NovelToon NovelToon

Asa Untuk Salma

DARI KOPI TURUN KE HATI

"Banguuuunnnn!" Suara sang ibu kembali menggelegar. Entah sudah berapa kali ibu membangunkan anaknya.

"Hmmmmmmm". Hanya itu jawaban Salma dengan posisi tidak bergerak sama sekali.

"Kamu kebiasaan kalau habis sholat teh bukannya ngaji kalah ngajiher di sejadah. Ini lagi mukenanya belum dicopot, atuh bau jigong nanti mukenanya". Ibu kembali bercerama panjang sambil menarik-narik sejadah yang dipakai tidur.

"Udah atuh ma, aku lagi PW gini". Semakin enak berbaring seolah tidak terganggu dengan aksi ibunya.

"Pak, Fiya, Bila, Abi, Aa cepet sini bawa Qur'an nih anak sholehahnya bapak minta disholatin sekalian kita ngajiin yasin". Ibu mulai mengabsen keluarga.

"Mamaaaahhhhh, emang aku udah jadi jenazah". Salma langsung duduk dengan muka marah.

" cepet atuh bangun beresin tuh sejadahnya, awas mukenanya jangan ditumpuk". Ibu langsung memberi perintah.

"Aku gak salah dengarkan? Mamah tadi nyebut Aa. Emang Akmal udah pulang?" Salma bertanya sambil menggantung mukena.

"Makanya cepat bangun. Orang lain udah pada kamana, kamu masih betah bermimpi". Ibu keluar dari kamar Salma.

"Mah aku bertanya bukan bermimpi". Salma berteriak sambil melihat ibunya.

"Jangan berteriak berisik, cepet cuci tuh iler, bau". Ibu kembali berteriak di dapur.

Hari ini terasa begitu santai bagi Salma, biasanya ia akan sibuk di warung membuat aneka makanan dan olahan makanan tapi tidak untuk pagi ini. Ia sengaja menutup warungnya dikarenakan Salma dan keluarga sedang mempersiapkan sebuah acara.

Selain berjualan di warung, ia juga bekerja sebagai staf administrasi di sekolah menengah.

Salma akhirnya keluar dari kamar. Melihat aktifitas keluarganya sambil berdiri di pintu menuju dapur. Lalu ia melihat teras, dilihatnya dua orang laki-laki yang sedang berbincang. Berjalanlah menuju teras.

"Eh ada semah geuning". Salma tersenyum. Dua orang itu menengok kearah pintu.

"Kenapa ga disuruh masuk pa?" Kembali Salma berbicara dengan nada bercanda sambil duduk disebelah bapak.

"Nungguin sambut sama yang punya rumah, ternyata baru bangun". Akmal menjawab sambil tertawa.

"Kapan datang nya sih si Semah kita ini, bener-bener Semah NGAHESEKEUN NU diimah" ucap Salma sambil menekankan arti semah versi Salma.

"Enak aja bilang ngahesekeun, yang ada kamu tuh yang nyusahin orang rumah". Akmal menyanggah ucapan Salma sambil melemparkan kunci motor ke arah Salma.

"Sendiri Mal?" Salma terus menggoda Akmal, padahal sudah tahu keadaannya.

"Kirain ada yang ngikut yah pa". Ucap Salma melirik bapaknya. Bapaknya hanya tersenyum, mengerti maksud Salma.

"Jangan mulai deh, mentang-mentang udah udah ada yang mau lamar, inget ya baru MAU bukan UDAH, baik-baik sama aku, entar didoain jelek baru tahu, mau didoain ga jadi?". Ucap Akmal penuh emosi dan penekanan.

"Tuh kan pa liat, Akmal mah selalu aja gitu" Salma mengadukan kepada bapaknya.

"Huuuhhh dasar aduan, manja" Akmal menoyor jidat Salma.

"Kalian ini udah pada gede juga, masih aja suka ribut. Kamu juga kakaknya baru datang bukannya disambut malah digoda" bapak menengahi perdebatan kedua anaknya.

"Emang kamu bener sendiri Mal? Ga ada gitu yang mau dikenalin ke bapak?" Bapak ikut-ikutan menggoda Akmal. Salma langsung tertawa. Akmal melihat bapak dan Salma dengan raut wajah yang kesal.

Perbincangan bapak, Salma, dan Akmal terus berlanjut. Hingga panggilan dari ibu untuk sarapan menghentikannya. Segeralah mereka bertiga menghampiri ibunya di dapur. Semuanya duduk lesehan di atas tikar untuk sarapan.

"Ayo cepetan pa, itu anaknya belum sarapan mana tadi habis perjalanan jauh, duduk Mal!". Ibu menyuruh Akmal duduk .

Akmal memang baru datang dari tempat bekerja. Ia bekerja disalah satu yayasan pendidikan tepatnya sebuah pesantren. Sejak lulus SMP, Akmal melanjutkan di Madrasah Aliyah sambil mondok di pesantren dan memutuskan untuk bekerja di sana.

"Tuh liat simamah, sayangnya cuma sama Akmal sampai-sampai dilayani gitu". Salma protes pada ibu. Dilihatnya ibu sibuk mengambil makanan untuk Akmal.

"Kamu itu ngomongnya suka ngasal, sama semuanya juga sayang, Akmal, kamu, Fiya, Bila dan si bungsu juga sama-sama anak mamah. Kalau mamah ngelayani Si Aa ya wajar atuh, dia mah pulang sebulan sekali juga jarang, kamu dan adik-adik tiap hari di sini, bosen ngelayani kalian terus". Ibu mulai mengeluarkan unek-uneknya.

"Emang Salma masih perlu dilayani mah?" Akmal bertanya dengan dahi berkerut tanda heran.

"Ya gitulah Mal, dia itu kadang manjanya melebihi si bungsu padahal besok udah ada yang lamar tapi masih aja begitu, contohnya tadi pagi eh dia malah tidur lagi setelah sholat bukannya ngaji atau bantuin di dapur ". Lagi-lagi Ibu mengadu.

"Betul itu A ". Fiya, Bila dan Abi menjawab dengan serempak.

"Kalian itu kalau urusan lapor melapor aja jadi kompak, dasar". Salma mencebik sebal.

"Kan ga setiap hari juga aku gitu, hari inikan waktunya Salma istirahat, jangan capek-capek supaya pas acara nanti fresh gitu, maaf deh ibuku yang cantik jangan marah-marah". Salma memeluk dari pinggir karena Salma duduk berdekatan dengan sang ibu.

"Ya sudah nanti dilanjut lagi ngobrolnya nih katanya mau pada makan, udah siang bapak mau ke kolam". Bapak menengahi perdebatan keluarganya. Dalam hatinya bersyukur karena semuanya saling menyayangi.

Sarapan pun berlangsung, terlihat si bungsu Abi yang berebut makanan dengan Bila. Ibu dan bapak hanya bisa menggelengkan kepalanya. Karena kebiasaan sering terjadi ketika makan.

Rencananya bapak akan pergi ke kolam untuk mengambil ikan sedangkan ibu akan pergi ke pasar membeli bahan-bahan untuk keperluan memasak acara besok. Karena besok akan ada acara lamaran Salma dengan Dika. Mereka akan menyiapkan makanan dan olahan-olahan untuk menjamu tamu yaitu keluarga Dika.

Setelah kepergian ibu dan bapak, Salma pergi ke warung diikuti oleh Akmal. Akmal duduk di bangku dekat warung. Salma masuk ke dalam untuk membereskan warungnya.

"Kamu masih jualan Nasi kuning sama bubur ayam? Tanya Akmal melihat-lihat sekeliling warung.

"Iyalah mau apalagi, cuma ini yang bisa dilakukan di kampung, aku ga bisa kemana-mana" Salma menampilkan raut wajah yang sedih, teringat waktu setelah lulus SMA, teman-temannya pergi ke kota, ada yang bekerja, melanjutkan sekolah bahkan ada yang menikah.

Keluarga Salma bukanlah keluarga berada, akhirnya Salma memberanikan ijin untuk pergi ke kota mencari pekerjaan, tapi bapaknya melarang dengan keras Salma pergi. Alasannya dia perempuan, bapaknya takut, pergaulan di kota sangat bebas.

Dengan terpaksa Salma mengikuti keinginan bapak, dengan syarat dibuatkan warung. Salma merasa malu kalau masih meminta uang pada orang tuanya. Ditambah lagi adik-adiknya yang masih sekolah. Berbekal kemampuannya dalam memasak, Salma berjualan makanan.

Disela-sela berjualan pada saat itu, Salma juga mengikuti perkuliahan. Kuliah kelas karyawan yang diadakan di kampungnya dihadiri hanya hari Sabtu dan Minggu.

"Salma" panggil Akmal seketika menghentikan lamunannya.

"Apaan sih ngagetin aja" menjawab dengan kaget.

"Lagian ngelamun aja, anak perawan hobinya ngelamun" ucap Akmal sambil tertawa. Yang ditertawakan hanya memasang muka cemberut.

"Emang kamu ga cape? Pagi-pagi mesti masak, belum lagi kerja".

Belum sempat Salma menjawab, terdengar ada yang mengucapkan salam. "Assalamualaikum" ucap wanita paruh baya yang melangkah kearah Salma dan Akmal.

"Walaikum salam" jawab Salma dan Akmal. Salma menghampiri bersalaman dan mencium tangannya.

"Mamah ada neng" tanya wanita paruh baya yang baru datang. Dan ternyata itu ibu Leni.

"Lagi ke pergi ke pasar, silahkan masuk dulu, nungguin di dalam" Salma mempersilahkan ibu Leni.

"Ga usah neng, nunggu disini aja, kamu juga ada tamu" ibu Leni melirik ke arah Akmal.

"Dia bukan tamu Bu, dia mah semah" ucap Salma menahan tawanya.

"Ibu mau minum apa? Saya buatin dulu" Salma menawarkan minum.

"Buatin teh manis aja neng, emang mamahnya udah lama pergi ke pasarnya? Ucap ibu Leni.

"Sejam yang lalu" jawab Salma, sambil beranjak pergi ke warung membuatkan minuman.

"Sekalian atuh Ma, dari tadi belum ditawarin" ucap Akmal tersenyum.

Melihat keakraban Salma dan Akmal ibu Leni hanya menatap tak suka. Ia tidak tahu bahwa Akmal adalah anak dari Bu Ratna. Pandangan pun tak lepas dari Akmal.

Ibu pun datang dengan Fiya tangannya penuh dengan barang belanjaan. Langsung menatap ke arah warung. "Udah datang Bu, lama nunggunya?" Ucap ibu kepada Bu Leni. Ibu menyuruh Fiya membawa belanjaannya ke rumah.

"Ga lama, tadi lupa mau nelpon dulu" jawab Bu Leni.

"Kenapa tamunya tidak diajak ke rumah atuh teh" ucap ibu pada Salma.

"Masuk yu Bu" ibu mempersilahkan tamunya. Berjalan ke arah pintu namun ibu Ratna kembali menengok ke belakang. "Aa coba jemput bapakmu ke kolam, bisi cape'eun" ibu menyuruh Akmal. Akmal hanya menganggukkan kepalanya.

Saat di dalam rumah, ibu Leni bertanya" itu Akmal? Anakmu?". Bu Ratna mengiyakannya. Ibu Leni kembali tersenyum mendengar jawaban ibu Ratna.

"Ma, ibu tadi siapa? Itu pandanganya meni serem" ucap Akmal

"Mamahnya Dika, mungkin mau ambil baju" jawab Salma

"Ooooohh pantesan" Akmal mengangguk-angguk. "Camer atuh" ucapnya.

Salma hanya tersenyum mendengar kata "Camer". Masih terasa tabu karena perkenalannya dengan Dika yang belum terlalu lama, dan langsung menuju kearah serius.

Salma dan Dika saling mengenal kurang lebih dua bulan. Dika adalah anak dari pemilik toko bangunan yang ada di kampungnya.

Dika melihat Salma yang sedang melayani pembeli. Banyak jenis makanan yang dijual di warung Salma, ada nasi kuning, bubur ayam, aneka gorengan, kopi juga tersedia.

Setiap hari Dika sengaja datang ke warung Salma, tujuannya untuk melihat dan mengenal Salma. Setiap hari juga ia akan membeli kopi sambil nongkrong di warungnya.

Akhirnya setelah dua bulan membeli kopi di warung Salma, pada Minggu kemarin Dika akhirnya bisa mengutarakan isi hatinya. Dan menyatakan bahwa ia akan segera melamar. Tepatnya besok acara lamarannya.

Cieeehhhh dari kopi turun ke hati...

To be continue

...****************...

Ngajiher\= tiduran

Semah \= Tamu, cuma di Sunda suka diplesetkan jadi sebuah singkatan.

Semah (ngaheSekeun Nu di iMah/ nyusahin yang punya rumah)

Maaf jika banyak kata-kata yang salah, typo dimana-mana, karya pertama hanya untuk mengisi waktu luang akibat lockdown jadi banyak waktu terbuang.

SAAT KE KOTA JODOH PUN ADA DI KOTA

Saat malam tiba, setelah melaksanakan shalat isya berjamaah, keluarga pa Wirya sedang berkumpul di ruang tengah sambil menonton tv. Ngobrol dan bercengkrama dengan semua anggota keluarga adalah cara terbaik untuk berkomunikasi menciptakan kehangatan.

Ibu memberitahukan bahwa untuk acara lamaran besok, ibu telah menjahit acara baju yang segaram. Ibu memang seorang penjahit. Bukan untuk keluarga tapi ia juga sering menerima pesanan orang lain.

"Itu baju udah pada dicobain ga? Aa ukurannya ga ubah kan?" Ibu bertanya pada anggota keluarganya. Semuanya mengiyakan.

Fiya, Bila, Abi sudah berpindah ke kamar masing-masing. Bapak, ibu, Akmal, serta Salma melanjutkan obrolan.

"Pa, mah besok acaranya jam berapa?" Akmal bertanya mengenai acara lamaran.

"Habis asar kayanya mah, soalnya kemarin mau sore-sore kalo malem takut hujan pulangnya, gelap lagi". Bapak menjawab

"Ma, sudah berapa lama mengenal Dika?" Akmal memandangi Salma dengan intens.

"Yah baru dua bulananlah awalnya Dika suka ke sini sambil minum kopi di warung eh ternyata Minggu kemari dia nembak dan mau langsung lamar". Jawab Salma pandangan tetap pada acara tv

"Emang udah tau bibit, bebet, bobotnya?" Ucap Akmal.

"Taulah orangnya baik, keluarganya juga lumayan, dia juga lulusan sarjana ekonomi. Katanya mah mau ngelamar pekerjaan di perusahaan tapi bapaknya ngelarang, tidak ada yang ngelola toko, maklumlah dia kan anak laki-laki satu satunya sodaranya cewe Kabeh hihihi" Salma menerangkan kepada Akmal.

"Ya sudah semoga jodoh yang terbaik buat kamu". Akmal mendoakan Salma.

"Amiinn". Bapak dan ibu menjawab dengan kompak sedangkan Salma hanya tersenyum.

"Emang kamu belum mau ngelamar Mal?" Kini giliran Bapak yang bertanya pada Akmal

"Ah pasti we kesana arahnya. Belum kepikiran pa, belum nemu calon yang pas". Jawab Akmal dengan malasnya.

"Belum nemu atau kamu ga nyari? Ibu pun ikut bertanya. "Kamu itu bujang bukan akan perawan, laki-laki mah mencari bukan nunggu. mau ibu cariin?" Ucap ibu.

"Pasti lagi ngeceng anak kiyai ya Mal?" Salma langsung menebak.

Akmal diam tak menjawab bahkan tak menyanggah pernyataan ibu. Ia hanya melemparkan bantal pada Salma. Ibu dan bapak hanya tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya.

"Seandainya dulu aku diijinin pergi kerja ke kota, pasti dapetnya orang kota". Salma mengeluh.

"Masih inget aja tuh pa anaknya mau bekerja di kota" ucap Akmal.

"Tentu atuh, kamu mah enak dari SMA sampai sekarang masih dikota, aku.... Waktu itu pengen ke kota sampai nangis berhari-hari tetap aja gak diijinin. Alasannya Akmal itu laki-laki, kamu itu perempuan. Padahal mah sama-sama manusia. Cuma beda jender, aku bisa jaga diri" Salma kembali meluapkan kekesalannya.

"Uluh-uluh ini anak mamah masih marah, meni panjang ingetannya" ibu tersenyum mendekati Salma dan memeluknya.

"Untung aja ga diijinin sama bapak, itu niatnya aja udah ga bener, niat mencari jodoh orang kota" Akmal memberikan pernyataannya membuat Salma menyebikkan bibirnya.

"Bukan ke kota aja pa, aku pengen ikut Akmal ke pesantren, sekolah di sana siapa tahu jodohnya anak kiyai atau santri" keukeuh Salma dengan pendapatnya.

"Alah anak kiyai dari mana, sholat aja mesti dibangunin, habis sholat bukannya ngaji malah tidur di sejadah"jawab bapak sambil tersenyum.

"Bener itu pa, tadi pagi juga gitu". Sang ibu menimpali jawaban bapak. Salma cuma cemberut melihat.

"Jodoh itu cerminan kita Ma, tak ada yang tahu tempat, waktu, atau siapa. Tak melulu orang kota berjodoh dengan orang kota, tak setiap anak pesantren jodohnya di pesantren itu pemikiran yang dangkal. Terus masalah waktu, kita tidak tahu kapan jodoh kita datang, walaupun kamu sekarang mau lamaran siapa tahu aku yang duluan nikah dan kamu batal. Kita kan tidak tahu"Akmal mulai memberikan nasihatnya sambil menggoda Salma.

"Baik pa Ustad Akmal, tapi tolong ya ga sampai mendoakan aku batal nikah ya, GA BAIK, harusnya mendoakan itu yang baik-baik" raut wajah Salma menahan amarah.

"Bener itu, tapi bagai mana ya kalau Dika bener-bener membatalkan nikahnya karena tahu kamu itu masih manja kaya gini" ucap ibu

"Ih mamah mah sok malah ikut-ikutan mendoakan jelek, amit-amit deh jangan ngomong gitu, ucapan adalah doa." Salma langsung berbicara dengan nada kesal.

Obrolan pun ternyata berlangsung sampai malam. Mereka yang jarang berkumpul, terutama Akmal yang bekerja di kota, paling menelpon sesekali.

Bapak meminta ijin untuk tidur terlebih dahulu, karena mungkin kecapean tadi dari kolam. Bapak adalah seorang staf di desa. Sehabis dari kantor desa bapak biasa akan menghabiskan waktunya dengan pergi ke sawah atau kebun yang di urus oleh adik iparnya.

Tak lama ibu pun menyusul bapak untuk tidur. "A, jangan lupa cobain bajunya ya, kalo ga pas besok bisa diperbaiki, soalnya kamu keliatan makin kurus" perintah ibu kepada Akmal.

"Makanya cepet cari istri biar ada yang ngurus" ucap ibu sambil beranjak pergi ke kamar.

Tinggallah Salma dan Akmal. "Belum ngantuk?" Tanya Akmal

"Belum kayanya, masih pengen ngobrol, jarang-jarangkan?" Jawab Akmal

"Aku bikinin kopi ya?" Salma bergegas ke dapur

"Jangan kopi ma, udah banyak minum kopi hari ini, teh tawar hangat aja kalo ada".

Tak lama Salma keluar dari dapur dengan membawa dua gelas teh tawar hangat. Akmal begitu penasaran bagaimana calon tunangannya Salma. Terus menanyakannya. Hingga tak terasa mereka pun tertidur diruang keluarga.

Sayup-sayup terdengar ibu yang membangunkan mereka.

"Ya Alloh ini kenapa tidur barengan di sini? Jam berapa mengobrolnya sampe begini. Cepet bangun Mal, sebentar lagi adzan" ibu mengomel sambil membangunkan Salma dan Akmal.

Akhirnya Salma dan Akmal bangun, kemudian Akmal, bapak dan Abi berangkat ke mesjid. Salma masuk ke kamar untuk Melaksanakan shalat subuh.

Selepas melaksanakan shalat, Salma kembali ke dapur membantu ibu membuat sarapan.

"Kamu tidur jam berapa sampe tiduran didepan tv, berdua lagi?"ibu mulai mengintrogasi dengan tangan tidak lepas dari pisau karena sedang memotong sayuran.

"Hehehehe hampir jam dua, kapan lagi ngobrol sama Akmal" mengambil pisau yang dipegang ibu." Sini biar aku aja".

Ibu memberikan pisaunya, sebenarnya ibu menghawatirkan Salma dan Akmal, mereka hanya bersaudara tiri. Bukan tanpa alasan ibunya bersikap seperti itu. Karena ibu tahu hatinya Akmal. Ia melihat bahwa Akmal memiliki perasaan terhadap Salma. Perasaan yang bukan seperti kepada adiknya.

Tak lama Akmal, bapak dan Abi pun datang dari mesjid. Bapak melangkah menuju dapur.

"Udah pulang pa?" tanya ibu yang melihat bapak duduk di kursi. Ibu melihat kearah bapak" lho Akmal mana?"

"Itu katanya mau lanjutin tidur, katanya tadi malem ada yang ngajak gadang" jawab bapak dan segera mengambil teh hangat yang disodorkan ibu.

"Iya, tadi malam keasyikan ngobrol". Jawab Salma.

Hari beranjak siang, persiapan untuk acara lamaran pun telah dilakukan. Bapak hanya beristirahat di kamar. Maklum hari ini hari Minggu. Jadi tidak ada kegiatan yang dilakukan bapak. Sedangkan ibu masih sibuk di dapur.

Saat melihat Salma dan ibu di dapur, Akmal pun pergi ke dapur. "Mah, anak-anak pada kemana?" Akmal menanyakan adik-adiknya. Karena dari tadi setelah sarapan entah pada kemana.

"Ga tahu, paling Fiya dan Bila jalan-jalan. Tuh motor juga ga ada. Kalau Abi mah ke rumah temennya di sebrang jalan" jawab ibu sambil terus sibuk di dapur. Akmal pun kembali ke kamar.

"Teh, coba lihat kedepan, kayanya udah ada yang datang" Ucap ibu, Salma melangkah ke pintu.

"Mah, ini Bi Ami sama mang Deden udah datang, katanya Ema ga bisa ikut" teriak Salma dari arah pintu. Dan Salma mulai bersalaman, Akmal keluar dari kamar dan ikut bersalaman.

"Ada Akmal juga, sehat Mal?" Tanya bi Ami.

"Alhamdulillah sehat. Silahkan masuk Bibi, kenapa Aldi sama Nisa ga ikut" Akmal menanyakan anaknya bi Ami.

"Aldi ga tau kemana kalau hari Minggu teh, Nisa mah nungguin Ema, lagi ga enak badan" jelas Bi Ami.

"Ema sakit bi? Akmal belum sempet nengok, kemarin baru datang" Akmal berkumpul di ruang keluarga. Ibu baru langsung menghampiri adiknya dan menanyakan kabar.

"Biasalah penyakit Ema mah, ga jauh dari sakit maag sama sakit kaki, maklum udah tua" ucap bi Ami.

Pak Wirya keluar dari kamar terus menyapa bi Ami dan suaminya. Percakapan pun berlangsung. Salma ke dapur membawa air minum.

"Ma, gimana wa Rosdi, jadi datangkan?"tanya ibu

"Tadi ngehubungi katanya mau rada Sorean, sekalian Nini juga mau ikut" jawab Salma menyuguhkan minuman dan camilan untuk bi Ami.

"Emang Dika jadi ngelamar kamu, katanya mau jodoh orang kota" goda Akmal sambil lari karena sebentar lagi sendok akan melayang ke arahnya.

"Kotaaaakkkk Akkkmaaalllll" Salma berteriak hendak melemparkan sendok.

"Berisik,,,,, malu ada bi Ami sama mang Deden" ibu menghentikan teriakan Salma sambil memukul pundaknya. Mereka hanya tersenyum melihat kelakuan Akmal dan Salma.

To be continue

...****************...

Betulkah itu??? Saat kita pergi ke kota jodoh pun pasti orang kota.

Tidak ada penelitian yang membuktikan, namun banyak kejadian begitu.

Yang pasti Jodoh di tangan Tuhan......

cerita pertamaku, banyak salah, mohon koreksinya,,, masih perlu belajar.

padahal udah tua masih perlu belajarkah????

SATU LANGKAH TERLEWATI

Hari ini, keluarga dari pihak ibu kandung Salma datang untuk menghadiri pertunangannya. Ibu kandung Salma bernama Ida, memiliki kakak laki-laki yaitu pa Rosdi.

Pa Rosdi datang bersama ibu dan istrinya. Ibu yang dimaksud adalah neneknya Salma bernama Tinah. Tidak tampak kecanggungan antara keluarga Almarhum Ida dengan Bu Ratna mamah tirinya Salma, yang ada hanya kekeluargaan dan kehangatan, karena bagi pak Rosdi tak ada kata mantan keluarga.

Selain keluarga dari almarhum Bu Ida, keluarga Bu Ratna dan pak Wirya pun turut hadir. Rumah jadi terasa ramai saat keluarga berkumpul.

Saat ini bapak-bapak sedang mengobrol diruang tamu. Ibu dibantu dengan istri-istri saudaranya sibuk memasak dan mempersiapkan makanan yang akan dihidangkan. Salma dan kedua adiknya pun ikut bergabung di dapur. Suasana karena candaan-candaan mereka.

"Mah, teh Salma mah takut keduluan sama Fiya, makanya tunangannya dicepetkan" ucap Fiya menggoda sang kakak.

"Emang Fiya udah ada niatan nikah cepet gitu?" Hani istrinya pa Rosdi bertanya.

"Hihihi maunya sih gitu" jawab Fiya dengan cengirannya.

"ga sekolah gitu neng Fiya" ucap Ni Tinah menanyakan sekolah Fiya karena setahunya Fiya masih sekolah.

"Ga Ni" jawab Fiya singkat dengan tersenyum.

"Wah wah sebentar lagi kamu dapat dua mantu Na, gimana atuh Akmal udah keduluan lagi sama adik-adiknya" ucap Ni Tinah kepada Bu Ratna.

"Jangan didengerin Ema, nih anak sok diajar ngabohong, kamu itu baru kelas 3 belum tamat" ibu menjewer Fiya.

"Sakit aduh duh sakit mah,,, lepasin"Fiya mengaduh kesakitan. "Ngabohong gimana kan kata Nini nanyanya Fiya ga sekolah, pasti jawabannya enggak, inikan hari Minggu mamah" Fiya menjelaskan sambil mengusap-usap telinga.

Mendengar jawaban Fiya semua tertawa terbahak-bahak. Ibu hanya tersenyum penuh kekesalan.

"Iya atuh nini yang salah, seharunya nanya udah tamat sekolah atau belum" Nik Tinah meralat pertanyaannya.

Waktu menunjukan pukul 15. 00. Terdengar panggilan dari ponsel Salma, lalu mengangkatnya. Ternyata Dika yang menelpon memberitahukan bahwa ia dan keluarga akan berangkat dan akan melaksanakan shalat ashar di mesjid dekat rumah Salma.

Ibu memerintahkan keluarganya supaya bersiap-siap, terutama untuk Salma. Untuk kaum laki-lakinya bapak mengajak untuk pergi ke mesjid dulu.

...****************...

Acara pun dimulai, Salma masih di kamarnya. Keluarga dari Dika sudah datang, terlihat kedua orang tuanya, dua orang kakak perempuannya bersama anak dan suaminya. Dan tak lupa nenek dan kakeknya ikut hadir.

"Fiya, coba panggil teteh nya. Ini udah siap" ibu menyuruh Fiya.

"Biar saya saja" sahut Heni istrinya pa Rosdi.

Di kamar, Salma sedang duduk di meja rias. Terdengar ketukan dan masuklah Hani kedalam kamar.

"Ayo siap-siap ma, semuanya udah kumpul di depan" perintah Hani kepada Salma.

"Gimana penampilannya Wa, apa yang kurang" sambil mengusap-usap pipinya.

"Udah cantik kok, ayo keluar" ucap Hani sambil membenarkan kerudung Salma. Dan Manarik tangan lalu menggandengnya keluar kamar.

Saat tiba di ruang tamu, Salma langsung duduk di sebelah bapak dan ibu. Terlihat Akmal yang duduk di sebelah bapak. Fiya langsung mendekati Salma dan berbisik.

"Teteh meni mencrang gitu calonnya, Fiya juga mau" Fiya menggoda kakaknya. Salma hanya tersenyum kaku mendengar candaan Fiya.

Gugup, malu mungkin itu yang dirasakan Salma. Telapak tangannya terasa dingin. Keringat terus bercucuran.

"Assalamualaikum wr wb. Sebelumnya saya ucapkan selamat datang di gubuk kami, dan maaf jika jamuannya tidak sesuai dengan yang diharapkan keluarga nak Dika. Baik langsung saja karena saya rasa tidak ada yang perlu ditunggu lagi, silahkan dari keluarga nak Dika menyampaikan maksud kedatangannya" pa Rosdi membuka acaranya.

"Wa'alaikumsalam wr wb. Saya sebagai orang tua dari Dika mengucapkan terima kasih kepada pa Wirya dan keluarga karena mau menerima kedatangan kami yang tentu mempunyai maksud dan tujuan. Kebetulan saya datang bersama dengan istri yang tak lain mamahnya Dika mungkin sudah tahu ya Bu Ratna, karena ibunya Dika itu pelanggan Bu Ratna" ucap pa Bani memperkenalkan keluarganya.

"Ini juga kedua kakak perempuan Dika datang bersama suami dan anak-anaknya. Dan ini yang paling riweuh kakek dan neneknya Dika yang sejak dari pagi pingin segera berangkat. Maklum Dika cucu kesayangannya, cucu laki-laki satu-satunya di keluarga beliau. Adik saya juga anaknya perempuan semua. Kebetulan hari ini tidak ikut ke sini karena jauh dia di Medan ikut suaminya" pa Bani terus berbicara dengan candaan-candaannya.

Keluarga pa Wirya hanya mendengarkan pak Bani. Pak Bani melanjutkan lagi pembicaraannya.

"Ini kenapa jadi berbelit-belit ya, suka lupa kalau sudah berbicara teh. Dilanjut ke intinya aja. Minggu kemarin Dika mengobrol dengan keluarga, katanya ada perempuan yang sudah bikin dia jatuh cinta dan bahkan sudah menjalin hubungan dengannya" pak Bani mulai menyampaikan tujuannya.

"Apakah betul Dika, kamu sudah menjalin hubungan dan akan melanjutkan hubungan yang lebih serius dengan anaknya pa Wirya? Siapa teh namanya?" Pak Bani melihat Dika, ibu Leni hanya menggenggam tangan Dika.

"Salma pa" jawab Dika menunduk menahan kegugupannya.

"Siapa coba nama lengkapnya, mungkin saja kamu tidak tahu karena katanya baru mengenal" pak Bani malah menggoda anaknya.

" Nurul Salma Karima" jawab Dika dengan lantang masih terlihat kegugupannya.

"Ya sudah coba kamu sekarang ngomong ke keluarganya berani ga" ucap pak Bani terus menggoda anaknya.

Dika mengangkatkan kepalanya. Melihat ke sekelilingnya. Dilihatnya seluruh anggota keluarga Salma. Terakhir dia melihat pak Wirya dan berbicara.

"Pak, saya mau meminta ijin untuk melamar anak bapak yang bernama Nurul Salma Karima dan akan melanjutkan hubungan nanti ke arah yang lebih serius yaitu pernikahan" Dika langsung menyampaikan maksudnya ke pak Wirya. Salma hanya menunduk.

Kini tujuan dan maksud keluarga Dika sudah tersampaikan. Tinggal menunggu jawaban dari Salma dan keluarga.

"Saya selaku bapaknya Salma ingin mengucapkan terima kasih terlebih dahulu mau berkunjung ke gubuk. Tadinya saya bingung, akhirnya kebingungan saya terjawab, ternyata ada maksud dan tujuannya" pak Wirya berbasa-basi.

"Baiklah nak Dika dan keluarga, untuk masalah lamaran saya hanya bisa merestui, kalau untuk keputusannya semuanya ada pada Salma sendiri. Bagaiman Salma? Bapak melihat Salma.

Salma masih terlihat gugup, ia masih saja tertunduk.

"Ma, bapak mau bertanya, benar kamu menjalin hubungan dengan Dika dan ingin melanjutkan kearah yang serius? Tanya pak Wirya pada Salma.

"Iya pak" jawab Salma singkat.

"Dika itu orang kota bukan?" Pak Wirya bertanya pada Dika. Keluarga dari Dika saling menatap kebingungan.

"Bukan pa, saya orang sini, cuma beda kampung saja" ucap Dika. Bapak hanya tersenyum mendengar jawabannya.

"Gimana Ma, ternyata Dika masih orang sini juga cuma beda kampung" pak Wirya mengeluarkan candaannya, ia melihat anaknya yang sedang gugup. Seolah mengerti kebingungan yang dirasakan keluarga Dika pak Wirya pun menjelaskan.

"Gini nak Dika, Salma itu dari dulu cita-citanya pengen ke kota, dulu sampe nangis dan mogok makan berhari-hari gara-gara kakaknya pergi ke pesantren yang katanya di kota. Dia juga ingin mempunyai jodoh orang kota, nah nak Dika kan orang sini, bapak takut Salma terpaksa menerima lamarannya" ucap bapak menjelaskan dengan tersenyum.

Mendengar penjelasan pak Wirya semua orang tertawa. Salma hanya mendengus kesal.

"Gimana Ma?" Pak Wirya terus menggoda Salma. Salma makin tertunduk malu.

"Tapi kan nak Dika pernah tinggal di kota ya?" Tanya pa Wirya kepada Dika.

"Pernah pa, saya kuliah di Bandung" jawab Dika.

"Tuh kan Ma, setidaknya Dika pernah jadi orang kota, kamu bisa pergi dengan Dika nantinya ke kota" makin kesal saja Salma. "Sok atuh jawab, gimana? Keluarga Dika menunggu jawabannya". Ucap pak Wirya.

Dengan sedikit kesal pada bapaknya Salma pun menjawab "iya pak saya terima, insya Alloh Salma siap melanjutkan ke jenjang pernikahan"

"Alhamdulillah" hanya itu jawaban yang terucap dari Dika dan keluarga.

"Berarti kita hanya tinggal menentukan hari pernikahannya" ucap pak Bani.

Pembicaraan pun terus berlanjut diselingi dengan jamuan dari keluarga pak Wirya. Keputusan telah disepakati bahwa Salma dan Dika akan menikah terhitung 4 bulan dari sekarang yaitu saat libur menjelang tahun ajaran.

Memilih acara liburan tahun ajaran karena Salma libur, Akmal juga akan lebih leluasa membantu karena libur juga. Serta adik-adiknya yang tidak terganggu acara sekolah.

Setelah kepulangan keluarga Dika, satu persatu keluarga bapak pun ikut pulang. Salma mulai membereskan rumah, dibantu dengan adik-adiknya. Akhirnya pekerjaan selesai. Rumah kembali beres, tinggal melaksanakan shalat magrib dan menunggu isya.

...****************...

Salma POV

Hari ini terlewati dengan baik, rasa gugup, deg-degan, malu berganti dengan ketenangan setelah keluarga Dika pulang.

Kubaringkan tubuhku di kasur. Sambil menerawang membayangkan yang akan terjadi. Pernikahan didepan mata.

Terdengar pintu dibuka dan ternyata Akmal berdiri di depan pintu.

"Boleh aku masuk" tanya Akmal

"Masuk aja" jawabku

"Gimana seneng ga, secara udah dilamar". Akmal menggodaku

"Masih bingung Mal, ragu juga. Secara kan belum lama mengenal baik dengan Dika ataupun keluarganya" ucapku sambil duduk di tepi ranjang. Sedangkan Akmal duduk di kursi rias.

"Pernikahannya kan masih empat bulan, gunakan proses itu untuk saling mengenal" Akmal mulai menasehati ku. Aku hanya menganggukan kepala tanda menyetujui pendapatnya.

Kamipun melanjutkan obrolan-obrolan ringan. Lebih ke Akmal yang menasihatimu. Ponselku pun berbunyi tanda pesan masuk. Kuusapkan untuk membuka ponsel. Ternyata Dika mengirimkan pesan.

My Dika : Satu langkah terlewati, semoga lancar sampai hari H👩‍❤️‍👩😍. Amiinn.

Aku : Amiinn"

Ku membalas pesannya sambil tersenyum. Kulihat Akmal memperhatikanku.

"Siapa? Tanya Akmal. Tanpa menjawab ku perlihatkan pesan yang dikirimkan Dika pada Akmal.

"Cihhh my Dika,,,,, satu langkah terlewati" Akmal mendengus mengulang pesan Dika, lalu beranjak keluar.

"Bilang aja ngiri, mau kemana?" ucapku berteriak.

"Mau ke mesjid jangan lupa shalat" Akmal pergi dan menutup pintu kamar.

Selepas kepergian Akmal, aku pun melanjutkan berbalas pesan dengan Dika.

...****************...

Baru satu langkah yang terlewati, mudah-mudahan jalan-jalan lain pun bisa terlewati ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!