NovelToon NovelToon

Love Your Daddy.

Kecelakaan. HOSPITAL.

Suara langkah kaki Tuan Exel terdengar sangat jelas, saat pria itu mulai berlari melintasi tiap lorong-lorong rumah sakit yang pada sore itu nampak begitu ramai. Ekspresi yang terlihat penuh kekhawatiran dan rasa takut tergambar jelas menghiasi wajah tampan pria berusia 34 tahun tersebut, saat ia mulai mengedarkan pandangannya, menyapu seluruh sudut ruangan dengan matanya yang nampak terlihat berkaca, untuk mencari sosok yang sejak tadi belum di lihatnya sama sekali, bahkan ia sudah memasuki tiap ruangan UGD, namun hasilnya nihil, tetap saja ia tidak melihat sosok yang ia cari di sana.

"Arrgghh.. Di mana kalian.. " Teriak Tuan Exel yang terdengar prustasi sambil mengusap kasar wajahnya.

Bahkan mata pria itu sudah nampak memerah menahan air matanya. Dengan kasar ia menarik dasinya yang masih terpasang di kerah kemeja putihnya, dan kembali mengecek ponselnya, memeriksa panggilan telepon yang ia terima 45 menit yang lalu saat ia masih di ruangan meeting, dan kembali menghubungi nomor asing tampa nama tersebut. Bahkan tidak mebutuhkan waktu lama, sang pemilik nomor langsung menjawab panggilan Tuan Exel dengan nada terbata.

📞 "Halo.. "

📞 "Ha.. jalo Tu.. Tuan.. "

Jawab sang pemilik nomor dengan suara pelan dan Terdengar serak.

📞 "Saya sudah berada di rumah sakit sekarang. Tapi saya tidak menemukan istri dan anak saya, apa anda sedang berniat mengerjai saya sekarang?"

📞 "Ti.. tidak sama sekali Tuan, saya sekarang..

"Daddy... Huuuaaa... Daddy..... "

Suara teriakan seorang anak kecil terdengar jelas di telinga Tuan Exel yang seketika itu juga langsung membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok anak kecil yang tengah menangis dengan baju yang masih berlumuran darah juga beberapa luka di pelipis dan sikunya yang sudah terbalut perban. Bahkan dengan tidak sadar Tuan Exel menjatuhkan ponselnya saat melihat kondisi anak laki-laki tersebut yang semakin terisak.

"Cleon.. "

Seru Tuan Exel yang langsung berlari menghampiri anak laki-laki tersebut yang tidak lain adalah putranya sendiri.

"Cleo.. Anak daddy, apa Cleo baik-baik saja?" Tanya Tuan Exel yang langsung meraih tubuh putranya dari pangkuan seorang gadis yang masih terdiam ketakutan dengan wajah pucat dan kepala yang juga terbungkus perban.

"Cleo.. Jawab daddy, apa ada yang sakit, di mana? Katakan pada Daddy, dan berhentilah menangis.." Tanya Tuan Exel sambil memeriksa beberapa luka di pelipis dan tubuh putranya. Bahkan Tuan Exel terlihat semakin khawatir saat melihat putranya yang sejak tadi masih terus menangis.

"Mommy... Huuuaaa.. Eon ingin melihat Mommy.. " Ucap Cleon di sela tangisnya yang sontak membuat Tuan Exel seketika panik, sebab sejak tadi ia belum juga melihat istrinya, bahkan rasa takut mulai menggerogoti pikirannya saat ia mengalihkan obsidiannya pada sosok gadis yang sejak tadi duduk di sebuah kursi depan ruangan pasien yang tiba-tiba terisak dengan tubuh yang semakin bergetar, bahkan ponsel yang sejak tadi berada di dalam genggamannya sampai terjatuh tampa ia sadari.

"Siapa anda? Kenapa anda bisa bersama anak saya?" Tanya Tuan Exel menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya, hingga membuat gadis itu semakin terisak.

"Ma.. Maaf.. Saya yang tadi menghubungi Tuan.. Saya.. "

"Jadi anda.. Di mana istri saya? Apa yang terjadi dengan istri saya?" Tanya Tuan Exel dengan wajah yang terlihat panik.

"Maaf.. Istri anda..

"Selamat sore Tuan Exel,"

Kalimat gadis itu terhenti seketika saat seorang Dokter menghampiri mereka dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat tegang.

"Dokter.. Apa benar Lovexia yang menjadi korban kecelakaan satu jam lalu? Apa benar dia..."

Bahkan tampa mendengar jawaban dari pertanyaannya pun Tuan Exel sudah bisa mengetahui jawabannya, sebab dari sorot mata Dokter tersebut sangat terlihat jelas jika ia membenarkan pertanyaan Tuan Exel, di tambah lagi dengan anggukan kecil yang ia lihat sudah menjelaskan jika semua pertanyaan yang ia lontarkan itu benar. Bahkan pikirannya semakin kacau saat ia merasakan Dokter Reagan memegangi pundaknya yang sudah bergetar sejak tadi.

"Maaf Tuan Exel Aleron, kami tidak bisa menyelamatkan nyawa istri anda, kami sangat menyesal,"  Ucap Dokter Reagan yang seketika itu juga membuat Tuan Exel membeku, tubuhnya bergetar bersamaan dengan air matanya yang mengalir bebas dari pelupuk matanya.

Dan bukan hanya Tuan Exel yang merasa syok saat mendengar pernyataan Dokter Reagan, tetapi juga gadis yang sejak tadi tengah duduk tidak jauh dari tempat Tuan Exel berdiri juga nampak terlihat syok dengan wajah yang memucat.

"Tidak mungkin.. Tidak mungkin Dokter, Lovexia tidak akan mungkin meninggalkanku dan Cleon.. Tidak.. Dokter mungkin anda salah.. Mungkin dia bukan Lovexia.. Tolong periksa sekali lagi.." Balas Tuan Exel yang langsung memeluk tubuh putranya erat yang juga ikut menangis, saat melihat Ayahnya mengeluarkan air mata.

"Tenanglah Tuan Exel,"

"Bagaimana anda bisa menyuruh saya untuk tenang sekarang? Di mana istri saya? Di mana dia?" Tanya Tuan Exel sambil mencengkram lengan Dokter Reagan dengan keras.

"Silahkan ikut saya Tuan Exel, tapi sebelum itu, saya mohon. Tenangkan diri anda dulu." Balas Dokter Reagan yang hanya di balas anggukan oleh Tuan Exel yang masih menggendong putranya.

Untuk sesaat pandangan Tuan Exel tertuju pada gadis yang masih tertunduk dengan darah yang sudah mengering di kedua telapak tangannya. Namun tatapan itu tidak berlangsung lama, sebab langkah lebarnya semakin jauh meninggalkan gadis tersebut dan langsung memasuki kamar ICU bersama putranya.

Langkah Tuan Exel bergetar saat mendekati ranjang pasian yang di atasnya terbujur kaku sosok wanita yang di seluruh tubuhnya sudah di tutupi oleh kain kafan. Dan meskipun Tuan Exel tidak membuka kain putih yang menutupi wajah sosok yang terbaring di sana, namun Tuan Exel sudah meyakini, jika sosok yang terbaring di sana adalah Lovexia istrinya, dan itu terlihat jelas dari cincin yang masih melingkar di jari manis dari sosok yang tangannya terulur ke bawah, tangan yang di penuhi darah.

"Vexia.. "

Gumam Tuan Exel dengan bibir yang bergetar, dan berusaha untuk setegar mungkin, dan semakin erat memeluk tubuh putranya yang terus menangis.

"Apa itu Mommy?"  Tanya Cleon dalam isaknya.

"Cleo.. Tenanglah.. "

"Cleo mau melihat Mommy.. Apa itu Mommy?" Tanya Cleon lagi yang  semakin berontak, memohon agar diturunkan dari gendongan Ayahnya yang semakin erat memeluknya.

"Mommy... Huuuaaaaa... Cleo mau bertemu Mommy.... Itu Mommy.. Turunkan Cleo Daddy.. Cleo mau melihat Mommy huuaaa.... Mommy.." Raung Cleon sambil terus memukuli punggung Ayahnya.

"Cleo.. Kita harus mengikhlaskan Mommy, Mommy sudah pergi dan bahagia di sana, Mommy sudah tidak akan merasakan sakit lagi." Ucap Tuan Exel perlahan dengan suaranya yang terdengan bergetar.

Dengan semua kekuatan dan ketegaran hatinya, Tuan Exel berusaha untuk menenangkan perasaan putranya, bahkan Tuan Exel berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata setitik pun di hadapan putranya, meskipun di dalam hatinya saat ini tengah merasakan sakit yang nyaris membuat nafasnya terhenti.

"Tapi kenapa Mommy harus pergi.. Cleo tidak ingin jauh dari Mommy.. Bisakah Daddy meminta Mommy untuk tidak pergi? Daddy.. Bangunkan Mommy? Cleo tidak ingin Mommy pergi.. " Jerit Cleon sembari mengulurkan tangannya ke arah tubuh yang terbaring di sana.

"Cleo.. Apa Cleo menyayangi Mommy?" Tanya Tuan Exel seketika yang langsung membuat putranya mengangguk cepat.

"Tentu saja Daddy, Cleo sangat menyayangi Mommy.. "

"Jika Cleo menyayangi Mommy, bisakah Cleo membiarkan Mommy untuk tidur dengan tenang?" Tanya Tuan Exel dengan suaranya yang semakin bergetar seraya mengusap air mata putranya yang terus mengalir.

"Tapi kenapa?"

"sebab Mommy akan terus merasakan sakit."

"Apa sakit Mommy akan hilang jika Mommy tidur?" Tanya Cleon sesegukan.

"Iya sayang, dan Mommy tidak akan merasakan sakit lagi," Jawab Tuan Exel kembali memeluk putranya dengan perasaan yang sakit.

"Apakah itu akan lama? bisakah Cleo menunggu di sini sampai Mommy terbangun?"

"Cleo.. "

"Cleo janji tidak akan nakal, biarkan Cleo menemani Mommy di sini, kasian Mommy sendirian, bagaimana jika Mommy terbangun dan tidak melihat Daddy dan Cleo di sini, Mommy pasti akan ketakutan."

"Cleo.. Daddy mohon, biar Daddy yang menjaga Mommy di sini, Cleo ikut Paman Dean dulu ya?" Bujuk Tuan Exel.

"Tapi Cleo mau sama Mommy.. "

"Cleo.. Dengarkan perkataan Daddy," Ucap Tuan Exel seraya mengusap rambut putranya.

"Baik Daddy.. " Jawab Cleon menurut dan langsung mengangguk, sementara Tuan Exel langsung menghubungi Asistennya Dean Narain untuk membawa putranya kembali ke Mansion.

Hingga tidak butuh waktu lama, hanya dalam waktu 15 menit saja, Dean sudah berdiri di samping Tuan Exel dan langsung meraih tubuh Cleon untuk di gendongnya.

"Daddy.. Tolong jaga Mommy.. " Ucap Cleon saat sudah berada di dalam gendongan Dean.

"Tuan Exel, saya turut berduka cita." Ucap Dean perlahan sebelum ia meninggalkan kamar tersebut, menyisahkan Tuan Exel yang masih terpaku di depan mayat Lovexia istrinya.

Tuan Exel tiba-tiba merasakan lemas di seluruh tubuhnya. Ia melangkah perlahan menghampiri tubuh istrinya yang sudah tidak bernyawa lagi, membuka kain yang menutupi wajah itu, dan dengan lembut menciumi dahi istrinya, seraya merapikan rambut Istrinya yang nampak berantakan.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kau bahkan meninggalkanku sebelum aku siap untuk kehilanganmu, aku tidak bisa tampa dirimu Vexia, tapi kenapa kau pergi begitu cepat," Ucap Tuan Exel sambil mengusap air matanya yang menitik dan mengenai wajah pucat istrinya.

"Cleon masih sangat membutuhkanmu, apa yang harus aku katakan pada Cleon, apa yang harus aku katakan pada putra kita, aku mohon.. Aku belum belum siap kehilanganmu.. Aku benar-benar belum siap sayang.. " 

Isakan Tuan Exel yang sejak tadi di tahannya akhirnya terdengar, tubuhnya bergetar saat memeluk tubuh istrinya yang bahkan masih terasa hangat.

"Maafkan aku jika aku bersikap egois. Maaf, jika aku kembali menangis di hadapanmu, maaf jika sudah mengingkari janjiku, Vexia.. Beristirahat lah dengan tenang, aku yakin kau akan lebih bahagia di atas sana, aku akan belajar untuk mengikhlaskanmu, meskipun aku tidak bisa berjanji untuk itu," Ucap Tuan Exel dengan perlahan seraya mengusap air mata yang sejak tadi membasahi wajahnya.

"Aku mencintaimu Lovexia Lowandy Deska, sangat mencintaimu."  Ucap Tuan Exel yang kembali mengecup dahi istrinya, menatap wajah itu sesaat, wajah yang masih terlihat sangat cantik di mata Tuan Exel, wajah yang akan selalu ia rindukan seumur hidupnya, dan wajah yang sebentar lagi tidak akan pernah ia lihat dan sentuh secara langsung lagi. Dan dengan air mata yang kembali menitik Tuan Exel meraih kain putih dan langsung menutupi wajah istrinya. Dengan perlahan ia mengangkat tubuh istrinya dan menggendongnya keluar dari ruangan tersebut.

"Tuan Deska, kami bisa membantu Anda untuk... "

"Tidak perlu, biar saya sendiri yang membawa istri saya," Ucap Tuan Exel kepada Dokter Reagan, bahkan ia terus melangkah menuju keluar, melewati beberapa perawat dan pasien yang menatap dengan penuh tanya saat melihatnya menggendong tubuh yang terbungkus kain putih. Bahkan gadis yang sejak tadi masih duduk di kursi tersebut ikut berdiri, meski kedua kakinya masih bergetar, saat melihat Tuan Exel yang tengah melangkah dan melewatinya.

Maafkan saya... Saya tidak sengaja melakukannya.. Maaf.. Saya tidak sengaja membunuh istri Anda..

...* * * * *...

Bersambung...

Kerinduan Exel.

Sore ini hujan kembali turun membasahi bumi, dan disana nampak sosok Tuan Exel yang tengah berdiri di depan sebuah taman samping Mansionnya, tempat yang di mana Lovexia akan menghabiskan waktunya selama berjam-jam hanya untuk menikmati hujan yang turun dengan segelas coklat panas dan buku bacaan favoritnya, meskipun hanya rintik namun percikannya yang masuk kedalam sebuah ruangan, membentuk butiran-butiran lembut air yang mengenai telapak tangan Tuan Exel yang sengaja ia ulurkan agar bisa merasakan dinginnya air hujan tersebut.

Sudah hampir satu tahun berlalu sejak kepergian Lovexia, namun tidak ada yang berubah dari perasaan Tuan Exel, hanya sikap Tuan Exel yang sangat berubah sejak saat itu hingga sampai saat ini, dia masih betah berdiam diri, menutup hatinya, dan membiarkan kenangan demi kenangan memenuhi pikirannya, bahkan hujan saat ini kembali mengingatkannya tentang kenangan indah bersama sang istri. Yang di mana jika hujan turun, Lovexia akan selalu duduk di di taman samping Mansion sambil memperhatikan butiran-butiran bening yang jatuh membasahi pepohonan, menikmati suara hujan, bahkan tidak ada suara yang lebih merdu baginya selain suara hujan yang beradu dengan dinding kaca dan lantai.

"Di dunia ini hanya ada tiga suara yang sangat aku sukai, suara hujan, suara tawa Cleon, dan suara detak jantungmu."

Kata demi kata yang pernah Lovexia ucapkan di saat hujan turun kembali terngiang di ingatan Tuan Exel, seakan tidak ingin melupakan segalanya, Tuan Exel kembali menatap pigura istrinya yang masih terpanjang rapi di sebuah dinding tepat di depan tempat tidurnya.

Kau bahkan tidak pernah bertanya tentang suara apa yang sangat aku sukai di dunia ini.

Tuan Exel mengusap wajahnya kasar, semua memori seakan melekat di pikirannya, dan membuatnya semakin sulit untuk bernafas, seolah separuh dari jiwanya ikut pergi, menyisahkan kekosongan hatinya yang terasa hampa, tidak ada satupun yang tersisa, bahkan untuk mencintaipun rasanya sudah tidak mungkin lagi.

"Bisakah kau berjanji sesuatu padaku? Jika suatu saat aku pergi, dan berada jauh dari sisimu, bisakah kau tidak menangis? Tapi.. Aku rasa aku tidak mampu jika jauh darimu, aku terlalu mencintaimu Exel, dan aku akan terus bersamamu, kita akan terus bersama sampai kita menua, dan melihat Putra kita bahagia. Itu adalah impianku saat pertama kali kali kau menikahiku."

Kata terakhir yang terucap dari mulut Lovexia waktu itu, di mana pada saat itu Tuan Exel tengah memeluknya erat sambil menikmati rintik hujan, dengan selimut yang menutupi tubuh mereka. Meski pada akhirnya Lovexia yang mengingkari janjinya sebab telah meninggalkan Tuan Exel terlebih dahulu.

Lama Tuan Exel terlarut dalam lamunannya, hingga suara langkah kaki putranya terdengar menghampirinya.

"Daddy... "

Suara Cleon kembali membuat Tuan Exel tersadar, jika ia harus terus kuat demi buah hatinya, dengan senyum yang melebar dari bibir Tuan Exel, ia meraih tubuh putranya untuk di gendongnya, sambil berdiri menikmati percikan air hujan yang sesekali mengenai wajah mereka.

"Ada apa mencari daddy? Apa Cleo perlu sesuatu?" Tanya Tuan Exel lembut sambil merapikan rambut putranya yang sedikit berantakan.

"Tidak, Cleo hanya sedang merindukan Mommy.. "

"Apa kita perlu mengunjungi Mommy?" Tanya Tuan Exel lagi.

"Tapi, bukankah baru kemarin Daddy dari makam Mommy," Jawab Cleon.

"Benarkah? Daddy hampir lupa."

"Bahkan hampir tiap hari Daddy mengunjungi makam Mommy," Balas Cleon lagi yang membuat Tuan Exel seketika terdiam.

Bahkan tampa Tuan Exel sadari jika waktunya hampir ia habiskan untuk mengunjungi makam istrinya, seolah di sana sudah menjadi tempat ternyaman buat Tuan Exel yang selalu bercerita, dan menumpahkan segala kesedihan, kerinduan, dan perkembangan putra mereka Avniel Cleon Deska yang kini sudah berusia 6 tahun.

"Baiklah.. Besok kita akan ke makam Mommy, Tapi sebelum itu Daddy harus menghadiri pertemuan penting dulu bersama Paman Dean dan Bibi Launa, bisakah Cleo menunggu?"

"Daddy akan pergi bersama Bibi Launa?" Tanya Cleon dengan ekspresi yang tiba-tiba berubah.

"Iya, ada apa?"

"Kenapa perginya tidak bersama Paman Dean saja?"

"Sebenarnya bisa, tapi pertemuan Daddy kali ini memang harus bersama Sekretaris Daddy, jadi Bibi Launa juga harus ikut."

"Iya sudah Daddy.. Semoga semua berjalan dengan lancar." Kalimat pasrah dari Cleon namun tetap menyemangati sangat Ayah.

"Terimakasih sayang.. Cleo selalu menjadi Putra Daddy yang terbaik, Daddy menyayangimu Nak." Balas Tuan Exel seraya memeluk tubuh Putranya.

Selama di tinggal Ibunya, Cleon memang tidak pernah nyaman jika ada seorang wanita yang berada di sekeliling Tuan Exel, siapapun wanita tersebut. Bahkan Cleon yang ceria akan berubah menjadi sangat pemurung dan juga pendiam jika ia melihat ada seorang wanita mendekati Ayahnya. Meskipun Cleon tidak pernah mengatakannya secara langsung rasa ketidak sukaannya, namun sangat Ayah sangat mengerti, bahkan hanya dengan melihat perubahan sikap dan ekspresi putranya.

Namun kali ini, Tuan Exel benar-benar tidak mengerti kenapa putranya Cleon sedikit tidak memiliki simpati ke pada sekretarisnya Launa, yang bahkan sudah lama ikut dengannya, bahkan sebelum Cleon lahir di dunia ini. Meskipun demikian, Tuan Exel selalu mencoba untuk memahami perasaan Putranya, dengan cara akan menjauhi Launa sebisa mungkin jika ia tengah bersama dengan Putranya. Dan dapat di bayangkan, akan sesulit apa, sebab Launa adalah sekretaris yang begitu di percaya oleh Tuan Exel. Sebab Launa adalah seorang wanita yang cerdas, cekatan, dan bisa diandalkan dalam kondisi apapun, selain memiliki wajah yang cantik juga tubuh yang indah, Launa juga seorang wanita yang memiliki tutur kata lembut, penuh sopan santun juga sangat penyayang dan perhatian. Dan hal itu yang membuat Tuan Exel betah untuk bekerjasama sama dengan Launa. Bahkan selama masa terpuruk Tuan Exel saat kehilangan istrinya, Launa yang selalu ada buat menyemangati Tuan Exel. Sebagai Sekretaris, Launa adalah wanita yang cukup sempurna.

* * * * *

KOTA XX.

Sambil terus berjalan di atas trotoar tepi jalan raya, Verena terus memandang was-was ke arah kendaraan yang sejak tadi berlalu lalang di sampingnya, panas terik matahari di jam yang masih menunjukan pukul 10 pagi membuat Verena semakin mempercepat langkahnya agar cepat sampai ke kampusnya dengan tepat waktu.

Ah sial.. Lagi-lagi aku kesiangan,

Umpat Verena membatin, dan semakin mempercepat langkah kakinya, hingga akhirnya ia bisa tersenyum lega sebab kali ini, ia masih beruntung sebab masih punya waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah berjalan kaki dari Apartemen menuju ke kampusnya yang sebenarnya tidak terlalu jauh, bahkan hanya membutuhkan waktu selama 25 menit saja.

"Astaga aku sungguh lelah," Gumam Verena sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kantin dengan sedikit memijat betisnya yang ia rasakan lumayan sakit.

"Veren.. " Sapa seseorang yang sepertinya sudah lama memperhatikannya sejak tadi.

"Hei," Balas Verena tersenyum yang masih tetap pada posisinya yang masih menyandarkan tubuhnya, meskipun pria tersebut sudah duduk tepat di hadapannya.

"Ada apa?" Tanya Verena lagi, saat ia merasa sejak tadi felix terus memperhatikan semua gerak geriknya, meskipun Felix tidak melakukan apapun, namun tatapan tajam mata Felix cukup mengganggu waktu istrahatnya.

"Yaakk... Mau sampai kapan kau terus memperhatikanku seperti itu?" Tanya Verena dengan nada yang sedikit meninggi hingga membuat Felix sedikit tersentak.

"Maaf.. Aku hanya suka memperhatikanmu," Jawab Felix seadanya sambil tersenyum seraya menegakkan tubuhnya dan menopang dagunya dengan menggunakan kedua tangannya.

"Hentikan, berhenti tersenyum seperti itu, kau sangat mengerikan," Balas Verena bersiap untuk beranjak dari duduknya, sampai akhirnya ia mendengar suara decitan kursi yang di tarik tepat di sampingnya.

"Apa lagi sekarang?" Tanya Verena sambil menatap horor ke arah sosok pria yang baru saja datang dan langsung mendudukan dirinya di atas kursi sambil menyilangkan kakinya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Verena semakin jengah.

"Tentu saja untuk makan, ini kantin kan? Kau pikir aku ke sini untuk apa?"

Kau juga biasanya tidur di sini, dasar pria aneh,

"Bukankah disana masih banyak kursi yang kosong? Kenapa harus di sini?" Tanya Verena yang masih menatap tajam ke arah Kenzie yang nampak masa bodoh bahkan semakin menyamankan duduknya.

"Tsk, kenapa bukan kau saja yang pindah kensana?" Tanya Kenzie yang membuat Verena semakin geram.

"Apa? Kenapa harus aku?"

"Ken, berhentilah menggodanya," Timpal Felix yang membuat Kenzie tersenyum miring ke arah Verena yang sudah berang.

"Bukankah sangat menyenangkan jika terus menggodanya? Gadis aneh," Balas Kenzie.

"Apa? Gadis aneh? Kau pria berwajah pucat, berhenti menguji kesabaranku, tidak kah sadar jika kau itu sangat menyebalkan?" Dengan nada tinggi Verena kembali menatap wajah Kenzie yang bahkan masih nampak biasa saja.

"Benarkah? Mungkin hanya kau sendiri yang merasa jika aku ini menyebalkan, apa kau tidak menyadari visualku yang....

"BERHENTI MEMUJI DIRIMU SENDIRI BRENGSEK... KAU BAHKAN TIDAK TERLIHAT TAMPAN SEDIKITPUN." Teriak Verena yang sontak membuat Kenzie dan Felix tersentak.

Dengan kasar Verena beranjak dari duduknya hingga kursi yang sejak tadi ia duduki terjungkal ke belakang. Bahkan tampa sepatah katapun lagi Verena langsung melangkah pergi, meninggalkan Kenzie yang masih sibuk mengusap wajahnya yang sedikit terkena ciptratan liur dari mulut Verena.

"Ap.. Apa ini, liur? Dasar gadis jelek, YYAAAAAKKKKK... KAUUU....

"Berhentilah berteriak jika kau tidak ingin urat lehermu putus, kau bahkan membuatnya pergi sekarang," Balas Felix dengan raut wajah kecewa bercampur kesal.

"Aiss.. Wajahku.. Beraninya dia mencipratkan liur menjijikannya di wajah tampan ku.. Aaiiss.. " Umpat Kenzie yang terus mengusap wajahnya dengan tisu.

"Kau terlalu berlebihan, kau bahkan pantas mendapatkannya, mungkin kali ini kau beruntung sebab tidak mendapatkan pukulan Veren."

"Yaakkk... Apa maksudmu, kenapa kau jadi membelanya, gadis aneh itu... Hei jangan bilang jika kau masih berharap pada gadis itu.. "

"Memang apa masalahnya," Jawab Felix dengan wajah polosnya.

"Apa? Kau benar-benar masih menyukainya? Bahkan dia sudah menolakmu hingga berkali-kali."

"Aku tidak peduli," Balas Felix masih dengan wajah polosnya.

"Ternyata kalian memang sama saja,"

"Benarkah?"

"Yah, sama gilanya." Balas Kenzie yang langsung beranjak dari duduknya dan melangkah pergi.

"Yaakk.. Bukankah kau ke sini untuk makan?" Tanya Felix sambil mengejar Kenzie yang semakin mempercepat langkahnya.

"Nafsu makanku sudah hilang,"

"Apa? Kenapa tiba-tiba?"

"Tentu saja karena melihat kebodohanmu, aku mendadak merasa kenyang."

"Yak... Sialan.. Kau bisa mengatakan itu karena kau tidak pernah mencintai seseorang ataupun jatuh cinta kepada seseorang," Balas Felix terkekeh.

"Siapa bilang aku tidak pernah jatuh cinta pada seseorang?" Ucap Kenzie yang merasa tidak terima dengan perkataan Felix.

"Ha? Jadi kau.. "

"Lupakan.. Aku mau ke kelas,"

"Bukankah Dosen masuk masih sekitar 15 menit lagi? Biasanya kau selalu terlambat untuk masuk kelas,"

"Hari ini aku mau masuk lebih awal untuk mencekik seseorang," Jawab Kenzie yang semakin mempercepat langkah kakinya. Sedang Felix hanya melongo sambil mengikuti langkah lebar Kenzie.

* * * * *

"Saya mohon.. Tolong selamatkan anak saya.. Bawah dia pergi dari sini.. Tolong.. Hubungi nomor ini.."

"ARRGGHHHH... "

Teriakkan Verena terdengar memenuhi ruangan kamarnya yang sempit, dengan tubuh yang sudah di penuhi keringat Verena beringsut turun dari tempat tidurnya sambil melangkah pelan ke arah pantry untuk mengambil segelas air mineral dari dalam kulkas untuk di minumnya.

Bahkan ini sudah satu tahun berlalu, kenapa aku masih saja merasa takut..

Verena menyandarkan tubuhnya di dinding, bahkan tubuhnya tiba-tiba merasa lemas seolah tidak mempunyai tenaga lagi, mimpi buruk yang selalu menghantuinya tiap malam sungguh membuatnya sangat tersiksa. Meskipun Verena sudah meninggalkan kota tersebut, meninggalkan semua keluarganya, sekolah juga orang-orang terdekatnya, namun tetap saja, semua kejadian satu tahun yang lalu masih saja menghantuinya, masih saja terus mengingatkannya tentang kota yang telah merubahnya menjadi seorang pembunuh.

Insiden kecelakan yang pernah Verena alami menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Seringnya Verena bermimpi buruk membuatnya menderita, akibat rasa bersalah sebab karena kelalaiannya yang sudah mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Bahkan insiden itu telah merubah hidupnya, Verena yang sudah tidak memiliki keberanian lagi mengendarai sebuah mobil, ataupun menumpangi mobil jenis apapun kecuali dalam keadaan mendesak, membuat semua orang yang berada di sekitar Verena merasa heran, bahkan sering bertanya-tanya sebenarnya apa yang salah dengannya, dan tentu saja pertanyaan tersebut timbul kepada setiap orang yang tidak mengetahui masa lalu Verena, masa lalu yang selalu ia sembunyikan, dan ia kubur dalam- dalam.

...* * * * *...

Bersambung...

Venera Moon Calin.

Venera melangkahkan kakinya perlahan menuju kursi kelasnya, mendudukkan dirinya di kursi dan langsung membaringkan kepalanya di atas meja dengan kedua tangan yang ia lipat dan menjadikannya sebagai bantal.

Pagi ini perasaan Venera tiba-tiba berubah gelisah saat baru saja mendapatkan panggilan telfon dari Ibunya, yang memintanya untuk pulang. Ibunya yang memiliki kondisi kurang sehat akhir-akhir ini sangat menginginkan Venera kembali untuk menemaninya, disebabkan Ayah Venera yang selalu sibuk dengan pekerjaannya membuat Ibu Venera selalu sendirian di rumah. Sedang Verena dan masa lalunya yang buruk sebenarnya sudah enggan menginjakkan kaki lagi di kota tersebut. Sampai saat ia kembali mendengar permohonan Ibunya pagi tadi, dan hal itu cukup membuat Venera menjadi luluh meskipun perasaannya masih menolak.

"ARRGGHH.... "

Teriak Venera dengan sangat keras hingga suara jeritannya memenuhi ruangan kelas tersebut dan membuat suasana kelas yang tadinya gaduh berubah hening seketika karena terkejut. Bahkan semua mata yang berada di dalam ruangan tersebut menatapnya dengan berbagai macam ekspresi yang berbeda, meskipun di antara banyak mata dengan tatapan aneh dan marah, namun ada satu sosok dengan tatapan penuh cinta mengarah ke pada Venera. Sedang Venera yang sudah merasa sangat malu hanya bisa terdiam dengan wajah datarnya sambil memegangi tengkuk lehernya menikmati tatapan yang sudah biasa ia liat dari teman teman sekelasnya.

"YAAKK... GADIS ANEH... KAU GILA?"

Teriak Kenzie dengan wajah pucatnya yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya karena terkejut saat mendengar suara teriakan Venera.

"Bukankah dia sangat menggemaskan?" Gumam Felix tampa berniat mengalihkan pandangannya dari wajah Venera.

"Yaakk.. Hentikan.. Dia sama sekali tidak menggemaskan, dia mengerikan.. " Balas Kenzie sewot yang dengan reflek langsung menepuk kepala Felix dengan perasaan kesal.

"Hei, ada apa denganmu?" Tanya Felix sambil mengusap kepalanya. Sedang Kenzie dengan mata yang masih nampak memerah berusaha untuk mengumpulkan nyawanya sambil memasang tatapan horor ke arah Venera yang bahkan terlihat puas sebab sudah membuat Kenzie terkejut dan terbangun dari tidurnya. Dan hal itu berhasil membuat Kenzie semakin merasa geram saat melihat sudut bibir Venera naik ke atas membentuk sebuah senyum smirk.

Dengan sedikit terkejut Venera memundurkan kursinya ke belakang saat dengan tiba-tiba Kenzie menghampirinya dan langsung berdiri tepat di hadapannya. Dengan keras Kenzie menggeprak meja Venera yang semakin tersudut saat Venera mencondongkan tubuhnya ke arah Venera hingga hanya menyisahkan jarak beberapa centi meter saja, bahkan tatapan Kenzie semakin dalam menatap wajah Venera yang hanya terdiam sambil menahan nafas.

"Apa?" Tanya Venera yang langsung membalas tatapan Kenzie.

"Kau, gadis aneh, tidak bisa kah kau bertingkah normal dalam sehari saja? Bahkan ini masih pagi, kau sudah berani mengganggu tidurku,"

"Apa? Normal? Yang aku lihat kau juga tidak pernah bertingkah normal selama ini, orang macam apa yang selalu tidur di ruangan kelas bahkan.....

"Itu bukan urusan kamu." Sela Kenzie semakin geram. "Mau aku tidur di manapun itu tidak masalah, bukan urusan kamu," Lanjut Kenzie.

"Jadi maksudmu tidur di dalam mobil yang kau kendarai pun itu tidak masalah? Meskipun kau hampir membunuh orang karena kecerobohanmu itu?" Tanya Venera yang tiba-tiba merasa kesal, bahkan semakin tajam manatap Kenzie yang masih tetap dalam posisinya.

"Tidak masalah jika itu kau,"

"Apa? Jadi waktu itu kau sengaja melakukannya? Dasar pria brengsek." Amuk Venera dengan emosi yang semakin memuncak.

"Apa brengsek? Tsk, Tidak heran jika aku membenci gadis sepertimu," Timpal Kenzie yang kembali menggeprak meja Venera sebelum melangkah pergi meninggalkan Venera dan ruangan kelas tersebut.

Apa? Membenciku? Memangnya apa yang sudah aku lakukan padanya, bukankah seharusnya aku yang membencinya karena hampir membunuhku, dasar pria aneh.

Venera menarik nafas dalam sambil membenarkan posisi duduknya, sementara Felix yang sejak tadi menyimak perdebatan antara Venera gadis yang sudah lama di sukainya dan Kenzie sahabatnya terlihat sedikit berlari sambil mengejar Kenzie yang sudah berlalu.

"Ken... Mau ke mana kau?" Tanya Felix sambil memegangi lengan Kenzie yang sudah berada di atas motornya.

"Pulang,"

"Kau tidak serius kan? Bukankah ini hanya masalah kecil? Ayolah.. Bukankah Kau sudah terbiasa terkejut dan terbangun di dalam kelas saat Dosen melemparimu dengan buku,"

"Entahlah.. Mungkin karena gadis aneh itu," Balas Kenzie yang langsung menggenakan helmnya.

"Ken.. Sebenarnya apa masalahmu dengan Venera, bahkan sejak pertama kali Venera menginjakkan kakinya di kampus ini, kau nampak tidak suka dengannya, padahal dia juga tidak pernah melakukan kesalahan apapun padamu."

"Kalau tidak suka yah tidak suka, itu saja." Jawab Kenzie santai.

"Setidaknya kita juga punya alasan kan jika tidak menyukai seseorang,"

"Entahlah.. Yang aku rasakan memang sudah seperti itu, kau saja yang bodoh karena sudah menyukai gadis aneh seperti dia." Balas Kenzie dengan tatapan bingung yang ia tujukan kepada sahabatnya Felix.

"Aku juga punya alasan kenapa bisa menyukainya, Venera memiliki banyak hal yang bisa membuat pria menyukainya."

"Tsk, selain sifatnya yang aneh memang apalagi yang dia punya." Jawab Kenzie yang langsung menyalakan mesin motornya dan meninggalkan kampus tersebut, meninggalkan Felix yang masih terdiam di sana dengan perasaan bingung.

Sebab Felix sendiri yang bahkan sudah berteman lama dengan Kenzie tidak mengetahui sedikitpun alasan pasti mengapa Kenzie sangat tidak menyukai Venera. Meski Felix mengakui, jika sikap Venera memang sedikit aneh, sejak menginjakkan kaki di kampus mereka sebagai mahasiswa baru pindahan, Venera memang tidak pernah terlihat bersama orang lain, ataupun seorang teman satupun, Venera selalu menyendiri, bahkan tidak pernah berbicara dengan siapapun, sampai akhirnya terjadi insiden di mana ia dan Kenzie nyaris menabrak Venera dengan mobil yang di kendarai oleh Kenzie yang saat itu dalam posisi mengantuk. Dan sejak saat itulah Kenzie dan Venera menjadi saling benci, bahkan sering berdebat. Meskipun Felix sangat bersyukur, sebab sejak insiden tersebut, Felix jadi sering menyapa Venera, dan jika bukan karena itu mungkin ia tidak akan mungkin bisa berbicara bebas dengan Venera yang bahkan tidak banyak orang tau jika sebenarnya Venera adalah gadis yang menyenangkan dan juga memiliki senyum yang indah.

Dan yang lebih membuat semuanya menjadi kacau sebab Felix diam-diam mulai menyukai Venera, bahkan sengaja mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan perasaannya, meskipun ia harus mendapatkan penolakan sampai beberapa kali oleh Venera.

* * * * *

Jam menunjukkan pukul 12:16 siang, Venera melemparkan pandangannya kearah luar jendela kaca Bis yang terpaksa ia tumpangi untuk pulang menemui Ibunya, pulang ke kota asal kelahirannya, dan Kota yang selalu membuatnya merasa ketakutan.

Tenang Venera, ini hanya sebuah Bis, kau akan baik-baik saja, tenanglah...

Kalimat yang berkali-kali di ucapkan Venera, seolah sedang membaca mantra dan berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan perasaan takutnya, bahkan sesekali ia nampak memejamkan matanya saat Bis yang ia tumpangi berpapasan dengan mobil lainnya. Dengan tangan sedikit bergetar, Venera meraih Headphone di dalam tasnya dan langsung menempelkannya di telinga, mulai mendengarkan beberapa lagu untuk mengusir rasa takutnya.

"Coba dengar ini, rasa takut kakak akan hilang jika mendengar lagu ini, ini lagu favorite Ayah dan Ibu saya."

Suara itu kembali terngiang di ingatan Venera, meskipun saat ini perasaannya tengah di penuhi kegelisahan, namun saat alunan musik tersebut masuk dan penyapa indra pendengarannya, perasaan Venera seketika merasakan damai. Bahkan ia tidak menyadari jika saat ini air matanya sudah menetes membasahi wajahnya.

Hingga 3 jam berlalu, perjalanan Venera pun berakhir di sebuah Kota tujuannya. Untuk sesaat Venera terdiam sambil mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru, entah mengapa, kakinya serasah berat untuk melangkah, hingga akhirnya Venera tertuju pada satu tempat yang sudah lama tidak ia kunjungi.

* * * * *

MANSION EXEL ALERON DESKA.

Dengan sedikit berlari Cleon menghampiri Tuan Exel yang sedang duduk di atas sofa dengan tablet di tangannya, untuk memeriksa beberapa file yang dikirim oleh Dean Asistennya.

"Jangan berlari seperti itu, Cleo bisa terjatuh," Ucap Tuan Exel yang langsung meletakkan tabletnya seraya mengulurkan tangannya untuk menyambut Putranya yang tengah berlari ke arahnya.

"Ada apa? Nampaknya Cleo sangat senang hari ini," Tanya Tuan Exel yang langsung mendudukkan Putranya di atas pangkuannya.

"Bukankah sebentar lagi paman Ken akan pulang?" Tanya Cleon yang balik bertanya ke pada Ayahnya dengan wajah yang di penuhi kebahagiaan.

"Benarkah?" Tanya Tuan Exel mengernyit dengan ekspresi yang nampak seperti sedang berfikir.

"Apa Daddy lupa lagi? Sebentar lagi kan Paman Ken libur, Paman Ken juga sudah janji ke Cleo jika liburan kali ini Paman Ken akan pulang," Jelas Cleon yang membuat Tuan Exel tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Putranya.

"Tentu saja Daddy ingat, apa Cleo sudah sangat merindukan paman Kenzie?" Tanya Tuan Exel.

"Iya Daddy, sudah sangat lama Cleon tidak bertemu paman Ken."

"Sabarlah.. Sebentar lagi Cleo akan bertemu degan paman Kenzie, dan... Bagaimana dengan sekolah Cleo yang baru? Apa menyenangkan? Cleo sudah mendapatkan teman baru di sana?" Tanya Tuan Exel yang terlihat antusias untuk mendengarkan cerita-cerita Cleon di sekolah barunya, tampa menyadari jika ekspresi Putranya saat ini tiba-tiba berubah jadi murung. Untuk sesaat Cleon terdiam, seperti ada beban yang sedang dipikirkan anak tersebut.

"Cleo.. Ada apa?" Tanya Tuan Exel perlahan yang langsung mengerti dengan perubahan ekspresi Putranya.

"Tidak apa-apa Daddy, Cleo hanya belum mendapatkan teman baru."  Jawab Cleon berbohong dan tidak ingin membuat Ayahnya merasakan khawatir.

Sebab sikap dewasa yang Cleon miliki memang sangat jauh berbeda dengan  anak seumurannya, Cleon bahkan bisa berfikir lebih bijak di banding teman-teman seumurannya, sikap pengertian dan penuh kasih sayang yang di miliki almarhuma Ibunya semua di miliki oleh Cleon, dan yang terlihat sangat jelas dalam sikap Cleon adalah dia sangat menyayangi sang Ayah dan tidak ingin melihat Ayahnya merasa khawatir dan bersedih. Sebab selama Ibunya meninggal dunia, Cleon sudah sering melihat Ayahnya bersedih, melihat Ayahnya selalu murung, bahkan kadang juga melihat Ayahnya menitikkan air mata jika sedang duduk seorang diri. Dan hal itulah yang membuat anak sekecil Cleon yang bahkan masih berusia 7 tahun lebih memilih untuk tidak menceritakan semua masalah yang ia hadapi di sekolahnya. Masalah pertengkarannya dengan teman sekelasnya yang ia yakin jika Ayahnya sampai mengetahuinya, Ayahnya pasti akan merasa sangat khawatir padanya. Dan hal itulah yang tidak di inginkan oleh Cleon.

"Apa Cleo baik-baik saja?" Tanya Tuan Exel sekali lagi yang kembali membuat Cleon mengangguk pasti.

"Apa hari ini Daddy tidak ke makam Ibu?" Tanya Cleon dengan senyumnya.

"Daddy akan ke sana. Apa Cleo mau ikut bersama Daddy?"

"Tentu saja, Cleo sudah sangat merindukan Ibu." Balas Cleon mengangguk.

...* * * * *...

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!