NovelToon NovelToon

How To Be A Good Teacher

Permulaan

Beberapa bulan sebelumnya.

Sekolah menuju ujian kenaikan kelas dan tak lama setelah itu akan libur sekolah. Seorang guru ingin menjadi guru di salah satu SMK di Jakarta sebagai guru Desain Grafis. Mereka kini berjalan ke ruang kepala sekolah, dimana sang calon guru itu bersama dengan kepala sekolah itu.

“Lab desain grafisnya bagus pak. Membuat murid nyaman dan bisa merasakan bahwa sekolah ini mampu memberikan ilmu yang baik.”

“Pak Semi, setelah saya lihat tadi riwayat anda dan juga prestasi yang anda terima, saya kurang yakin bahwa anda bisa mengajar untuk menjadi guru Desain Grafis di SMK ini, mungkin saya akan menyarankan bapak disekolah tempat teman saya mengajar.”

“Tunggu pak, mohon untuk melihat satu video yang berada dalam flashdisk ini pak.” Kepala sekolah itu menancapkan flashdisk dilaptopnya dan membuak video yang berdurasi dua setengah menit itu.

Kepala sekolah itu menegak dan terbelalak. “Pak semi, setelah saya melihat video yang anda sarankan. Saya merasa cukup yakin bahwa anda bisa menjadi guru yang baik disekolah ini. Saya juga akan memberikan anda tanggung jawab sebagai wali kelas. Karena belum lama salah satu rekan kami hengkang.”

“Saya siap pak.” mereka bangkit sambil menjabat tangan.

“Tetapi pak, murid yang akan anda awasi esok adalah murid yang sangat banyak masalah, lalu mengapa anda ingin menjadi guru ?”

“Membenarkan hal yang salah adalah hobi saya pak. Profesi ini adalah salah satunya. Terima kasih pak Adnan,”

“Sampai berjumpa dikelas nanti pak Semi semoga berhasil.”

-

Hari pertama setelah kenaikan kelas.

Semi seorang pria berusia dua puluh enam tahun. Diusianya ia terlihat lebih muda dari usianya. Ia berjalan menuju kelasnya yaitu XI Multimedia III. Begitu ia masuk ia disajikan dengan pemandangan yang riuh. Ada murid yang mengenakan make up, ada yang riuh karena bermain game, ada yang bermain kartu remi, ada juga yang bermain gitar.

Ia segera menghampiri salah satu murid terdekatnya. “Sarapan mas ?”

“Laper pak.”

“Jangan terlalu sering makan produk beku, karena kita gak tau udah berapa lama produk itu ditempat, ditambah lagi didalem kulkas, jangan terlalu lama mas.”

“Udah biasa pak, buktinya sehat-sehat aja.”

“Bukannya udah biasa, tapi belom kena batunya.” ia hanya menyepelekan itu dan menenggak botolnya.

Ia berjalan mendekati muridnya yang sedang mengatur gitarnya. “Main di standard tuning aja dulu mas baru ke open D.” sambil menepuk pundaknya.

“Lah ngatur.” Semi hanya tersenyum saja mendengar itu.

Ia lanjut dengarn menegur siswinya yang tengah melihat make up di olshop. “Mau beli make up neng ?”

“Tau apa emangnya pak ?”

“Pake make up jangan sembarangan, lipstick aja ada yang bahaya, bahkan mengandung logam sama kimia, bedak kalo gak sesuai sama kulit bisa iritasi bahkan lainnya. Pake produk dalem negri aja neng, walau mahal tapi kualitas ada dan keamanan juga ada.” Ia hanya tersenyum saja.

Salah satu siswanya tengah melihat senjata tajam diponselnya sambil melihat harga, Semi menegurnya. “Mau beli pisau KA-BAR bro ?”

“Iya mas, mahal banget import satu jutaan.”

“Mending beli M9 Bayonet aja mas, selain tajem harga kwnya delapan puluh ribu.”

“Murah mas.”

“Murah lah, temen saya punya banyak taunya dia bunuh orang sekarang dipenjara. Jangan lah kalo gak guna.”

“Hobi ni mas.”

“Cari aja hobi yang lain jangan yang bahaya.”

“Ngatur ni mas ?”

“Silahkan tafsirkan sendiri.” ia berpindah ke deretan meja yang lain.

Ia menemukan seorang siswa yang tengah mendengarkan music hingga menganggukan kepalanya. “Dengerin lagunya pelan aja mas.” sambil menepuk bahu.

“Berisik mas, gak kedengeran.”

 “Ya pakenya satu aja, udah gitu lagumu metal lagi, bisa tuli kamu yang ada. Mending ganti lagu yang lain.” lalu melewatinya.

“Ko lau ngatur sih ?” katanya tidak suka.     

Kali ini deretan meja yang rata-rata wanita penghuninya. “Selfie terus mbak.”

Mereka tak menggubris dan melanjutkan berfoto dengan pose dua jari. “Selfie pake pose dua jari jangan terlalu deket mbak. Sidik jari bisa diambil sama AI digunakan buat kejahatan atas nama kamu, udah gitu ada bahaya secara psikologi. Salah satunya narsis, itu juga memicu tindakan oplas karena ingin tampil sempurna.”

“Emang bapak gak pernah ?”

“Saya selfie kalo ada objek menarik aja, selebihnya nggak.”

“Kita gak bakalan sampe kaya gitu pak.”

“Kalo suka selfie jadikan itu buat menghasilkan uang lah. Buat tutorial make up.” Semi meninggalkan mereka.

“Dikira murah kali make up.”

Ia kini berada didepan papan tulis. “Ok semuanya selamat pagi.” Katanya sambil mengetuk papan tulis dengan spidol.”

“Saya wali kelas kalian dan guru Desain Grafis kalian. Saya denger disini banyak murid yang bermasalah ya sampe guru aja nyerah.”

“Gurunya aja pak lemah.”      

“Pinter, karena guru gak boleh nyerah sama murid.”

Ia mendengar sisiwi yang tadi ia kunjungi masih sedikit riuh. “Neng tolong tenang.” Ia mengeluarkan sebatang coklat. “Mau gak ?”

“Mau pak.”

“Beli sendiri.” lalu ia masukkan lagi ke dalam saku celananya.

“Apaan si, ni guru so iye banget.”

“Nama saya Semi Fahrian.” sambil menulis dipapan.

“Kalian bisa catet nomor saya, saya guru baru disini, dan hari ini perdana saya bertemu kalian.”

“Gak ada yang peduli pak.” lalu banyak murid yang tertawa. Ia hanya mengacungkan jempol.

“Jangan berisik, atau saya buat kalian nggak nyaman dengan kehadiran saya.” Kelas tetap berisik.

Semi benar-benar membuat para murid tak nyaman dengan kehadiran dirinya. Hingga mereka mengabaikannya. Ia membuat kelas itu tak nyaman hingga jam istirahat. Begitu jam istirahat ia segera ke ruang guru jurusan. Ia bertemu dengan beberapa guru.

“Selamat siang.”

“Siang mas.” salah satu guru wanita dengan pakaian setengah modis dengan campuran kemeja flannel.

“Guru baru mas ?”

“Iya pak saya guru baru Desain Grafis.”

“Saya pak Afrian, saya guru bagian editing.”

“Saya Semi Fahrian pak.”

Seisi ruangan itu terdiri dari guru editing, Desain Grafis, Desain Produks, fotografi dan kepala jurusan. “Hari ini baru ngajar pak ?”

“Iya perdana, saya wali kelas di XI MM III.”

“Waduh pak, yang kuat ya, itu banyak banget murid yang bermasalah, beneran pak, kemaren aja wali kelasnya hengkang beberapa hari sebelum UKK.”

“Saya harap saya kuat hadapi mereka.”         

“Semangat pak.” Semi hanya tersenyum.

Malam.

Ia tengah berada dikamarnya sambil video call dengan calon istrinya. “Gimana say hari pertamanya ? Seru ?”

“Nggak sih. Mereka keliatannya nggak suka sama aku gitu, karena mereka nganggurin aku.”

“Yah bisa cepet dong karir kamu.”

“Nggak, karena planning kau hari pertama aku bakal buat mereka gak suka sama aku, baru hari kedua aku sentuh mereka satu persatu. Aku kan udah nolong banyak orang yang lebih bermasalah dari mereka, di jalanan lagi kamu tau sendiri kan kaya apa.”

“Oh yaudah, aku mengharapkan kamu yang terbaik ya baby.”

“Ya aku juga berharap yang terbaik buat diriku sendiri.”

“Kamu udah makan malem ?”

“Udah.” tiba-tiba adik dari calon istrinya menganggu video call mereka.

“Ca elah yang mau nikah bentar lagi vidcall ni sama calon suami, tahan dulu nanti kalo udah nikah bebas mau ngapain aja.”

“Laras ngapain si kamu ganggu aja.”

“Cie marah ni, baru diganggun vidcall.”

“Mulai kumat tu anak, sakit jiwa kali.”

“Mungkin dia jealous karena kamu udah mau nikah. Satu bulan lagi kan ?”

“Iya, gak sabar buat tidur satu ranjang sama kamu.” katanya dengan tatapan manis

“Yaudah kamu istirahat deh, udah larut juga, aku mau siap-siap buat besok. Goodbye honey I love you.”

“I love you too baby good night.”

“Good night. Ok hari pertama berjalan dengan baik, hari kedua gw bakal sentuh mereka satu persatu gw buat mereka patuh akan ucapan gw. Gw buat mereka menganggap bahwa gw adalah temannya bukan gurunya. Gw gak sabar buat besok beneran dah.”

Menyentuh

Pagi

Semi sudah sangat siap untuk menyentuh setiap muridnya pada pagi ini, bahkan senyuman diwajahnya tak pernah luntur karena ia tahu trik ini akan berhasil kepada muridnya. Ia sudah datang disaat baru total lima guru yang datang. Ia segera menempati mejanya diruang guru jurusan.

“Selamat pagi mas Semi.”

“Pagi pak Afrian.”

“Semangat banget ni mas kayanya. Ada apa ni ? Kaya ada sesuatu ni.”

“Nggak ada pak. Cuma saya punya sesuatu buat murid saya nanti pak, saya punya trik jitu buat mereka supaya mau tekuk lutut sama saya.”

“Weh, hebat mas Sem. Apa tu tricknya ? Share dong pak, biar kita juga bisa begitu pak.”

“Nanti deh pak saya share ya pak. Karena ini baru saya pikirkan hanya untuk murid saya dulu pak. Nanti bapak ceritain aja muridnya bapak kaya apa, biar saya pikirin tricknya juga pak.”

“Ok siap mas Sem.” pak Afrian seorang guru paruh baya bagi siapa yang menatap wajahnya semua orang akan berpikir bahwa ia adalah seorang guru yang baik dan lucu. Karena wajahnya yang seperti selalu ingin melemparkan lelucon itu tak pernah luntur.

Pukul 07.00 tepat.

Semi berjalan dnegan semangat menuju kelas yang sama, ia sangat penuh semangat sekali. Ia memasuki kelas itu, dan dengan cepat semua murid mengeluh bersamaan. Mereka menunjukkan wajah yang tak ada semangat.

“Selamat pagi, kenapa ? Gak suka ya sama kehadiran saya ? Seharusnya kalian ikutin kata saya kemaren. Kena kan batunya.” semuanya tak ada yang mempedulikan dirinya, ia hanya tersenyum saja sambil duduk didepan mereka.

Ia membuka dompetnya untuk melihat uang yang ia ambil semalam. “Ya ampun ngambil uang semalem kelebihan sejuta dong.”

“Ok gw punya cara.” katanya dalam hati.

Ia berdiri dan memulai trik jitunya. “Ok, saya akan buat kalian nyaman sama saya, saya yakin pasti kalian nyaman. Jawab aja pertanyaan saya.”

“Bodo amat lah pak.”

“Ok, jangan rugi nanti ya. Jawab aja kalian akan untung. Saya akan tunjuk kalian.” Ia melihat wajah muridnya, ia mencari siapa yang akan ia tunjuk.

“Berapa lama waktu yang diperlukan mata untuk beradaptasi dalam ruangan gelap. Kamu, ya yang nempel tembok paling depan urutan kedua.”

“Satu menit.”

“Dua menit lebih pak.” jawab mereka

Semi menghampiri mereka, membuka dompetnya dan memberikan satu lembar kertas berwarna biru. “Berdua.”

“Serius pak ?”

“Lah saya serius, ini uang dari ATM.” lalu mereka menerima uang itu dengan senyuman lebar.

Ia kembali berjalan ke mejanya dan beridiri. “Ok selanjutnya, sebutkan dua font script favorit kalian!” kali ini dua dari mereka mengankat tangan.

“Ya silahkan jawab yang paling belakang.”

“Amontilladios sama Aisha pak.” Semi mengangguk, berjalan dengan cepat dan memberikan jumlah yang sama.

“Terima kasih pak.”

“Sama-sama. Tenang aja masih banyak lagi pertanyaan saya. Selanjutnya, sebutkan dua software yang digunakan untuk percetakan ?”

“Saya pak.” kali ini dari siswi yang kemarin ia kerjai dengan iming-iming sebuah coklat.

“Iya neng apa ?"

“Corel draw sama AI pak.” Semi kembali menghampiri mereka dan memberikan imbalan. Lalu meninggalkan deretan mereka.

“Oh iya kemaren saya php-in kan ? Nih bagi-bagi.” ia memberikan dua buah coklat besar Toblerone.

Semi berjalan lagi kedepan. “Saya tinggal ya ada urusan sama guru jurusan yang lain.”

“Jangan pak, nanti aja pak.”

“Lah ngatur ni ? Tadi gak mau ada saya. Ngapa sekarang nahan saya ? Kenapa jawab pertanyaan saya? " dengan senyuman.

Ia duduk dimeja guru. “Ok gak jadi. Inget nama saya ?”

“Inget pak.”

“Ok kalian bisa panggil saya pak, kak, mas, bisa panggil saya Semi, Sem, Rian, Fahrian bebas. Tapi kalo diruang guru yang formal. Udah nyatet nomor saya ?” mereka mengangguk.

“Mas.” seorang siswi mengangkat tangan. “Nama ignya apa ?” setelah itu ia disoraki.

“Waduh, jangan kaya temen saya, temen saya waktu kuliah dosen anak dua digebet. Ntar nanti saya kasih tau. Udah buat grup chat kelas ? Nanti saya kasih tau nama ig saya apa. Saya masih umur dua enam. Baru aja lulus sarjana psikologi, sebelumnya saya kuliah desain grafis.”

Mereka kini tersenyum, tampak bergairah. “Ok kita lanjut pertanyaannya. Alat yang digunakan dalam membuat seleksi pen tool adalah ?” kini mereka yang belum menjawab mengangkat tangan.  

“Saya mas.” seorang siswa yang berada paling depan urutan kedua didepan hadapannya.

“Mouse sama wakom.” lagi, ia melakukan hal yang ia sukai, ia terus melakukan hal itu secara terus menerus. Ia membagikan uangnya yang lebih kepada seluruh muridnya. Sehingga seluruh muridya menjadi bersemangat dan mematuhi perintahnya.

“Besok belom belajar kan paling ? Saya undang semua nanti sore ke tempat yang seru, nanti saya share loc di grup kelas. Kalian udah tau kan tentang revolusi industry ? Jelaskan!”

“Pengurangan jumlah tenaga kerja manusia.”

“Yap kurang lebih begitu, jadi apa yang akan saya ajarkan kepada kalian nanti adalah materi yang akan kalian temui ketika nanti kalian akan bekerja walau dari kalian pasti gak semuanya bisa desain kan ? It’s ok kalian jalanin aja dulu. Kalo udah kuliah kan bisa focus nanti.”

Ia hening, memperhatikan muridnya, perubahannya sangat signifikan. Berawal dari mereka yang tak ada semangat, hingga menjadi bergairah. Ia sangat senang bahwa tricknya berhasil.

“Jadi biasanya yang akan saya ajarkan dan saya berikan tugas adalah, nanti kalian buat packaging makanan, setelah itu corporate indetity, buat desain baju. Beneran ini nanti bakal jadi modal kalian banget ini.”

“Terus apa lagi mas ? Mau dilatih supaya bisa kerja ni ?”

“Nanti kalian kan PKL, itu miniature dari dunia pekerjaan, n apa yang saya berikan pada kalian juga bisa jadi modal kalian banget buat kerja nanti. Setelah itu kalian buat iklan, iklannya boleh layanan masyarakat atau komersil, kaya produk ternama. Ada yang mau tanya ?”

“Corporate identity apa mas ?”

“Ini sebenernya seru, beneran. Nanti saya minta kalian berhkhayal kalian itu membuat sebuah perusahaan. Apakah itu production house, apa itu sebuah brand kaos, hijab, developer game, dan lain sebagainya. Nanti saya akan jelasin lagi ketika nanti kertika waktunya tepat. “

Mereka mengangguk.

“Ok, kalian kan masih satu tahun lagi kan di kelas dua belas, saya ingin mengajak kalian untuk menggunakan keahlian kalian, jadi dengan harapan bila kalian tidak bisa bekerja kalian bisa menggunakan keahlian kalian yaitu desain dan kalo gak bisa lagi…-“

“YouTube.”    

“Pinter. Jadi saya mengajak kalian untuk menggunakan keahlian kalian pada platform itu. Mbak yang suka make up, bisa tuh buat tutorial make up pake brand local, siapa tau kalian diendorse kan siapa tau. Trus yang bisa main gitar kalian bisa buat tutorial lagu, atau cover lagu. Walau susah perlahan tapi pasti.”

Ia memindahkan bangkunya untuk duduk berhadapan pada muridnya. “Ok kita keluar dari dunia sosmed. Kalian kalo umur dua satu udah kaya punya penghasilan sendiri kalian masih mau kuliah ?” ada mereka yang mengangguk dan ada yang tidak.

“Gak kuliah pun it’s ok. Kalo kalian udah bisa punya penghasilan sendiri, udah kalian sukses. Karena problem hidup utama nanti adalah kalian harus bisa mencari uang sendiri. Gak peduli kalian sekarang bader kaya apa, kalo kalian mau berubah belajar, kalian bisa sukses pasti. Jadi kalian bisa mencoba menggunakan keahlian sekarang untuk mencoba mencetak uang.”

Mereka semua mendengarkan dengan baik, bahkan tak ada satu pun dari mereka yang memegang ponsel.

“Jadi bagi kalian yang doyan didapur, bisa coba-coba aja berkreasi trus dijual siapa tahu meledak. Yang suka fotografi terus belajar, yang suka desain editing lakukan hal yang sama. Karena apa yang kalian perjuangkan sekarang pasti akan memetik hasilnya nanti. Semisal nanti kalian lulus dari sekolah ini kalian udah punya penghasilan sendiri, kalian gak kuliah juga gak masalah. Karena kalian udah bisa menghasilkan uang. Kalian mau nikah juga silahkan. Problem hidup itu bukan cinta, tapi menghasilkan uang. Kalian bisa menghasilkan uang, kalian nikah juga terserah.”

Sepertinya untuk kali ini para murid itu mendengarkan gurunya, karena sebelumnya murid ini tidak mau menengarkan apa yang guru mereka ucapkan. Semi telah berhasil membuat mereka kembali seperti semasa mereka menginjak taman kanak-kanak. Menjadi nurut dan memperhatikan gurunya.

Mendalam

Waktu istirahat, Semi kini berada diruang guru jurusan, ia hanya duduk sendirian saja sambil menyantap hidangan yang ia bawa. Disampingnya terdapat banyak data tentang muridnya. “Ok, makan siang udah, coba kita liat data murid gw.” ia membacanya secara perlahan, mungkin membaca data para murid akan menghabiskan waktu istirahatnya. Tetapi ia tak mempermasalahkan itu.

Sore. Semi tengah berada disuatu café yang memiliki taman, ia membooking tempat dengan ukuran yang sangat besar. Ia menunggu para muridnya sekarang. “Halo Rian, saya udah nunggu di tempat yang saya share loc ya, sekarang kamu dimana ? Udah didalem ? Masuk lagi coba saya ada diluarnya.” mereka saling mengarahkann ditelfon, sampai akhirnya mereka berdua bertemu.

Rian salim dengan Semi selayaknya menghormati orang yang lebih tua. “Udah lama mas nunggu ?”

“Belom, paling baru tiga menitan lah. Temen kamu yang lain mana ?”

“Masih pada otw mas. Sebentar lagi paling yang dateng Rezka mas.”

“Ok, pesen aja sambil nunggu.” Rian hanya tertawa sambil melihat menu yang tersedia dimejanya.

Tanpa menunggu waktu lama akhirnya mereka semua telah datang. “Ok, semuanya udah disini kan ? Gak ada yang gak dateng ?”

“Semuanya disini mas.”

“Ok kalo diluar sekolah mau panggil saya bang Semi, Rian, Fahri juga boleh santai aja. Kalian pada tinggal dimana ? Daerah sini semua ?”

“Sembila puluh persen mas.”

“Oh bagus, yang paling jauh dari sekolah siapa rumahnya ?”

“Saya mas.”

“Berapa jarak rumah kamu ke sekolah Rez ?”

“Kurang lebih sepuluh kilo ada.”

“Tiap pagi kamu berangkat pagi berarti ?”

“Gak pagi banget si mas. Soalnya saya tau jalan tikus, jadi jauh lebih cepet mas.”

“Oh pinter juga. Saya mau ngenal kalian lebih dalem lagi makanya kalian saya bawa disini, biar kita rasanya kaya temen biasa, gak ada yang statusnya tinggi sendiri. Rendra, hobi kamu apa Ren ?”

“Saya hobinya si ngedesain ngedit foto, tapi paling besar dimusik si mas. Makanya saya selalu bawa gitar ke sekolah.”

“Tapi kamu bisa imbangin semuanya ?”

“Bisa mas. Saya bisa imbangin semua.”

“Good, good. Avicenna. Kenapa kamu suka banget sama senjata tajam ?”

“Hobi mas saya, hobi dari kelas satu mas.”

“Berapa banyak koleksi kamu ?”

“Delapan paling mas.”

“Apa aja yang kamu punya ?”

“Piso lipet ada dua, kerambit satu, kukri satu, pedang sepasang, katana pendek dua.”

“Saya juga banyak senjata. Bahkan dirumah saya punya ruangan sendiri buat naro koleksi saya, lain kali saya tunjukin kamu koleksi saya. Selanjutnya adalah Rianna. Kenapa suka banget make up-an si mbak ?”

“Suka eksperimen mas, soalnya banyak di YouTube make up simple tapi hasilnya bagus.”

“Bisa tuh kamu salurkan jadi penghasilan, coba aja kamu buat turorial di YouTube atau foto upload di ig, siapa tau kamu diendorse kan ? Siapa tau kan ?”

“Pengen si mas.”

“Jangan banyak mikir, usahanya dari sekarang, nanti hasil biar yang maha kuasa yang memberikan. Next… Hakim.”

“Kaget mas manggilnya kaya gitu.”

“Hari pertama saya liat kamu gayanya kaya petinju kamu, kamu emang belajar tinju ?”

“Kickboxing mas, udah dari sd saya kickboxing mas, ditempat saya latihan aja sekarang udah jadi pelatih.”           

“Mantab, saya juga belajar kickboxing. Ilmu kamu jangan salah gunakan itu, kenapa kamu belajar kickboxing ? Orang tua dukung ?”

“Dulu ayah mas atlet. Sekarang udah gak bisa lagi. Udah sakit-sakitan.”

“Semoga ayah kamu bisa sehat kembali lagi ya, inget kamu bisa berantem itu. Jangan jadi jagoan, bertindak kaya anak cupu aja, kejutkan mereka nanti diwaktu yang tepat.”

“Ok mas.”

“Selanjutnya, Ria Meriana. Saya liat kayanya kamu itu genit ya ?”

“Iya mas, banyak anak kelas dua belas yang pengen diapacarin mas.”

“Bener itu Vira ?”

“Bener mas dia sendiri yang ngomong.”

“Bener itu mbak ?”

“Bener mas.”

“Genit boleh, tapi waktunya belom, masa saya aja sampe ditanya ignya apa. Kelewatan kamu genitnya. Ngapa si mbak genit kaya gitu ?”

“Pengen ada yang deket sama saya mas. Saya dirumah ada abang tapi pergi-pergian terus. Saya mikir yaudah lah gw cari pacar aja biar ada yang nemenin selalu. Saya gak suka sendirian mas. Sendirian saya malah gabut kaya orang gila.”

“Oh ya, gabut kaya orang gila ?”

“Kamu biasa ngedesain apa ?”

“Ya hal kecil paling mas, kaya kartu ucapan, kaos dkk lah mas.”

“Oh bagus, terus belajar biar kamu makin terampil. Kamu boleh nyari pacar. Tapi hati-hati neng. Kamu itu cantik, tapi laki-laki kan gak tau pikirannya.”

“Terima kasih mas.”

“Halah genit banget kamu, saya udah ada calon, bentar lagi udah ada yang miliki saya, telat ya mbak.”

“Aditya. Kenapa kamu suka metal ?”

“Itu dari psikologi saya si mas. Saya itu kalo marah itu pengennya teriak aja, tapi kalo saya teriak saya bisa buat orangtua saya sakit mas, jadi saya paling cuma ngebeuk-gebuk doang mas.”

“Sama kaya saya kamu. Saya juga suka metal karena hal yang sama. Kamu alirannya apa ?”

“Technical Death Metal mas.”

“Beuhh keren. Kalo saya itu Deathcore, SUICIDE SILENCE favorit saya.”

“Kalo saya Brain Drill mas.”

“Tapi yang lain kamu dengerin juga ? Metalcore dkk ?”

“Semua metal saya dengerin mas, spesifiknya si Technical.”

“Saya juga gitu, saya semua lagu dengerin, tapi metal Deathcore spesifik saya.”

Pesanan yang mereka pesan pun datang. “Makan dulu aja, sambil ngobrol juga gak masalah, asal kalian gak keselek aja.”

Mereka menyantap hidangan bersama, mereka tampak senang sekali. Sepertinya mereka semua mengikuti perintah Semi karena mereka belum pernah mendapatkan guru seperti Semi. Semi tipe guru yang ingin mengenal muridnya, ia ingin mengenal muridnya. Ia tak mau menilai semua murid sama, memiliki kepintaran yang beda. Dia tidak seperti itu, karena itu ia menadi guru yang sangat beda dan sangat sedikit jumlahnya.

“Nongski dulu men, sama guru ni kapan lagi ye kan nongski sama guru.” Rian membuat instatory yang merekam kegiatannya bersama Semi. Semua muridnya melakukan hal yang sama, sedangkan Semi hanya mengambil foto untuk mengabari calon istrinya dan kedua orangtuanya.

“Sekarang jam… 17.15.” ia melihat semua muridnya yang snagat senang. “Kita lanjut lagi gak ni ngobrolnya ? “

“Lanjut mas, sampe malem juga ayo.”

“Udah bilang sama orangtua ?”

“udah mas santai aja.”

“Ok, saya ajakin kalo kalian mau sampe malem. Serius ini saya, karena masih kalian yang saya belom kenal.”

“Saya mas.”

“Iya Savira Putri Diana. Nama kamu bagus.”

“Makasih mas, semuanya pada bilang begitu.”

“Saya liat, kamu itu suka selfie. Kenapa ?”

“Hobi si mas awalnya, saya suka fotografi. Saya juga biasa foto saya pake baju brand tetentu.”

“Itu, kamu bisa apa yang kamu suka sebagai penghasilan kamu. Kamu suka melakukan itu bukan ? Bagus Vir, kamu coba aja kamu bantu brand local yang belom punya nama, karena siapa tau karena kamu mereka jadi booming kan ? Otomatis kamu juga kecipratan keuntungan mereka. Dicoba aja Vir, sambil do’a ditambah niat baik juga.”

“Ok mas, sangat menginspirasi.”

“Robby, kalo saya baca dari mukamu kayanya kamu itu pinter ngedesain ya ?”

“Jangan ditanya mas. Kalo pake Corel Draw dewanya dia mas.”

“Bener Rob ?”

“Ya gitu lah mas. Jago saya kalo pake Corel.”

“Tingkatin lagi, karena gak banyak orang yang bisa pake Corel. Itu sebuah asset banget itu. Kamu bisa AI ?”

“Masih belajar mas.”

“Good, nanti saya bantu supaya kamu bisa pake AI juga. Mungkin kamu bisa coba bisnis kecil buatin desain orang.”

“Udah mas, hasilnya lumayan si mas, dua minggu bisa pego dapet.”

“Good, tingkat kan lagi. Karena kalo kamu lulus skill kamu udah keren kamu bisa jadi desainer freelance. Kerja aja dirumah, uang tetep ngalir.”

“Amin mas, saya selalu mengharapnkan demikian mas.”

“Pasti bisa, saya dukung kamu, kamu pasti bisa.”

“Saya dong mas.”

“Ia silahkan Hasbi. Panggilan kamu siapa ?”

“Abi mas.”

“Ok, Abimana.”

“Ko Abimana si mas ?”

“Kan nama actor. Kamu jago apa ?”

“InDesign mas.” itu membuat Semi sedikit tersedak.

“Ih keren banget itu, boleh dong ajarin ke temen kamu itu. InDesing itu buat desain cover majah. Keren kamu, tingkatin lagi, terus coba nanti pkl ditempat majalah, kalo misalkan kinerja kamu bagus kamu bisa diambil sama mereka langsung, lulus langsung kerja sama mereka kamu.”

“Gak kepikiran ke situ mas demi Allah.”

“Nah itu artinya saya mengarahkan kamu itu. Tingkatin lagi ok, asset banget itu. Ok selanjutnya Silvia.”

“Saya jago di AI mas desain pake Wacom (pulpen yang biasa digunakan untuk mendesain ditablet, atau nama lainnya Pen Tablet) saya udah belajar dari kelas sepuluh.”

“Kerena, pasti desain kamu bukan kaleng-kaleng dong.”

“Jangan ditanya mas, keren banget.”

“Bener Vir ?”

“Weuhh mas keren banget beneran dah. Gak bohong saya.”

“Nah, kamu bisa aja tu nanti pkl coba ke tempat yang membutuhkan desain kaya kamu, coba aja kaya ke….. Kemana ya ?... Eh….. Coba aja ke fashion brand, siapa tau dari desain kamu bisa dijadikan background mereka pas lagi catwalk.”

“Boleh dicoba tu mas.”

“Coba lah, nanti saya coba tanya deh dimana tempat kaya gitu. Tingkat kan lagi ok Silvi. Terakhir Savira. Apa kehaliannya mbak ?”

“Digital imaging mas.”

“Nah! Nah ini dia yang keren, ini dia yang keren. Mantab banget kamu bisa digital imagin, dari mana kamu belajar ?”

“Om dulu kerjanya gak jauh ditempat kaya fashion dkk gitu mas. Trus saya liat dia pas lagi kerja, saya impress banget. Nah pas SMP saya diajarin, sampe sekarang dah.”

“Nice! Keren banget itu. Vira Silvia kalian kalo nanti ada bazar disuatu tempat kalian bisa jual karya kalian itu, rutin aja cari bazar kaya gitu, lumayan kan belom lulus tapi uang udah banyak ?”

“Berniat banget mas.”

“Nanti saya tanya sama temen saya, temen saya banyak dibidang multimedia.”

“Makasih mas.”

“Sama-sama. Adam kamu bisa buat manga itu ya ?”

“Iya mas.”

“Udah nyoba buat dimana gitu ?”

“Udah mas di suatu web saya lupa namanya, jadi kalo ada yang mau baca episode harus bayar mas. Saya lupa namanya apa. Lumayan mas penghasilan dari situ.”

“Good. Kalian semuanya pinter lo, kalian itu pinter dibidang kalian masing-masing. Tapi kenapa kepala sekolah bilang banyak anak yang bermasalah ?”

“Gurunya gak enak mas kalo ngajar. Seenak jidat aja.”

“Ow, itu sangat memperngaruhi kalian sih. Kenapa pas hari pertama saya peringatin kalian, kalian gak ngikutin ? Akhirnya saya buat beneran gak nyaman kan selama itu. Kenapa ?”

“Banyak yang ringan tangan sama main ancaman mas. Udah kebal kita jadinya.”

“Yea yea. Jadi kalian udah kebal ya ?”

“Lebih dari itu mas.” Semi mengangguk.

“Jadi ternyata begitu. Ok ok sekarang saya udah kenal kalian lebih dalam lagi. Kalo diluar sekolah kita temenan layaknya temen sebaya. Tapi kalo disekolah ya formal. Kayanya udah malem deh. Semuanya udah bilang sama orangtua kan ?”

“Aman mas tenang.”

“Ok, saya rasa cukup dah kongkownya. Sampai ketemu dikelas besok ok, good bye guys!”

“Makasih mas.” setiap dari mereka berjabat tangan layaknya Semi adalah teman sebaya mereka. Setiap dari mereka kembali dengan wajah yang sangat senang, mungkin mereka belum memiliki guru seperti ini sebelumnya. Sehingga mereka sangat antusias mengikuti kongkow ini.

“Ok, mendalami murid, berhasil. Tinggal gw buat ni bocah jadi kebanggan sekolah aja. Dah balik, cape anjay. Tadi siang selesai nge-gym langsung ke sini.” Semi segera meninggalkan café itu. Ia sudah membayar yang ia pesan. Yang muridnya tidak ketahui adalah itu adalah café guru mereka sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!