Gurun pasir Bromo.,
Untuk kesekian kalinya angin dingin berhembus kencang. bahkan kali ini dinginnya terasa lebih menusuk tulang. malam sudah berada di penghujung waktunya. meski kegelapan yang pekat dan kabut tebal masih menyelimuti gurun, tapi lima sosok tubuh berbaju jingga yang tegak berdiri ditengah gurun pasir itu mengerti kalau tidak lama lagi hari akan berganti pagi.
Di malam berkabut yang gelap, gurun pasir dingin yang membekukan tulang, suasana sepi mencekam. jika ada manusia yang mau berdiri di tengah gurun pasir seperti itu maka cuma ada dua kemungkinan, pertama orang itu pasti tolol dan gila. kemungkinan kedua orang ini bukanlah manusia sembarangan. tapi meskipun 'Lima Elang Api' yang ternama dan punya kepandaian silat tinggi bukanlah manusia tolol juga tidak gila, tapi kenapa pula mau- maunya berdiri di tengah gurun pasir sepi yang dingin begitu rupa.
Kalau berbicara tentang Lima Elang Api, orang persilatan akan mengatakan dua pendapat., pertama lima orang pesilat yang terdiri dari dua orang gadis cantik dan tiga pemuda gagah ini memang mempunyai tingkatan ilmu silat dan kedigjayaan yang tinggi. sejak kelima orang seperguruan ini muncul pertama kali di dunia persilatan setahun silam, mereka sudah banyak menjungkalkan para pesilat jahat aliran hitam, membantai beberapa gerombolan perampok dan membantu pihak kerajaan baik di wilayah barat maupun timur untuk memadamkan pemberontakan.
Kabarnya selama malang melintang di rimba persilatan, Lima Elang Api belum sekalipun menemui kekalahan. paling banter lawannya cuma mampu mengimbangi atau berhasil kabur dengan membawa luka.
Dalam keadaan ini maka tidak salah kalau nama mereka semakin menjulang dan terkenal di delapan penjuru angin. hal inilah yang membuat perangai kelima orang ini berubah menjadi semakin sombong. itulah pendapat kedua.
Berdiri diam di tengah gurun pasir dingin dan sepi begitu jelas bukanlah sebuah pekerjaan yang menyenangkan, apalagi buat Lima Elang Api yang tinggi hati dan namanya sedang kesohor.
"Setan alas.! aku sudah bosan menunggu, kurasa bocah keparat itu sudah menipu kita.!" geram pemuda yang badannya paling besar dan kekar dibanding anggota Lima Elang Api yang lain.
"Hhmm., aku juga berpikiran sama, lebih baik kita segera tinggalkan gurun pasir sialan ini secepatnya.."
"Sejak awal aku sudah curiga, kenapa bocah pincang itu memilih tempat ini untuk beradu kepandaian, sekaligus menentukan siapa diantara kita yang lebih unggul.!" gerutu dua pemuda yang lain.
Meskipun merasa kesal, tapi ketiga pemuda itu cuma bisa mengumpat. karena dua orang gadis cantik yang berdiri di depan mereka masih diam membisu. perlu diketahui kalau pimpinan Lima Elang Api justru adalah dua gadis bersaudara kandung. yang pertama namanya Jingga Rani, sedang adiknya bernama Jingga Ratih. meskipun seorang gadis dan berusia lebih muda tapi ilmu silat keduanya lebih tinggi dibandingkan tiga orang pemuda saudara seperguruannya.
Jangan dikatakan mereka berdua masih sangat muda dan cantik, keganasan keduanya tidak perlu diceritakan lagi. meskipun hanya diam membisu tapi di raut wajah mereka jelas sedang menahan hawa kegusaran.
"Kakak Jingga Rani., kurasa benar pemuda pincang itu sudah menipu kita. sebentar lagi pagi hari akan tiba. lebih baik kita pergi sekarang juga untuk mencarinya.!" ujar Jingga Ratih pada sang kakak. meskipun tidak secantik saudaranya tapi tubuhnya justru lebih menarik hati.
"Benar Jingga Rani., aku bersumpah akan mencabik- cabik seluruh tubuhnya karena sudah berani mempermainkan kita.!"
"Kalau kejadian ini sampai terdengar di luaran, kita bisa menjadi bahan tertawaan orang.!" ujar dua orang pemuda yang rambutnya paling pendek dan agak kurus yang sedari tadi diam menahan hawa dingin.
Gadis bernama Jingga Rani mendengus, hawa dingin membuat nafas yang keluar dari hidungnya seakan mengeluarkan asap tipis. ''Aku juga tidak suka., tapi ada baiknya kita tunggu sampai mentari terbit. kalau keparat itu masih belum muncul juga, aku pasti akan mengejarnya kemanapun dia lari lalu kukuliti tubuhnya.!"
Adiknya sekejab memandang ketiga saudara segurunya yang ada di belakang, "Kakang bertiga harap bersabar., kalau orangnya tidak muncul juga, kita bisa mulai memburu si pincang itu, tentunya permainan ini bakal menarik bukan.?"
Ketiga pemuda itu saling pandang lalu tertawa bergelak. "Hak., ha., ha. kurasa kau benar, mengejar mangsa yang pincang tentu punya kenikmatan tersendiri.!"
"Selama ini kita belum pernah memburu manusia pincang, bisa kubayangkan betapa sengsaranya orang itu saat kita berlima mengejarnya siang malam, He., he.!"
"Hentikan tawa kalian, aku mendengar ada yang datang.!" Bentak Jingga Rani. seketika kelimanya memandang berkeliling. meskipun sangat samar tapi telinga mereka yang terlatih mampu mendengar suara langkah kaki seseorang bergerak mendekati tempat mereka berada.
Langkah kakinya terseok seperti merayap. kalau diperhatikan terasa lucu, kaki kanan melangkah kaki kiri terseret mengikuti. kaki kanan setapak ke depan, yang kiri menyusul. dibantu sebatang tongkat besi hitam sepanjang setengah tombak pendatang berbaju longgar kain tebal warna hitam dan bercelana gelap ini seakan kesulitan melewati gurun pasir. melihat itu Lima Elang Api tertawa menghina.
"Akhirnya kau sampai juga kemari., kupikir dirimu sudah terkapar mati kepayahan mendaki puncak gunung ini.!" ejek Jingga Ratih.
Bersamaan dengan datangnya orang berkaki pincang, matahari mulai terlihat muncul di antara awan gunung. sinarnya yang hangat menyapu kegelapan dan kabut yang masih tersisa.
"Apakah tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah ini?" bertanya si kaki pincang. meskipun suaranya pelan dan selalu tundukkan kepalanya semenjak tiba di sana, tapi bisa dipastikan orang ini masih sangat muda, mungkin umurnya baru dua puluhan tahun.
"Seenaknya saja kau bicara., hari ini kita mesti tentukan siapa diantara kita yang lebih unggul.!" bentak Jingga Rani.
"Masih ada cara lain untuk menyudahi sengketa kita., kau berlutut minta ampun dan menjadi budak kami Lima Elang Api. Hak.,ha., ha.," sambung Jingga Ratih disusul gelak tawa semua rekannya.
Pemuda pincang itu perlahan mendongak, angin gurun yang berhembus menyibak rambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya. kini terlihatlah tampangnya.
Seraut wajah gagah tampan, namun terlihat pucat, lelah dan kesepian. membuat orang yang memandangnya menjadi rada simpati. tanpa sadar hati kedua gadis Elang Api tergetar melihatnya.
Si pemuda pincang menghela nafasnya, tangannya yang pucat dan berotot mengelus gagang tongkat hitamnya yang berukiran tengkorak berwarna keperakan.
"Kalau demikian mau kalian, apa boleh buat aku cuma bisa mengikutinya.." ucap si pincang sambil memandang cahaya mentari pagi di ufuk timur, seakan dia terpukau dengan panorama itu.
Lima Elang Api merasa diremehkan, serentak mereka bergerak mengepung sambil merogoh ke balik baju masing- masing. saat dikeluarkan ditangan kelimanya sudah tergenggam sebuah senjata berbentuk cakar elang terbuat dari baja yang memancarkan sinar kemerahan.
Senjata cakar elang baja itu bukanlah senjata sembarangan, pembuatnya adalah seorang empu ahli senjata pusaka yang menjadi kepercayaan para petinggi kerajaan. sudah banyak korban yang jatuh akibat keganasan senjata ini, karena selain sakti juga mengandung racun ganas yang sulit untuk di sembuhkan.
Pemuda pincang itu masih tetap menikmati keindahan sang surya yang baru terbit, dia seakan tidak merasakan ancaman maut yang sedang mengincarnya.
Dengan di dahului suara bentakan nyaring yang memecah kesunyian pagi Lima Elang Api berkelebat kedepan. lima buah senjata berbentuk cakar besi bersinar kemerahan pertanda mengandung racun serta kesaktian menyambar ganas mengancam lima bagian tubuh yang paling mematikan. kepala, dada, leher, perut dan punggung si pemuda pincang.!
Yang di serang sesaat masih menikmati keindahan cahaya mentari pagi, namun berikutnya tubuh si pincang bergerak lebih dalam menunduk. tongkat besi hitam berkepala tengkorak yang ada di tangannya di putar cepat di atas kepala lalu membabat kiri kanan terus menusuk ke tiga penjuru. kakinya yang cacat turut melangkah ringan mengikuti putaran tongkatnya. meskipun pincang tapi gerakan kakinya justru jauh lebih cepat dan luwes dibanding orang lain.
'Sheet., Sheet. Bheet.,!'
'Traaang., traang., treeeng..!'
Terdengar benturan senjata berulang kali yang di sertai pijaran bunga api. dalam gebrakan pertama Lima Elang Api sudah melancarkan tidak kurang dari dua belas serangan beruntun, tapi serangan pertama mereka bukan saja gagal tapi dalam keadaan yang terjepit lawan bahkan mampu balas menyerang.!
Lima Elang Api merutuk dalam hati. tubuh kelima orang ini terpental kebelakang, sementara si pincang masih sanggup berdiri dengan tubuh terhuyung.
"Ganti jurus.!" seru Jingga Rani sambil mendahului meloncat ke udara disusul keempat saudara seperguruannya. dari atas sana Lima Elang Api meluruk deras ke bawah , senjata cakar besi merahnya menyambar cepat cahaya merah panas mendahului serangan kelima orang ini yang tak ubahnya burung elang buas sedang memburu mangsanya.
"Jurus Cabikan Cakar Elang Terbang.!" batin si pincang terkesiap mengenali jurus lawan. kabarnya jarang orang persilatan yang sanggup lolos dari serangan ini. dengan kepala tetap menunduk dan tubuh sedikit membungkuk, pemuda pincang ini kembali putar tongkatnya melindungi tubuh. sambaran tongkatnya yang cepat sampai menimbulkan pusaran angin keras hingga membuat debu pasir beterbangan menutupi pandangan.
Gerakan ini hanyalah sebuah jurus pertahan, karena serangan balasan si pincang yang sesungguhnya justru datang belakangan.
Saat hempasan debu pasir sedikit membuat serangan jurus lawannya tertahan. pemuda pincang hantamkan telapak tangan kirinya ke atas di susul tusukan tongkat hitamnya.
Bayangan selusin telapak tangan berwarna merah menyala dan menebar bau anyir darah bertaburan di udara. selarik sinar hitam melabrak bagai sambaran geledek.!
''Pukulan 'Tapak Darah Meminta Sedekah.!''
''Jurus 'Tongkat Maut Pemecah Rembulan.,!'' jerit Lima Elang Api hampir bersamaan. tubuh mereka terlanjur meluruk ke bawah. sudah tidak mungkin lagi untuk menghindar, terpaksa Lima Elang Api nekat adu jurus pukulan sakti.!
'Plak., plang., plang !'
'Dheees., dess., braak.!'
Benturan jurus kesaktian terjadi, debu pasir semakin tebal menggulung. enam sosok tubuh bermentalan di udara dibarengi jeritan parau yang kembali memecah keheningan pagi.
Lima Elang Api terjungkal roboh terkapar di atas hamparan gurun pasir. dua diantaranya mengalami luka cukup parah hingga tidak mampu bangkit. Jingga Ratih dan seorang rekannya sesaat masih mampu berdiri tapi kejab berikutnya kedua orang inipun terbatuk muntah bercampur darah lau.jatuh terduduk dengan muka pucat pasi.
Hanya Jingga Rani yang masih sanggup berdiri tegak, meskipun beberapa bagian baju jingganya robek- robek, sepintas pimpinan dari Lima Elang Api ini terlihat masih segar bugar, tapi terlihat dari sudut bibir merahnya yang menawan juga menetes cairan darah merah. tangan kanannya yang terkulai lemas masih menggenggam senjata cakar elang besinya yang terlihat somplak dan hampir patah kuku- kukunya.
Jingga Rani mendengus, matanya tajam melihat si pemuda pincang yang masih diam berdiri dengan kepala menunduk. secarik kain batik lurik melilit kening dan rambut hitam gondrong yang menutupi sebagian wajahnya. meskipun baju hitamnya yang lusuh sudah tercabik- cabik cakar elang lawan hingga sebagian kulitnya turut tersayat dan merembeskan darah merah kehitaman tanda keracunan, tapi orang ini masih lebih baik dari Jingga Rani dan kawan- kawannya.
Keadaan ini tidak luput dari perhatian gadis itu. ''Seharusnya siapapun yang terkena cakaran senjata kami akan langsung mati keracunan, paling tidak dia pasti mengalami luka dalam. atau jangan- jangan kabar yang kudengar benar adanya., orang ini sudah mencapai tingkatan kebal racun.!'' batinnya terkesiap kaget.
''Pemuda pincang keparat., hari ini aku Jingga Rani akan mengadu jiwa denganmu.!'' geram gadis pimpinan Lima Elang Api itu. senjata cakar baja merahnya di angkat tinggi keatas kepala. senjata yang sudah somplak bengkok beberapa bagian itu terlihat merah membara kepulan asap merah panas menyelimuti senjata itu hingga ke bagian lengan pemiliknya.
''Cakar Asap Neraka.!'' desis Jingga Ratih cemas. dia tahu betul ilmu ini sangat ganas dan menyedot banyak tenaga dalam, sementara sang kakak belum sempurna menguasainya. timbul rasa khawatir di hati Jingga Ratih.
''Kakak Rani., jangan nekat melakukannya. kau belum bisa menguasai ilmu pukulan itu.!'' jerit Jingga Ratih cemas.
''Hentikan Jingga Rani., kau bisa celaka nanti..!'' seru rekannya tidak kalah cemas.
''Sudah diam., aku tidak percaya kalau orang pincang ini bisa lolos dari kematiannya.!'' bentak Jingga Ratih marah karena merasa direndahkan sang adik dan saudara seperguruannya.
Di pihak lain si pemuda pincang cuma mengangkat sedikit kepalanya. dengan ujung matanya dia melirik senjata cakar berapi lawan. melihat kenekatan Jingga Rani yang sombong membuatnya mulai jengkel.
Tongkat kepala tengkorak di tancapkan di tanah berpasir. kedua tepak tangannya di buka menghadap keatas. sikapnya seperti seorang pengemis yang sedang mengharap sedekah, sinar merah kehitaman muncul menyelimuti kedua telapak tangannya.!
''Jingga Rani awas., si pincang ini hendak keluarkan jurus pukulan 'Sepasang Telapak Mengemis Nyawa.! cepatlah menyingkir..!'' seru pemuda saudara seperguruannya mengenali ilmu pukulan lawan. meskipun belum pernah melihatnya langsung tapi Lima Elang Api sudah mendengar kalau pemuda pincang yang tidak di ketahui namanya dan entah berasal dari mana itu mempunyai beberapa jurus ilmu pukulan sakti yang didapatkan dari para dedengkot persilatan aliran hitam.
Dalam pertarungan yang berlangsung belum sampai dua puluhan jurus itu setidaknya si pincang sudah mengeluarkan tiga jurus ilmu kesaktiannya.
Jurus 'Tapak Darah Meminta Sedekah' dan 'Sepasang Telapak Mengemis Nyawa.!' dua ilmu ganas ini hanya di miliki oleh si Pengemis Tapak Darah. juga jurus 'Tongkat Maut Pemecah Rembulan' andalan si Nenek Tabib Bertongkat Maut. dua nama besar dari golongan hitam yang di takuti para pendekar dunia persilatan waktu itu.
Jingga Rani bukannya tidak tahu bahaya maut yang mengancamnya. tapi dia sudah terlanjur mengerahkan ilmu 'Cakar Asap Neraka'. jika dia menariknya kembali ilmu itu akan berbalik menghantam dirinya sendiri. tidak ada jalan lain kecuali saling labrak beradu pukulan dengan si pincang itu.
Tenaga pukulan sakti sudah berada di puncaknya, maka saat senjata cakar baja berapi itu menghantam, sinar merah disertai bara asap panas melabrak ke depan dengan ganasnya.!
Hanya berselisih sekejab mata saja dari serangan ilmu pukulan Cakar Asap Neraka, pemuda pincang juga hantamkan sepasang telapak tangannya. dua larik cahaya merah kehitaman berbentuk telapak tangan sedang meminta sedekah menderu. hawa panas berbau anyir darah menghampar di udara pagi.!'
'Wuuuss., Whuus., Bheeet.!'
'Bheeet., Blaaamm., Blaaar!'
Terdengar suara dentuman dahsyat. debu pasir membumbung tinggi menutupi pandangan, memedihkan mata. jeritan menyayat terdengar dari mulut Jingga Rani yang disertai terpentalnya tubuh gadis itu.
''Kakak Jingga Rani..!'' jerit Jingga Ratih panik. bersama saudara segurunya yang masih tersadar dia berusaha bangun untuk menolong sang kakak tapi keduanya kembali jatuh ke bawah.
Di jurusan lain si pincang berdiri terbatuk- batuk. dari ujung bibirnya menetes darah, bajunya koyak tercabik seakan baru di cakar binatang buas.
Saat melihat tubuh lawannya yang mencelat ke udara, pemuda inipun turut menyusul ke atas menyambar tubuh Jingga Rani yang meluncur deras ke bawah. meskipun hanya sesaat tapi berada dalam dekapan pemuda pincang membuatnya merasa malu. dia ingin berontak tapi tubuhnya terasa lemas. seumur hidup baru kali ini tubuhnya di peluk lawan jenis. ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya.
Pertarungan sengit di gurun pasir Bromo itu sudah berakhir, pemenangnya juga sudah ditentukan.
Seorang pemuda anggota Lima Elang Api sedang berusaha membantu dua orang kawannya yang terkapar pingsang. Jingga Rani juga sedang mendapatkan pertolongan dari adiknya. obat luka dalam pemberian si pincang memang luar biasa, hanya beberapa saat saja pimpinan Lima Elang Api ini.sudah mampu duduk bersila mengatur pernafasan. mukanya yang pucat tak berdarah berangsur pulih.
''Dari apa yang pernah kudengar, siapapun yang terkena ilmu Sepasang Telapak Mengemis Nyawa bakal mati mengering kehabisan darah., apakah kau sengaja mengurangi kekuatan ilmu pukulanmu hingga kakakku masih bisa selamat.?'' Jingga Ratih memberanikan diri bertanya.
''Kakakmu berilmu tinggi, dia tak bakalan gampang terbunuh.'' kata si pincang seakan enggan menjawab. matanya melirik dua anggota Lima Elang Api yang mulai sadarkan diri tapi belum mampu bangkit. dengan obat pemberiannya mereka akan lebih cepat pulih.
Mentari pagi sudah mulai naik, kabut dan embun dingin sudah tersapu bersih. si pincang mencabut tongkat kepala tengkorak yang tertancap di tanah lalu balikkan badannya hendak berlalu.
''Tunggu., katakan padaku kenapa kau menolong kami.?'' bertanya Jingga Rani sambil berusaha bangun.
Pemuda itu menghela nafas, ''selama ini orang yang mati ditanganku sudah cukup banyak. meskipun mereka semua memang pantas untuk di habisi, tapi aku tetap tidak pernah merasa suka melakukannya..''
''Kalian berlima bukanlah orang yang layak mati., lagipula dunia masih membutuhkan tenaga Lima Elang Api untuk memberantas kejahatan seperti yang kalian lakukan selama ini.!''
Lima Elang Api tertegun, jawaban si pincang seakan menyindir mereka. hanya karena ingin mempertahankan nama besar mereka berlima mulai menjadi sombong dan lupa dengan tujuan awal menjadi seorang pendekar. kekalahan dalam pertarungan ini terasa menyakitkan karena adalah yang pertama bagi Lima Elang Api. terlebih lagi justru sekarang lawanlah yang menolong luka dalam mereka berlima. perasaan malu, kecewa bercampur kekaguman terasa didalam hati.
''Kami Lima Elang Api tidak pernah sudi menerima pertolongan. selamanya tidak punya hutang budi pada orang lain. ada ubi ada talas, ada budi ada pula balasannya. katakan bagaimana kami membalasnya.?'' tanya Jingga Rani. sementara dalam hatinya dia masih merasa penasaran dengan pemuda berkaki pincang itu.
''Siapa sebenarnya pemuda ini, dari mana dia berasal, kudengar dia mewarisi bermacam ilmu kesaktian dari para pentolan golongan hitam yang punya banyak sekali musuh. kabarnya dia jahat dan kejam dalam bertindak hingga ditakuti sekaligus dimusuhi banyak pihak. tapi., yang kulihat sekarang sungguh berbeda. orangnya cukup baik, pendiam, juga tampan. kakinya cacat sejak lahir atau bagaimana., 'Aah., sesungguhnya dia orang macam apa.?'' batin Jingga Rani penuh pertanyaan.
Yang ditanya cuma tersenyum tanpa menjawab. sambil tetap tundukkan kepala pemuda ini mulai pergi meninggalkan tempat itu sambil menyiulkan lagu berirama menyedihkan hati. langkah kakinya tetap sama seperti saat dia datang. kaki kanan melangkah yang kiri terseok mengikuti. kalau di lihat seperti merayap dan lucu. hanya bedanya sekarang tidak satu orangpun yang berani menertawakannya.
''Apakah dia akan baik- baik saja diluar sana.?'' tanpa sadar Jingga Rani berucap. sang adik dan ketiga saudaranya agak tercengang saling pandang. ''Tidak biasanya kakakku menaruh perhatian pada seseorang. atau., jangan- jangan dia mulai Aah., hik hi.!'' batin Jingga Ratih tertawa.
''Kenapa kau tersenyum sendiri., ada yang lucu.?''
''Aah tidak ada, tapi kurasa ada yang mulai kena benih asmara..'' gumam Jingga Ratih tertawa sambil melirik wajah cantik sang kakak yang bersemu merah.
Meskipun bayangan tubuh si kaki pincang sudah lenyap dari pandangan mata, tapi Jingga Rani masih terdiam di tempatnya, keempat rekannya saling pandang lalu tertawa menyindir ''Orangnya sudah pergi masih saja ditunggu.,''
''Kalau kau masih mau bicara dengannya, yah., kejar saja dia sekarang ha., ha..''
''Heiih., tidak kusangka pimpinan Lima Elang Api yang terkenal cantik tapi dingin dan galak bisa tertarik dengan seorang pemuda yang cacad kakinya.,!'' gurau ketiga saudara seperguruannya. membuat Jingga Rani merasa malu dan mendelik sebal. anehnya wajah cantiknya jadi terlihat lebih menarik.
''Tapi., tampang pemuda gelandangan yang pincang itu lumayan menarik juga., kakak Jingga Rani benar tertarik dengannya.?''
''Sudah diam.!'' bentak Jingga Rani pada adik dan ketiga saudara segurunya.
''Kalian semua hanya bisa bicara omong kosong yang tidak berguna., kita pergi dari sini.!'' putusnya sambil mendahului melesat pergi. ''Ooii., Jingga Rani., kau mau kemana., jalan pulang kita ke arah timur bukan malah sebaliknya.!'' seru pemuda yang berambut pendek.
''Jangan- jangan kau benar mau menyusul pemuda itu sampai salah arah.!'' sambung yang lain. ''Aduh celaka., saudaraku ini sudah mulai linglung rupanya., Hik., hi.,!'' olok Jingga Ratih tertawa mengikik.
Jingga Rani mendengus kesal dan salah tingkah, tubuhnya berbalik arah lalu lenyap secepat angin berhembus. keempat saudaranya menyusul sambil tergelak melihat tingkahnya.
*****
Sepuluh tahun silam.,
Saat itu sudah memasuki akhir musim penghujan, meskipun siang ini cuaca cukup cerah tapi udara terasa agak dingin. hujan gerimis yang turun semalaman membuat jalanan yang mengarah ke kota raja menjadi becek berlumpur.
Segerombolan penunggang kuda yang membawa dua buah kereta berisi tumpukan barang serentak berhenti di depan sebuah rumah makan yang cukup besar. dari luar terlihat pengunjung rumah makan itu cukup ramai. hanya tersisa beberapa bangku dan meja kosong saja di dalam sana.
Pemimpin rombongan berkuda itu adalah seorang lelaki gemuk kekar berkepala plontos dan brewokan. sepasang golok besar bergagang kepala seekor naga tergembol di belakang punggungnya. dengan berkacak pinggang orang ini memberi isyarat kepada seorang anak buahnya agar masuk ke dalam memesan tempat dan makanan.
"Kita beristirahat sebentar dan makan di warung ini., tiga orang berjaga di luar untuk mengawasi barang- barang dan kuda kita..!'' kata si pemimpin sambil melangkah masuk kedalam rumah makan itu. saat melewati gerobak berkuda yang ujungnya di tancapi sebuah bendera kuning bergambar dua ekor naga dan awan putih, orang itu tertawa bangga.
Dengan memakai nama perkumpulan jasa pengawalan barang 'Naga Awan' miliknya, dia sudah menjadi orang ternama, bukan saja usaha jasa pengawalan barangnya bertambah besar sampai punya cabang di tanah pasundan dan daerah pesisir timur Blambangan, tapi juga membuatnya berlimpah kekayaan. bahkan sampai punya tiga istri dan beberapa wanita simpanan.
Meskipun orang bernama Ki Bagaspati ini bukan manusia jahat, tapi dia cukup serakah dalam urusan perempuan. julukan si 'Golok Naga Kembar' membuatnya percaya diri meskipun tampangnya cuma pas- pasan. baginya nama tenar dan kekayaan bisa membeli semua yang dia inginkan termasuk wanita cantik.
Saat masuk dia sempatkan memandang sekeliling, beberapa orang terlihat tertegun lalu berkasak- kusuk melihat kehadirannya. Ki Bagaspati menyeringai jumawa, dia sudah mulai terbiasa dan menikmati saat melihat tampang segan dan kagum orang lain pada dirinya.
Seorang pelayan warung bersama satu anak buahnya yang lebih dulu masuk segera menyambutnya. sebuah meja besar berikut hidangan makanan sudah tersaji di atasnya. tanpa ragu Ki Bagaspati yang berjulukan Golok Naga Kembar itu langsung duduk dan menyantap hidangan yang ada diikuti anak buahnya. ''Pelayan., bawakan juga makanan untuk ketiga orangku yang berjaga di luar. kurasa sekendi arak juga boleh tapi jangan yang paling keras.,!'' kata Ki Bagaspati.
Saat sedang menikmati makan siangnya, dari luar terdengar suara keributan. beberapa anak kecil berbaju rombeng terlihat mengemis minta meminta makanan pada tiga pengawal barang yang berada di luar warung. rupanya ketiga orang itu merasa terganggu hingga mengamuk.
''Heh., pergi kalian semua anak- anak gembel, jangan menganggu orang sedang makan.!'' bentak orang yang bibirnya tebal dan berlepotan nasi sambal.
''Muka kotor dan bau badan kalian membuat selera makan kami berkurang., cepat enyah dari sini.!'' hardik yang lain.
Lima orang anak kecil kurus berbaju dekil tambalan yang terdiri dari tiga laki- laki dan dua anak perempuan itu tersurut mundur ketakutan. satu diantaranya masih mencoba maju mengemis.
''Tolong kami tuan- tuan., sejak kemarin kami belum makan. berilah sedikit makanan untuk kami.,'' ratap bocah lelaki gembel yang umurnya paling tua, mungkin sepuluh atau sebelas tahunan.
''Kasihanilah tuan., teman kami yang terkecil juga sedang sakit dan tidak ada yang mau menolong membelikan obat untuknya..'' sambung bocah gembel perempuan yang wajahnya cukup manis meskipun kotor sambil menunjuk seorang bocah laki- laki bertubuh paling kecil. beberapa kali anak itu terbatuk dan menggigil. meskipun pucat dan dekil muka bocah gembel ini cukup menarik hati.
Orang yang makan dan minum tuak sambil duduk di atas gerobak kuda mendengus gusar., ''Di beritahu supaya menyingkir malah merengek- rengek tidak karuan. apa kalian semua minta kugebuk duluan baru mau pergi, Hhah..!'' gertaknya sambil turun dari atas gerobak. bungkusan daun pisang berisi sisa nasi dan lauk yang masih banyak di buangnya ke atas tanah.
Seakan mendapat durian runtuh, kelima anak itu berebutan memakan sisa nasi itu. tidak perduli makanan itu tercampur dengan tanah yang kotor. ketiga orang pengawal barang itu saling pandang lalu tertawa bergelak.
Dengan sombong dan menghina dua orang lainnya juga turut membuang sisa nasi bungkusnya ke tanah. kembali para gembel cilik itu berebutan memakannya.
Sebenarnya ini pemandangan yang cukup menyedihkan hati, tapi sayangnya bagi sebagian orang malah menjadi semacam hiburan yang menarik. kadang penderitaan orang lain bisa menjadi kesenangan bagi manusia lainnya, semua itu tergantung dari hati nurani masing- masing orang.
Karena kelaparan dan berebut makanan seorang bocah yang berkulit paling hitam mulai tersedak, dia kebingungan mencari air minum. penjaga yang bermuka tirus mirip seekor tikus terkekeh. sekendi minuman di berikan pada bocah gembel itu yang tanpa ragu langsung meneguk isinya. ''Gluk., gluk.'' terdengar suara bocah gembel itu minum.
Tapi baru beberapa tegukan bocah itu sudah terbatuk- batuk sampai mau muntah. tenggorokannya terasa panas, hidungnya seakan tertusuk bau menyengat. rupanya kendi minuman itu berisi arak yang cukup keras. kalau keempat kawannya menjadi khawatir dan geram, sebaliknya ketiga anggota pengawal barang Naga Awan malah tertawa terbahak melihat kejadian itu.
''Kenapa kalian tertawa., bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan teman kami ini.?'' bentak bocah gembel yang umurnya paling tua. anak ini terlihat lebih pintar dan berani jika dibandingkan semua rekannya. kalau saja lebih terurus dia bisa menjadi anak yang gagah dan tampan.
''Kurang ajar., berani benar kau membentak kami, salah temanmu sendiri yang meminum tanpa bertanya dulu apa isinya.,Hak., ha.!''
''Benar., lagi pula kami cuma bercanda dan sudah memberi kalian makanan. seharusnya kalian berterima kasih pada kami bertiga..'' timpal si bibir tebal.
''Tapi kami cuma bocah kecil., seharusnya tuan- tuan mengerti batasan kalau mau bercanda.,'' gerutu bocah gembel berkulit hitam marah.
''Kalau saja tidak sedang kelaparan, tidak bakalan kami sudi memakan sisa sampah orang- orang jahat dan sombong macam kalian.!'' geram gembel perempuan cilik yang sedari tadi diam.
''Huh., semoga saja kalian cepat mendapat balasan atas semua perbuatan jahat kalian pada kami.!'' gembel cilik yang umurnya paling tua menyumpahi, lalu mengajak semua kawannya pergi.
Karuan saja ketiga penjaga itu naik pitam di sumpahi para gembel kecil itu. tangan orang yang berambut riap- riap cepat maju mencengkeram leher bocah gembel yang jadi pimpinan dan langsung membantingnya.
si bocah gembel menjerit kesakitan. kedua temannya yang perempuan cepat menolong. sedangkan dua gembel lainnya nekat membalas dengan lemparan batu. orang itu meraung gusar saat batu itu mengenai lehernya. meskipun bertenaga lemah tapi cukup menyakitkan.
''Bocah sialan., kalian para pengemis busuk memang harus dihajar adat.!" bentak si bibir tebal. tadi perutnya yang agak buncit sempat terkena lemparan batu. sebenarnya dia merasa malu kalau harus menganiaya para pengemis cilik di depan banyak orang yang mulai berkerumun melihat keributan itu. tapi kegeraman hatinya sudah memuncak, bersama kawannya yang bermuka mirip tikus mereka menggebuki kawanan bocah gembel, tanpa perduli suara tangisan dan jerit kesakitan dari mulut para pengemis kecil itu.
"Heii, hentikan., mereka cuma pengemis kecil yang kelaparan.."
"Apa kalian tidak merasa sudah keterlaluan, menghajar mereka sampai babak belur.!"
"Kalau mereka sampai mati, urusannya bisa panjang." seru beberapa orang yang merasa simpati dengan nasib ke lima gembel itu. meskipun merasa kasihan tapi tidak satupun yang berniat melerainya. apalagi saat semua anggota pengawalan barang Naga Awan termasuk ketuanya keluar,
"Sudah cukup., hentikan.!" seru Ki Bagaspati. meskipun sebenarnya dia tidak perduli dengan kelima pengemis cilik yang sudah babak belur, tapi orang ini juga tidak mau nama basarnya tercoreng karena ulah anak buahnya. dengan melemparkan beberapa keping uang tembaga orang ini bermaksud menyudahi perkara ini.
Diluar dugaan tidak satupun dari gembel cilik itu yang mau mengambilnya. "Kau pikir kami mau dengan uang busukmu itu., dasar orang- orang sombong, kalian cuma berani menindas anak kecil., Chuiih..!'' maki pemimpin pengemis cilik sambil meludah. air ludah si bocah terlihat bercampur darah tanda terluka.
Sambil tertatih dia mengajak keempat temannya pergi. Ki Bagaspati alias si Golok Naga Kembar merasa terhina. turut maunya hendak dicincang kelima anak gembel itu sekarang juga. tapi dia masih bisa menahan diri. lain halnya dengan ketiga anak buahnya, serentak mereka mencegat lima bocah itu. tangan mereka langsung menggampar para bocah gembel itu., ''Plaak., plak. buuk.,''
Jerit tangis kesakitan para pengemis cilik itu kembali terdengar memilukan hati. mereka berlima pasti mati jika saja tidak ada seseorang yang muncul memberikan pertolongan. entah dari mana datangnya orang ini, dia mendadak muncul di tengah ketiga orang anggota Naga Awan yang sudah beringas memukuli para gembel cilik.
Dengan gerakkan kedua tangan serta kakinya, lelaki setengah umur berjubah cokelat itu dengan sangat mudah menghajar ketiga anak buah Ki Bagaspati hingga jatuh terkapar dan patah tulang tangan kakinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!