🐝🐝🐝
Arse sudah mulai memiringkan kepalanya, bibirnya sudah mendekat perlahan di bibir Bianca.
Bianca mulai memejamkan matanya sudah bisa ditebak pacar mesumnya ini memang selalu mencari kesempatan.
"Ehem". Suara deheman menghentikan kegiatan dua sejoli yang sedang dilanda kabut asmara itu.
"Ck! Siapa yang mengganggu sih!" decak Arse dengan kesal dan menoleh ke sumber suara. Saat sudah menemukan asal suara, Arse hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah. Tatapan tajam pria itu seperti pisau yang siap menghunus jantungnya.
"Apa yang mau kau lakukan, heh!" bentak Jaya pada pria ada dihadapannya sekarang. "Waktumu habis, cepat keluar dari sini!" bentaknya lagi.
"Arse, pulanglah. Bukankah kau dari kemarin belum istirahat, lihatlah penampilanmu. Kau bisa kembali kesini lagi besok," bujuk Bianca pada Arse karena dia tahu sifat papanya yang keras tidak akan mudah untuk membuatnya luluh begitu saja.
"Hem, aku akan pulang. Jangan lupa makan yang banyak, aku besok akan kembali," ucap Arse dengan membelai rambut Bianca, dia ingin mengecup kening Bianca tapi lagi-lagi suara deheman menghentikannya.
"Sial!" Arse membatin.
"Aku mendengarnya, kau sedang mengataiku dalam hatimu bukan?" kata Jaya dengan sinis.
"Ti-tidak Om, saya permisi pulang." jawab Arse gugup dan dia kembali menoleh ke arah Bianca."Aku pulang, Bee."
Bianca hanya tersenyum dan mengangguk.
"Besok tidak usah kemari lagi, aku tidak menyetujui hubungan kalian! Dan jangan coba-coba main sosor putriku sembarangan. Mengerti?" ancam Jaya.
"Pa, sudahlah." tiba-tiba Lili ikut masuk ke ruangan karena bentakan Jaya terdengar sampai ke luar, Lili takut mengganggu pasien yang lain walaupun mereka di ruangan VIP tapi tetap saja tidak bisa membuat kegaduhan di tempat umum.
"Pulanglah Nak," ucap Lili dengan lembut pada Arse.
Arse pun melangkahkan kakinya keluar dengan terus mengumpat dalam hati. "Sialan, aku di usir tiga kali!"
Sampai diluar pintu Arse berpapasan dengan dua sahabat Bianca dan seorang anak kecil.
Anak kecil itu menatap tajam pada Arse.
"Apa kau bocil lihat-lihat!" kata Arse pada anak kecil itu.
"Eh kak, jangan bicara begitu padanya. Dia ini adiknya, Bee," ucap Sesil menjelaskan.
"Yang artinya adik iparmu kak," sambung Clara.
"Apa? Jadi bocil ini adik iparku?"
"Aku tidak mau punya kakak ipar sepertimu!" seru Cello menatap tak suka pada Arse.
"Coba lihat baik-baik cil, kakak iparmu ini begitu tampan dan yang paling penting aku kaya. Aku bisa memberikanmu mainan satu toko kalau perlu tokonya juga ku beli. Jadi, keren bukan kakak iparmu ini?" ucap Arse dengan tingkat narsisnya yang tinggi. Dia akan merebut perhatian satu-satu keluarga Bianca dimulai dari si bocil.
"Aku tidak butuh!" jawab Cello dengan ketus.
"I'm watching you!" imbuhnya lagi setelah itu masuk ke ruangan Bianca.
"Ck! Bapak sama anak sama-sama menyebalkan," batin Arse.
"Dia memang seperti itu tapi anaknya sebenarnya baik kok," ucap Sesil.
"Sejak kapan kakak kemari? dan apakah mama Bee ada di dalam?" tanya Clara.
"Jangan bahas mama Bee lagi. Aku pulang dulu, titip Bee ku," kata Arse pada dua gadis didepannya.
"Soooo Sweeeett," ucap Sesil dan Clara kompak.
🐝🐝🐝
Sesampai di mansion Arse segera membersihkan dirinya, rasanya badannya sangat lelah dan lengket. Saat dalam pesawat dirinya juga tidak bisa istirahat, bahkan sampai sekarang perutnya belum terisi.
"Gadis kecilku, kau sungguh luar biasa bisa membuatku seperti ini," gumamnya.
Dia kembali mengingat pernyataan cintanya pada Bianca.
"Bisa-bisanya aku menyukai hantu tengil itu, aku harus menjadi perfect boyfriend."
"Aku harus meluluhkan hati papa mertua."
Begitulah Arse terus bermonolog pada dirinya sendiri.
Setelah selesai mandi dia mengambil ponselnya yang sebelumnya sudah dia charge. Dengan senyum yang tidak pernah surut dari bibirnya dia mendial nomor seseorang.
"Halo, ada apa? jangan menyuruh yang aneh-aneh lagi!" sahut suara disambungan telpon.
"Calm down, Bro. kau tidak ingin mobilmu?"
"Akan ku matikan jika berbicara tidak jelas," tegas Sam diseberang.
"Karena aku sangat bahagia aku akan membelikanmu mobil itu."
"Kau sebenarnya salah makan apa?"
"Tidak, aku bahkan belum makan dari kemarin," jawab Arse dengan polos.
"Cepat makan agar otakmu kembali waras!"
Tut!
Panggilan dimatikan secara sepihak oleh Sam. Dia benar-benar sedang sibuk dan tak berniat meladeni Arse yang selalu bertingkah aneh. Biasanya dia menghubungi ketika ada maunya saja tapi sekarang menghubungi gara-gara ingin memberikannya mobil dengan harga fantastis. Apa tidak gila itu namanya pikir Sam.
Arse kini menghubungi sahabat yang satunya lagi.
"Jangan mengganggu!" ucap Chris diujung telpon.
"Ck! aku ini sedang bahagia sekarang, aku ingin berbagi kebahagiaanku."
"Aku mual mendengarnya."
"Aku serius sekarang. Aku ingin membelikanmu mobil yang kau mau."
"Kalau aku muntah sekarang itu salahmu! Aku sibuk, Bye!"
Tut!
Lagi-lagi panggilan dimatikan secara sepihak. Tapi tak pantang menyerah dia segera menghubungi Mommy nya.
"Halo Mom," ucap Arse saat panggilan sudah tersambung.
"Ada apa, Son?"
"Mom, mau ke salon? Mau ke mall? beli tas baru atau sepatu baru?"
Mom Adel mengerutkan keningnya tidak seperti biasanya putranya ini menanyakan hal seperti ini.
"Kau ada masalah apa, anakku?"
"Come on, Mom. Aku sedang bahagia sekarang, Mom mau apa aku akan menurut kali ini, bahkan menunggu seharian ke salon pun, aku rela."
"Mom, sedang berkencan dengan Daddy."
"Bukankah setiap hari kalian sudah berkencan?"
"Jangan mengganggu!" tiba-tiba suara berat Dad nya yang bersuara.
"Dad? Aku ingin bersama Mom hari ini."
"Mom hanya milikku, kau itu mengganggu disaat enak-enaknya."
"Enak-enak?" pikiran Arse sudah traveling kemana-mana, jiwa mesumnya kembali meronta-ronta.
"Dad dan Mom sedang melakukan itu?"
"Itu apa?"
"Sesuatu yang bisa bikin merem melek."
"Sontoloyo!"
Tut!
Panggilan kembali dimatikan, Arse hanya bisa mendesah meratapi nasibnya.
"Padahal aku kan ingin berbuat kebaikan tapi kenapa semua menolakku?" gumamnya.
🐝🐝🐝
🐝🐝🐝
"Terimakasih untuk semuanya Arse, I Love You"
"Tidak! Jangan pergi Bee..... " teriak Arse.
"Akhhhhh.. " Arse terbangun dari mimpinya. Keringat bercucuran membasahi dahinya. Begitulah yang dirasakan Arse selama dua hari ini, bayangan Bianca yang menghilang terus saja menjadi mimpi buruk baginya. Apalagi selama dua hari ini Arse tidak bisa menemui Bianca. Jaya benar-benar tidak membolehkan Arse bertemu dengan Bianca. Dia bahkan memerintahkan seorang bodyguard di depan pintu ruangan Bianca dirawat.
Arse ingin menelpon Bianca setidaknya ingin mendengar suaranya tapi dia bahkan tidak tahu nomor ponselnya. Sungguh lucu bahkan nomor ponsel kekasihnya dia tidak tahu. Hatinya semakin tak karuan, dia begitu gelisah yang diinginkannya hanya satu yaitu bertemu dengan Bianca.
Dia keluar dari kamarnya dengan langkah kaki tergopoh-gopoh. Keringat terus saja keluar dari dahinya, nafasnya begitu sesak, aliran darahnya serasa berhenti.
Bruk!
Arse terjatuh dan pingsan.
Disisi lain,
Bianca saat ini sudah berada di rumahnya, setelah dinyatakan sadar dan sudah melakukan beberapa pengecekan kesehatan dia diperbolehkan untuk pulang ke rumah selanjutnya dia akan melakukan rawat jalan. Tubuhnya masih belum bisa digerakkan hanya pergelangan tangannya saja yang sudah mulai bisa di gerakkan kembali, selebihnya dia akan berbaring atau duduk di kursi roda.
Dia teringat kejadian dua hari yang lalu saat dirinya berada di rumah sakit, sayup-sayup dia mendengar suara Arse berteriak memanggil-manggil namanya. Dia sudah protes pada papanya tapi percuma, Bianca juga tidak seberani dulu yang selalu membantah papanya. Dia sadar dirinya siapa sekarang, dia tidak ingin papanya kecewa padanya lagi. Ingatannya kembali pada kata-kata Lyra, air matanya kembali menetes. Dia tidak menyangka Lyra akan begitu membencinya.
"Mama, apa salahku?" gumamnya.
Dia belum siap bicara masalah ini pada papanya atau Lili, mereka merahasiakannya selama ini pasti ingin melindunginya. Padahal mereka bisa begitu saja meninggalkannya, karena dia bukan siapa-siapa di keluarga ini. Artinya, mereka begitu menyayangi Bianca.
"Terimakasih Papa Mahendra, Mama Lili, Cello.. kalian begitu tulus menyayangiku selama ini, aku akan bersikap baik mulai sekarang. Terimakasih Tuhan memberikanku kesempatan untuk hidup kembali."
Ceklek!
Pintu kamar Bianca terbuka, Lili menyembul masuk ke dalam membawa air hangat dan handuk kecil untuk mengelap badan Bianca.
"Waktunya membersihkan diri Bee," ucapnya.
Dengan telaten Lili mengelap setiap bagian tubuh Bianca.
"Terimakasih Ma," lirih Bianca.
"Mama, senang melakukannya Bee."
"Maafkan aku Ma." Bianca berkata dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan buang air matamu itu," ucap Lili sambil mengelap air mata Bianca yang sudah merembes.
"Kita mulai dari awal sekarang," imbuhnya.
Bianca hanya bisa mengangguk pelan.
"Ma, bisa minta tolong bujuk papa untuk bisa menerima Arse," kata Bianca.
Lili terkekeh, dari dulu dia ingin menjadi ibu sekaligus teman bagi Bianca, momen-momen seperti ini yang selalu Lili impikan.
"Kau sepertinya sangat menyukainya," goda Lili.
Wajah Bianca mulai merona, dia sebenarnya sangat malu tapi hanya Lili satu-satunya harapan saat ini.
Bianca pun menceritakan kejadian sepuluh tahun lalu saat dirinya jatuh ke danau dan di tolong oleh Arse, perjanjian yang mereka buat membawa pertemuannya kembali dengan Arse tapi dia tidak mengatakan kejadian saat dirinya jadi arwah rasanya semua itu masih tak masuk akal mungkin itu hanya akan jadi rahasia antara dirinya dan Arse.
"Jadi, dia jodohmu begitu?" tanya Lili saat Bianca sudah menyelesaikan ceritanya.
"Iya Ma. Walaupun dia sering bertingkah konyol dan aneh tapi sebenarnya dia baik," jawab Bianca dengan membayangkan wajah Arse.
"Hahahahaha.. kalian ada-ada saja. Mama akan coba membujuk Papamu, mungkin saat tahu Arse itu penyelamatmu Papa akan berubah pikiran."
"Terimakasih, Ma."
"Sekarang istirahatlah, besok kita mulai melakukan terapi."
Lili mengecup kening Bianca. "Selamat bermimpi indah bertemu sang pujaan hati." goda Lili lagi.
"Mama...... "
🐝🐝🐝
Arse membuka matanya perlahan, netranya tertuju pada jarum infus yang terpasang di tangannya.
"Kau sudah bangun, Son?" tanya Mom Adel yang saat ini duduk disisi putranya.
"Panggil dokter Dad," perintahnya pada suaminya. Saat ini memang Arse sudah berada di rumah sakit, sesaat setelah pingsan Mila dengan sigap menghubungi Tuan Besarnya dan segera membawa Arse pergi ke rumah sakit tersebut.
"Apa yang terjadi, Mom?" tanya Arse yang masih mengumpulkan kembali ingatannya.
"Kau pingsan tadi, Son. Kami sangat mengkhawatirkanmu, akhir-akhir ini kau bersikap aneh apa karena gagalnya pernikahanmu?" tanya Mom Adel dengan penuh selidik.
"Tentu bukan, Mom. Sepertinya aku butuh psikiater untuk memeriksa keadaanku. Apa Mom bisa uruskan?"
"Tentu." Mom Adel sebenarnya memang sudah ingin memeriksakan keadaan putranya sejak dia bertingkah aneh tapi dia urungkan karena takut putranya itu menolak.
Beberapa saat saat kemudian datang psikiater. Nyonya dan Tuan Atmadja pun meninggalkan ruangan karena Arse hanya ingin berbicara berdua saja dengan psikiater tersebut.
Arse pun mulai menceritakan keadaannya, tentang mimpi yang sama setiap dia tidur. Rasa ketakutannya untuk kehilangan Bianca dan saat ini yang ada dipikirannya hanya untuk bertemu dengan Bianca. Rasa gelisah dan sesak itu datang lagi, psikiater itu pun segera menenangkan Arse dari situ dia dapat menyimpulkan sesuatu.
"Diagnosa saya sepertinya Anda mengalami Thantophobia," terang Dokter.
"A-apa itu, Dok?"
"Namanya "Thantophobia" yaitu semacam ketakutan akan kehilangan seseorang. Perasaan ini dapat tumbuh begitu kuat dalam diri seseorang dan mengendalikan hubungan asmara orang tersebut dengan pasangannya."
"Sepertinya Anda sangat mencintai pasangan Anda," ucap Dokter.
"Aku menyukainya tapi tidak tau jika sedalam ini." lirih Arse.
"Ukuran dadanya dibawah rata-rata tidak menarik tapi aku suka melihatnya."
"Saat melukis dia begitu seksi rasanya dunia berhenti berputar saat melihatnya."
"Saat dia tersenyum membuat jantungku berdebar-debar tak karuan."
"Juniorku juga kadang tidak bisa diajak diskusi, dia selalu ON saat didekatnya."
"Sepertinya aku harus cepat mengajaknya menikah."
Arse bermonolog dengan dirinya sendiri dengan menampilkan senyum bodohnya. Tanpa peduli Dokter yang memeriksanya menyaksikan tingkah anehnya.
Dokter itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat pasien yang ada di depannya. "Parah!" ucapnya dalam hati.
🐝🐝🐝
Kalian pernah nonton film Iron Man 3 gak guys? Kan ada tuh adegan pas Tony Stark terkena Panic Attack , Nah bayangin Arse kaya gitu juga ya biar halu nya dapet🤣
🐝🐝🐝
Setelah Dokter pergi, Arse hanya memandangi botol obat yang ada di genggaman tangannya. Obat penenang jika dia mendapat serangan panik lagi. Dia mendesah pelan seumur-umur baru kali ini dia minum obat penenang dan harus diminum nya secara rutin agar mengurangi gejala Thantophobia yang dideritanya.
Tak lama, Mom dan Dad nya kembali.
"Mom, aku mau pulang," ucap Arse pada Mom nya yang saat ini duduk disampingnya.
"Pulanglah ke mansion utama!". Dad Abbas membuka suara dengan tegas.
"No! Aku tidak apa-apa," tolak Arse.
"Kondisimu saat ini membutuhkan banyak perhatian, Son," jelas Mom Adel sambil mengelus rambut putranya.
"Tidak Mom, aku ingin kawin sekarang juga."
Bug!
Arse terkena lemparan kotak tissue dan mengenai wajahnya.
"Awww sakit Dad," protes Arse pada Dad nya.
"Bocah gendeng! orangtuanya khawatir padanya malah mikir kawin," seru Dad Abbas pada putranya.
"Kenapa Dad sama seperti Bee ku sih, suka memakai bahasa aneh."
"Bee?". Tuan dan Nyonya Atmadja tampak kebingungan baru pertama kali dia mendengar nama itu.
"Dia kekasihku, dan aku ingin kalian melamarnya untukku, Mom, Dad," ucap Arse memohon dengan menatap orangtuanya bergantian.
"Melamar?" tanya Mom Adel tambah kebingungan.
"Aku bisa gila jika tidak cepat menikahinya," terang Arse lagi.
"Ck! bocah ini.. Kau baru saja gagal menikah bahkan beritanya masih hangat-hangatnya terus sekarang kau buat berita heboh lagi," decak Dad Abbas sambil memijit pelipisnya ternyata punya satu anak saja susah apalagi punya banyak anak pikirnya.
"Ah sudahlah.. kalian tidak bisa membantuku! Aku akan melamarnya sendiri." Arse secara paksa melepas infus ditangannya dan segera beranjak dari ranjang pasien dengan langkah kaki seribu dia pergi keluar dari ruangan bahkan teriakan Mom nya sudah tidak dia hiraukan yang menjadi tujuannya satu menemui Bianca.
"Dad, apa putra kita akan baik-baik saja?" tanya Mom adel pada suaminya.
"Sebentar lagi bocah gendeng itu pasti balik lagi," jawab Dad Abbas dengan percaya diri.
Saat dibawa kerumah sakit keadaan Arse masih dalam keadaan telanjang dada karena dia memang terbiasa tidur hanya memakai celana pendek diatas lutut. Jadi saat sampai dirumah sakit dia memakai baju pasien, dompet bahkan ponselnya pun tertinggal di mansion karena waktu itu semua panik melihat Tuan Mudanya yang pingsan.
Semalaman dia pingsan, dan baru bangun sekitar jam sembilan pagi tadi.
"Tuh kan Mom dia kembali," celetuk Dad Abbas.
Arse kembali dengan keadaan cemberut, bisa-bisanya dia berlarian dirumah sakit tanpa alas kaki dan memakai baju pasien untuk menemui Bianca. Apa kata calon papa mertuanya nanti pasti dia dianggap pasien rumah sakit jiwa yang kabur.
"Ayo kita pulang," ucap Arse dengan malas.
"Hahahahaha.. " Tuan dan Nyonya Atmadja hanya bisa tertawa melihat tingkah laku putranya itu.
Sepertinya kekasih baru Arse membawa dampak yang besar pada putra mereka.
Mereka semakin penasaran siapa sosok itu, bahkan saat menjalin hubungan dengan Bellena putranya tidak bertingkah aneh seperti ini justru menampilkan gaya maskulin tapi kenapa dengan gadis ini putranya menjadi begitu bodoh.
🐝🐝🐝
Hari ini Bianca melakukan serangkaian terapi, beberapa jam dia berlatih untuk menggerakkan kaki dan tubuh bagian lain yang masih terasa kaku. Seperti bayi yang baru belajar berjalan dia di papah oleh beberapa perawat sejauh ini lumayan banyak perkembangan yang tadinya hanya pergelangan tangan kini tangannya sudah bergerak bebas tapi kakinya masih sangat kaku bahkan dia beberapa kali jatuh.
"Sepertinya hari ini cukup latihannya," ucap salah satu perawat.
Lili yang dari tadi setia menemani putrinya itu langsung sigap membantu Bianca kembali ke kursi rodanya. Badan Bianca juga sudah mulai berisi kembali dia rutin minum vitamin dan makan dalam porsi yang banyak.
"Terimakasih Sus," ucap Lili sopan.
"Sebaiknya sering berjemur saat pagi hari ya, Bu. Vitamin D sangat baik untuk masa pemulihan dan juga setiap malam kakinya bisa direndam dengan air hangat," kata perawat itu menjelaskan.
"Baik Sus," jawab Lili lagi.
Lili segera mendorong kursi roda meninggalkan ruangan terapi di rumah sakit.
"Kita jemput Cello dulu ya Bee sebelum pulang," ucap Lili saat sudah duduk di dalam mobil.
Bianca hanya mengangguk mengiyakan.
"Pak, ke sekolah Cello!" perintah Lili pada supir pribadinya.
Setelah menjemput Cello mereka kembali ke rumah tapi karena Lili harus mengurus sesuatu yang penting dengan berat hati meninggalkan Bee dan Cello.
Setelah orangtua Lili meninggal mereka memberikan perusahaan tekstilnya pada Lili tapi karena Lili memang tidak tertarik dengan dunia bisnis, dia menyuruh orang kepercayaannya untuk menjalankan perusahaan. Siapa sangka orang tersebut mengkhianati Lili dan membuat perusahaan hampir bangkrut, akhirnya perusahaan itu di akuisisi oleh Jaya. Keadaan belum sepenuhnya normal sesekali Lili harus mengecek perusahaan tersebut karena tidak ingin kecolongan lagi.
"Jaga kakak Bee ya," ucap Lili pada putranya.
"Oke Ma, serahkan padaku!" jawab Cello percaya diri.
Sekarang tinggallah Bianca dan Cello yang ada dirumah dengan beberapa asisten.
Cello kini berada di kamar Bianca, dia ingin selalu siaga menjaga kakaknya.
"Kak Bee, kalau butuh apa-apa Cello siap!" katanya pada Bianca yang saat ini tengah berbaring di ranjangnya.
"Cello, kakak capek sekali habis terapi tadi. Kakak mau istirahat sebentar ya. Setelah itu kita bisa main PS bersama. Lihat tanganku sudah bisa digerakkan," ucap Bianca sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
"Baru begitu juga, coba kakak cepat bisa jalan agar kita bisa main kejar-kejaran lagi," decak Cello dengan mengerucutkan bibirnya.
"Jadi, adikku ini merindukan kakaknya. Sini, sini peluk!"
Cello mendekati Bianca dan memeluknya memang benar dia sangat merindukan kakaknya itu walaupun Bianca sering kasar pada Lili tapi sikapnya sangat lembut jika pada dirinya. Mereka juga sering bermain bersama kadang Bianca juga usil sering mengganggunya.
"Kakak jangan sakit lagi, saat kakak di rumah sakit disini seperti kuburan. Mama selalu menangis dan Papa juga tampak sedih, mereka tidak tersenyum lagi padaku." Cello berkata dengan lirih.
Bianca terperanjat, kasian sekali adiknya ini pasti dia kurang kasih sayang saat orang tuanya sibuk mengurus dirinya di rumah sakit.
"Lepas pelukanmu itu Bocil! Dia itu punyaku!". Tiba-tiba ada suara dari ambang pintu, sontak Bianca dan Cello menoleh ke sumber suara.
"Arse, bagaimana kau bisa ada disini?" tanya Bianca heran.
Arse segera melangkah mendekati Bianca. Tapi langkahnya terhenti saat Cello menahannya dengan merentangkan kedua tangannya.
"Ck! Adik ipar jangan menghalangiku. Butuh perjuangan untuk sampai kesini jadi minggirlah!"
"Tidak boleh, kata Papa jika ada pria bule yang mendekati kakak aku harus mengusirnya." terang Cello yang kini mulai menatap Arse dengan tatapan tajam.
"Matamu itu bisa keluar dari sarangnya jika terus melotot begitu!"
Tapi Cello tetap tidak bergeming dia terus menatap tajam pada Arse.
"Oh, jadi kau ingin lomba tatap-tatapan begitu? Oke, kau pikir aku tidak bisa!"
Arse pun mulai menundukkan badannya agar sejajar dengan Cello. Dia mulai melotot mengimbangi tatapan Cello yang membunuh.
1 detik
2 detik
3 detik
Sampai 15 detik kemudian.
"Hah, aku tidak kuat lagi!". Arse segera menegakkan badannya seraya mengucek matanya yang terasa panas.
"Bee.. adik ipar sepertinya kesurupan."
🐝🐝🐝
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!