NovelToon NovelToon

Mencintai Pria Dewasa

Bab 1 Tarif

Cerita awal ini berasal dari novel Ketika Cinta Bersyarat, bagi yang belum baca dan takut ga nyambung di sini. Bisa baca novel ketika cinta bersyarat dulu meski sekilas, ada di Side Story'Malik.

_

_

_

_

_

Pertama kali melihatnya, aku sudah jatuh hati meski tahu jika dia masih terlalu dini untuk aku jadikan seorang kekasih-Malik.

Pertama kali melihatnya, aku merasa dia pemuda yang baik dan selalu ramah, aku menaruh rasa padanya-Susan.

_

_

_

_

Karena mendapat tugas untuk bertemu seorang Hackers, Malik Mahardika pergi ke sebuah Restoran untuk menemui teman yang ia kenal lewat game online.

Malik terlihat duduk di sebuah restoran dengan pakaian yang non formal tapi rapi, ia memakai kemeja berwarna biru. Sesekali ia melihat ke arah jam tangan di mana waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Hari ini Malik diberi tugas Ravin untuk menemui SL, peretas yang mampu memecahkan video yang sedang bosnya selidiki. Pemuda itu janji bertemu pukul satu lebih tiga puluh menit. Akan tetapi sampai pukul dua siang, teman online-nya itu tidak muncul juga.

"Apa dia lupa?" Malik bergumam seraya melirik jam yang terpasang manis di pergelangan tangannya.

Seorang gadis memakai celana denim setinggi atas lutut dengan kaos berwarna merah marun serta tas punggung kecil dengan tali panjang. sangat khas dengan gaya ABG, berjalan ke arah meja Malik. Tanpa basa-basi ia langsung duduk di hadapan Malik dan membuat pemuda berumur dua puluh enam tahun itu terkesiap.

"Eh, adik kecil. Kenapa kamu duduk di sini? Meja ini sudah dipesan," ucap Malik dengan nada suara lemah lembut mengingat ia sedang bicara dengan anak baru gede yang berumur sekitar lima belas tahunan.

"Aku tahu," sahut gadis itu santai dengan bersidekap menatap Malik seakan sedang menilai pemuda itu, ia bahkan terlihat mengunyah permen karet dan sesekali meniupnya menjadi sebuah gelembung.

"Kalau tahu kenapa masih duduk di sini? Aku sedang menunggu klien, jadi jangan ganggu dan harap kamu mau pindah." Malik masih berusaha bicara dengan sabar kepada gadis itu.

Gadis yang entah siapa dan datang dari mana itu langsung menggebrak meja ketika mendengar Malik mengusirnya meski dengan cara halus, ia lantas menatap Malik tajam membuat pemuda yang lebih tua darinya itu jadi salah tingkah.

"Hei, Mama! Coba saja usir aku kalau kamu tidak menginginkan video itu!" Gadis itu memicingkan mata.

Malik membulatkan bola mata lebar mendengar kata 'mama', ia lantas memperhatikan gadis itu seksama dengan rasa tidak percaya. "Aku kalah sama bocah kecil! Selama ini dia ternyata bocah ingusan, Astaga!" batinnya.

"Es-El?" Malik merasa masih belum percaya.

"Iya, aku Es-El. Apa perlu aku perjelas nama panjangmu? Malik Mahardika, umur dua puluh enam tahun, artis idolanya Lisa Blackpink, juga, ehem ...." Susan sedikit mendeham karena ada hal yang tidak mungkin dia sebutkan.

"Oke oke, aku percaya!" Malik bisa menebak apa yang akan diucapkan gadis itu, ia bisa menduga jika gadis yang ada di hadapannya itu pasti sudah mencari tahu informasi tentangnya.

"Omong-omong kenapa ekspresimu seperti itu? Kecewa?" Gadis itu menatap tidak suka pada ekspresi wajah Malik yang tercengang.

"Aku pikir kamu seorang yang sudah dewasa, berkacamata tebal dan culun," ucap Malik. "Tapi ternyata kamu imut dan unyu-unyu. Ya Tuhan, hatiku tak terkondisikan," batin Malik seraya menggigit serbet dalam imajinasinya.

"Cih ... memangnya semua peretas itu culun. Kalau aku No! Big No! Otakku lebih cerdas dari orang dewasa, jadi jangan menilai orang dari penampilannya!" gerutu gadis itu yang tidak terima.

"Maaf, tapi tadinya aku pikir kamu juga cowok. Namamu saja aku hanya tahu inisialnya," kata Malik yang mencoba memancing agar gadis itu mau menyebutkan namanya. "Kamu sudah tahu namaku pasti tahu kalau aku pria."

"Hmmm ...." Gadis itu hanya berdeham, ia lantas mengambil tisue dan mengeluarkan permen karet yang ada di mulutnya. Ia kemudian mengulurkan tangan kanannya. "Susan, Susan Linc."

Malik langsung membalas jabat tangan dari Susan, hatinya trasa ada bunga-bunga yang bermekaran dengan kupu-kupu yang menggelitik rongga dadanya, tidak percaya jika ia bisa terkesima dengan gadis kecil itu.

Akhirnya mereka berbincang membahas soal video itu seraya menikmati hidangan yang sudah disajikan. Memang ada keganjalan dalam video itu.

"Oh iya, masalah pembayarannya bagaimana?" tanya Malik setelah mereka selesai dengan perjamuan itu.

Susan mengelap mulutnya, ia lantas tersenyum manis yang membuat hati Malik semakin meleleh. "Ya Tuhan, dia masih kecil. Kenapa aku bisa kagum padanya?" Malik terkagum-kagum dalam hati.

"Biasanya aku pasang tarif lima sampai sepuluh juta untuk memecahkaan rekaman Cctv. Tapi karena kamu baik dan ramah, aku kasih free," ucapnya seraya menyematkan tali tasnya di pundak.

"Free? Tapi tuanku mau bayar kamu," kata Malik malah kebingungan.

"Hahahahaha. Tidak usah, serius," tolaknya. "Sudah, ya! Aku ada janji lain, babay Mama." Susan lantas berdiri, kemudian pergi meninggalkan Malik yang masih tertegun tidak percaya.

Setelah punggung Susan menghilang dari balik pintu, Malik baru tersadar dari lamunannya. Jantungnya berdegup dengan kencang melihat senyuman dan cara bicara Susan. Bahkan ia sampai hampir menahan napas karena begitu gugup menghadapi gadis yang selalu ia kagumi di dunia maya, kini rasa penasarannya berkurang dan rasa kagumnya bertambah. "Apa aku suka padanya? Tidak! Ini gila! Mana bisa aku suka sama anak di bawah umur?" Malik geleng-geleng kepala mencoba berpikir realistis dan positif.

_

_

_

_

Begitu keluar dari restoran tempat bertemu Malik, Susan langsung mencari taksi karena dia ada janji lain. Janji pada komputernya untuk membelikan peralatan penunjang pekerjaan yang ia tekuni.

Gadis itu sudah sampai di sebuah toko peralatan elektronik langganannya. Ia mencari-cari barang yang ia butuhkan, selama ini Susan tidak pernah meminta uang lebih pada Juan atau Livia, ia membeli peralatan yang dibutuhkan dengan uang yang ia hasilkan sendiri.

"Susan!" tegur seorang pemuda pada gadis itu.

"Hai, Raf!" balas Susan dengan seutas senyum.

Rafael Dirgantara adalah teman sekelas Susan. Mereka sudah satu kelas sejak SMP.

"Nyari apa?" tanya remaja itu yang umurnya sama dengan Susan.

"Hanya lihat-lihat," jawabnya bohong.

Keahliannya memang sengaja ia tutupi dari orang terdekat, Susan tidak mau dianggap akan menghack akun atau privasi teman-temannya.

"Oh ...." Raffael hanya mengangguk.

"Kamu cari apa?" tanya Susan pada temannya itu.

"Keyboard, punyaku rusak!" Rafael menunjukan pada etalase berisi aneka jenis keyboard tapi matanya masih tertuju pada Susan.

"Ya sudah, aku pergi dulu!" pamit Susan.

"Mau ke mana?" tanya Rafa penasaran.

"Entah, pulang mungkin," jawab Susan ambigu.

Tidak jadi membeli keyboard, Rafa malah memilih menawarkan diri mengantar gadis itu pulang. Susan sebenarnya ingin menolak karena tidak mau merepotkan, tapi Rafa tetap memaksa membuatnya mau tidak mau menerima tawaran remaja itu.

Rafa membawa motor matic, remaja seumuran dia seharusnya memang belum boleh membawa motor. Tapi karena jarak rumah dan toko yang ia datangi tidak jauh, makanya dia nekat bawa motor dan tetap memakai helm untuk keselamatan.

"San, ada toko eskrim di depan. Mau mampir nggak?" tanya Rafa masih fokus melajukan motornya.

Susan melihat jam yang melingkar manis di pergelangan tangan, waktu masih menunjukkan pukul dua lebih lima puluh menit, masih terlalu siang untuk pulang.

"Boleh, sepertinya enak siang-siang makan es krim," jawab Susan mengiyakan ajakan Rafa.

Rafa tersenyum senang, ia lantas melajukan motor ke arah kedai es krim yang ia maksud.

Keduanya terlihat menikmati es krim dengan cone di atas motor. Seperti biasa, Susan suka eskrim rasa coklat strawberry.

"Kedai ini paling enak di sekitar sini," kata Rafa yang tidak ingin kehabisan topik bicara dengan Susan.

"Hmm ...." Susan terlihat sedang menjilat es krim yang hampir meleleh.

"Aku biasanya beli di kedai yang dekat sekolah kita. Di sana juga enak," imbuhnya.

Rafa hanya tersenyum, melihat Susan senang saja sudah cukup baginya. Setelah puas makan es krim, Rafa kembali melanjutkan niatnya mengantar Susan pulang.

_

_

_

_

Di sisi lain, Malik sudah kembali ke perusahaan. Namun, sungguh kecewanya dirinya karena tidak menemukan tuannya di sana, sepertinya Ravin sudah pulang duluan karena terlanjur rindu kepada kelinci kecilnya.

"Dasar Tuan! Pulang pun tidak memberi kabar!" gerutunya.

Akhirnya Malik putar badan, ia menuju lift untuk turun dan pulang karena orang yang ingin ia jemput ternyata sudah menghilang tanpa kabar. Meski begitu rasa kesalnya sedikit menguar ketik mengingat senyum Susan, sungguh cinta itu tidak memandang usia dan tempat. Lihat saja berapa jarak umur mereka, tapi tetap saja Susan bisa menggetarkan hatinya, padahal gadis itu belum terlihat menarik selain parasnya yang cantik menuruni paras sang mamah.

Karena tidak mendapati Ravin di kantor, Malik akhirnya kembali ke rumah. Pemuda itu langsung masuk ke rumah dengan memutar-mutar kunci mobil di jari telunjuknya. Pemuda itu tidak bisa menutupi rasa bahagia karena jatuh cinta.

"Mal! Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Bu Metha melihat air muka Malik yang tidak seperti biasanya.

"Ada bunga yang tumbuh di sini!" Malik menunjuk pada bagian dada.

Pemuda itu langsung menuju kamarnya, meninggalkan Bu Metha yang kebingungan dengan ucapan pemuda itu.

"Terlalu lama menjomblo tidak membuatnya gila, 'kan!" Bu Metha mencoba menerka.

Benar saja, Malik seperti orang tidak waras. Pemuda itu mandi dengan sesekali menyenandungkan lagu jatuh cinta, bahkan saat berkaca pun juga ia bernyanyi.

"Aku masih tampan dan muda, bukankah masih pantas suka sama dia."

Malik tersenyum-senyum sendiri. Ini kalau ada yang lihat pasti akan bilang gini 'Malik kesambet setan pohon kamboja'. Fix!

_

_

_

_

_

...Visual Malik...

Nama: Malik Mahardika

umur: 26 Tahun

pekerjaan: Asisten pribadi

sifat: Lembut, penyabar sedikit humoris.

...Visual Susan...

Nama: Susan Linch

Umur: 15 Tahun

Pekerjaan: Pelajar, Hacker.

Sifat: Supel, periang, gampang bergaul.

...Visual Rafa...

Nama: Rafael Dirgantara

Umur: 15 Tahun

Pekerja: Pelajar

Sifat: Keras kepala tapi baik.

Bab 2 Aku suka kamu

Setelah pertemuannya dengan Susan, Malik benar-benar tidak bisa menghilangkan senyum Susan dari ingatannya. Siang malam, makan kerja, pikiran tentang Susan terus menemani kesehariannya.

"Tuan! Besok izin libur, ya!" Malik memberanikan diri bicara dengan Ravin karena tidak tahan untuk segera biza bertemu Susan.

"Besok hari apa? Kenapa tiba-tiba minta libur?" tanya Ravin memicingkan mata curiga.

Malik menggaruk tengkuknya, memutar otak mencari alasan yang pas agar bosnya itu mengizinkan. Baru terpikirkan sebuah ide, bibirnya yang siap terbuka terhenti oleh ucapan Ravin.

"Cuti kalau mau cuti, lagi pula sudah enam bulan lebih kamu tidak ambil cuti." Izin dari Ravin seakan menjadi angin segar untuknya, seperti sebuah pertanda agar ia melanjutkan apa yang ingin ia lakukan.

"Jangan sampai aku di cap bos kejam karena tidak memberi cuti," imbuh Ravin.

Malik terlihat begitu senang, ia kemudian melanjutkan kerjanya. Segera membereskan tugas-tugasnya agar besok bisa cuti dengan tenang.

_

_

_

_

Siang itu Malik terlihat pergi dari rumah Ravin menggunakan mobilnya sendiri. Mobil itu ia beli dari bonus tahunan yang diberikan Ravin.

Siang itu Malik terlihat berdiri bersandarkan mobilnya, ia menatap pagar sebuah sekolah menengah atas, Malik memakai pakaian santai, celana denim warna hitam panjang yang ia padukan dengan kaos dan kemeja berwarna soft, tak lupa kacamata hitam menutup bola mata coklatnya. Ia benar-benar seperti ingin pergi kencan.

Lima belas menit berlalu, gadis ABG yang ingin ia temui akhirnya terlihat batang hidungnya. Susan berjalan dengan teman perempuannya seraya bersenda gurau, benar-benar memang gadis yang baru gede.

Susan terkejut melihat Malik ada di sana. Melangkah dengan ragu, Susan tidak yakin jika pemuda itu mencarinya.

Malik langsung melepas kacamata hitamnya begitu melihat Susan, ia lantas berjalan mendekat ke arah gadis yang mencuri hatinya itu.

"Susan!" panggilnya.

Susan yang awalnya ragu, lantas langsung menghampiri Malik dengan senyum manis yang semakin membuat Malik hampir jatuh bangun karena terpesona.

"Eh ... Mama! Cari siapa?" tanya Susan basa-basi.

"Kamu," jawabnya tanpa ragu.

"Aku?" Susan tidak percaya sampai menunjuk dadanya dengan jari telunjuk. "Kenapa cari aku?" tanyanya lagi.

"Emm ... boleh ngobrol di tempat lain, nggak!" ajak Malik mengamati sekitar.

Malik merasa aneh karena dipandang oleh siswa yang berlalu-lalang, apa dia yang terlalu tampan atau sebenarnya karena umurnya yang terlalu tua?

"Oke!" Susan mengiyakan ajakan Malik.

Bahagia, Malik mengajak Susan masuk ke mobilnya. Ia kemudian mulai mengemudikan mobil itu meninggalkan lingkungan sekolah.

Di dalam mobil, Susan tampak mengamati mobil yang dikendarai Malik, jiwa penasarannya akhirnya muncul untuk mencari tahu.

"Mobil ini termasuk mewah dan canggih. Apa ini milik bosmu?" tanya Susan menatap Malik yang fokus menyetir.

Malik mengulas senyumnya, sebagai pemuda yang hanya bekerja sebagai seorang asisten, tentu saja yang melihat mobil itu akan beranggapan jika milik tuannya. "Bukan, ini milikku. Meski aku cuman seorang asisten pribadi, tapi gajiku sebulan bisa untuk hidup beberapa bulan," jawabnya sedikit pamer pada gadis yang ia sukai berharap jika Susan akan sedikit memandangnya. "Mobil ini aku beli dari bonus," lanjutnya.

"Wah, gajimu besar juga! Bosmu pasti baik, sampai memberikan gaji yang besar," timpal Susan.

Malik hanya membalas ucapan Susan dengan sebuah senyuman. Akhirnya Malik kembali fokus pada jalanan, ia mengajak Susan pergi ketempat yang gadis itu inginkan.

Sebagai seorang remaja, tentu saja Susan lebih suka pergi ke kedai eskrim atau cafe yang menyajikan aneka camilan dan bukannya restoran mewah. Kini disinilah mereka, Susan mengajak Malik pergi ke Cafe langganannya, eskrim rasa strawbery coklat tersedia di atas meja dengan gelas saji, juga dua porsi Nachos dan Onion Ring.

"Ada apa mencariku? Mau meminta bantuanku lagi?" tanya Susan seraya menikmati eskrim miliknya.

Malik terlihat menatap Susan yang sedang menikmati eskrimnya, beberapa hari tidak melihat malah semakin membuatnya tergila-gila. Sungguh cinta itu buta, tidak memandang usia dan status.

"Tidak! Hanya ingin bertemu saja," jawab Malik yang kemudian ikut menikmati eskrim yang sudah dipesankan Susan.

Susan hanya berdeham, ia masih menikmati manis dan dinginnya setiap sendok eskrim yang masuk ke rongga mulutnya.

Mencoba mengatur napasnya, Malik kini siap mengutarakan apa yang ingin ia katakandan sudah mengganjal selama beberapa hari ini.

"Susan."

"Iya, bagaimana?"

"Aku suka kamu," ungkap Malik.

Tentu saja apa yang diucapkan Malik membuat Susan hampir tersedak, untuk itu eskrim yang bisa meleleh di mulut, coba kalau onion ring atau nachos yang sedang masuk, pasti akan nyangkut di kerongkongan.

Mengambil selembar tissue kemudian mengelap bibirnya, Susan menatap Malik dengan sedikit tawa. "Mama, kamu bercanda, ya!" Susan mencoba mengelaka dari kenyataan.

Malik menggelengkan kepala, ia sangat yakin dengan apa yang ia katakan, Susan membulatkan mata lebar mencoba menelaah maksud dari teman online-nya itu.

"Mama, kamu serius?" tanya Susan meyakinkan dengan sedikit melotot pada pemuda itu.

"Serius, jika tidak aku tak akan menemuimu," jawabnya dengan keyakinan seratus persen.

Susan menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa, ia kemudian sedikit memijat keningnya baru kembali menatap pemuda yang sedang menunggu jawabannya dengan sangat antusias.

"Ma, kamu tahu 'kan aku umur berapa? Bagaimana bisa kamu suka dengan gadis kecil seperti 'ku?" Susan hanya ingin tahu alasan sebenarnya.

Selama ini memang banyak teman seumurannya yang menyatakan cinta pada gadis itu, tapi mengingat dia yang lebih suka menghabiskan waktu dengan komputer, Susan memilih untuk tidak berpacaran karena takut jika akan menyita waktunya dengan alat-alat kesayangannya.

"Memangnya kita harus memandang umur seseorang untuk suka dan menyayangi. Bagiku asal kamu menerima, maka tidak perduli kamu umur berapa. Bahkan jika disuruh nunggu kamu dewasa pun aku bersedia," jawab Malik yang benar-benar terdengar gila, sepertinya pemuda ini sudah terkena virus cinta akut yang tidak bisa diobati.

Susan terlihat berpikir, entah kenapa dia sendiri memang menyukai kepribadian Malik sejak sering main game online dengan pemuda itu. Malik selalu bersikap sopan dan tidak pernah mengeluarkan kata-kata kasar, apa mungkin karena umurnya? Sehingga ia tidak bersikap seperti anak kecil.

"Emm ... kamu yakin dengan ucapanmu?" tanya Susan memastikan.

"Ucapan yang mana?"

"Bersedia menanti aku sampai dewasa," lirih Susan yang tiba-tiba merasa malu.

Mendengar kalimat yang muncul dari bibir gadis itu seperti angin segar yang menerpa hati dan jiwanya, memberikan kesejukan yang tiada tara.

"Tentu yakin!"

"Kalau begitu, aku beri kamu kesempatan. Jika kamu bisa menungguku lima tahun lagi, aku akan bersedia jadi kekasihmu," ucap Susan kemudian, ia mengedarkan pandangan ke arah lain karena malu menatap Malik.

Sungguh dia sendiri merasa aneh, kenapa juga dia ingin memberi pemuda itu kesempatan, meski tahu jika jarak umur mereka saja hampir sebelas tahun. Malik bahkan tidak lebih muda dari kakaknya.

"Oke, aku setuju. Selama itu aku akan menunggu dan tidak akan pernah melirik gadis manapun demi kamu," timpal Malik penuh semangat. Lagi pula selama ini ia hanya berinteraksi dengan laptop dan kertas, bagaimana bisa ia melirik gadis lain.

Susan hanya mengangguk-angguk malu. Ya, memang cinta tidak memandang usia, semoga mereka berjodoh lima tahun kemudian

_

_

_

_

Jangan lupa like, komen, favorit juga ya ... tencuuu 😘😘

Bab 3 Club' Malam

Tanpa terasa dua tahun sudah berlalu. Baik Malik maupun Susan masih terus menjalin komunikasi meski status keduanya belum jelas, alias masih tergantung kayak jemuran entah kapan bakal kering kalau musim hujan terus datang.

"Tuan! Kenapa kita ke club malam? Nggak takut apa kalau nona Audrey marah?" tanya Malik masih di belakang kemudi menatap gedung berlantai lima dengan tulisan Club Malam.

"Tentu saja aku takut! Kamu tahu 'kan kalau dia marah udah kayak beruang ngamuk," jawab Ravin. "Tapi mau bagaimana lagi, klien ini benar-benar mengesalkan, dia mau bertemu tapi di sini," gerutu Ravin.

Malik hanya mendesah kasar, ia tahu jika tuannya itu tidak pernah pergi ke klub malam. Terlebih lagi sekarang dia sudah memiliki bayi di rumah.

"Sudahlah ayo turun! Cepat bertemu cepat selesai!" pikir Ravin.

Seharian bekerja tentu saja ia ingin segera pulang, bagaimanapun sekarang ada dua makhluk cantik yang menantinya di rumah.

Malik mengekor pada Ravin, mereka menuju ruangan private yang sudah dipesan oleh klien Ravin. Setelah bertemu dan membahas masalah kerjasama, klien Ravin yang umurnya ternyata tak lebih tua darinya itu mengajak minum. Namun, karena dia memiliki bayi yang akan ia temui setelah ini, tentu saja membuat pria itu menolak. Malik yang tahu tentang cara kerja bisnis para petinggi perusahaan itu pun menawarkan diri untuk menghabiskan minuman milik Ravin sebagai tanda menghormati.

"Maaf, tuan saya sedang tidak minum karena masalah kesehatan, maka saya yang akan menghabiskan minuman ini untuk memberikan rasa hormat tuan saya pada Anda," jelas Malik menawarkan diri.

"Boleh boleh, wah asistenmu sungguh pengertian," puji klien Ravin.

Dua gelas tandas sekali minum, satu gelas milik Ravin dan satu gelas milik Malik sendiri. Merasa terlalu banyak minum, Malik izin ke kamar kecil sebelum mereka pulang.

"Jangan lama-lama, Mal! Aku pengen buru-buru pulang," ucap Ravin pada Malik yang langsung berlalu ke kamar mandi.

Malik bergegas ke kamar kecil. Setelah selesai, ia membasuh wajahnya agar lebih segar karena kelopak matanya mulai berat, mungkin karena banyak minum. "Sial! Kalau bukan demi kelancran bisnis tuan, aku tidak akan minum sebanyak ini," gerutunya.

Setelah merasa sedikit segar, Malik keluar dari kamar mandi. Berjalan menyusuri lorong menuju ke lift, Malik terkejut melihat siapa yang melintas dari arah lain. Ia sedikit berlari untuk mengejar gadis yang ia kenal.

"San!" Malik meraih lengan Susan.

"Eh ... Mama! Kenapa kamu di sini?" tanya Susan duluan.

"Seharusnya aku yang nanya, kenapa anak gadis pergi ke Club malam?" tanya Malik dengan ekspresi wajah tidak senang.

"Aku hanya-." Belum juga menyelesaikan ucapannya, tangan Susan sudah ditarik Malik untuk pergi dari sana.

Malik menarik begitu saja tangan Susan tanpa mendengarkan dulu penjelasan gadis itu. Bukan tanpa alasan Malik tidak suka. Pertama, tempat itu diperuntukan orang dewasa. Kedua, Susan memakai pakaian sedikit minim, membuat Malik merasa curiga dan sedikit khawatir.

"Ma, dengerin dulu!" bujuk Susan ketika mereka sudah sampai di lantai satu.

"Denger apa? Kalau kamu butuh uang, aku bisa kasih! Sekarang kamu pulang!" perintah Malik dengan wajah geram.

Susan sedikit curiga dengan Malik, ia bisa mencium bau alkohol dari napas pemuda itu. "Ma, kamu mabuk?" tanya Susan.

"Jangan mengalihkan pembicaraan," bantah Malik tidak mau menjawab pertanyaan Susan.

Susan menghentikan langkahnya dengan sedikit menarik tangan Malik yang memegang pergelangan tangannya, membuat pemuda itu tertarik dan membentur tubuh Susan.

Susan yang tubuhnya lebih kecil dari Malik tentu saja hampir terjerambab karena terbentur tubuh kekar pemuda itu. Namun, sebelum itu terjadi, Malik dengan sigap sudah menangkap tubuh Susan, kini kedua tangannya merengkuh pinggang ramping gadis itu.

Kedua mata mereka saling bersirobok, sejenak mereka terdiam saling tatap. Ada rasa ingin untuk melakukan hal lebih, melewati status lampu kuning yang terstempel di hati mereka.

Malik mendekatkan bibirnya, napas yang bercampur dengan aroma alkohol tercium jelas di hidung mancung Susan. Jantung keduanya berdebar dengan cepat, kini rongga dada mereka seakan ada ribuan kuda yang berlari membuat suara bergemuruh yang tidak terkendali.

Menjalin hubungan dengan status lampu kuning, membuat mereka mengerti posisi masing-masing. Baik Malik maupun Susan tidak pernah melewati batas hubungan mereka, hanya sesekali bergandengan tangan atau berjalan bersama saja setiap bertemu. Untuk kiss, No! Malik tidak mau disebut pedofil karena berpikir mesum kepada gadis di bawah umur.

Namun, untuk malam ini sepertinya sedikit berbeda. Mungkin karena pengaruh alkohol membuat Malik menatap Susan dengan pandangan yang berbeda, malam itu Malik merasa jika Susan terlihat begitu cantik dan menarik. Melihat bibir ranum gadis itu begitu dekat membuat jantungnya berdebar tak terkendali.

Baru akan bersentuhan, mereka dikejutkan dengan suara ponsel Malik yang terus berdering. Keduanya membulatkan bola mata lebar, sadar dengan hal yang tidak seharusnya atau belum seharusnya mereka lakukan.

Malik melepas pelukannya pada Susan, ia langsung menjawab panggilan itu. Tentu saja suara memekik dari seberang panggilan hampir merusak gendang telinga pemuda itu. Malik sampai sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga ketika mendengar Ravin marah-marah karena merasa menunggu Malik ke kamar mandi sangat lama.

"Mal! kamu ke kamar mandi apa ke Mars!" teriak Ravin dari seberang panggilan.

"Iya, bentar! Saya sedang jalan ke sana, Tuan!" dustanya.

Susan yang melihat Malik kena maki pun menahan tawanya, ia bisa melihat ekspresi lucu dari wajah Malik yang sedikit memerah.

"Aku harus pulang, kamu berhutang penjelasan padaku! Pulang! Kalau tidak pulang aku akan datang ke sini untuk membawamu pergi!" ancam Malik pada Susan.

Susan hanya menggut-manggut dengan senyum kecil, mengerti tentang perintah pemuda itu. Akhirnya dengan berat hati, Malik meninggalkan Susan. Jika bukan karena Ravin, tentu saja Malik sudah kebablasan mencium Susan dengan status lampu kuning, belum hijau karena belum resmi jadian.

_

_

_

_

Jangan lupa like, komen masukin Favorite ya ... tencuuu😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!