NovelToon NovelToon

POSSESIVE ROY ALVARO

PROLOG

"Jadi pacar gue dan gue tidak menerima penolakan."

Lily menganga. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa setelah ini. Cewek itu diam. Dia masih bingung dengan apa yang terjadi.

Roy Alvaro. Cowok yang sejak dulu dia kagumi dari masa MPLS mengklaim dirinya tanpa persetujuan.

"A-aku kan belum jawab iya atau enggak."

"Gak ada yang nyuruh lo ngomong. Mulai sekarang lo pacar gue!"

Dia senang. Karena ini memang yang dia harapkan dari dulu. Dekat dengan Roy dan menjadi pacarnya.

"I-iya."

Roy tersenyum tipis. "Good girl."

Mereka sedang berada di belakang gudang kosong yang jauh dari keramain para siswa waktu istirahat.

Roy dan Lily juga sebenarnya sekelas. Di kelas, mereka juga tidak saling sapa dan tidak saling menyapa. Mereka seakan enggan untuk menyapa entah kenapa.

"Kita bersikap seperti biasa," kata Roy sebelum berbalik membelakangi Lily.

Lily mengernyit. "Maksudnya?"

"Kita tetap bersikap seakan kita tidak ada hubungan apa-apa."

"Kenapa?"

"Tanpa tahu alasannya, lo harus ikut peraturan itu," jawab Roy tanpa menjelaskan.

"Oke."

"Jangan natap cowok lain," ujar Roy sebelum meninggalkan Lily sendirian di belakang gudang kosong itu.

Kenapa memangnya? Batin Lily yang masih bingung.

Hari ini Lily benar-benar di buat bingung dengan sikap Roy yang menurutnya aneh. Tidak seperti biasanya cowok itu mengajaknya ke belakang gudang dan itu cukup mengejutkan.

Pasalnya, Roy tidak pernah menyapanya meskipun sudah 2 tahun ini mereka sekelas. Dan anehnya lagi, sikap Roy yang manis meski ada tatapan datar dan dinginnya.

Dan di tambah dengan klaim yang di katakan oleh Roy terhadap dirinya.

Apa Roy masih waras? Apa itu bukan Roy? Atau jangan-jangan itu adalah makhluk halus yang merasuki raga Roy?

Lily bergidik ngeri. Kenapa dirinya jadi parno seperti ini?

Lily menatap sekitar. Dia baru menyadari jika dirinya masih ada di belakang gudang kosong sendirian.

Lily berlari meninggalkan tempat itu, masa bodo dengan ucapan Roy dan apapun itu. Yang terpenting, dia harus meninggalkan tempat itu sekarang.

Selepas dari belakang gedung sekolah, Roy kembali ke kelasnya. suasana hatinya yang semula hangat dengan kehadiran Lily, kini berubah menjadi senyap kembali. tidak ada yang bisa di lakukan olehnya untuk berhenti membenci Ayahnya yang sampai sekarang sangat kasar perlakuannya pada sang Bunda.

Bundanya sangat mencintai Ayahnya. Namun itu yang menjadikan Roy membenci Ayahnya. Karena perlakuan kasar Ayahnya, Bundanya harus tersiksa seperti ini. Itu benar-benar tidak adil bagi Roy yang hidup tanpa adanya kasih sayang seorang Ayah.

Harusnya, Ayahnya menjadi pemimpin keluarga. Imam yang baik untuknya dan pahlawan pertama yang ada di hidup seorang anak. Tapi kenyataannya ini benar-benar terbalik. Roy hampir saja lupa bahwa dia masih memiliki orang tua lengkap. Sepanjang hidupnya, Roy tidak pernah mengakui bahwa dirinya memiliki seorang Ayah. Karena pada kenyataannya itu semua percuma. Ayahnya bukanlah yang terbaik untuk sang Bunda apalagi untuk dirinya.

Di kelas, Roy hanya termenung. memikirkan banyak praduga yang akan terjadi di rumah sekarang. Bunda adalah salah satu orang yang sangat dia cintai di dunia ini. apa perempuan itu baik-baik saja?

Liliana Dupont. Gadis cantik itu yang kini menjadi warna baru di hidup Roy. Akankah hidupnya akan lebih berwarna dengan kehadirannya di hidup Roy yang kelam?

----

TBC.

First Time

Roy Alvaro

° Jangan deket sama Andi duduknya!!!

Lily langsung mengernyit ketika melihat pesan itu dari Roy. Kenapa harus jauh? Toh Andi adalah temannya dan teman dia juga. Kita sekelas dan saat ini Lily dan Andi sedang melakukan diskusi kerja kelompok.

Lily memandang ke arah Roy yang kebetulan juga sedang melihat ke arahnya.

Lily hanya diam melihat Roy yang memasang wajah menahan kesal. Selalu saja. Kenapa harus di larang saat itu masih batas wajar?

Lily beralih ke arah ponselnya lagi dan mulai mengetik sesuatu. Tidak enak rasanya harus menyimpan hubungan di belakang seperti sekarang. Selalu berkomunikasi lewat ponsel dan harus setiap waktu mengeceknya.

Tetapi ini juga lebih baik. Dia tidak akan terganggu dengan larangan Roy melalui suara Roy langsung. Cukup via pesan saja.

Liliana Dupont

Aku cuma diskusi aja kok. •

Roy Alvaro

° Mau melanggar?

Melihat pesan itu, Lily reflek melihat ke arah Roy yang tersenyum sinis pada Lily. Dirinya bukan bermaksud untuk itu. Hanya saja dirinya ingin mengerjakan tugas tanpa embel-embel ingin berdekatan dengan cowok lain.

Lily menghela napas resah. Kemudian Lily beranjak dari duduknya dan menghampiri Meisya yang duduk di seberang bangkunya dengan Andi dan membisikkan sesuatu.

Meisya mengangguk. Lalu cewek itu berpindah ke tempat duduk yang di duduki Lily sebelumnya dan Lily berpindah duduk di tempat Meisya tadi.

Kebetulan Meisya kali ini sedang satu kelompok dengan Lily jadi dirinya sedikit lega karena ada yang mengerti posisinya saat ini.

Meisya adalah cewek satu-satunya di kelas ini yang tahu bahwa dirinya pacaran dengan Roy selain sahabat-sahabatnya yang lain.

Liliana Dupont

Udah. Sesuai apa yang kamu mau_-

Roy hanya melihat pesan itu tanpa membalasnya. Sedangkan Lily masih mengernyitkan keningnya karena heran. Biasanya kalau Lily balas apapun suka di balas bukan hanya di read saja. Ada apa dengan dia? Apa ada salahnya yang membuat dia marah?

Liliana Dupont

Ada apa? Kok cuma di read? •

Ini kan yang kamu mau? •

Aku udah ngelakuin persis kayak perintah kamu. •

Jangan bikin orang serba salah deh. •

Sok misterius banget sih-_ •

Pesan-pesan itu di kirim oleh Lily pada Roy dan hanya di read saja seperti sebelumnya. Sebenarnya mau Roy apa? Lily sampai tidak habis pikir dengan jalan pikiran Roy yang seperti ini.

Kenapa sih tuh anak.

Diskusi ini masih terus berjalan seperti berjalannya jarum jam yang terus berganti setiap detiknya.

Lily mendesah. Dirinya tidak tahu apa salahnya hingga Roy tak sedikitpun mau membalas pesan yang dia kirim bertubi-tubi itu.

"Kenapa lo Ly?" tanya Meisya yang melihat Lily menampakkan wajah was-was nya.

Lily tersentak. Menatap kedua temannya yang berada di depannya dengan ekspresi kebingungan.

"Kenapa apanya?"

Andi mengernyit. Ada apa sebenarnya dengan cewek ini? Biasanya dia sangat semangat kalau ada diskusi. Sekarang sangatlah berbeda dengan yang dulu. Terhitung dari hari senin, seminggu lalu.

Memang hubungan Lily dan Roy sudah menjalani hubungan sejak minggu lalu. Bukan tepatnya hari Jumat lalu di belakang gudang kosong.

"Lo kenapa bengong? Kesambet tahu rasa lo," cetus Meisya.

"Enak aja."

"Makanya jangan bengong. Tuh kerjain tugas-tugasnya," perintah Meisya lagi.

"Iya-iya bawel ih!"

°°°

Jam istirahat seperti ini adalah waktu yang tepat menanyakan ini semua pada Roy tentang sikapnya.

Meisya sepertinya sudah keluar kelas lebih dulu sebelum dirinya. Mungkin Meisya sedang ke kelas pacarnya di sebelah gedung ini.

Lily hendak beranjak dari duduknya namun gerakan terhenti ketika sebuah tangan menahan lengannya dan kembali duduk di kursinya.

"Temui aku di belakang gedung," kata sesorang itu membuat tubuh Lily menegang seketika.

Lily meneguk salivanya susah payah. Itu suara Roy. Namun belum sempat Lily melihat ke orang itu, Roy langsung pergi dan menuju ke arah teman-temannya lalu pergi keluar kelas.

Lily masih tetap diam hingga dia rasa Roy sudah jauh dari pantauannya. Karena Lily juga tidak mau menimbulkan kecurigaan bagi semua teman-temannya yang lain.

Lily menyusuri koridor ini dengan mata yang menunduk tanpa melihat ke arah depan hingga kepalanya menabrak dada seseorang.

Lily akhirnya mendongak menatap cowok itu. Dia adalah Farrel. Cowok yang harus di jauhi olehnya atas perintah Roy. Entah kenapa.

Cowok itu memang sempat ada masalah dengan Roy waktu kelas 10 karena Jenny. Dia adalah cewek yang di perebutkan oleh Farrel dan Roy dan Jenny memilih untuk pindah ke luar negeri meski sempat memilih Farrel.

"Lo ngapain sih nunduk kayak gitu? Nyari uang koin?" tanya Farrel dengan bersedekap dada.

Lily langsung menggeleng dengan tampang polosnya.

Lucu, batin Farrel.

"Terus kenapa?" tanya Farrel lagi.

"Takut ada kecoa makanya nunduk," alibi Lily sambil melirik kanan kiri dengan gelisah. Dirinya takut ketahuan sama pacar possesive-nya.

"Lo kenapa?" tanya Farrel ketika melihat Lily yang begitu gelisah.

"Gak apa-apa."

"Lo mau kemana?" tanya Farrel kembali untuk kesekian kalinya.

"Mau ke kelas Oktober. Duluan ya!" pamit Lily dan langsung pergi dari hadapan Farrel yang masih l bingung dengan tingkah Lily yang aneh.

sepanjang jalan menuju belakang gedung, Lily masih memikirkan reaksi Roy nanti ketika dia tahu bahwa barusan dirinya bertemu dengan Farrel secara 'tidak sengaja'. Oh ayolah, ini hanya kebetulan bukan hal yang diinginkan oleh dirinya. Baru beberapa hari mereka jadian, semua hal yang ada di hidup Lily terasa terkekang oleh kehadiran Roy yang tiba-tiba saja masuk dalam hidupnya yang sudah dipenuhi oleh warna bersama semua sahabat-sahabatnya.

Baru saja Lily berdiri di belakang tubuh kekar milik Roy. Bariton suara milik Roy sudah mengintimidasi dirinya

"Jalan keluar kelas buat selingkuh ya?"

----

TBC.

Angry

"Ngapain sama Farrel?" tanya Roy dengan posisi membelakangi Lily.

Tubuh Lily seakan lemas seketika. Suara cowok itu dingin tetapi mampu menusuk hingga ulu hatinya.

Lily diam tanpa menjawab pertanyaan Roy. Dia masih bingung dengan apa yang harus dia katakan. Meskipun cewek itu menjawab dengan sejujurnya pasti cowok itu juga tidak akan langsung percaya begitu saja.

"Jawab!" ucap Roy sedikit membentak. Ini pertama kalinya sejak dia pacaran dengannya.

Lily menunduk. Tidak berani menatap ke arah Roy yang sudah menghadap padanya.

"Punya mulut kan?"

Lily mengangguk dengan ragu masih dengan kepala yang menunduk. Hingga sebuah tangan menyentuh dagunya dan menariknya ke atas hingga mata Lily menatap wajah Roy yang memerah.

"Kenapa nunduk? Takut, hm?" tanya Roy dengan nada sedikit melembut.

Lily tetap diam membisu membuat Roy kesal sendiri dengan sikap pacarnya ini.

"Jawab Lily jangan diem aja kayak orang gak punya mulut!" kata Roy dengan nada meninggi.

"A--aku g-gak se-sengaja nab-nabrak dia. Itu aja," jawab Lily dengan gelagapan dan menahan tangisnya.

Brakk...

Roy menendang tempat sampah yang ada di dekatnya hingga isi sampah itu keluar berceceran kemana-mana.

Lily meringis. Kepalanya kembali dia tundukkan. Roy seperti marah mendengar penuturannya barusan. Tapi sudah terlanjur juga buat mengubah alasan itu.

"Dimana mata kamu sampe gak liat ada Farrel di depan?" tanya Roy marah.

Baru kali ini Roy begitu marah padanya cuma karena Farrel. Seminggu lalu Roy tak begitu marah kalau mengenai cowok manapun cuma menatap tajam, bersikap dingin dan mengatakan jangan di ulangi lagi.

"I-iya aku gak sengaja nunduk supaya gak liat cowok lain. Tapi tiba-tiba ada Farrel di depan."

"Itu tandanya kamu emang sengaja nyentuhin kulit kamu ke cowok brengsek itu," ucap Roy sarkastik seolah menyudutkan Lily agar merasa bersalah.

Diam. Lagi lagi Lily di buat tak berkutik sama sekali oleh Roy. Dia takut salah jawab lagi kali ini. Takut kalau Roy semakin marah dan tak mau mendengar jawabannya lagi.

"M-maaf."

"Maaf? Kalau udah kayak gini kamu cuma minta maaf?" cetus Roy dengan nada marahnya.

"Kamu bisa gak sih, jaga diri kamu dan jauhin apapun yang aku larang termasuk dekat sama Farrel apalagi nabrak dia kayak tadi!"

"I-iya, Roy."

"Puas kamu sekarang?" tanya Roy sedikit kelembut. Tapi tetap dengan nada dingin dan menusuk.

Lily diam. "Mau kamu apa sekarang?"

Roy menatap lekat pada Lily yang tetap menunduk. "Jangan nunduk. Aku lagi ngomong sama kamu."

Seketika Lily mendongakkan kepalanya menatap Roy yang menampakkan wajah datar dan dingin.

Lily menggeleng. "Sekarang aku yang nanya sama kamu, kenapa kamu cuma read chat aku?" tanya Lily sekarang.

"Karena kamu."

Lily mengernyit. Kenapa dirinya lagi yang disalahkan? Dia merasa sudah menjalani perintah Roy dan tidak dekat dengan siapapun selama bel masuk.

"Kok aku?"

Ah, hampir saja Roy melupakan kekesalan itu pada Lily. Dia masih marah pada Lily yang berhadapan dan berkontak mata langsung dengan Andi yang berada di depannya.

"Kenapa kamu kontak mata sama Andi? Kamu gak baca pesan aku apa? Butuh kacamata biar liat dengan jelas?!" sentak Roy kembali ke arah Lily.

Lily salah sekarang. Tidak seharusnya dia menanyakan hal ini sekarang karena emosi Roy masih belum stabil.

Lily menggeleng. "Aku kan udah pindah tempat. Aku udah nurutin semua mau kamu."

Roy meninju tembok gudang belakang dengan keras hingga tangannya memerah. Dengan reflek Lily mengambil tangan itu dan melihatnya.

"Tangan kamu merah," ujar Lily dan meringis sendiri. "Sakit gak?"

Roy diam melihat Lily yang memegang tangannya dengan khawatir. Dia bergeming hanya meringis ketika kena tekan oleh tangan Lily.

"Aku obatin ya?" tawar Lily lagi. Sebenarnya kalau ditanya seperti ini pastinya cowok itu tidak mau.

"Gak usah," ucap Roy dan menarik tangannya.

Lily tidak mengambil tangan itu lagi. Malah tangannya merogoh ponsel yang ada di Almamaternya dan menghubungi seseorang.

Beberapa detik kemudian, panggilan itu terhubung dan detik berikutnya akhirnya terputus.

"Kamu tunggu sini," ucap Lily sebelum melangkah pergi.

Sesaat kemudian, cewek itu kembali dengan membawa kotak P3K di tangannya. Entah siapa yang cewek itu hubungi dan siapa yang memberikan kotak itu pada Lily.

"Siapa?" tanya Roy dingin.

Lily mengernyit. "Apanya siapa?"

Roy mendengus, "orang yang kamu temuin."

"Oh."

"Siapa? Aku nanya! Jawab!!" kata Roy mulai emosi kembali.

Lily terkejut. "Varsha."

Roy melunak kembali. Roy tahu siapa Varsha. Dia adalah teman Lily anak sahabat mamanya. Dan Roy juga tahu semua sahabat-sahabat Lily tahu hubungan antar mereka. Tinggal Roy saja yang harus cari cara bergaul pada mereka. Mengingat, kedua orangtuanya yang sudah meninggal membuat dirinya harus memutar otak untuk cari cara lain yang bisa bikin dirinya dekat dengan mama-mama sahabat Lily.

Lily anak semata wayang. Dan mereka semua juga sama. Anak semata wayang dan anak kesayangan semua sahabat-sahabat orangtua mereka.

Lily masih mengobati luka Roy dengan telaten. Meskipun banyak kesalahan dan kebingungan, tetapi Roy memahami itu. Roy anak konglomerat. Sering tidak tahu apa-apa masalah seperti ini. Masak pun Lily baru belajar meski tak sesempurna yang Roy bayangkan.

"Udah."

Lily tersenyum. "Meskipun aku bukan dokter, tapi aku yakin ini bisa membantu."

°°°

"Dateng darimana lo?" tanya Itto ketika Lily baru saja duduk diantara mereka.

Setelah pertemuan mereka di belakang gudang sekolah, Lily kembali ke kantin dan menghampiri semua sahabatnya yang kebetulan sedang ngumpul.

"Biasa."

"Weh si Lily bisa bucin juga ya ternyata," celetuk Refan yang duduk di dekat Nasya, pacarnya. Sedangkan Varsha berada di seberang mereka berdua. Sedikit risih memang ketika Varsha harus melihat pemandangan ini di depan matanya sendiri. Mantan pacar dan sahabatnya yang bermesraan di depannya.

"Sembarangan aja lo ngomong," ucap Lily sambil melempar cemilan milik Asley yang ada di sampingnya.

Asley melotot. "Gak apa-apa sih marah ke Refan. Tapi jangan kentang goreng gue juga kali yang jadi korban."

"Hehe maaf Ley," cengir Lily sambil menunjukkan kedua jarinya ke depan berbentuk V.

Asley mendengus.

"Kemana aja lo, Ly?" tanya lagi yang kali ini adalah Natasha.

"Iya ketemu sama dia, Nat. Biasa. Salah paham lagi," jawab Lily lagi.

"Jangan sering-sering bikin dia marah, Ly. Gue takut dia benar-benar kalap dan bakal bikin dia melakukan sesuatu yang belum pernah lo bayangin sebelumnya," kata Natasha menasihati.

Lily mengangguk. "Iya paham kok."

---

TBC.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!