Namaku Changyi Yuwen seluruh dunia menjuluki Dewa pedang naga putih atau Pendekar Pedang Naga Putih. Dari aku masih dalam kandungan ibuku, sudah banyak sekali masalah tercipta.
Mereka semua mengincar pedang naga putih yang diserahkan pertapa tua Feng ying. Sehingga kedua orang tuaku selalu berpindah pindah tempat tinggal dan memutuskan untuk menjauhkan aku dari dunia persilatan.
Meskipun dengan segala cara dan sekuat tenaga mereka menjauhkan aku dengan dunia persilatan. Dan mencegahku untuk tidak mempelajari ilmu beladiri namun takdir berkata lain.
Takdir seseorang tidak dapat diminta atau pun ditolak. Terbukti dimana pun kedua orang tua ku bersembunyi tetap saja orang orang dari dunia persilatan yang mengincar masih tetap bisa menemukan keberadaan kami.
Sebenarnya kedua orang tuaku adalah sepasang pendekar dari dua sekte besar yang berbeda. Kedua orang tuaku sengaja menyamar menjadi seorang petani yang ada di desa terpencil.
Sangat jauh dari pemukiman penduduk, agar tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka pun sengaja menjauhkan diri dari kehidupan dunia persilatan.
Mereka tidak ingin lagi terlibat dengan urusan dunia persilatan yang selalu menuntut nyawa. Mereka ingin hidup tenang dan damai bersama keluarga kecilnya dan jauh dari musuh.
Ayahku bernama Changyi Jun berasal dari sekte bintang timur. Ibuku bernama Fang Yin berasal dari sekte teratai emas. Mereka sengaja tinggal jauh dari pemukiman warga karena ingin menjauhkan aku dari dunia persilatan.
Orang orang dari aliran hitam mengincar nyawaku yang dipercayai mempunyai kekuatan besar tanpa tanding. Jadi banyak sekali orang yang menginginkan nyawaku dan menyerap aura naga yang tersegel dalam tubuhku ini.
Menurut cerita dari ayah dahulu ketika aku masih di dalam kandungan ibu. Ayah dan Ibu sedang berburu bertemu dengan seorang pertapa tua yang ada dalam goa.
Pertapa tua itu memberikan sebuah pedang panjang yang berukiran kepala naga berwarna putih salju.
Pada saat ibu menerima pedang itu, pertapa tua itu berkata pada ibu. "Aku titipkan pedang ini padamu. Tolong jaga pedang ini dengan baik. Pedang ini tidak akan bisa ditarik oleh siapa pun. Karena pedang ini tersegel oleh aura naga. Hanya putramu saja yang bisa menarik pedang ini karena dialah pemilik pedang ini. Anak yang masih ada dalam kandungan mu itu."
Betapa terkejutnya ayah dan ibu saat itu, mendengar perkataan pertapa tua yang menurutnya sangat tidak masuk akal.
Meskipun masih terkejut mendengar perkataan pertapa itu, ayah dan ibu tetap tersenyum lalu bertanya.
"Siapakah Anda? Dan apa maksud dari perkataan Anda tadi?"
"Namaku si tua Feng Ying. Aku penjaga pedang ini. Aku sudah lama menunggu pemilik pedang sesungguhnya terlahir ke dunia ini. Putramu lah pemilik pedang ini. Dia dilahirkan untuk membawa takdir besar pada dunia ini."
"Kenapa anda begitu yakin dengan ucapan Anda?" Tanya ayah pada pertapa tua itu.
"Aku tidak bisa menjelaskan tentang siapa anak yang masih dalam kandungan mu. Tapi kelak kamu akan mengetahui sendiri jawaban dari pertanyaan mu itu."
Setelah selesai berkata demikian muncullah asap putih yang sangat tebal dari tubuh tubuh pertapa tua yang mengaku bernama Feng Ying menjadi butir cahaya lalu menghilang.
Setelah melihat hal itu ayah dan ibu hanya bisa saling memandang. Mereka masih belum mengerti apa maksud dari perkataan pertapa tersebut.
Padahal tidak ada satu orang pun yang tahu kejadian pada saat itu. Tetapi entah dari mana orang orang dari dunia persilatan dapat mengetahui kalau tubuhku tersegel oleh aura naga yang sangat hebat.
Mereka meyakini jika dapat membunuhku dan menyerap aura naga yang masih tersegel dalam tubuhku. Maka mereka akan menjadi orang yang sakti tanpa tanding.
Itulah sebabnya kenapa hidupku selalu diintai oleh kematian. Ayahku selalu membawa aku bersembunyi dari satu tempat ketempat yang lain, hanya karena mempertahankan nyawaku ini.
"Jadi mulai dari saat ini sudah aku putuskan. Aku tidak akan lari lagi dari mereka. Akan aku lawan takdir hidup ku. Akan aku uraikan sendiri benang kusut yang telah lama membelenggu hidupku."
"Dengan sebilah pedang panjang berukiran kepala naga dalam genggaman tangan ini akan aku lawan takdir hidupku."
"Akan ku ukir kisah panjang perjalanan hidup ku, dalam sebuah sejarah yang penuh dengan luka liku perjuangan."
***
Masih ku ingat dengan jelas. Bagaimana kedua orang tua ku meninggal dunia karena di habisi oleh mereka. Orang orang yang menginginkan nyawaku sebagai tumbal untuk kesaktiannya.
Mereka dengan sangat kejam menyiksa ayah dan ibuku hingga meninggal. Karena orang tuaku tidak mau memberitahu dimana menyembunyikan keberadaanku. Memang benar saat itu aku sedang di sembunyikan oleh ayah dan ibuku.
Meskipun usiaku saat itu masih kecil tapi ingatanku sangat tajam. Aku yang saat itu disembunyikan oleh ayahku bersama dengan pedang naga Putih. Dibalik batu besar yang keberadaannya cukup jauh dari tempat pertempuran saat itu.
Tempat ku bersembunyi di diselubungi oleh segel transparan, yang tidak dapat dilihat oleh siapa pun selain ayah dan ibuku saja.
Aku yang ada didalamnya segel tidak bisa keluar, meskipun aku berteriak teriak memanggil mereka. Tidak ada satu orang pun yang bisa mendengarkan suaraku kecuali ayah dan ibuku saja.
Karena segel selubung transparan itulah, maka aku masih bisa hidup hingga sekarang ini. Dan menjadi saksi hidup bagaimana mereka dengan kejamnya membunuh ayah dan ibuku.
Aku bersumpah akan menuntut balas atas kematian kedua orang tuaku, yang telah mereka bantai dengan sangat kejam.
Sebelum ayah pergi dan menyegel aku dalam sebuah selubung transparan. Beliau berkata sambil meninggalkan beberapa kitab dari balik bajunya.
"Yuwen'er. Dengarkan kata ayah kali ini dengan baik. Jika kami tidak bisa selamat melawan mereka maka tinggalkan tempat ini segera. Pergilah kedalam hutan terlarang di sana ada sebuah goa. Tinggallah di sana untuk sementara waktu dan pelajarilah semua kitab yang ayah tinggalkan untukmu itu dengan baik. Jangan pernah keluar jauh jauh dari goa dan jangan pernah tinggalkan hutan terlarang sebelum kamu menjadi kuat. Jaga dirimu dan hiduplah dengan baik setelah kepergian kami." Pesan ayah sebelum meninggalkan aku.
"Ayah! Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku tidak mau sendiri. Aku ingin bersama dengan kalian." Rengekan ku kala itu.
Sambil memegangi ujung baju ayahku. Agar ayahku tidak meninggalkan aku sendirian di tempat itu. Karena aku ingin ikut kemanapun ayah pergi.
Ketika sudah mulai terdengar suara dentingan pedang beradu ayahku langsung menggendongku. Dia mendudukkan aku pada sebuah batu dan meletakkan sebuah pedang panjang yang bernama pedang naga putih.
Dengan gerakan cepat ayahku langsung membuat sebuah segel selubung transparan. Agar aku terkurung di dalamnya dan terhindar dari orang orang yang sedang memburu keberadaanku.
Dengan senyuman lembut ayahku berkata. "Tidak akan ada yang bisa melihat keberadaan mu di sini. Jika kamu nanti ingin keluar dari segel yang ayah buat ini. Maka cabutlah pedang yang ada di samping mu itu dan tebaslah. Maka segel ini akan musnahkan seketika. Tetapi ingat selama keadaannya masih belum aman, jangan kau buka segel ini. "
Selesai mengucapkan kata kata itu ayahku langsung pergi meninggalkan aku sendirian. Meskipun aku menangis meraung raung ayahku tetap tidak mau menoleh ke arahku.
Sebenarnya ayahku tidak tega melihat dan mendengar suara tangisanku. Hatinya pun serasa tercabik-cabik ketika mendengarnya. Tapi apa boleh buat ini semua dia lakukan demi menjaga keselamatan nyawaku.
"Maafkan kami Yuwen'er. Hiduplah dengan baik. Setelah kepergian kami tidak akan ada lagi yang menjagamu, jadi kamu harus secepatnya menjadi kuat anakku." Gumam ayahku sambil terus berlari menuju tempat terjadinya pertempuran.
Ayahku langsung terjun ke dalam pertempuran itu. Dia langsung mendekat kearah ibuku yang saat itu sedang dikepung oleh musuh dari berbagai penjuru.
Ketika ayah sudah dekat dengan ibuku. Saat itu mereka saling membelakangi. Menanti serangan musuh yang berjumlah hampir mencapai 50 orang.
Ibuku bertanya sambil berbisik pada ayah, "Bagaimana dengan Yuwen'er?"
"Tenang lah. Yuwen'er. Aman di tempatnya saat ini."
"Syukurlah kalau begitu. Aku sudah bisa tenang sekarang meninggalkannya. Mari kita hadapi mereka." Ucap ibuku sambil tersungging senyuman di bibirnya.
"Baik lah. Mari kita hadapi mereka demi putra kita." ucap ayahku sambil mengayunkan pedangnya.
Karena memang didepannya sudah ada musuh yang sudah datang menyerang ayahku. Dengan gerakan yang sangat gesit dan lincah sekali.
Ayahku meloncat ke sana kemari karena ada yang berusaha menebaskan pedangnya kearah perutnya. Ayah juga menendang lawan yang berusaha melukainya dari arah samping.
Begitu juga dengan ibuku, mereka semua menyerang kearah ibu. Tanpa ada rasa kasihan telah menyerang seorang wanita.
Dengan gerakan yang tidak kalah gesit dari gerakan ayahku. Ibuku menebaskan pedangnya untuk menyerang atau bertahan dari serangan lawan.
Meskipun sudah mengerahkan seluruh kemampuannya Ayah dan Ibuku akhirnya mulai terdesak. Karena lawan mereka memang sangat banyak dan rata rata sudah ada ditingkatan pendekar dewa suci tahap awal.
Meskipun saat itu kedua orang tuaku sudah ada di tingkatan pendekar suci tahap akhir dan musuh yang terlalu banyak. Akhirnya kedua orang tuaku pun cepat di kalahkan.
Mereka semua menghajar ayah dan ibuku tanpa ada kata ampun. Mereka saling bergantian menendang, memukul dan juga menebaskan pedangnya kearah ayah dan ibuku.
"Cepat katakan padaku! Dimana kamu sembunyikan anakmu itu? Jika kamu ingin selamat! " Ucap seorang pria yang memakai jubah hitam di punggungnya bergambar kalajengking hitam.
"Sampai mati pun. Kami tidak akan pernah mengatakan keberadaan putra kami padamu biadab!" Jawab ayah dengan tegas dan lantang.
Meskipun sudah banyak sekali luka-luka yang ada di seluruh tubuhnya namun ayah tetap gigih tidak mau mengatakan keberadaanku.
"Baik lah! Jika itu kemauan kalian. Maka rasakan ini." Ucap pria yang tadi berkata kepada ayahku sambil menebaskan pedangnya kearah leher ayahku.
Maka seketika itu juga nyawa ayahku sudah tidak ada lagi di dunia ini, karena kepala ayah sudah terpisah dari tubuhnya. Aku hanya dapat melihat kematiannya dari jauh tanpa bisa berbuat apa-apa.
Kondisi ibuku pun sudah benar benar sangat lemah karena banyak sekali luka akibat sabetan pedang maupun tendangan. Mereka pun masih memperlakukan ibuku dengan sangat kasar.
Ketika mereka bertanya kepada ibuku tentang keberadaan ku. Bukan jawaban yang diberikan oleh ibuku. Ibuku justru meludahi muka dari kepala sekte kalajengking hitam itu.
Begitu mendapati dirinya diludahi oleh ibuku. Membuat amarahnya memuncak dan langsung menebaskan pedangnya kearah leher ibuku.
Begitulah akhir hidup kedua orang tuaku ditangan sekte kalajengking hitam yang tidak punya rasa kasihan sama sekali.
Aku yang ada di dalam selubung transparan hanya dapat meratapi nasibnya dan kematiannya.
Hatiku serasa mendidih melihat semua kejadian dengan mataku sendiri. Bagaimana kedua orang tuaku tewas di tangan orang orang biadab itu.
Dalam hatiku aku bersumpah akan menuntut balas yang sepadan atas perbuatan mereka pada ayah dan ibuku.
Hampir satu hari mereka berkeliling mencari keberadaanku. Mereka mengerahkan seluruh anggotanya menyusuri semua hutan dan bukit sekitar tempat tinggal kami.
Tetapi mereka tidak ada yang bisa menemukan keberadaan ku. Meskipun kadang mereka melintasi tempat ku berada dalam segel.
Benar benar hebat segel selubung transparan buatan ayahku. Meskipun mereka berada di tingkatan pendekar suci tapi tidak ada yang mampu mendeteksi keberadaanku saat ini.
Karena merasa sudah lama mencari dan mengelilingi semua tempat tidak menemukan keberadaan ku. Akhirnya orang orang dari sekte kalajengking hitam meninggalkan tempat tinggal kami.
Ketika mereka sudah cukup lama meninggal tempat itu. Aku berusaha untuk keluar dari dalam selubung transparan yang dibuat oleh ayahku.
Aku berpikir mudah untuk menarik pedang naga yang ada di sampingku. Ternyata dugaan ku salah besar, ternyata sangat sulit membuka pedang itu dari selongsongnya.
Meskipun aku sudah berusaha dengan sekuat tenaga tetapi pedang itu tetap tidak mau terlepas dari selongsongnya.
Dengan nafas yang memburu seperti habis lari kejar bintang buas, aku duduk dan meletakkan pedang itu di depanku.
Ketika nafasku sudah mulai membaik dan stabil kembali. Aku mencoba meraih kembali pedang itu dan mebolak-balik kan pedang itu.
"Kenapa pedang ini tidak bisa dibuka?"
"Apa ada yang salah dengan caraku membuka?" Gumam ku dalam hati.
"Karena kamu terlalu kasar memperlakukannya. Coba lakukan dengan pelan. Dan bayangan kalau kamu berhasil menarik pedang itu." Terdengar suara tanpa ada bayangan sama sekali.
Changyi Yuwen yang mendengar itu langsung mencari dari mana asal suara itu yang terdengar tidak jauh dari tempatnya.
Antara rasa bingung dan kaget ketika dia melihat ada kepulan asap putih yang sangat tebal dan mulai membetuk sebuah bayangan seseorang.
Bersambung ....
Kepulan asap putih tebal itu berasal dari dalam pedang, dan kini sudah membetuk bayangan seperti manusia.
Dalam bayangan itu nampak seperti bayangan seorang pria tua. Dengan rambut berwarna putih keperakan bahkan alis dan jengotnya yang panjang pun ikut berwarna putih.
Changyi Yuwen yang melihat pemandangan itu langsung mundur beberapa langkah ke belakang. Sambil bertanya pada pria tua tersebut.
"Siapa kamu?" Tanya Changyi Yuwen dengan tubuh sedikit gemetar.
"Tenanglah anak muda. Aku tidak akan mencelakaimu. Sudah sangat lama aku menantikan hari ini tiba." Jawab kakek tua itu dengan senyuman lembut yang menghiasi wajah keriputnya.
"Kenapa kamu bisa berada di sini? Apakah kamu mengenalku atau kamu mengenal orang tuaku?" Dengan penasaran Changyi Yuwen bertanya kepada kakek tua itu.
"Jangan kamu panggilan aku dengan 'kamu'. Panggil saja aku dengan sebutan kakek Feng Ying. Aku mengenal keduanya orang tuamu ketika kamu masih dalam kandungan. Aku pun juga sangat mengenalmu karena kamulah orang yang aku nanti hampir ribuan tahun lamanya." Jawab kakek Feng Ying dengan santainya.
"Kalau Kakek mengenal mereka. Lalu kenapa kakek tidak menolong kedua orang tuaku tadi?" Tanya Changyi Yuwen dengan sedih.
"Karena aku tidak pernah bisa keluar dari dalam pedang ini. Jika bukan kamu yang memanggilku."
"Sebenarnya kakek Feng Ying ini siapa?" Tanya Changyi Yuwen kepada kakek Feng Ying.
Dia merasa sangat penasaran dengan identitas kakek Feng Ying yang bisa muncul tiba-tiba dari dalam pedang.
"Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menjawab pertanyaan mu. Yang terpenting sekarang mari kita makamkan jenasah ayah dan ibumu."
Ucapan kakek Feng Ying mengingatkan Changyi Yuwen pada mayat kedua orang tuanya yang sudah meninggal dan harus segera dimakamkan.
"Kakek Bagaimana caranya menarik pedang ini dari sarungnya? "
"Gampang! Tariklah napas dalam-dalam lalu hembuskan. Tenangkan hatimu, lalu bayangkan kamu sedang membutuhkan pedang itu untuk membuka segel selubung transparan ini. "
Kakek Feng Ying menjelaskan cara membuka pedang itu dari sarungnya. Setelah mendapatkan penjelasan cara membuka pedang itu. Changyi Yuwen pun lalu mempraktekkannya.
Dan ternyata benar apa yang dikatakan oleh kakek Feng Ying. Pedang itu benar benar bisa terlepas dari sarungnya.
Setelah mendapati pedang itu sudah lepas tanpa sarungnya lagi Changyi Yuwen puy berkata pada pedang itu, " Ku perintahkan padamu, buka lah segel selubung transparan ini. Sekarang!"
Changyi Yuwen berkata demikian sambil mengayunkan pedang yang ada di tangannya kearah selubung transparan yang ada di depannya.
Pada saat pedang naga putih yang ada di dalam genggaman tangan Changyi Yuwen mengenai selubung transparan. Sungguh luar biasa dalam sekejap mata selubung transparan itu langsung musnah tanpa ada jejak sama sekali.
Kini Changyi Yuwen sudah terbebas dari segel selubung transparan yang dibuat oleh ayahnya. Dengan masih menggenggam pedang naga putih Changyi Yuwen langsung berlari menuju mayat kedua orang tuanya berada.
Ketika dia sudah mendapati mayat kedua orang tuanya yang sudah tidak utuh lagi hatinya benar-benar hancur berkeping keping.
Saat itu dia tidak bisa berpikir lagi. Dia bingung harus berbuat apa dengan mayat kedua orang tuanya. Dia hanya bisa menangis memeluk tubuh ibunya yang bersimbah darah dan sudah tidak ada kepalanya.
Ketika Changyi Yuwen masih menangis meratapi kematian kedua orang tuanya. Bayangan tubuh kakek Feng Ying muncul dan berkata.
"Meskipun kamu menangis sampai keluar air mata darah. Kedua orang tuamu tidak akan bisa hidup kembali. Jadi lebih baik sekarang kamu makamkan mereka. Agar mereka bisa tenang di alamnya sana."
Ketika mendengar perkataan kakek Feng Ying tangisan Changyi Yuwen langsung berhenti. Memang benar apa yang dikatakan oleh kakek Feng Ying.
Maka dia dengan cepat masuk kedalam rumahnya yang sudah hampir roboh karena ulah orang orang yang telah membunuh kedua orang tuanya.
Setelah mendapatkan benda yang dicarinya dia langsung keluar. Dia menuju halaman rumah yang masih sangat lapang itu.
Di sana dia mulai menggali lubang untuk memakamkan kedua orang tuanya. Dengan menggunakan cangkul dia menggali cukup dalam kira kira muat untuk memakamkan jenazah kedua orang tuanya.
Akhirnya pemakaman kedua orang tuanya sudah selesai dilakukannya. Kini dia hanya bisa memandangi gundukan tanah yang ada di depannya.
Hidupnya kini sudah sebatang kara. Tidak ada lagi ibu tempat dia bermanja manja seperti dulu lagi. Ayah yang biasanya mengajaknya berburu di dalam hutan pun juga sudah tiada.
Sekarang semuanya sudah hilang dalam waktu sekejap, semuanya seperti mimpi saja.
"Ayah, ibu maafkan aku. Kalau saja kalian tidak melindungi ku. Tentunya kalian masih bisa selamat."
"Ayah aku akan melaksanakan apa yang ayah perintahkan. Aku akan segera pergi ke dalam hutan terlarang dan tinggal di sana."
"Akan aku pelajari semua kitab yang ayah berikan padaku. Sesuai dengan pesan ayah, aku tidak akan meninggalkan hutan terlarang sebelum aku menjadi kuat."
"Sekarang aku baru tahu kenapa kita selalu berpindah pindah tempat tinggal. Itu semua kalian lakukan demi menjaga keselamatan ku."
"Ayah, ibu sekali lagi maafkan aku yang membuat kalian harus mengalami nasib seperti ini."
"Tenang lah! Aku akan hidup dengan baik meskipun kalian sudah tidak ada di sampingku. Karena kalian selalu ada di dalam hatiku ini."
"Ayah, ibu sekarang ini aku mohon ijin kepada kalian untuk meninggalkan tempat ini. Aku akan pergi ke hutan terlarang sekarang ini juga."
"Ayah, ibu beristirahat lah dengan tenang di sini. Nanti jika aku sudah keluar dari dalam hutan terlarang. Tempat yang pertama kali aku kunjungi adalah kalian dan tempat ini."
Begitulah kata kata yang diucapkan oleh Changyi Yuwen sebelum meninggalkan tempat tinggalnya ketika masih bersama dengan kedua orang tuanya.
Kini Changyi Yuwen sudah memantapkan hatinya. Dia harus bisa melawan kepedihan hatinya meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan bersama keluarganya.
Dengan langkah gontai dia mulai meninggalkan tempat itu. Kini Changyi Yuwen harus bisa hidup sendiri tanpa bantuan siapapun.
Dalam hatinya mengutuk kebiadaban sekte kalajengking hitam yang dengan kejam membunuh kedua orang tuanya.
"Tunggu lah saatnya. Aku pasti akan menuntut balas pada kalian semua." Gumam lirih Changyi Yuwen.
Changyi Yuwen terus berjalan. Dia menyusuri jalan setapak menuju arah matahari terbit. Begitu lah dulu ayah mengatakan padaku letak hutan terlarang.
Dinamakan sebagai hutan terlarang karena tidak ada orang yang mau masuk apa lagi tinggal di dalamnya. Karena hutan itu penuh dengan mitos dan misteri.
Changyi Yuwen tidak perduli dengan mitos atau pun misteri hutan terlarang. Saat ini yang ada dalam pikirannya hanya ingin tinggal di sana sesuai dengan amanat ayahnya.
Karena menurut pikirannya hanya tempat itu lah yang paling aman untuknya saat ini. Karena dia yakin orang orang yang memburu tidak akan berhenti mencarinya.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!