NovelToon NovelToon

Misteri Cinta

lamaran di kamar mandi

Hari itu, ibuku yang hampir tidak pernah nyambang aku, tiba-tiba datang ke pondok untuk menengok ku dengan dua budeku. Aku berpikir mungkin karena ini haul jadi ibuku datang ke pondok sekalian membesuk ku.

Begitu sampai dikamar ibu langsung memintaku untuk mengantarkannya ke kamar mandi. Dan sesampainya di depan kamar mandi ibu mengajakku masuk ke dalamnya. Aku hanya menurut saja waktu itu. Tapi beberapa saat di dalam kamar mandi ibuku hanya diam dan tampak kebingungan, seperti ingin mengurungkan niatnya kemudian beliau mengajakku keluar dari kamar mandi.

Di depan kamar mandi ibu menggenggam lenganku, kemudian membawaku masuk kedalam kamar mandi lagi. Aku bingung dengan sikap ibuku . Tumben banget ibuku nggak jelas kayak begini.

Di dalam kamar mandi yang sempit itu lagi-lagi ibuku bimbang. Bibirnya ingin mengucapkan sesuatu tapi seperti bingung bagaimana cara mengucapkannya. Dan seperti sebelumnya, beliau mengurungkan maksud hatinya dan mengajakku keluar dari kamar mandi, lagi.

"Wonten nopo buk?" (ada apa bu) tanyaku.

Ibuku tak menjawab tapi malah menggandeng lenganku lagi dan membawaku masuk ke dalam kamar mandi lagi. Kali ini beliau seperti memantapkan hatinya kemudian menarik nafas yang panjang..... kemudian ibu berkata,

"Pean dijalok cak Im" (kamu dilamar cak im)

Hanya itu yang dikatakannya. Kemudian beliau langsung keluar dari kamar mandi. Meninggalkan aku sendirian di dalam sana yang sedang berdiri mematung karena terkejut mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh ibuku.

"Hah. Cak Im,... kok cak Im..?."

Aku bergumam sendiri dikamar mandi. Pikiranku langsung mengingat sosok yang baru saja kusebut namanya. Dia adalah sepupuku atau dalam bahasa jawa di sebut misanan. Orang nya pendiam dan alim, menurutku.

Beberapa saat kemudian aku tersadar dan segera keluar dari kamar mandi. Aku mencoba menata hati agar tidak terlihat kebingungan karena beberapa minggu sebelumnya sepupuku yang lain, mbak Naima yang satu pondok denganku setelah pulang dari rumah dia bercerita padaku kalau cak Im lamaran dengan orang Mojosari. Kok sekarang jadi melamarku... ini maksudnya gimana? Ah... entahlah akan aku pikirkan nanti setelah haul berakhir.

Aku pun menuju kekamar untuk berbincang-bincang dengan ibu dan bude-budeku sampai mereka meminta untuk sowan pada bu nyai dan berpamitan pulang. Aku mengganti tas yang dibawa oleh ibu dan bude-budeku ke dalam ruang tengah keluarga abah yai. Mengambil gula ,minyak dan mi dari tas-tas itu kemudian menukarnya dengan oleh-oleh yang sudah disiapkan. 1 bungkus nasi, 1 bungkus lauk dan 1 bungkus kue ke dalam masing-masing tas.

Hari ini adalah haul jamul jawami. Acara pembacaan doa dan tahlil secara besar-besaran yang diadakan pondok setiap tahun. Para tamu, mulai dari walisantri, para tetangga, dan alumni-alumni biasanya datang dan sowan pada yai. Para santripun hilir mudik mengerjakan tugasnya masing-masing. Ada yang bagian menerima tamu, ada yang BKR(bagian kora-kora), ada yang bagian memasak untuk para tamu dan ada yang bagian memasak untuk basar pondok. Semua orang sibuk bekerja sesuai tugasnya masing-masing.

Suasana hiruk pikuk pun terjadi di dalam dan luar pondok. Di ruas jalan para pedagang sudah memadati sepanjang jalan yang menuju ke pondok. Tapi mereka mulai berjualan pada waktu menjelang maghrib sampai malam. Ada yang menjual makanan, jilbab, mainan anak-anak, accecoris dll.

Tentu saja kendaraan tidak akan bisa lewat jalan ini pada malam hari karena orang-orang memadatinya. Baik untuk menuju masjid, bagi yang ingin mengikuti acara haul atau orang-orang yang ingin berbelanja maupun anak-anak pondok yang sekedar jalan-jalan untuk menikmati keramaian mumpung ada kesempatan diperbolehkan keluar pada malam hari.

Haul jam'ul jawami' ini pertama kali dulu diadakan oleh mbah yai Ismail Ibrahim. Dulu acaranya 7 hari 7 malam. Dan waktu itu setiap haul mbah yai akan mengadakan nikah masal. Menikahkan santri-santrinya, tapi sekarang tidak lagi.

Dan sekarang acaranya hanya berlangsung tiga hari tiga malam. Pagi hari acaranya adalah sema'an Al qur'an bil ghoib di masjid. malamnya ba'da isya' hari pertama solawatan banjari sejawa timur, hari kedua dzikir saman dan hari ketiga adalah pengajian. Selama itu kami akan sibuk dari pagi hingga malam. Sekolah pun diliburkan dan Suasana pondok sangat ramai layaknya orang yang punya hajatan besar.

Karena aku anak ndalem, tugasku adalah memasak untuk para tamu yang tak ada habis-habisnya yang datang dari pagi hingga malam. Kesibukan yang luar biasa ini membuatku lupa dengan lamaran yang kuterima.

Ketika haul telah usai ia pergi meninggalkan penat dan kebahagiaan yang luar biasa bagi kami.

Pagi harinya seusai solat subuh suasana pondok sangat sepi. Hampir seluruh penghuni pondok tertidur kecuali anak ndalem yang harus beraktifitas untuk memasak karena siang nanti aktifitas pondok akan berjalan seperti biasanya.

Tiga hari setelah haul itu ibuku datang ke pondok lagi. Menanyakan padaku bagaimana keputusanku.

Aku meninggalkan dapur saat ibuku datang ke pondok. Dan menemuinya di kamar anak-anak ndalem.

"yok opo pean?" (bagaimana jawabanmu?)

Akupun menjawab dengan mantap, "tangletaken aba Yahya, nek aba Ya nggeh kulo ngeh" (Tolong tanyakan ke aba Yahya saja) Jawabku mantap.

Aku memasrahkan urusanku pada Aba Yahya karena aku tahu aku orang yang bodoh dan imanku masih teramat dangkal jadi jika aku minta petunjuk langsung dari Alloh rasanya akan sulit untuk mendapatkan jawaban secar langsung. Dosa yang menggunung akan menjadi penghalang doa-doaku. Jadi aku memasrahkan urusanku ini pada orang-orang yang dekat dengan Alloh.

Aba yahya adalah pamanku, beliau adalah adik dari ayahku. Dulu kami para keponakannya memanggilnya Man Ya tapi setelah pamanku ini pulang berhaji orang-orang memanggilnya Aba Ya maka kami para keponakannya pun ikut memanggilnya Aba Ya.

Aba Yahya adalah orang yang dihormati dan disegani di kampungku. Orang-orang sering bercerita tentang keistimewaan aba Yahya. Akupun beberapa kali merasakan dan melihat kejanggalan yang istimewa padanya.

Sejak kecil pamanku ini memang berbeda dengan saudara-saudaranya, pakde-pakde dan budeku. Orang-orang di sekitar kami sering meminta didoakan aba Yahya ketika keluarga mereka sakit atau sedang terkena musibah.

Bahkan saat beliau masih kecil. Pernah suatu saat ketika Man Ya yang masih anak-anak sedang berlari-larian bersama dengan kawan-kawannya menikmati hujan di tengah kampung, salah satu ibu yang anaknya sedang sakit memanggil aba Yahya dan memintanya untuk mendoakan dan 'nyuwuk' anaknya agar lekas sembuh.

Beberapa saat kemudian beliau keluar dari rumah ibu tadi dan berlarian sambil mengibarkan uang yang didapatnya tadi.

Kemudian teman-temannya bertanya bagaimana caranya nyuwuk, aba Yahya kecil hanya bilang ,"yo tak wacakno bismillahirrohmanirrohim... terus tak sebulno arek e fuh.. fuh...fuh....."(tak bacakan bismillah terus tak tiup ke anaknya fuh..fuh..fuh)

Semudah itu ya?

Begitupun ketika beliau mondok. Di kamarnya banyak sekali gula, minyak dll dari orang-orang kampung yang minta disuwuk. Sampai Mbah Yai nya berkata," ojok dibukak disek ilmune". sejak itu beliau menutup diri dan tidak mau menerima tamu yang datang.

**********((((((((((******)))))*************

setelah menanyakan hal itu ibu pun berpamitan untuk pulang sedangkan aku, hatiku tak karuan detaknya. Penasaran bagaimana jawaban pamanku nanti. Setujukah atau malah menentangnya jika kedua keponakannya akan melangsungkan pernikahan . Aaahhh...entahlah. Aku ingin sekali bercerita tapi pada siapa?

Aku bingung sendiri memikirkan kehidupanku ini. Apakah jodohku ternyata cak Im, orang super pendiam itu?

Aku kembali melakukan aktifitasku. Membantu memasak untuk anak-anak pondok. Baik santri putra maupun putri semuanya makannya kos, jadi anak ndalem yang harus menyiapkan makanannya.

Aku sebagai anak ndalem, tugasku yang utama adalah mencuci pakaian keluarga ndalem(kyai). Setelah aku selesai mencuci dan menjemur baju baru aku akan membantu di dapur mengiris sayur dan lain-lain.

Kami memasak nasi dalam dandang super besar beberapa kali karena jumlah seluruh santri sekitar 200 anak. Dan makannya 2 kali sehari, siang pas dhuhur dan sebelum maghrib. Jika menunya adalah sayur bening biasanya lauknya adalah dadar dan tahu atau tempe. Jika menunya sambal pasti dengan lauk tahu dan tempe. Jangan bayangkan sayurnya seperti masakan rumahan, dengan sayur bayam atau kangkung, wortel dan lainnya. Bukan seperti itu untuk anak-anak yang mengambil makanan belakangan. Mereka hanya akan mendapati air yang terasa asin dengan warna yang mirip kaldu agak kehijau-hijauan.

Dan tahu nggak minuman kami bagaimana? Kami minum air putih yang diambil dari kran di kamar mandi. Caranya dengan membawa botol aqua besar dan mengisinya dengan air kran . Semua santri minumnya demikian,kecuali satu orang.

Namanya Maria ulfah, tapi kami biasanya memanggilnya mbak Mer. Ia juga anak ndalem tapi tugasnya adalah menjaga kantin dan mengurusi pembukuan pondok putri. dia adalah kakak kelasku tapi setelah lulus Madrasah Aliyah(setara SMA) ia tetep di pondok menjadi anak ndalem dan malamnya ia mengajar diniyah.

Wajahnya cantik dan perangainya ceria. Ia punya otoritas penuh dari bu nyai untuk mengoperasikan kantin. Makanan atau barang apa saja yang dijual. Kapan waktunya kulakan, jam berapa harus membuka dan menutup kantin. Dia juga punya wewenang membagikan makanan-makanan titipan para tetangga yang tidak habis dan jika dibiarkan sampai besok pagi akan basi ( beberapa anak biasanya sangat senang saat mbak mer berteriak," purakan....purakan" dan dengan mereka dengan segera mendatangi kantin untuk murak jajanan.

Mbak mer juga yang berhubungan dengan para tetangga atau pedagang yang menitipkan makanan atau barang dagangan lainnya ke kantin dan membayarnya keesokan harinya. Ia satu-satunya pemegang kunci kantin dan yang paling berkuasa untuk mengelolanya.

Aku sering menggantikan mbak Mer menjaga kantin karena ia sering sekali pipis. Saat ke kantin dia selalu membawa gelas besar berisi air putih yang matang dari dapur. Sehari dia bisa minum kira-kira dua liter lebih. Cukup banyak menurutku, karena itu ia sering sekali ke kamar mandi.

Kami cukup dekat meski belum dibilang bersahabat. Pernah suatu kali ia memberiku baju hem bercorak hitam putih. kemudian tak berapa lama ia mengatakan padaku, "An pean gelem ta dadi mbak ku, tak kenalno ambek masku?" ( An kamu mau nggak jadi mbak ku, tak kenalkan sama mas ku )

Aku cukup kaget waktu itu tapi kemudian aku menanggapinya dengan bercanda karena aku berpikir mbak Mer juga pasti sedang bercanda dan main-main.

"Haaaaa.... mas seng pundi mbak Mer?" (mas yang mana mbak Mer)

" iki loh An fotone" ia berkata demikian sambil memberikan foto kakaknya . "namanya mas @@@@ baju yang tak kasihkan ke pean itu bajunya mas @@@ lo An...."

"ha.... mbak Mer....!!!" Aku berteriak kaget dan merasa aneh karena telah memakai pakaian milik lelaki yang belum ku kenal.

Diihh mbak Mer bisa-bisanya ya. Mana aku suka sekali bajunya dan sering memakainya. Kainnya adem banget dan bajunya longgar . Ya iyalah, kan bekasnya mas e mbak Mer yang pastinya badannya juga lebih besar dan tinggi. Kalau begini kan aku jadi ill fil.

Salah satu ceritaku yang lain yang juga berkesan dengan mbak Mer adalah saat aku menemaninya menjaga kantin. Posisi kami adalah melihat ke arah pondok putra karena letak bangunan kantin berada di pondok putri yang menghadap ke jalan setapak dan depannya adalah pondok putra. Sedangkan lantai dua adalah kelas untuk sekolah formal. sebagai penjaga kantin posisi mbak Mer adalah di pojokan yang bisa mengakses seluruh ruangan dan bisa langsung melihat ke arah luar maupun jalan raya di depan masjid.

"An, cak bebeh itu nanti kalau tak panggil pasti dia akan menoleh" katanya dengan percaya diri dengan menunjuk menggunakan dagunya pada orang yang juga kukenal.

"Embel la mbak Mer" kataku tak percaya.

"cak bebeh lihat kesini" ia mengatakannya dengan pelan karena saat itu sedang berlangsung sekolah formal jadi suasana di pondok cukup hening.

Tak disangka , cak bebeh menoleh ke arah kami seperti mendengar panggilan mbak Mer.

Sontak kamipun sedikit berteriak sambil menutup mulut kami seperti anak kecil yang memenangkan hadiah ,"aaaah....."

"kok bisa seh mbak Mer?" Tanya ku bingung, speechless aku.

"Sssssttt..... iki rahasia" katanya.

Karena penasaran apakah itu suatu kebetulan atau tidak aku menantang mbak Mer untuk melakukannya lagi dan lagi.

Dari cacak-cacak(abang/mas), ustadz sampai gus pun kena. Mereka yang semula melihat ke arah jalan raya kemudian akan menoleh ke arah mbak Mer saat ia memanggilnya dengan berbisik pelan sekali.

Itu benar-benar tak bisa ku nalar tapi aku benar-benar melihatnya dengan kepala mataku sendiri.

Apa kabar pean sekarang mbak Mer?

Aini

Namaku Qurrotul aini, ini nama asliku. Aku lahir di Mojokerto pada tahun 1983. Dan kini usiaku sudah 39 tahun. Perjalanan hidupku yang cukup panjang hingga melewati banyak fase belum juga membuatku menjadi manusia yang bijaksana. Baik sebagai seorang ibu, sebagai istri, sebagai anak maupun sebagai menantu dan sebagai saudara. Aku masih amat jauh dari kata baik. Sifatku masih saja kekanak-kanakan.

Aku menulis ini dengan nama asli, kecuali beberapa yang kupalsukan namanya.

Jika suatu saat anak-anakku membacanya, semoga mereka tau kisah hidup ayah dan ibunya. Semoga bisa mengambil pelajaran, mengambil yang baik-baik dan meninggalkan yang buruk.

Sewaktu kecil teman-temanku memanggilku, "tul kurotul" seperti itu. Sebenarnya aku kurang nyaman dengan panggilan itu. Aku lebih suka dipanggil "An aini" tapi ya mau gimana lagi orang sekampung memanggilku begitu. Bahkan mungkin orang-orang di sekitarku tidak tau nama panjangku.

Aku pernah bertanya pada ibuku kenapa sih namaku seperti itu. Aneh.. (menurutku waktu itu) kemudian ibu mengatakan bahwa nama itu adalah pemberian dari aba Yahya.

Kata aba Yahya "itu nama pacar saya dulu, orangnya cantik, putih, dan kakinya terlihat haluus seperti dibubut, Whahhhah......ha..haahah" Aba Ya tertawa terbahak-bahak saat mengatakan hal itu, masih menurut cerita ibuku.

Lah ...keponakannya ini kan kulitnya item sudah dari sononya aba Ya. Nggak sinkron dong sama kenyataan yang sebenarnya! hadeh.... apa-apaan pamanku itu.

Kulitku dulu item banget (sampai sekarang juga item sih...tapi nggak parah kayak pas kecilku dulu) . Sampai-sampai aku punya kenangan tersendiri tentang hitamnya kulitku.

Suatu waktu saat masih SD dulu ketika pelajaran IPS ( anak milenial nggak tahu mungkin) bu guru menjelaskan bahwa orang Indonesia itu kulitnya sawo matang dan teman yang duduk di sebelah ku langsung menoleh ke arahku dan berkata, "nek awakmu iku sawo bosok". (kalau kamu itu sawo busuk) Ya Alloh... iya aku juga tau, batinku. Nyesek deh, padahal itu kenyataan lho.

Mungkin begitu juga perasaan orang yang gendut waktu dikatain gendut, ya dia tahu juga kalau dia gendut tapi pasti sakit hati juga kalau ada yang bilang begitu di depannya.

Saat di SD pas kelas 4, 5 dan 6 aku selalu dapat ranking 1 atau 2. Aku termasuk anak yang pintar waktu itu. Nggak tau kenapa aku suka banget membaca dan menjawab soal-soal pelajaran. Ada suatu kesenangan tersendiri saat melakukannya. Kalau mau tidur siang aku akan membaca dulu dan mengerjakan lembar-lembar soal sampai aku mengantuk dan tertidur.

Tapi aku juga susah bergaul dengan teman-temanku, introvert lah istilahnya kalau sekarang. Aku tidak bisa berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Aku juga tergolong anak yang egois dan cepat emosi. Karena itu aku sering salah paham dengan teman-temanku dan begitupun sebaliknya.

Kala itu aku sangat suka sekali menulis puisi. Saat teman-temanku bermain aku malah mengambil kertas dan bolpenku kemudian menulis berbaris-baris puisi.

Sayangnya setelah menulis dan kubaca aku membuangnya begitu saja. Padahal kalau dikumpulkan mungkin bisa menjadi satu buku. Tapi sekarang kemampuan itu entah kemana. Mungkin karena tak terasah jadi hilang begitu saja.

Aku pernah bercita-cita ketika dewasa aku ingin menjadi penulis terkenal, yang bekerja di sebuah majalah atau koran untuk menulis berbagai hal yang sedang terjadi ataupun menulis cerpen dsb (saat ini sepertinya sudah tidak ada orang berjualan majalah atau koran ya).

Aku juga ingin menjadi pembawa acara di stasiun radio karena aku sebenarnya suka ngomong tentang pemikiran-pemikiranku tapi aku tidak pede untuk berbicara didepan banyak orang. Karena itu aku ingin menjadi pembawa acara di radio. jadi aku bisa ngomong apa saja tapi orang-orang tidak mengenaliku dan tidak melihatku.

Dan satu lagi cita-citaku yakni jadi komentator. Wkwkw...k tau kan komentator sepak bola? mereka itu bisa teriak-teriak seenak udel mereka dan komen sebebas-bebasnya tanpa ada yang menyalahkan. Pokoknya komentator itu selalu benar.

"yak yak yak ...ya..h sayang sekali, Neymar!!!"

"Ronaldo kini mengoper bolanya dan... dia berhasil melewati Mesi dan goooooolllllll!:!"

Enaknya jadi komentator....mung bondo idu tok. Pikire seng nang lapangan ki gampang opo piye, tor.... komentator.

Cita-citaku

Ehm.... ada satu lagi deng.... cita-citaku. Yakni jadi herbalis. Nyanyi dulu y guys....kenapa eh kenapa.... minuman itu haram....(bang haji roma kali ya, hehe). 

Kenapa aku pingin jadi herbalis? karena aku itu nggak bisa minum obat sekali tenggak langsung masuk, nggak bisa. Aku sudah berusaha tapi ya nggak bisa-bisa. Rasanya mereka tiba-tiba berhenti di keongkongan dan nggak mau masuk ke dalam perut yang membuat mulutku langsung terasa pahit dan tak lama setelah itu aku muntahkan.

Apa itu sampai sekarang?? Iya sampai sekarang.

Bahkan suamiku jengkel pas aku hamil tapi nggak bisa minum vitamin dengan sekali teguk.

"Ngombe obat iku gak usah ditari obate, gelem tak untal ta gak? yo gak gelem melbu obate," katanya menceramahiku. 

Dalam hati aku menggerutu, masi aku nggeh pingin pinter nguntal obat yah... yah.. 

Kalau pas si ayah minum obat itu kok kayak sulapan gitu ya. Obat langsung dilempar masuk kedalam mulut  dan tertelan masuk kedalam perut. Pertama kali dulu aku nggak percaya kalau obat itu benar-benar masuk ke dalam perut. 

"coba a. ..yah!!! terus aku lihat rongga mulutnya si ayah barangkali disembunyikan disisi kiri atau kanan mulutnya atau barangkali disembunyikan di bawah lidah, hehe...  Mohon dimaklumi ke-kepoanku yang maksimal karena aku sudah berusaha dari kecil hingga sudah berumur ini belum bisa minum obat secara alamiah seperti pada umumnya.

Terus gimana aku minum vitamin pas lagi hamil? Caranya....sama pisang. Makan sedikit pisang sampai lembut tapi jangan ditelan dulu biarkan dia dimulut sebentar lalu taruh obat diatas pisang kemudian telan pisangnya, masuk deh obatnya kedalam perut. Begitulah caraku minum obat.

Sewaktu aku kecil dulu sebelum sekolah TK  badanku kurus kerontang, susah sekali makannya. Sudah kurus item lagi.

Nah... tiap pulang dari main ibu dan nenekku mencegatku dipintu tengah. Ibuku mengekang kedua tanganku sampai aku tidak bisa berontak dan nenekku menjepit hidungku kemudian mulutku yang otomatis terbuka langsung dicekoki jamu jowo yang sudah dihaluskan dan dibungkus di dalam kain kemudian diperas didalam mulutku. Rasanya puuuuaaahit. Jan pokok e.

Maksud ibu dan nenekku agar aku doyan makan dan agak sedikit gemuk mungkin. Tapi yah mbok jangan gitu juga caranya. Kan jadi membekas dihatiku hingga kini dan sampai nanti....

Aku termasuk anak yang pintar dan mudah menyerap pelajaran yang aku terima. Tapi adakalanya aku tidak bisa menghafal sesuatu yang menurut teman-temanku itu mudah tapi bagaimanapun aku berusaha untuk menghafalnya aku tetap tidak bisa.

Suatu saat ada lomba antar sekolah sekecamatan dan aku mewakili sekolahku dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Saat membaca puisi seluruh anak-anak yang hadir juga para juri begitu terkesima saat aku membacanya dengan menggebu-gebu dan semangat 45.

Kemudian ada beberapa materi yang lain yang harus kami selesaikan. Setelah itu para juri tidak bisa mengumumkan siapa juara pertamanya untuk kemudian maju ke tingkat kabupaten karena ada dua peserta yang mendapatkan nilai yang sama.

Kemudian juri menyebut nama sekolahku dan satu sekolah yang lain yang artinya salah satu pesertanya adalah aku.

Seakan tak percaya saat aku mendengarnya. Bagaimana bisa diantara sekian banyak peserta aku bisa mendapatkan nilai yang paling tinggi.

Guru-guru pun bahagia dan berharap aku bisa mewakili sekolah untuk maju ke kabupaten.

Beberapa hari kemudian aku harus mengikuti ujian di sekolah lain dengan seorang pepseet yang waktu itu mendapat nilai yang sama denganku.

Di sana aku diberi buku cerita dan diminta untuk membacanya tanpa ada pengawasan tapi kami yang ada di ruangan itu berduaan saja tetap merasa tegang seolah kami dipersiapkan untuk ikut berperang.

Beberapa menit setelahnya kami diberi selembar kertas folio. Kami diminta untuk menulis apa yang baru saja kami baca.

Dengan lihainya aku menulis kata perkata karena memang itu adalah sesuatu yang menjadi kesukaanku.

Dan perintah selanjutnya adalah kami diminta untuk berdiri dan menceritakan apa yang sudah kami baca tadi. Disinilah kelemahanku. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata seperti yang aku harapkan. Belibet sekali dan pasti si juri kebingungan dengan apa yang aku ucapkan.

Sepulangnya dari sana Bu Khodijah yang mengantarkan aku saat itu mampir ke sebuah depot sate kambing. Beliau memesankan aku nasi dengan gulai dan sate kambing juga es teh sebagai minumannya.

Jujur itu adalah pertama kalinya aku masuk ke sebuah depot makanan karena ekonomi keluargaku yang memang pas-pasan.

Saat Bu Siti tidak ikut makan karena beliau mengaku punya penyakit darah tinggi. Beliau hanya menemaniku dan bertanya tentang apa saja yang tadi ditanyakan oleh juri. Aku menjawabnya agak ragu tapi tetap berharap bisa jadi juara.

Tapi ternyata aku kalah dari pesaingku. Nilaiku ternyata di bawahnya. Jadi mau bilang apa? Ya sudah. Aku kecewa guru-guruku yang sudah menaruh harap padaku juga pasti kecewa.

Aku bahkan lulus SD dengan nilai danem yang lumayan bagus. Dan bisa diterima di SMP negri manapun di kota Mojokerto ini. Tapi orang tuaku punya kehendak lain. Lebih memilih SMP ISLAM daripada sekolah negri. Berharap anaknya mendapatkan pendidikan agama yang baik dan berharap semoga anaknya menjadi orang yang alim mungkin.

Ketika masuk ke SMP ISLAM aku mendapat beasiswa karena  nilai danemku yang tinggi. Aku masuk ke kelas A yang notabene anak-anak yang saat awal masuk nilainya bagus-bagus.

Waktu itu kelas 1 (kalau sekarang kelas tujuh) di sekolahku terdiri dari 10 kelas dari kelas A sampai I. Anak-anak kelas E sampai I biasanya iri kepada kami karena guru-guru kami itu spesial. Dan kami memang merasakan itu. Guru-guru kami profesional. Sangat menyenangkan dalam memberi pelajaran dan sangat mudah untuk dipahami.

Aku juga merasakan cinta monyet  waktu di SMP. Cinta monyet pada pacarku, Sebut saja dia Didi. Cowok tampan dan tampangnya sook cool and play boy. Dia berkulit putih, tinggi dan badannya proporsional. Dia juga salah satu cowok terkeren di sekolah karena penampilannya. Kalau secara akademik nggak banget. Menang tampang doang dia. Dan nggak tau kenapa aku juga kecantol sama dia.

Kalau aku jalan ke kelas bareng dia, cewek-cewek itu biasanya panggil-panggil namanya,"Di.....didi..." dengan nada cewek-cewek centil gitu. Yah aku sih seneng-seneng aja. Ooowh.... ternyata banyak yang naksir  cowokku yah. Hihi bukannya aku cemburu malah aku kayak bangga gitu. Aneh nggak?.

Waktu aku jadian sama dia sahabat-sahabatku nggak setuju karena dia terkenal playboy, ceweknya dimana-mana. Aku yang sudah terlanjur suka sama dia cuma menutup telinga dan meyakini kalau dia nggak seperti yang mereka bilang.

to be continoue

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!