Matahari semakin menyongsong tinggi, menandakan hari telah berlalu. Malam berganti pagi. Waktunya beraktivitas kembali. Sama hal nya dengan gadis cantik yang berjalan disepanjang koridor sekolah. Terlihat berjalan santai menuju kelas.
Azallea Amaira A. atau sering di sapa Ara. Sejak mamanya meninggal ia menjadi sosok yang cuek dan dingin. Ia tak pernah peduli dengan apapun disekitarnya.
‘Selalu seperti ini tak pernah ada perubahan. Keramaian yang sangat mengganggu, suasana yang tak pernah bisa tenang’ batinnya saat tiba didepan kelas.
Ia lihat suasana kelas yang mulai ramai karna sebentar lagi waktu pelajaran akan dimulai. Dengan kesal Ara melangkahkan kakinya menuju meja paling ujung kelas. Baru saja Ara mendudukkan tubuhnya, tiba-tiba seorang gadis cantik duduk disampingnya dengan cengiran khas yang sangat membosankan bagi Ara.
‘Aish, lihatlah dia sangat terlihat aneh’ gumam Ara.
Bukan Aletha namanya jika ia tak bertingkah aneh. Ya, namanya Aletha Lutfiana Wijaya orang pertama yang ingin berteman dengan gadis dingin, angkuh dan pendiam seperti Ara.
Entah apa yang membuatnya sangat ingin menjadi teman Ara. Sudah berulang kali ia diacuhkan tapi ia selalu saja mencoba untuk mendekati Ara dan mengklaim Ara adalah teman, bahkan sahabatnya.
"Pagi Ara” sapa Letha dengan riang itulah salah satu sifatnya 'periang'
Ara hanya bergumam tak jelas sambil terus asik dalam dunianya sendiri. Apa lagi kalo bukan membaca novel kesukaannya. Bukankah Ara gadis pendiam, baginya tak ada waktu untuk berbicara dengan mereka yang tak penting.
"Ara... Apa tugas bahasamu sudah seleasi?" tanya Letha.
“Hmm” Gumam Ara.
Letha hanya tersenyum mendengar jawaban Ara yang tak pernah berubah sejak awal mereka bertemu. Ia tak pernah marah atau kesal dengan segala sikap cuek dan dingin Ara. Baginya dengan Ara yang membiarkan ia berada di sekitarnya itu sudah sangat menyenangkan.
Hening...
Dari sudut matanya Ara melihat senyum manis Letha yang membuatnya risih.
'Sebenarnya apa ia tak bosan dengan sikapku? Dasar' batin Ara.
"Ah iya, apa kau sudah mendengar kabar tentang guru baru matematika kita?" Tanya Letha
"..."
" Kau pasti tak tau. Karna kau terlalu asik dengan duniamu sendiri. Hei... Kapan kau akan berubah Ara? Apa kau tak bosan terus diam tanpa niat berbicara walau hanya padaku" Ucap Letha.
'Siapa suruh kau berteman denganku?' jawab Ara dalam hati.
"Semoga saja guru baru kita pria tampan seperti Pak Fino” ucap Letha penuh harap.
“Aish! Andai saja Pak Fino belum menikah dengan Bu Aalisha. Ah menyebalkan” celotehnya lagi dan terus berceloteh.
‘Pasti guru itu membosankan. Apa pentingnya bagiku?’ pikir Ara.
...****...
Bel istirahat berbunyi seluruh siswa berhamburan keluar kelas untuk mengisi perut mereka yang berdemo sejak guru menjelaskan materi. Berbeda dengan Ara. Ia kini duduk sendiri diatap sekolah dengan novel ditangannya. Tak ada yang tau jika setiap saat ia pergi kesini, termasuk Letha. Entah itu istirahat atau bolos.
"Sudah ku duga ternyata kau disini?" ucap seseorang yang sudah duduk disampingnya.
Sesaat Ara terkesiap, namun saat menatap siapa orang yang menemukannya ia hanya diam dan kembali membaca.
"Nanti malam ada acara dirumah papa. Sebuah makan malam keluarga, sudah lama bukan kita tak makan bersama? Kau mau datang nanti malam? Aku akan menjemputmu,bagaimana?" ucap pria itu sambil menatap raut wajah gadis disampingnya.
Bukannya menjawab Ara malah tertawa kecil menatap pria berkemeja navy didepannya. Seakan yang terlontar dari bibir pria itu adalah sebuah candaan.
"Masihkah aku diharapkan dikeluargaku sendiri? Bukankah anaknya hanya kau seorang kak? Ah maaf aku sungguh tak sopan memanggilmu 'kakak’ pak. Maaf atas kelancanganku pak. Dan untuk tawaranmu. Aku tak ada minat untuk datang. Jika pada akhirnya hanya sebuah hinaan yang ku terima. Permisi" tegas Ara pergi meninggalkan pria yang tak lain adalah gurunya sekaligus Kakak kandungnya. Alfino Xelo Alardo.
Sedangkan Fino hanya menghela nafas berat menatap punggung Ara yang menghilang dibalik pintu. Tak ada yang bisa ia lakukan saat ini. Ia hanya bisa menatap hamparan luas langit biru sambil bergumam dalam hati yang tak bisa didengar oleh siapapun.
.
.
Ara terus melangkah menuju kelasnya. Hari ini ia merasa moodnya hancur seketika hanya karna tawaran makan malam dari sang kakak. Tak ada yang tau jika Pak Fino guru termuda dan tertampan yang mereka kenal adalah kakak kandung Ara. Kenapa bisa? Karena Ara lah yang menutupi identitasnya. Ia tak ingin rahasia keluarganya terbongkar. Itulah sebabnya mengapa Ara tak mau berteman dengan siapa saja. Terlebih dia hanya gadis dengan otak pas-pasan. Berbeda dengan sang kakak yang sangat pandai dan dikagumi banyak orang.
Ia memang sangat berbeda dengan Fino yang pandai dan cerdas. Semasa sekolah dan kuliah Fino selalu menjadi juara disetiap perlombaan. Entah itu dalam akademic maupun non akademic. Bahkan diusia 24 tahun, usia yang terbilang sangat muda ia sudah menyelesaikan S2 nya dan kini ia menjadi guru sekaligus penerus perusahaan Alardo Corp milik papanya. Hebat bukan?
Sedangkan Ara, jangan ditanya lagi gadis cuek, dingin, angkuh dan pembuat onar. Ditambah dengan otaknya yang pas pasan itulah mengapa ia tak diakui sebagai anak kedua di keluarga Alardo. Karna sikapnya yang sangat memalukan. Gadis yang selalu berada diurutan peringkat terakhir, perbedaan yang sangat jauh dengan kakaknya. Karna bagi Tn. Felix Alardo yang tak lain papa Ara memiliki anak seperti Ara yang bodoh adalah hal yang sangat memalukan. Itu sebabnya Ara menutupi identitasnya.
Sesampai di kelas Ara langsung mengambil tas punggung lalu pergi begitu saja bersamaan dengan suara bel masuk pelajaran berikutnya
"AZALLEA AMAIRA!!! MAU KEMANA KAU!!! SEKARANG WAKTUNYA JAM PELAJARAN DIMULAI!!!" Teriak seorang guru dibelakang sana yang tak lain adalah Fino.
Ara melangkah tanpa menoleh kebelakang. Ia sangat malas untuk berdebat dengan 'Anak kesayang papanya' itulah sebutan Fino bagi Ara. Ara terus berjalan menyusuri koridor sekolah dengan santai. Tanpa memperdulikan teriakan Fino. Yang ia inginkan saat ini adalah mencari ketenangan. Langkahnya terhenti di bawah pohon besar yang sangat rindang. Disandarkan punggungnya pada batang pohon dengan memangku tas punggungnya. Hembusan angin membuat rambut panjang indahnya menari nari. Ara memejamkan mata, menikmati semilir angin yang menerpa wajah cantiknya. Hingga dengkuran kecil terdengar menandakan bahwa ia sudah terlelap.
...****...
..."Aku percaya adanya 'cinta pandangan pertama'. Karna disaat pertama aku menatap mata indahmu disitulah aku merasakan sesuatu yang mendebarkan hati”...
Dari kejauhan seorang pria menatap Ara yang tertidur dengan tersenyum manis. Perlahan pria itu mendekati pohon dimana Ara tidur bersandar. Tangan pria itu terulur mengusap pipi kanan Ara dengan lembut tanpa berniat membangunkan. Sudut bibir pria itu tertarik keatas.
'kau semakin cantik, lama kita tidak bertemu. Dan kini aku kembali untukmu, sayang' batin pria itu lalu bangkit pergi.
...****...
Fino berjalan menyusuri koridor yang menghubungkan ruang guru dengan taman sekolah. Dari kejauhan ia melihat seorang siswi tertidur dibawah pohon. Ia sudah cukup hafal siapa sosok disana, siapa lagi kalau bukan adiknya sendiri yang sangat susah untuk diatur. Ia hanya menghela nafas berat mengingat semua kelakuan adiknya yang berubah.
"Mas... Mas Fino" panggil seseorang dari arah belakang.
Dan benar saja ternyata Aalisha Darwin Alardo guru muda yang tak kalah cantik dan kini menyandang status resmi sebagai istri dari Fino sejak dua bulan yang lalu. Fino tersenyum menatap sang istri.
"Ada apa sayang?" tanya Chanyeol mengusap kepala Aalisha lembut.
"Tidak ada apa apa mas. Hanya saja kenapa kamu disini mas? Bukankah sekarang waktumu mengajar di kelas Ara?" tanya Aalisha
"Hmmm... Tapi lihatlah" ucap Fino sambil mengarahkan dagunya kearah taman.
Aalisha mengikuti arah yang ditunjukkan oleh suaminya. Seperti yang dilihat Fino seorang siswi yang tertidur nyenyak di bawah pohon ditemani semilir angin siang ini.
"Aku tak tau bagaimana caranya agar ia seperti dulu, gadis manis yang sangat patuh dan tak banyak bertingkah. Gadis kecilku yang selalu tersenyum dan tertawa seperti sebelum mama meninggal. Dan sebelum papa menikah lagi. Aku tak tau harus bagaimana lagi? Cara apa lagi yang harus ku lakukan untuk mengembalikan gadis kecil ku yang dulu? Aku benar-benar gagal sebagai kakak. Aku gagal sayang. Aku gagal..." ucap Fino penuh penyesalan.
"Tidak mas, kau tak gagal. Mungkin Ara belum bisa menerima keadaan ini. Atau mungkin dia sedang ada masalah yang tak ingin membuat mas khawatir. Sudahlah mas jangan dipikir berlebihan. Dia masih labil mas. Yang harus kita lakukan adalah selalu berada disampingnya sesibuk apapun kita. Aku tau bagaimana perasaannya mas. Aku paham. Dibalik sikapnya yang seperti itu ia sangat kesepian" tutut Aalisha.
"Terimakasih sayang..." Aalisha tersenyum menatap suaminya.
Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke kelas. Kebetulan mereka mengajar kelas yang saling bersebelahan. Fino mengajar fisika dan Aalisha mengajar bahasa.
...****...
Sedangkan Letha sedari tadi duduk gelisah menatap pintu masuk kelas. Karna sudah hampir 3 jam Ara temannya itu tidak masuk kelas. Letha sangat tau kalau Ara pasti sedang berada di taman sekolah. Ingin rasanya ia menyusul Ara tapi ia tidak ada keberanian untuj bolos mata pelajaran fisika yang saat ini sedang berlangsung. Sepertinya saat istirahat kedua Letha akan mencari Ara dan mengajaknya kembali ke kelas. Mengingat sebentar lagi mereka akan mengikuti beberapa rentetat ujian akhir.
.
.
Kembali ke taman, Ara baru saja terbangun karna sinar matahari yang menembus celah dedaunan. Sudah hampir 3 jam ia tertidur dengan posisi terduduk dan itu cukup membuat punggungnya pegal. Ia menggelit sambil bergumam lalu beranjak pergi menuju kantin. Ia terlalu malas kembali ke dalam kelas. Toh sekarang istirahat kedua pikirnya. Sesampai di kantin ia memesan jus jeruk favoritnya.
Tak butuh waktu lama pesanannya datang. Sambil menyeruput jus jeruk ia mengambil ponsel di saku bajunya. Dan mulai memainkan game yang paling ia sukai. Tanpa ia sadari seorang pria atau lebih tepatnya seorang guru berdiri didepannya. Ara tersentak saat seseorang merampas ponselnya.
"Apa yang kau lakukan!!!" teriaknya membuat beberapa siswa menatapnya.
"Amaira!!! kau telah melewatkan jam pelajaran dan sekarang kau malah santai-santai disini memainkan ponselmu!!! Sungguh kegiatan yang tak bermanfaat kau tau itu!!! Mau jadi apa jika kau nantinya!!! Jika selalu seperti ini!!!" bentak seseorang yang tak lain adalah Fino.
Ara segera bangkit dari duduknya menatap Fino sinis lalu beranjak pergi tidak lupa ia merampas kembali ponselnya sambil berkata.
"Bukan urusan anda BAPAK FINO YANG TERHORMAT” tekan Ara.
Fino yang mendengar ucapan Ara hanya bisa mengepalkan tangannya. Sambil menatap punggung yang mulai menghilang dari pandangannya. Sedangkan Ara dengam santainya melangkah pulang.
Letha yang melihat kejadian tadi hanya bisa menghela nafas. Kalau sudah seperti ini dia hanya bisa diam. Ia sangat paham dengan Ara yang sangat keras kepala.
Ara hanya bisa menghela nafas berat. Sungguh ia sangat lelah dengan kehidupannya. Sesampai di apartement ia segera masuk kedalam kamar, menghempaskan tubuh ringkihnya pada ranjang empuk.
‘Melelahkan. Sangat melelahkan’ gumam Ara.
Beberapa hari ini Ara merasa tubuhnya sangat mudah lelah. Sering kali ia juga merasa pusing.
‘Apa aku akan jatuh sakit? Semoga saja tidak. Jika aku sakit siapa yang akan mengurusku? Ya tuhan... Kuatkan diriku ini’ ucap Ara lirih bangkit menuju balkon.
Dddddrrrtt... Dddrrrrtt...
Terdengar ponsel Ara berdering diatas nakan. Ia kembali masuk meraih ponsel kemudian menggeser tombol hijau tanpa melihat nama penelpon.
"Halo..." ucap Ara cuek
"..." hening
"Halo..." ucanya sekali lagi.
"Ara..." jawab seorang pria diseberang sana.
Ara menatap layar ponselnya saat tak mengenali suara pria itu. ‘no baru?' gumamnya
"Hmm. Siapa?" tanya Ara kembali
"..."
Tuuutt... Tuuttt... Tuuuttt...
Sambungan diputus. Ara menatap datar layar ponselnya. Tidak ingin memikir terlalu panjang ia memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
Setelah beberapa menit Ara keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Ia berjalan menuju meja rias yang berada di samping lemari pakaian. Ia mulai menyisir surai hitam lebat sebahunya. Kemudian ia beranjak menuju kasur untuk merebahkan tubuhnya. Tidak lupa ia meminum sebutir obat yang bisa membantunya tenang.
...****...
Jauh diseberang sana seorang pria dengan setelan jas berdiri menatap padatnya kendaraan yang berlalu lalang dijalanan dari dalam ruang kerja yang berada di lantai paling atas bangunan itu. Terlihat senyum yang tak sedikitpun luntur menambah ketampanannya. Ia terus tersenyum menatap layar ponselnya. Ya dia baru saja menghubungi seseorang yang selama ini ia cari.
"Tony, suruh anak buahmu untuk terus mengawasinya dari kejauhan. Dan jangan sampai dia atau orang lain tau kalau mereka sedang mengawasinya. Dan terus laporkan padaku apa saja yang ias lakukan. Aku tidak mau kehilangan dia lagi seperti dulu" perintah pria berjas hitam pada pria didepannya itu sambil menatap foto seorang gadis yang tersenyum manis.
”Siap tuan” sahut pria bernama Tony lalu beranjak pergi menjalankan tugasnya.
"Kau sangat cantik sayang, seperti mama. Tunggulah sebentar lagi. Sebentar lagi kita akan berkumpul..." ucap pria itu.
...****...
.
.
.
.
.
.
Haloo salam kenal. Dan selamat datang di novel pertama aku. Kira kira siapa ya pria misterius itu? Dan siapa gadis manis dalam foto itu? Bagaimana kelanjutan cerita kehidupan Ara? Apa ada rahasia dibalik kehidupannya?
Terus ikuti critanya ya.
Dan maaf kalo banyak yang salah kata.
Oke,next...
Pagi ini Ara datang lebih awal. Entah apa yang membuatnya bisa datang sepagi ini. Bahkan ini terlalu pagi. Dengan santai ia melangkah masuki kelas. Menaruh tas punggung dimejanya. Karna masih sangat pagi, ia memilih untuk membaca novel action yang selalu ia bawa kemana saja.
Dddrrrttt... Dddrrrtt...
Tiba-tiba ponselnya berdering terlihat dari lampu LED yang menyala disudut ponsel menandakan bahwa sebuah pesan masuk. Karna penasaran ia segera menyambar ponselnya dan langsung membuka pesan dari nomor yang sama seperti semalam. Ara mengernyit alisnya saat membaca pesan itu.
^^^Selamat pagi...^^^
^^^Semangat untuk hari ini.^^^
^^^Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan bagimu malaikat kecilku😉😉^^^
'Malaikat kecilku? Apa ia salah kirim? Siapa dia? Kenapa aku merasa memiliki ikatan dengannya? Ah apa ini efek dari demamku semalam?' gumam Ara sambil menyentuh keningnya yang masih sedikit hangat.
"Ara!!! Kau sudah datang! Oh astaga!Setan mana yang membuatmu berangkat sepagi ini.Aku harus berterima kasih padanya" teriak Letha histeris yang sudah berdiri diambang pintu.
Sedangkan Ara hanya diam tak menghiraukan manusia yang berdiri disampingnya. Ia terus membaca novel, namun kepalanya terasa berdenyut sakit. Memang seharusnya ia sekarang tak ada disini melainkan diatas ranjang dengam selimut tebal yang menemaninya bermimpi. Letha yang melihat sikap perubahan sahabatnya itu, segera menggeser bangkunya agar lebih dekat dengan Ara.
"Kau tak apa Ara?" cemas Eunhee memegang bahu kiri Haneul.
"Tidak..." lirih Haneul menyembunyikan kepalanya diantara lipatan tangannya.
"Kau yakin? Kau terlihat pucat. Ap-"
"Diamlah!" Sahut Ara tegas memotong ucapan Letha
Ia tak suka diperhatikan apa lagi dikasihi. Yang ia butuhkan sekarang hanya tidur. Toh sekarang masih pagi bukan? Jadi ia bisa tidur sebentar.
...****...
Suara nyaring dipagi itu sudah berbunyi membuat seluruh siswa berhamburan masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Sama halnya seperti siswa kelas XII-5 IPA ini. Mereka sudah duduk rapi, menanti kedatangan guru mereka. Tak seperti biasanya suasana dalam kelas ini akan setenang dan sehening ini.
Tak lama Fino selaku guru wali kelas XII-5 IPA datang dengan pria tampan dibelakangnya dengan setelan celana panjang kemeja putih. Tubuhnya yang menjulang tinggi walau masih tinggi Fino, rambut yang tertata rapi menambah ketampanannya. Seketika kelas itu sedikit gaduh dengan bisikan para siswi centil.
'Oh... Lihatlah tampan sekali...'
'Apa dia guru baru kita,astaga...'
'Aku akan semangat mengerjakan tugas MTK..'
'Lihatlah astaga...'
’Apa dia sudah punya pacar...’
‘Aah aku bisa serangan jantung setiap menatapnya...’
Setidaknya seperti itulah ucapan mereka. Fino hanya menggeleng mendengar kegaduhan dikarenakan makhluk disampingnya.
"Okay... Saya harap kalian bisa tenang" tegas Fino membuka suara.
Hening...
"Baik saya lanjutkan, mulai hari ini pak Riko akan menggantikan pak Lukman dalam mata pelajaran Matematika. Baiklah itu saja yang saya sampaikan. Selebihnya kalian bisa bertanya langsung pada pak Riko. Semoga hari kalian menyenangkan" ucap Fino lalu pergi, sebelum ia pergi ia membisikkan sesuatu pada pria disampingnya.
“Disudut sana adalah adikku, semoga kau bisa membantuku. Aku tau kalau selama ini kau menyukai adikku. Aku ingin kau mengembalikan sifat ceria dan manjanya. Aku yakin kau bisa” bisik Fino pada pria itu yang dibalas dengan anggukan kecil.
Sepeninggalnya Fino, kelas itu mulai gaduh kembali. Pria itu mulai berjalan dengan gagah menuju meja guru dikelas itu dengan senyum yang tak sedikit pun luntur membuat kelas itu semakin heboh.
"Selamat pagi..." sapa suara bass itu membuat setiap sudut ruang dipenuhi dengan jerit kekaguman para siswi perempuan. Berbeda dengan siswa laki laki yang hanya bisa menggerutu dalam hati karna merasa tersaingi dengan guru baru mereka.
"Baik, perkenalkan nama saya Laurensius Riko Zafano guru baru kalian. Saya menggantikan pak Lukman dalam mengajar matematika. Saya harap kalian akan bersungguh sungguh dalam mata pelajaran ini. Jadi mohon bantuannya sekalian" ucap Riko tersenyum.
Seketika ruang itu terdengar gaduh kembali.
“Jadi ada yang ingin kalian tanyakan?” Tanya Riko sambil memperhatikan seluruh siswanya.
“Pak apa anda sudah punya pacar?”
“Atau tunangan pak?”
“Apa boleh ku panggil sayang pak?”
“Boleh minta no wa nya pak?”
Riko tersenyum mendengar pertanyaan yang terlontar untuknya. Melihat senyum guru mereka membuat suasana semakin gaduh. Pesonanya memang membuat gadis remaja meleleh bukan.
“Saya tidak punya pacar atau pun tunangan, tapi ada seseorang yang sedang saya perjuangkan jadi bantu doanya ya” jawab Riko membuat para siswi merasa kecewa.
"Baiklah sebelum kita melanjutkan pelajaran ini. Saya ingin mengenal kalian terlebih dahulu. Jadi saya akan mengabsen kalian satu persatu" sahut Riko.
Ia mengambil map biru berisi data nama siswa XII-5 IPA. Dan mulai mengabsen satu persatu.
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"Azallea Amaira." panggilan Riko
Hening.
"Azallea Amaira." panggilan Riko lagi
Letha yang berada disamping Ara menyikut mencoba memberi kode untuk memperhatikannya. Tapi Ara tak peduli dengan dirinya.
Ara yang kebetulan menggunakan headset tak mendengar jika namanya dipanggil. Ia tampak serius dengan novel ditangannya. Dan tak peduli dengan orang disampingnya yang terus mengganggunya. Ia bahkan tidak menyadari kehadiran guru barunya itu.
"Azallea Amaira. Apa dia tidak masuk hari ini?" tanya Riko pada ketua kelas.
"Dia yang duduk disana, pak" jawab ketua kelas sambil menunjuk pada meja disudut ruang itu.
Letha menahan nafas saat melihat gurunya menatap Ara dengan pandang tak terbaca. Ia akhirnya menginjak kaki Ara walau tak begitu keras. Hingga Ara menoleh menatap tajam pada gadis disampingnya itu. Terlihat dari wajah Ara yang tidak mau diganggu. Ia kembali melanjutkan bacaannya tanpa menghiraukan Letha.
Riko yang mendengar jawaban ketua kelas, menatap gadis dengan headset yang bertengger manis di kedua daun telinganya. Dengan santai ia melangkah mendekati gadis itu, tanpa pikir panjang ia menarik headset itu sampai terlepas. Membuat gadis itu mengangkat wajahnya menatap dengan kesal.
"Sekarang bukan waktunya membaca novel tak bergunamu itu NONA AZALLEA AMAIRA" ucap Riko penuh penekanan.
Seketika suasana kelas berubah menegangkan. Ara menatap Riko geram. Ia bangkit membawa novel dan memasang headsetnya kembali. Berjalan melewati Riko yang kesal menatapnya. Dengan santai ia berjalan meninggalkan kelas. Tak menghiraukan betapa kesalnya Riko saat ini.
"Berhenti disana NONA AZALLEA AMAIRA. Dan kembali ke mejamu!" geram Riko saat Ara akan membuka pintu kelas.
Letha terdiam menatapan guru tampannya dan sahabatnya bergantian. Ia terlihat bingung dan tak tau apa yang harus ia lakukan untuk Ara. Ia takut Ara akan mendapat hukuman dari gurunya satu ini.
Ara berbalik menatap Riko dengan benci, marah, geram, kesal semua teraduk jadi satu. Sedangkan Riko hanya tersenyum miring menatap wajah kesal Ara yang terlihat menggemaskan dimatanya.
"Apa kau tuli?" sinis Riko membuat Ara mengepalkan tangannya.
"Cih... Dasar menjadi guru baru saja sudah belagu” ucap Ara berbalik pergi tanpa menghiraukan Riko yang terus memanggilnya.
"AZALLEA AMAIRAAA!!!" teriak Riko geram.
Seketika suasana kelas itu sangat mengcengkram. Bagaimana tidak guru yang tampan dan mempesona dengan senyumnya itu, kini sedang naik darah hanya karna salah satu siswinya. Semua siswa XII-5 IPA hanya menunduk tak berani menatap guru mereka yang masih terselimuti kemarahan.
...****...
'Dasar! Menyebalkan! Kenapa harus ada orang sepertinya! Dasar makhluk astral! Lihat saja akan ku buat kau streess karna ulahku' gerutu Ara sepanjang jalan. Ia sengaja membolos dan lebih memilih duduk santai dikantin sekolah. Ia terus saja bergumam tak jelas, hingga sebuah panggilan.
"Ara... Araa!" panggil seseorang dari arah belakang membuatnya menoleh. Seperti biasa dengan tatapan dingin dan wajah datarnya yang selalu ia berikan pada siapapun.
"Embb... Kau dipanggil kepala sekolah untuk keruangannya sekarang juga" ucap siswi berkacamata didepannya dengan gugup karna tatapan Ara yang tidak pernah bersahabat dengan siapapun.
"Sial... Mau apa lagi si tua bangka itu" gerutu Ara.
Tanpa menjawab Ara melangkah berbalik arah dengan kesal. Ia sangat tau apa yang akan dibahas diruangan terkutuk didepannya ini. Langkahnya terhenti di ruangan tertulis 'HAEDMASTER ROOM' yang sudah berulang kali ia datangi. Dan itu artinya ia dalam masalah.
Ckleck...
Dengan santai ia memasuki ruangan itu. Terlihat seorang pria paruh baya duduk dikursi kebesarannya diseberang sana membelakangi Ara. Ara hanya mendengus kesal sambil mendekati meja besar didepannya, berdiri dengan wajah datarnya.
"Duduklah nona Azallea Amaira" ucap pria itu sambil membalikkan posisi duduknya yang kini menghadap Ara.
Sedangkan Ara hanya memicing sebelah matanya sambil tersenyum miring. Sungguh sangat mengerikan.
"Katakan saja, apa yang ingin kau katakan! Kau sudah membuang waktu berhargaku tuan Andrian Winanta yang TERHORMAT" tekan Ara.
"Oh baiklah, kau memang tak berubah ternyata. Apa kau ingin aku berkata sekarang nona?" tanya pria paruh baya itu dengan santai, menambah rasa kesal Ara yang ia tahan sedari tadi.
"KAU!!!" gertak Ara menahan amarahnya.
Tn. Andrian hanya mendengus kesal dengan sikap Ara yang tak ada sopan sopannya. Jujur saja ia sangat menyayangi putri dari sahabatnya itu. Tapi, ia tak suka dengan sikap dan tingkah Ara yang saat ini. Ia merindukan Ara yang ceria seperti dulu. Sudah berulang kali ia memberikan teguran untuk gadis itu. Tapi, apa? Ara malah tak pernah mendengar semua teguran itu dan menganggap hanya angin liwat.
"Ini peringatan terakhir dariku untukmu Ara. Ayolah! Tingkatkan belajarmu, kau tau bukan nilaimu itu sangat hancur dan lihatlah ujian nasional sudah didepan mata. Dan kau masih saja seperti ini. Apa kau ingin tidak lulus tahun ini. Tidak bisakah ka-"
"TIDAK!" tungkas Ara lalu pergi begitu saja dengan membanting pintu dengan keras.
Tn. Andrian hanya menatap sendu kepergian Ara. Ia sudah lelah untuk menasehati gadis itu. Tapi, ia juga sangat menyayangi gadis itu seperti putrinya sendiri.
"Anak itu" gumamnya.
Kemudian ia mengambil ponsel dimeja menekan salah satu tombol untuk menghubungi seseorang lalu mendekatkan ponsel pada telinganya.
"Halo..."
"..."
"Hmm... Baru saja aku menasehatinya. Ku mohon padamu beri dia sedikit nasehat kau tau sendiri bukan? Betapa hancurnya nilai putrimu itu. Jadi ku mohon bantuanmu. Jangan lakukan kekerasan padanya. Apa kau sudah gila sekarang hah!" ucap Tn. Andrian
"..."
"Terserah kau menganggapnya putrimu atau tidak. Yang aku inginkan sekarang adalah kau nasehatilah dia dengan perlahan. Ingat jangan menggunakan kekerasan. Kau tau bukan bahwa dia sudah ku anggap seperti putriku sendiri. Jadi ja-"
Tuuuttt... Tuuutttt... Tuuutttt...
"Cih... Dasar! Menyebalkan!" gerutu Tn. Andrian menatap ponselnya sebelum meletakkan kembali keatas meja kerjanya.
.
.
.
.
-Di tempat lain-
Seorang pria paruh baya baru saja melempar ponselnya kedinding. Membuat benda tipis itu tak terbentuk lagi. Terlihat dari raut wajahnya yang menahan semua amarah. Hingga...
BRAAKK...
Pria paruh baya itu menggebrak meja kerjanya dengan sangat kuat.
"Dasar anak tak berguna! Lihat saja apa yang akan ku lakukan padamu gadis kecil!" ucap pria itu menyeringai
...****...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca lanjutannya semoga bisa menghibur kalian.
Semoga tidak membosankan yaa...
Oke next...
Seusai dari ruang kepala sekolah Ara melangkah menuju kantin. Ia merasa sangat lapar bahkan tadi pagi ia tidak sempat sarapan. Sesampainya dikantin ia segera memesan semangkuk bakso dan jus jeruk.
Ara melangkah mencari tempat duduk ternyaman di sudut kantin tempat favoritnya. Sambil menunggu pesanan datang ia memainkan ponselnya. Hingga sebuah pesan masuk.
^^^Selamat siang malaikat kecilku^^^
^^^Bagaimana sekolahmu hari ini? Apa menyenangkan? Tetap semangat belajarnya malaikat kecilku. Tetap jaga kesehatanmu malaikat kecilku❣️^^^
Ara terdiam membaca sederat pesan yang baru saja ia terima. Ia mulaik risih dengan pesan yang setiap saat ia terima dari no yang sama. Sudah ia coba untuk menghubungi no itu tak pernah terjawab. Terjawab pun pasti tak ada sahutan dari pria misterius itu.
Tak lama pesanan Ara pun datang. Ia tersenyum ramah pada bu Asih yang mengantarkan pesanannya.
“Ini neng pesanannya baso special sama jus jeruk kesukaan eneng. Silakan dinikmati ya neng” bu Asih tersenyum ramah.
“Makasih ya bu Asih” ucap Ara sopan dengan senyum tipisnya.
“Haduuh neng Ara teh memang cantik” ucap bu Asih.
“Bu Asih bisa aja deh” Ara tertawa kecil.
“Yaudah kalo gitu saya kembali dulu ya neng” bu Asih tersenyum melangkah pergi.
Ara mengangguk tersenyum tipis menatap bu Asih. Ara akan berlaku berbeda jika itu dengan bu Asih. Ia akan menjadi Ara yang ramah dan sopan.
Tak menunggu waktu lagi Ara segera menyantap baso yang sudah ia beri saos dan sambal. Terlihat dari kuah baso yang dapat ditebak seberapa pedasnya. Mengingat Ara sangat suka makanan pedas.
Saat sedang menikmati baso pedasnya, Ara menoleh saat merasa ada yang duduk disampingnya. Dan ternyata benar. Wanita cantik dengan seragam dinasnya duduk santai disamping Ara.
“Jangan terlalu banyak memakan makanan pedas. Kamu bisa sakit perut nanti” ucap wanita cantik disampingnya sambil menambahkan sedikit kecap pada kuah baso milik Ara.
“Apa yang kau lakukan pada baso ku bu Aalisha” kesal Ara.
Ya wanita cantik disampingnya adalah Aalisha kakak iparnya. Aalisha tersenyum melihat wajah kesal Ara.
“Panggil aku kakak. Kita sedang duduk berdua saat ini” Lisha tersenyum
“Dasar kenapa kalian sangat menyebalkan sekali. Bisa tidak menjauh dariku. Dan kau itu guruku bukan kakakku. Bahkan aku tak ada hak memanggil kakak kandungku dengan sebutan ‘kakak’. Apa lagi dirimu yang orang lain” ketus Ara.
Lisha tersenyum miris mendengar jawaban Ara yang menyakitkan. Ia sangat paham bagaimana perasaan Ara saat ini. Lisha mengelus surai indah sebahu dengan lembut. Menatap Ara penuh kasih sayang.
Ara menoleh saat merasakan elusan lembut itu menatap Lisha. Jujur saja ia sangat merindukan moment seperti ini. Ia terdiam mengingat kenangan saat mamanya masih hidup. Ia akan merasakan elusan lembut itu setiap harinya. Tapi tidak dengan saat ini.
Lisha tersenyum melihat raut wajah Ara yang sedikit melunak. Ia tau Ara tidak berubah, tapi ia hanya menutupi segala rasa yang tak bisa ia ungkapkan dengan sikap dan sifatnya saat ini. Lisha tau bahwa adik iparnya ini masih sama seperti yang dulu diceritakan suaminya. Gadis yang ceria, manja, sopan dan ramah.
Ya, Lisha melihat itu semua saat Ara berbincang dengan bu Asih tadi saat mengantarkan pesanan Ara. Ia melihat betapa sopan dan ramahnya seorang Ara.
Beberapa menit kemudian Ara tersadar akan sikapnya. Ia tepis tangan Lisha begitu saja, lalu melanjutkan acara makannya tang tertunda.
Lisha tidak marah atas perlakuan Ara padanya. Ia tetap tersenyum menatap Ara yang lahap memakan basonya.
“Bisa tidak bu Aalisha meninggalkanku sendiri?” ketus Ara.
“Panggil aku kakak” pinta Lisha.
“Ck... Kenapa anda sangat ingin ku panggil kakak?” Ara mulai jengah.
“Karna aku memang kakakmu dan kau adikku” jawab Lisha tersenyum.
“Ya... ya... ya... Terserah anda saja” ketus Ara malas.
“Ara... Apapun yang terjadi padamu, apapun yang kamu rasakan, apapun yang kamu pikirkan, jika itu memberatkanmu. Ceritakanlah padaku. Aku memang tidak bisa memberikan jalan keluar tapi setidaknya dengan kamu bercerita akan sedikit mengurangi bebanmu. Cobalah kau tengok kebelakang. Ada sosok yang selalu menyayangimu. Dia ingin memelukmu. Dia tak mau melihatmu bersedih. Dan aku. Bagimu aku hanya orang asing yang tiba tiba mengenalmu karna aku menikah dengan kakakmu. Itu berarti aku adalah kakak iparmu. Kau juga bisa menganggapku sebagai teman dekatmu, sahabat mungkin. Aku tau selama ini kau berusaha menutup diri. Bukankah dengan kamu menutup diri dari orang sekitarmu akan menambah luka. Lihatlah Aletha, coba lah membuka dirimu untuknya. Kamu taukan selama ini kamu mengacuhkannya tapi ia masih setia menemanimu walau kamu tak meminta. Resapi apa yang baru saja ku ucapkan. Kamu juga bisa bercerita padaku kapanpun itu. Kalo begitu aku akan kembali keruang guru. Jangan lupa belajar ya. Jangan lupa jaga kesehatanmu. Jangan telat makan. Dan jangan banyak makan makanan pedas” tutur Lisha panjang lebar lalu beranjak pergi tak lupa dengan senyumannya.
Sedangkan Ara terdiam mengingat setiap kata yang terucap dari bibir Lisha, kakak iparnya. Ia mendongak menatap punggung Lisha yang semakin jauh hingga akhirnya tak terlihat lagi. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.
...****...
Jam sekolah telah usai. Semua siswa berhamburan berlari keluar kelas dengan wajah ceria mereka. Siswa mana sih yang gak suka saat pulang? Dimana mereka terbebas dari suara para guru yang tak ada lelahnya menerangkan materi didepan kelas. Sungguh sangat membosankan bukan?
Sama seperti siswa lain. Ara berjalan keluar kelas dengan wajah datarnya. Jangan lupakan Letha yang berjalan beriringan dengannya. Setelah kejadian dikantin tadi Ara sedikit ada perubahan seperti menjawab ucapan Letha yang tiada hentinya walau hanya kata singkat seperi ‘ya, tidak, hmm, malas’. Sudah membuat Letha senang bukan kepalang. ‘Setidaknya ada sedikit kemajuan’ pikir Letha.
“Ra... Kamu mau langsung pulang?” tanya Letha
“Ya...” sahut Ara singkat
“Kamu tau tidak pak Fino dan pak Riko mau tanding basket lo sepulang sekolah. Kita lihat bentar aja yuuukkk. Ayuuukkk raaa. Kamu mau ya raaa. Sebentar aja raaa aku janji” rengek Letha sambil menggoyangkan lengan kanan Ara.
“Pasti sangat seru raaa kita lihat sebentar yaa. Temani aku sebentar sajaaaa” pinta Letha dengan wajah dibuat buat.
Ara menghela nafas saat melihat raut penuh harap Letha yang persis seperti anak kucing minta makanan. Akhirnya ia mengiyakan ajakan Letha.
“Hmmm... hanya 15 menit” ucap Ara menghentikan langkahnya.
“Ara kenapa hanya 15 menit. Itu sebentar sekaliii... Gimana kalo 1 jam?” tanya Letha menatap Ara yang kini melotot kearahnya.
“15 menit” tegas Ara.
“1 jam Araaaa yaaa yaaaa” kekeh Letha.
“Tidak” ucap Ara
“Iyaaaa” sahut Letha
“Tidaaakk” kekeh Ara
“Iyaaa” ucap Letha
“Tidaaak” tegas Ara
“Tidaaaakk” ucap Letha tersenyum miring.
“Iyaaa... Eehh” Ara menoleh menatap tajam Letha yang sudah menjebaknya.
Letha hanya terkikik geli melihat raut wajah kesal Ara. Ia sangat tau bagaimana kesalnya Ara saat ini karna sudah ia jebak.
“Yeee... 1 jam Ara” Letha terlihat senang.
“30 menit atau tidak sama sekali” tegas Ara melanjutkan langkahnya.
Kini berganti Ara yang tersenyum miring melihat wajah Letha yang berubah lesu mendengar jawaban Ara.
“Baiklah 30 menit. Let’s goooo...” diluar dugaan Ara. Ternyata Letha kembali bersemangat sambil menarik lengan Ara menuju lapangan basket.
Senyum Letha terukir saat ini. Bisa mengajak Ara menyaksikan acara pertandingan seperti saat ini. Sangat suka mengajak Ara seperti saat ini. Entah apa yang merasuki Ara saat ini, intunya Letha sangat mensyukuri itu saat ini.
Saat melewati koridor sekolah yang masih ramai dengan para gadis yang akan melihat pertandingan bola basket antar tim di lapangan yang tak jauh dari koridor itu.
’Ku dengar kedua guru tampan kita juga akan ikut dalam pertandingan’
‘Kau yakin!’
‘Wahhh... Aku akan mendukung tim pak Riko’
‘Yaa... Aku juga’
‘Pasti tim pak Fino yang akan menang. Kalian lupa? Pak Fino sangat pandai dalam hal olahraga bukan? Bahkan pak Ari selaku guru olahraga saja bisa ia kalahkan dengan mudah. Apa lagi pak Riko yang hanya guru matematika’
‘Pokoknya pak Riko yang akan menang’
‘Pak Fino yang menang’
‘Sudah ku bilang tim pak Riko lah yang akan menang’
Ara yang mendengar perdebatan mereka hanya tersenyum sinis. Kini Ara dan Letha sudah berdiri tak jauh dari lapangan basket. Ia melihat para siswi berlari mendekati lapangan dengan semangat.
“Lihat raaa ramee banget” ucap Letha.
“Hmm” gumam Ara.
“Kamu bakal dukung tim mana? Kalo q bakal dukung wali kelas kita yang the best, alias pak Fino” ucap Letha dengan cengiran khasnya.
“Entah...” ucap Ara.
Ara dan Letha memilih duduk di kursi koridor menatap lurus kearah lapangan basket. Letha terlihat antusias berbeda dengan Ara yang malas menonton.
“Ara kita mendekat kesanaa yuuk jangan disiniii” ajak Letha.
“Pergilah... aku lihat dari sini” tolak Ara
“Nanti kalo aku kesana kamu pasti akan pulang. Ayooo Araaa...” rengek Letha sambil menarik tangan Ara.
“Pergilah... aku tidak akan pergi sampai 30 menit kedepan. Jadi berhentilah merengek” tegas Ara.
”Janji” ucap Letha mengarahkan jari kelingking ke hadapan Ara.
“Hmm” gumam Ara mengaitkan kelingking mereka.
Letha tersenyum sebelum beranjak mendekati lapangan basket sambil sesekali menoleh kebelakang menatap Ara memastikan ia tak akan pergi sebelum 30 menit kedepan.
Ara sendiri menatap tingkah Letha dengan senyum tipis sangat tipis sampai tak akan ada yang menyadari jika ia sedang tersenyum.
“Ck... Kenapa dia seperti anak kecil saja... Dasar” lirih Ara menatap Letha yang sangat antusias disana.
Bersamaan dengan berkumpulnya para penonton yang dipenuhi oleh kaum hawa itu. Dua tim keluar berjalan dengan santai menuju tengah lapangan basket. Tak dapat dipungkiri betapa kerasnya teriakan para kaum hawa saat melihat sepasang guru tampan mereka yang kini menggunakan kaos olahraga. Memperlihatkan tubuh kekar dan dada bidang yang terkesan, err... Sexy...
Siapa lagi kalau bukan pak Fino dan pak Riko. Kedua pria ini membuat para siswi bahkan guru yang melihat menahan nafas.
Dari kejauhan tatapan Ara tak lepas memandang Riko yang menggunakan kostum basket warna biru langit, warna kesukaannya. Ada sedikit rasa kagum yang ia rasakan. Ia merasa tak asing saat memandang Riko. Ada rasa bahagia dan rindu yang ia rasakan saat menatap pria tampan itu dari jauh. Namun, Ara segera menepis perasaan aneh itu.
Jauh disana Riko yang merasa diperhatikan menoleh. Dan disitulah mata mereka saling bertabrakan, memberikan rasa aneh pada kedua anak manusia itu. Riko tersenyum menatap Ara yang hanya diam di kejauhan. Ia bahagia saat melihat gadis yang ia sayangi sedang menonton pertandingannya. Senyumnya tak luntur sedikitpun untuk gadis diseberang sana dan membuat histeris kaum hawa yang melihatnya.
Hingga senyum itu hilang perlahan, Riko sedikit kecewa saat Ara lebih dulu memutuskan kontak mata dengannya lalu beranjak pergi begitu saja. Tanpa ada niat melihat ia bertanding. Fino yang sedari tadi memperhatikan tingkah mereka hanya tersenyum. Fino yang melihat wajah kecewa Riko berjalan mendekat sambil menepuk bahunya. Fino terkikik geli melihat wajah sahabatnya yang satu ini.
"Wajahmu sangat tidak bersahabat Tuan Riko. Apa adikku yang cantik itu yang membuat wajah tampanmu tertekuk" goda Fino sambil tertawa kecil.
Riko menatap tajam pada pria disampingnya.
"Oh tidak tatapanmu bisa membunuhku Rik, aku tak ingin istriku jadi janda muda karna suaminya mati hanya dengan tatapan tajammu yang disebabkan oleh adik cantikku. Hhh" ledek Fino tertawa lalu pergi menuju timnya yang sedang merancang trategi untuk mengalahkan tim Riko.
"Ck... Dasar Tiaaannggg!!!" teriak Riko kesal dengan sifat sahabatnya yang suka menggodanya itu.
Fino hanya terkekeh mendengar teriakan Riko. Ia terlihat puas menggoda sahabatnya yang sangat mencintai adiknya itu.
...****...
.
.
.
.
.
.
Gimana gais? Kog bisa pak Riko suka sama Ara ya? Nantikan kelanjutnnya ya😊
Semoga tidak membosankan...
Oke next...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!