan kuliah lagi? Aku nggak ada temen nih."
"Aku enggak tau Nell, kayaknya aku bakal berhenti kuliah buat sementara." Jawab Indah murung.
"Sayang lho padahal bentar lagi kita mau lulus." Menyedot minuman.
"Iya sih tapi..."
Dret... Dret... Dret.
Deringan telepon berhasil menyela ucapannya, dia melihat layar ponsel di atas meja dengan nomor baru yang memanggil.
"Nell aku angkat telepon dulu ya?" Tanya Indah. Nella pun mengangguk.
"Halo." Ucapnya lewat telepon.
"Mbak Indah di mana ya? Saya di depan kontrakan mbak nih." Ucap Dion sang asisten, yang sejak tadi menunggu di depan kontrakan.
"Hah?!" Seru Indah dengan mata yang terbelalak.
Dia langsung melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan jam 3 pas, dia kenapa bisa melupakan waktu pernikahan dadakan nya itu.
"Aku akan pulang sekarang Mas tunggu ya." Ucap Indah yang langsung menutup telepon.
"Siapa Ndah?" tanya Nella.
"Maaf Nell aku harus pulang sekarang soalnya ada janji."
Indah menyedot minumannya terlebih dahulu, dia mengambil beberapa uang di dompet dan menaruhnya di atas meja. Indah langsung buru-buru pergi meninggalkan Nella. Nella sempat ingin berbicara tapi tidak jadi karena temannya itu sudah keburu menghilangkan dari kantin.
Indah mencari tukang ojeg di depan rumah sakit, setelah dapat dia langsung menaikinya, dia berharap supaya tidak sampai terlambat.
"Bang cepetan ya...." Ucap Indah seraya menepuk pundak tukang ojek.
"Baik Mbak." Sahut Abang tukang ojek yang langsung mempercepat laju motornya.
Di tengah perjalanan lagi-lagi dia di telepon oleh Dion, Dion seperti sudah tidak sabar menunggu Indah yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kontrakan.
"Halo, Mas Dion."
"Halo Mbak ada di mana? Biar saya jemput saja." Ucap Dion menawarkan.
"Tidak usah Mas, sebentar lagi aku sampai." Tolak Indah seraya menutup telepon nya.
Sampainya Indah di depan kontrakan, dia langsung turun dan membayar tukang ojek. Dia berlari menuju kontrakannya yang sudah ada Dion menunggu di depan pintu.
"Maaf ya Mas tunggu lama." Ucap Indah merasa tak enak, tangannya sudah mencoba membuka pintu kontrakan dengan kunci, niat hatinya ingin mengganti pakaian.
"Mbak mending sekarang kita langsung berangkat saja, sudah di tungguin sama pak Rendi di sana." Ajak Dion seraya membukakan pintu mobilnya untuk Indah masuk.
"Ya sudah."
Indah tidak jadi membuka pintu kontrakan. Dia langsung berjalan dan masuk ke dalam mobil.
***
Sampailah di Hotel yang sangat mewah dengan hiasan bunga-bunga warna-warni membuat susananya menjadi sangat elegan namun tidak terlalu ramai, karena Rendi hanya mengundang kerabatnya saja. Di depan Hotel Rendi sudah memakai setelan jas berwarna hitam dengan dasi kupu-kupu, membuat dia menjadi pria yang sangat tampan di Hotel itu.
Namun raut wajahnya memerah karena dia merasa sangat kesal menunggu Indah yang datang terlambat. Rendi berdiri dengan melipat kedua tangannya di atas dada, melihat Indah yang baru saja masuk.
"Indah kamu ini belum apa-apa sudah lupa ya." Ungkapnya dengan kesal.
"Maaf Pak. Sa-sa saya." Indah sudah sudah bicara, rasanya begitu gugup dan tidak karuan. Dia bahkan tidak berani menatap mata Rendi.
"Sudah sana kau masuk ke ruang ganti!" Seru Rendi dengan galak.
"Mbak mari saya antar." Ucap seorang organizer wanita yang mengajak Indah ke ruang ganti untuk memakai gaun pengantin dan mendandaninya.
***
Keluarlah Indah dengan menggunakan gaun putih panjang dengan balutan renda-renda yang sangat cantik. Dan riasan make up yang sesuai dengan wajah cantik Indah menjadikan dia tampil lebih cantik dari biasanya dan terlihat sangat anggun. Dia berjalan menghampiri Rendi dengan hati-hati.
"Wah ini menantu Mamah Ren." Tanya ibunya Rendi yang terkesima melihat kecantikan menantu pertamanya itu.
"Iya Mah, kenalin namanya Indah." Jawab Rendi sambil memperkenalkan Indah.
"Indah, cantik sekali seperti namanya," puji Santi, di lihat dari wajah yang sudah berseri-seri. Pertama kali melihat saja, dia sudah menyukai menantunya itu.
"Terimakasih Tante." Jawab Indah.
"Kok Tante sih... Panggil Mamah dong sayang." Ucap Santi dengan lembut, seraya mengenggam tangan Indah.
"Ah... Iya Ma-mamah." Jawabnya dengan gugup.
"Jadi kamu sudah berapa lama pacaran sama Rendi?" tanya ibunya.
"Aku enggak..."
"Baru sebulan kok Mah." Ucap Rendi menyerobot ucapan Indah, padahal dia menikah saja serba dadakan.
"Oh pantes kamu belum pernah kenalin dia ke Mamah."
"Mamah kan sibuk." Jawab Rendi lagi.
"Alhamdulilah deh kalau kamu serius akhirnya menikah. Mamah sampai kaget lho Indah malem-malem Rendi bilang mau nikah besok, Mamah kira dia bohongin Mamah. Eh ternyata enggak." Ucap ibunya sambil tersenyum, Indah membalas senyuman lagi.
Tak lama datanglah seorang pria paruh baya dengan pakaian rapih dan menggunakan peci, pria itu adalah seorang penghulu.
"Maaf Pak apa bisa kita mulai ijab kabulnya?" tanya Pak penghulu.
"Bisa Pak." Jawab Rendi.
Rendi mengandeng tangan Indah dan duduk di kursi yang sudah di sediakan untuk prosesi akad. Sebelum di mulai sang penghulu bertanya.
"Maaf sebelumnya wali dari perempuannya mana?" tanya Pak Penghulu, dia tidak melihat wali. Bahkan Indah sendiri tidak punya siapapun di situ yang menghadiri pernikahan nya.
"Pakai wali hakim saja Pak." Jawab Rendi santai.
"Apa Mbak Indah masih punya ayah? Kalau masih punya kita tidak usah pakai wali hakim." Tanyanya lagi.
"Papah saya enggak tau kemana Pak, dia sudah bercerai dengan Mamah saya." Jawab Indah dengan sendu.
Seketika itupun Indah teringat ayahnya yang sudah pergi beberapa tahun meninggalkan dia dan ibunya, namun dia tidak menanggis. Dia mencoba untuk tidak merusak acara ini.
"Baik kalau gitu, tapi siapa nama ayahmu?"
"Hermawan."
Lalu ijab kabul di mulai. Tangan Rendi sudah terulur dan berjabat tangan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Indah Permatasari binti Hermawan........" Ucapnya dengan tegas dan lantang. Dengan sekali ucapan semua orang yang menghadiri acara nya langsung bersorak kata "SAH."
Semua orang memanjatkan do'a, dengan tangan yang bergetar Indah mencoba meraih tangan Rendi yang sudah terulur seakan mengisyaratkan untuk minta di cium punggung tangannya.
Cup.... Indah menciumnya sedikit, namun tertempel di bibirnya.
"Baik kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri." Ucap Pak penghulu.
Indah merasa seperti bermimpi karena dia sudah menikah dengan seseorang yang tidak pernah dia kenal sebelumnya, pernikahan yang tidak pernah dia harapkan sebelumnya, namun dia tidak ada hentinya melihat wajah Rendi yang sangat tampan.
"Kamu kenapa lihatin aku kayak gitu!" Desis Rendi, dia seperti tidak suka di tatap seperti itu.
Indah langsung menunduk.
"Bahkan dia sangat dingin dan angkuh." Batin Indah.
Seorang laki-laki tampan datang menghampiri Indah dan Rendi yang tengah duduk berdua.
"Maaf ya Kak gue baru dateng." Ucap laki-laki itu, dia adalah adik kandung Rendi.
Laki-laki itu terkejut melihat Indah dan Indah pun sebaliknya.
"Indah elu kok."
"Jadi Kak Rendi menikah sama Indah kenapa aku enggak tau."
Batin Rio dalam hati.
"Rio." Jawab Indah samar-samar.
"Kalian saling kenal?" tanya Rendi melihat kearah Indah dan adiknya.
"Dia temen kuliahku." Jawab Rio.
***
Rio Pratama pria berusia 23 tahun dia adalah adik kandung Rendi. Dia memiliki wajah tampan hampir 11.12 dengan Rendi. Rio berkulit putih dan memiliki tinggi yang sama dengan Rendi. Namun sifatnya berbeda dengan Rendi, dia orang yang cukup ramah dan mudah bergaul.
Dan Rio adalah teman kuliah Indah. Dia juga sangat menyukai Indah, namun Indah selalu menolak karena dia bilang tidak ingin pacaran dan fokus pada kuliah dan kerja.
Tapi sekarang Rio malah melihat Indah menikah dengan kakaknya.
Rio sangat kecewa, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Indah sendiri pun tidak tahu kalau Rio sebenarnya adalah adik kandung Rendi.
"Eh sayang Rio kamu kok baru dateng?" Tanya ibunya yang ikut nimbrung.
"Iya Mah tadi macet." Jawab Rio.
"Oh iya ini kenalin Kakak Ipar kamu, namanya Indah." Santi kembali mengenalkan Indah pada anak keduanya itu.
"Apa tadi Rio bilang Mah? Apa jangan-jangan Rio adiknya Pak Rendi. Ah bagaimana ini aku malu sama dia."
Indah yang lagi-lagi hanya bisa bicara dalam hati.
"Aku sudah kenal Mah." Jawab Rio dengan ketus.
"Oh kenal dari mana?"
"Dia teman kuliahku." Rio melirik kearah Indah.
"Bagus dong, jadi kalian bisa cepat akrab ya." Ucap Santi merasa senang.
Setelah beberapa jam acaranya pun sudah selesai dan semuanya pulang ke rumah masing-masing begitu juga dengan Indah yang pulang bersama Rendi ke rumahnya,
namun ibu Rendi berencana untuk menginap di rumah Rendi. Mereka menaiki mobil bersama.
Sampailah di rumah Rendi yang sangat besar dan mewah. Indah berjalan melangkah dan melihat sebuah rumah besar dan mewah bahkan tiga kali lebih besar daripada kontrakannya. Indah yang melihat sangat terkagum-kagum, wajar saja meskipun dia pernah tinggal di rumah besar tapi itu dulu. Sekarang dia tinggal di kontrakan selama beberapa tahun.
"Sayang kenapa diem saja enggak masuk?" ajak ibunya Rendi yang melihat Indah tengah berdiri sambil memandangi rumah anaknya yang besar itu.
"Dasar cewek norak, kelihatan banget miskinnya!"
Umpat Rendi dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!