Pandangan Haris jadi terbagi dua, telak sekali malah, 60-40. Enam puluh pada gadis yang semangat teriak tinggi yang tak seberapa jauh dari duduknya, hanya tersisa 40 % kearah Saktiawan Sinaga yang sedang solo run kearah kotak pinalti PERSIJA Jakarta. Haris memang masih teriak teriak juga, tapi kepalanya sudah miring 90 derajat kekanan, tidak lagi lurus kelapangan hijau. Tangan kanan Haris terus menggaruk garuk pipinya yang ngga’ gatal sedang berpikir gimana caranya bisa dekat dengan cewek manis itu. Haris dengan segala keberanian mendekat, cewek yang pastinya cantik itu membuat Haris langsung beranjak, apalagi ada bangku kosong disamping gadis itu, menjadi satu peluang emas bagi Haris untuk sekedar mengenalnya, dan rasanya peluang itu terbuka lebar melihat gadis yang didekati Haris memakai kostum yang sama dengan kostum yang dipakainya, PSMS Medan.
Haris langsung duduk disamping itu gadis dan terus berteriak teriak sekuat tenaga manakala Mahyadi Panggabean cs berhasil mencuri bola dari lawannya, yang kali ini PERSIJA Jakarta. Permainan lanjutan Liga Indonesia putaran kedua ini seperti dulu, dulunya dulu, tetap saja pendukung PSMS Medan hanya segelintir saja, warna hijau putih tenggelam dalam lautan kuning orange milik fansnya PERSIJA Jakarta, namun begitu Haris dan kawan-kawannya yang berasal dari Sumatera Utara tak surut mengeluarkan yel-yel mendukung PSMS Medan, dan memang dukungan itu sangat punya arti yang besar bagi anak asuh Khaidir.
Haris melonjak kegirangan, demikian juga gadis disampingnya, mengapa tidak, Saktiawan Sinaga berhasil menjaringkan bola kegawang Hendro Kartiko yang membuat pasukan orange dan segenap fansnya bungkap seribu bahasa. Teriakan demi teriakan dari kelompok Haris dan semua fans PSMS terus bergema lirih dilautan orange hingga peluit yang ditangan wasit asal Bandung berbunyi panjang. Babak pertama usai, 0-1 untuk PSMS Medan.
Haris kembali duduk tenang, yang terlihat hanya lapangan kosong, suara yang terdengar hanya suara dari meja panitia yang tak seberapa perlu bagi semua yang sedang menonton.
Haris mengulurkan tangannya. “ Haris “.
Walau terkejut gadis itu menerima. “ Lia.. Natalia “.
Haris mengangguk-angguk saja, dengan mulut dibulatkan tanda isyarat menyebut hurup O, O besar. “ Pengagum PSMS ?”.
Natalia mengangguk, hanya sekedar mengangguk saja.
“ Orang Medan ya ?”.
Natalia kembali hanya mengangguk saja.
“ Medan dimana ?”.
“ Bukan di Medan, aku berasal dari Tapanuli Tengah “.
“ Mahyadi Panggabean “.
Natalia mengangguk. “ Jelas dong “.
Mahyadi Panggabean sang kapten PSMS Medan memang berasal dari Tapanuli Tengah, tepatnya Pandan, ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah. Haris ikut ikutan mengangguk angguk, tapi Haris jadi kepikir sedikit, bukankah ibunya orang Tukka, salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah, wanita yang melahirkannya, tapi tak pernah lagi Haris lihat sejak perceraian itu, Haris bahkan tak lagi mengenal wanita itu, sebab saat itu Haris baru bersusia 2 tahun, saat itu Ibunya pergi. Menurut Pamannya, Ibu Haris pergi meninggalkan Haris dengan ayahnya, saat pergi Ibunya sedang mengandung adiknya. Tapi Haris tak terlalu panjang memikirkan itu, yang ada diotaknya hanya pengen tahu saja siapa cewek yang disampingnya lebih jauh, dimana tinggal, masih sekolah atau sudah mahasiswi, dan tinggal dimana. Siapa tahu bisa jadi tamu malam minggu.
“ Umurnya berapa ?”.
Natalia menoleh. “ Abang Polisi ?”.
Haris menggeleng. “ Apa Cuma Polisi yang boleh nanya umur ?”.
“ Ngga’ sih “.
“ Nah, lho.. berapa dong “.
“ 12 tahun “.
Haris mendelik. “ 12 tahun ?, masa sih ?”.
“ Abang sendiri berapa ?”.
“ 23 tahun “.
“ Kalau gitu aku kebalikannya “.
“ 32 tahun ?”.
“ 21 “.
Haris kembali magut-magut. Kalau begitu dua tahun dibawah usianya, berarti udah kuliah dong, masa ada anak SMA usianya 21 tahun, mana ada. Paling tua di SMA ada 17 tahun atau 18, 19 juga berat.
“ Kuliah dimana ?”.
“ Rawamangun “.
“ IKIP ?”.
“ Dulu, sekarangkan udah ngga’ IKIP lagi namanya “.
“ Jadi apa namanya ?”.
“ UNJ. Universitas Negeri Jakarta “.
“ Kok gitu “.
Natalia geleng kepala. “ Ya memang gitu, dimana mana juga gitu kok, diganti semua namanya. IKIP Medan sekarang jadi UNIMED, IKIP Padang jadi Universitas Negeri Padang, semua begitu “.
“ Oo.. “.
Haris belagak bloon, Cuma haris senyum-senyum saja, hatinya tertawa ngakak, sebab Haris juga kuliah di Universitas yang sama. Tapi Haris langsung senang, itu berarti peluang untuk lebih dekat sangat besar, tak perlu repot, sebab tiap hari bisa jumpa, tak perlu naik angkot.
“ Jurusan apa ?”.
“ Bahasa Indonesia “.
Wah, dan ternyata tak perlu naik beca, tapi Haris jadi makin penasaran, masa mereka di Fakultas yang sama, tak pernah melihat wajah secantik itu dikampusnya, paling hanya wajah Amelia yang memang cantik tapi mentelnya minta ampun, atau mungkin Risda yang bocor halus.
“ Tinggal dimana ?”.
“ Daan Mogot “.
“ Swadaya ?”.
“ Apa bedanya ?”.
Kali ini Haris agak pusing, apel malam minggunya bakal banyak ngeluarin ongkos, Haris yang tinggal di Daksinapati Barat III cukup makan waktu berlauk ongkos jika ingin ke Daan Mogot, udah beda Walikota tuh. Kalau sempat naik Bajaj bisa pantat yang demontrasi, ia kalau damai, kalau pakai bakar ban segala, mana tahan. Kalau pakai taksi bisa ngga’ sarapan pagi empat hari.
“ Daan Mogot nomor berapa ?”.
Haris lumayan mengumpat. Pertanyaan yang paling sakral justru tak terjawab, apa mau dijawab, sorak sorai menyambut pertandingan babak kedua membuat semua omongan Natalia tak bakal didengar, mungkin Natalia malah mungkin tak dengar pertanyaannya, sialnya lagi, haris malah ikut ikutan bersorak sorai dengan semangat walau matanya masih menatap lekat mulut Natalia yang menganga cukup lebar dengan segala teriakan yang memekakkan telinga Haris.
Yang ada hanya teriakan demi teriakan yang terdengar, apalagi saat PERSIJA berhasil menyamakan kedudukan, wah tak ada lagi suara yang bisa disantap telinga kecuali teriakan dan lagu-lagu yang menyanjung anak anak PERSIJA. Sementara fans yang mendukung PSMS mulai hilang suaranya, dan bahkan lenyap tak terdengar saat Batoum membawa PERSIJA Jakarta unggul 2-1.
Setelah diluar stadion baru Haris teringat Natalia, tapi apa yang Natalia, ribuan orang yang berdesakan yang ditemukan, Natalia sudah betul-betul lenyap. Haris hanya mengutuk dirinya sendiri, mengapa tadi tidak barengan keluarnya dengan Natalia, tapi itu semua akibat rasa kesal terhadap perbuatan wasit yang bagi Haris berat sebelah hingga PSMS kalah, dan tentunya kekalahan itu sangat tidak enak, hingga waktu pulang Haris lebih banyak ribut ketimbang melihat kemana langkah Natalia beranjak.
Haris duduk dipinggir jalan memperhatikan semua orang yang lewat, anak anak fans PERSIJA terus bernyanyi nyanyi gembira dengan kemenangan itu, kenapa tidak, kemenangan menantang PSMS Medan bagi klub manapun merupakan sebuah kebahagiaan, PSMS Medan merupakan klub Papan atas Liga Indonesia, yang tidak hanya jago di Stadion Teladan Medan, juga dikandang lawan. Kemenangan ini bagi PERSIJA dan fansnya menjadi begitu penting sebab pertemuan yang lalu di Medan mereka kalah, pertemuan kedua di Jakarta malah mereka ditahan imbang 1-1, wajar jika kemenangan kali ini menjadi amat menggembirakan.
Haris pesan minuman dingin dan dengan santai menikmatinya perlahan. Tapi Haris masih bisa juga tersenyum, besok Haris bisa cari informasi ke Hilman atau Faisal yang aktivis Bahasa Indonesia, jika melihat umurnya, sekarang mungkin masih semester III, dua tingkat dibawah Haris yang sekarang semester VII. Akhirnya Haris beranjak dan menuju pulang, sendirian, tanpa ada teman.
Akhirnya Haris melangkah keluar menuju pagar stadion. Haris santai saja walau teriakan anak anak PERSIJA masih berkumandang, Haris berjalan santai diantara ribuan suporter PERSIJA, kesantaian Haris tentunya amat mengejutkan para polisi penjaga keamanan, takut terjadi apa-apa salah seorang polisi menarik tangan Haris.
“ Hati hati Bang, nanti ada keributan, gimana ?”.
Haris tersenyum kearah Polisi muda yang menarik tangannya. Polisi muda ini panggil Abang tentu karena kostum Haris adalah kostum PSMS Medan, kalau saja Haris pakai Kostum Orangenya PERSIJA pasti dipanggil Mas. Setelah pandang sekelilingnya Haris jadi takut juga, kalau benar apa yang dikatakan Polisi muda itu, bisa jadi pargedel mukanya.
“ Udah, sama kita aja Bang “.
Tanpa menjawab Haris langsung aja naik kemobil Patroli Polisi yang melaju perlahan menyeruak kerumunan fans-fans PERSIJA yang masih memadati luar Stadion Gelora Bung Karno.
Pagi cukup cepat datangnya. Haris sudah sampai dihalaman kampusnya, wajar aja kalau cepat, Haris hanya butuh tak sampai 250 langkah untuk sampai kesana. Haris tak begitu tertarik masuk ruangan, langkah Haris mantap menuju kantin yang berada agak kesudut.
Sejak kemarin otak Haris dipenuhi rasa ingin tahu Natalia, gadis yang ditemuinya semalam. Gadis yang membuat Haris berselimut tanya dan keingin tahuan. Haris langsung mencari Hilman, Hilman anak Bahasa Indonesia, mungkin dia tahu, pikir Haris. Dan Haris langsung tertawa melihat Hilman yang asyik merokok dikantin dengan angkat kaki.
“ Hil.. “.
“ Eh Ris, ada apa, mukamu cemberut benar, kenapa ?”.
“ Ngga’ apa apa kok “.
Hilman melonjak dan menari-nari. “Sudah kubilang, PSMS itu ngga’ bisa “.
Muka Haris cemberut. “ Mau kalah, mau menang, memang kenapa ?”.
“ Iya dong, PERSIJA, PERSIJA The Champions, Yess !!”. Hilman kembali menari-nari sendirian.
“ Udah, udah.. aku mau ngomong sama kamu Hil “.
Hilman langsung duduk. “ Presiden Mahasiswa ?”.
Haris menggeleng kepala. “ Tidak “.
“ Jadi apa dong ?”.
“ Ada seorang cewek aku temui kemarin, cantik “.
Hilman langsung tertawa ngakak. “ Cewek ?, ha ha.. Cewek, Cewek ? Seriuslah Boy ?”.
“ Ya.. aku serius “.
Hilman masih terus memandangi Haris, calon Presiden Mahasiswa terkuat ini ngomongin cewek, tentu membuat Hilman sedikit bingung, dan merasa itu cukup lucu, Hilman tak menyangka Haris mau juga ngurusin cewek.
Hilman masih tertawa. “ Cewek apaan Ris ?”.
“ Iya, aku ketemu semalam dilapangan “.
“ Lapangan ? fans PERSIJA kalo gitu “.
Haris agak cemberut. “ Kepalamu, asal aja. Ini Fans PSMS Boy “.
“ Apaan “.
“ Cantik Hil, dia anak Bahasa Indonesia “.
“ Bahasa Indonesia kampus kita ?”.
Haris mengangguk dan mengambil HP nya, semalam Haris sempat juga ambil wajah Natalia, Cuma dari samping. Cukup jelas juga, Haris menunjukkannya pada Hilman, HP Haris diambil Hilman dan memandanginya cekup lama.
Haris sangat kecewa saat Hilman geleng geleng kepala.“ Dia ini mungkin anak semester bawah Ris, aku ngga’ kenal “.
“ Masa sama-sama anak Bahasa Indonesia kamu ngga’ kenal “. Haris menggerutu panjang pendek.
Hilman menolak kepala Haris. “ Enak aja, emang anak Bahasa Indonesia berapa orang ?”.
“ Emang berapa ?”.
“ 8.237 orang tahu. Apa kau pikir anak Bahasa Indonesia 30 orang hingga aku kenal semua, dasar lo “.
Haris garuk garuk kepala. Benar juga, jumlah anak Bahasa Indonesia kan bukan seperti satu kelas waktu SMA, tapi rasanya kurang pas juga, masa aktivis kaya Hilman kok bisa ngga’ kenal anak satu jurusannya. Firman yang dari tadi melihat dan mendekat pada Hilman dan Haris yang lumayan ribut.
“ Ada apa sih ?”.
Hilman menunjukkan gambar yang ada HP Haris. “ Kenal ?”.
Firman mengangguk. “ Natalia “.
Haris langsung semangat. “ Ya, namanya Natalia “.
Firman duduk didepan Haris. Ambil rokok Hilman sebatang dan langsung menyulutnya perlahan lahan.
“Anak semester III, bendahara Senat Fakultas, cukup ?”. Firman menjelaskan.
Haris mengangguk angguk. Ada rasa senang yang muncul dihatinya, walau terasa sangat singkat, tapi itu lebih dari cukup untuk informasi awal. Lumayan jugalah, dari pada ngga’ ada.
“ Udah punya pacar belum Man ?”.
“ Mana aku tahu, lagian aku ngga’ sempat urusin pacar orang “.
Haris kembali menggeleng. Tapi informasi Firman bolehlah, lumayan cukup bagi Haris mengenai Natalia, dan tentunya bisa juga menjadi bahan untuk lebih dekat pada Natalia yang terang membuat Haris jatuh cinta. Jatuh
cinta berat.
Ini yang membuat Hilman bingung, setahu Hilman Haris termasuk tipe cowok yang lumayan aneh, walau punya wajah yang ganteng, tapi tak pernah kepikiran soal pacaran. Haris sangat aktif di Organisasi yang menyedot hampir 75% waktunya, hingga pacaran seperti tak ada bagi Haris. Sehingga pada saat Haris bilang ada cewek yang membuat Haris terpana, Hilman yakin cewek itu luar biasa cantiknya, kalau tidak mana mungkin. Lihat gambar di HP Haris Hilman cukup yakin cewek itu memang sangat cantik, tapi terang Hilman masih penasaran ingin melihat wajah cewek itu langsung.
“ Natalia teman baik dengan adikku Widya “.
“ Widya ?”. Haris memperjelas.
“ Ya, mereka cukup baik “.
“ Baik gimana ?”.
“ Bahkan Natalia sering kok kerumah dengan Widya “.
“ Masa ? yang benar aja Man “.
“ Ngga’ percaya udah. Tanya aja Widya langsung “.
Kali ini Haris benar benar gembira. Widya yang adik Firman tentu menjadikan Haris lebih mudah bertemu Natalia, atau bisa saja dari Widya Haris bisa lebih dekat dengan Natalia.
“ Yess “. Haris meninju telapak tangan kirinya.
“ Apaan ?”. Hilman terkejut.
“ Ayo kita cari Widya “.
Hilman ikuti saja langkah Haris yang meninggalkan kantin. Haris langsung menuju pustaka, sebab Haris yakin, jika tidak ada kuliah si kutu buku Widya pasti ada disana, tempat mangkal Widya yang paling utama. Dan benar saja, baru dua langkah masuk keruang pustaka, tampak Widya yang asyik membaca.
“ Buarrrr…. “.
Buku yang dipegang Widya ikut tercampak kelantai, dan Widya langsung manyun begitu melihat tampang Haris dan Hilman, dua teman abangnya yang paling bandel, paling ribut, tapi juga merupakan tempat curhat Widya.
“ Ada apa sih ?”.
Haris memungut buku Widya, menyerahkannya kembali dan duduk didepan Widya, sementara Hilman langsung beranjak mencari buku yang ia sukai untuk dapat dijadikan bacaan.
“ Kenal Natalia Wid ?”. Haris tunjukkan gambar dilayar HP nya.
Widya melihat sebentar dan mengangguk. “ Ya.. itu Natalia “.
“ Kamu kenal ?”.
“ Teman satu ruangan, tadi baru disini “.
Haris jadi cukup senang. Ada banyak tawa yang muncul dari bibir Haris, Haris udah dapat bayangan yang bagus, isi otak Haris langsung bekerja. Dengan semangat Haris langsung bercerita tentang pertemuannya dengan Natalia, kenalannya, dan semua yang berhubungan dengan pertemuan itu dengan lengkap, selengkap lengkapnya.
“ Intinya, abang suka dia Wid “.
Widya meruncingkan bibirnya. “ Masa ?”.
“ Ya.. abang serius Wid, bantu abang ya “.
“ Bantu apaan ?”.
“ Pokoknya bantu aja, Okey ?
Widya anggukkan kepala. “ Okey “.
Widya mendengar semua perkataan Haris dengan seksama, teori yang bagi Widya cukup lucu dan mungkin aja jitu. Widya ketawa aja dan mengangguk anggukkan kepala mendengar penjelasan Haris. Terasa sangat lucu, tapi Widya juga merasa itu teori yang lumayan juga bagusnya.
“ Gitu aja dulu Wid, Okey ?”.
Widya tertawa kecil dan anggukkan kepala. “ Kapan ?”.
“ Sekarang dong, Kapan lagi “.
Widya kembali geleng kepala. Widya terus merasa geli dengan semua ini, tapi Widya merasa ingin tahu juga apa hasilnya, Widya tahu dengan ini ia akan banyak berbohong pada sahabatnya sendiri, tapi apa boleh buat, Haris juga teman dekat abangnya. Widya kembali geleng kepala, kadang memang banyak yang membuat sesuatu jadi terasa lucu. Natalia sangat sering main kerumahnya, sama seringnya dengan Haris yang bikin ribut dirumahnya, kalau Haris dan Hilman datang, maka rumah itu akan riuh, ayah dan Ibu mereka juga bakal ikut ngakak dengan cerita mereka bertiga, tapi sejauh ini tak pernah mereka datang saat Natalia ada dirumah, tak pernah sama sama datang.
“ Okey Wid ? “.
Widya anggukkan kepala. “ Okey Bang “.
Widya berdiri, kembalikan bukunya, Widya acungkan jempolnya saat Haris meninggalkan pustaka bersama Hilman.
Widya mendekati Natalia yang asyik menulis. Seperti biasanya, puisi. Natalia jago buat puisi, waktu luangnya hanya dipergunakan untuk menulis puisi demi puisi, hingga saat ini setahu Widya, Natalia punya koleksi ribuan puisi yang bertumpuk dirumahnya. Semua buku Natalia pasti ada puisinya, terserah itu buku tulis, kamus, sampai diktat. Semua pasti menyimpan bait bait puisi.
“ Hai… “.
Natalia menghentikan tulisannya melihat Widya, Natalia menampar pelan paha Widya yang duduk disampingnya dengan banyak senyum yang mengembang.
“ Dari mana Wid, pustaka ?”.
Widya mengangguk. “ Aku dapat kejutan tadi disana ?”.
Kening Natalia berkerut. “ Kejutan ?”.
“ Ya, Kejutan “.
“ Kejutan apaan Wid ?”.
“ Kejutan buat kamu “.
Natalia terang lumayan heran, kok kejutan buat dia kok malah Widya yang nemuinnya, di pustaka lagi, apaan ?, Natalia tambah heran. Melihat kebingungan yang ada diwajah Natalia, Widya tertawa, Natalia langsung memencet hidung Widya dan mereka sama-sama tertawa.
“ Betul kok, Kejuatan buat kamu “.
Natalia ketawa aja. “ Becanda “.
“ Aku serius “.
Natalia menatap wajah Widya, mengangguk anggukkan kepalanya pada Widya, itu isyarat bertanya, orang yang heran atau bingung seakan bertanya, minta penjelasan.
“ Mahyadi Panggabean “.
Natalia langsung tertawa lebar. “ Mahyadi ?, gila lo, Mahyadi apaan ?”.
“ Ya, ini ada hubungannya dengan Kapten PSMS Medan itu“.
Kali ini Natalia jadi terdiam. Otak Natalia berputar, mana mungkin Mahyadi Panggabean, kenapa Mahyadi Panggabean, Natalia benar benar heran, tapi akhirnya Natalia kembali tertawa, kemarin ia melihat Mahyadi Panggabean main bola, kok sekarang jadi cerita Mahyadi Panggabean, Widya lagi, tau apa kutu buku yang satu ini tentang dunia bola nasional, Widya setahu Natalia bahkan bicarakan bola aja ngga’ pernah, kok sekarang cerita Mahyadi Panggabean, kan aneh.
“ Apaan Sih ?”.
“ Ada yang titip salam buat kamu “.
“ Siapa ?”.
Widya tertawa cukup kuat, Widya mendekatkan tangannya pada Natalia untuk tunjukkan gambar yang ada dilayar HPnya, yang ada disana adalah gambar seorang pemuda dengan pakaian kebesaran PSMS Medan.
“ Dia titip salam sama kamu “.
“ Ada aja “.
Natalia tertawa lebar, bahkan sampai menutup mulutnya dengan kedua tangannya, baru ia ingat sekarang, pemuda itu bernama Haris, semalam ketemu saat sama-sama nonton bola di Gelora Bung Karno. Natalia memang bilang kalau dia anak sini jurusan Bahasa Indonesia.
“ Dia … gitu deh sama kamu “.
“ Maksudnya ?”.
“ Ya.. gitu deh.. “.
Kening Natalia semakin berkerut, ada ribuan pertanyaan dalam otaknya, Natalia merasa ada yang aneh dari Widya. Yang muncul dibenak Natalia tak lebih dari rasa bingung yang makin panjang, apalagi setelah mendengar jawaban jawaban Widya yang tak jelas ujung pangkalnya.
“ Gitu deh, gitu deh.. gitu deh apaan ?”.
“ Ya.. gitu aja “.
“ Maksudnya apa ?”.
Widya menunjukkan gigi putihnya. Natalia tetap merasa aneh dengan senyum Widya yang terasa begitu asing dimatanya. Natalia tak menemukan Widya yang selama ini dikenalnya, Widya yang ini agak lain.
“ Kenapa ? “.
“ Kalau Lia mau, besok ia tunggu dikantin kampus “.
“ Kantin kampus ?”.
“ Itu kalau Lia mau “.
Natalia mengalihkan pandangannya dari Widya. Entah karena apa Natalia justru ambil Ponsel Widya dan kembali memandangi wajah Haris, pemuda yang kemarin begitu berani mendekatinya, mengajaknya kenalan, sama sama teriak dan sama sama cemberut saat PSMS akhirnya kalah.
“ Jam berapa ?”.
“ Jam 16.00 WIB sore “.
“ 16.00 Sore. Kok lama amat “.
“ Sepulang dia kerja “.
“ Kerja apaan ?”.
“ Kalau itu kurang tahu “.
Dalam hati Widya sebenarnya ingin tertawa lebar sekali. Widya tak sangka temannya Lia begitu terkesan dengan cara Haris yang memang lumayan langka ini. Widya terus aja senyum memandang wajah Lia yang agak cemberut.
“ Gimana Li “.
“ Apanya ?”.
“ Mau ngga’ besok ?”.
Natalia memandang Widya yang memang lagi mandang wajahnya, hanya ada satu senyum tipis diantara mereka. Lia garuk garuk keningnya, Widya mempertajam pandangannya, Lia senyum lagi dan menganggukkan kepala saja. Apa sih salahnya menemui pemuda itu, sesama penggemar PSMS Medan, atau mungkin sesama warga Sumatera Utara, wajarkan kalau nemuin dia besok.
“ Gimana ?”.
“ Iyah deh, aku temuin “.
“ Okey.. permisi “.
Widya tersenyum dan langsung berdiri, Natalia kembali hanya geleng kepala dan terus menatap Widya hingga hilang dari pandangannya. Widya terus senyum senyum sendiri, Widya tak menyangka rencana yang disusun bersama Haris berhasil ditahap pertama, sekarang tinggal tahap kedua, ketiga dan seterusnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!