NovelToon NovelToon

Wanita Rahasia Sang Konglomerat

Wawancara

Jevian R Hugo.

Mata gadis itu menatap pria blasteran di depannya dengan gugup, ini adalah kali pertamanya mewawancarai seorang pria seperti ini.

Gagah, jantan, seksi. Bagaimana mendefinisikannya? Ia pusing sendiri pada betapa kuatnya daya tarik pria ini.

Sosok ini tampak sama seperti model majalah pria dengan perut sixpack dan kulit berwarna madu, dengan sedikit bekas rambut janggut tipis yang telah dicukur rapih dari telinga mengelilingi dagu. Lengan berototnya bahkan masih nampak jelas dibalik bungkusan jas tebalnya.

Ya Tuhan.

Ternyata benar-benar ada manusia seseksi Adam Levine saat masih bujang didepannya. Bukan hanya rumor atau kabar burung, namun ini memang asli.

Saat atasannya di kantor mengutusnya untuk mewawancarai pria ini minggu lalu, ia bahkan histeris sepanjang sore.

Bagaimana tidak? Jevian Hugo adalah salah satu taipan yang membuat geger dunia bisnis.

Selama bekerja untuk sebuah perusahaan majalah bisnis ia terlalu sering bertemu dan wawancara dengan bapak-bapak buncit berumur lima puluh tahunan, atau kadang juga pria berkacamata yang membosankan. Namun kali ini, ia seperti duduk didepan artis hollywood yang punya tatapan mata tajam sekaligus teduh.

Tapi ia berada disini untuk mengajukan pertanyaan bukan untuk duduk bengong lantas terpesona.

Setelah beberapa menit wanita itu akhirnya berdeham dan menenangkan diri sebelum membaca sederet pertanyaan yang berhubungan dengan bisnis, pertanyaan itu telah ia susun berhari-hari dengan hati-hati dan teliti di selembar kertas yang kini ia pegang.

Berawal dari pertanyaan umum seperti visi misi perusahaan, dan langkah mereka kedepan dalam persaingan pasar.

Jawaban Jevian seakan template yang seringkali di dengar dari taipan kaya yang lain hingga membuatnya mengantuk, ia lebih tertarik pada kehidupan pribadi pria ini.

Seperti bagaimana tipe wanita impiannya, misalnya.

Kali-kali saja ia bisa mendaftarkan diri sebagai kandidat, ups.

Rencana Tuhan kan tidak ada yang tahu, sebagai manusia ia hanya bisa berharap meskipun harapannya terdengar terlalu serakah.

"Bagaimana Anda bisa begitu lancar berbahasa?" tanyanya dengan rasa penasaran, menahan diri untuk tidak kelihatan linglung.

"Ibuku lahir di negara ini, jadi aku berusaha keras untuk mempelajarinya juga. Namun aku baru mempelajarinya saat sudah dewasa" jawab Jevian dengan senyum mengambang, tidak jelas juga apakah dia tersenyum atau menyeringai.

"Apakah Tuan Hugo memutuskan untuk tinggal disini karena Ibumu?"

"Ya salah satunya karena aku ingin mencarinya, kami berpisah saat aku masih kecil."

"Lalu, apakah Anda sudah pernah datang berkunjung kesini sebelum akhirnya menetap?"

Jevian tidak menjawab langsung, jarinya membelai bibirnya secara tidak sadar. Memilih kata yang tepat.

Demi seluruh spesies bumi, gerakan itu hanya membuat hormon ekstrogen wanita didepannya bergejolak tidak karuan.

Seberapa lezat rasanya? ah tidak, sekarang bukan waktu yang tepat untuk berfikiran kotor.

Laporan wawancaranya harus diserahkan besok pagi jadi pikirannya tidak boleh melantur.

"Tujuh tahun yang lalu, aku kabur kesini saat masih kuliah" ia akhirnya menjawab jujur.

"Tapi aku dijemput paksa saat baru beberapa hari tiba disini. Tunggu, tolong jangan tulis jawabanku yang tadi"

Sang pewawancara mengangguk, ia melanjutkan pertanyaan selanjutnya.

"Lalu apakah Anda berniat menikah dan menetap disini untuk jangka waktu yang lama?"

"Mungkin, semuanya tergantung pada keadaan. Jika aku menemukan wanita itu, mungkin aku bisa mempertimbangkan untuk menikah."

"Ehemm.. Lalu wanita seperti apa yang sebenarnya Anda cari, di negara ini ada banyak wanita cantik" ia mempertaruhkan keberanian terakhirnya untuk bertanya.

Kali ini Jevian juga terdiam lama, matanya memandangi lukisan di dinding, menerawang.

Bayangan gadis muda yang terbaring di sebelahnya tujuh tahun yang lalu masih jelas berkelebat dalam fikirannya, seperti apa gadis yang ia cari? tidak lebih dan tidak kurang seperti bayangan di otaknya itu, terlebih aroma tubuhnya yang tidak bisa ia temui pada milyaran manusia lain.

Ada rasa nostalgia di bola matanya yang coklat muda.

"Kulit eksotik, mata bulat, rambut ikal dan dia punya aroma yang unik" Jevian berusaha menggambarkan keindahan dewi itu dalam kata singkat.

Apa?

Apa yang dimaksud pria ini dengan aroma yang unik? parfum?

"Sepertinya waktu kita sudah habis," Jevian mengingatkannya dengan tidak sabar, pertanyaaannya kian melenceng dari topik dan ia tidak suka kehidupan pribadinya dieskpos terlalu banyak.

Tatapan itu membuat sang pewawancara tersenyum kaku.

Ini berarti dia sedang diusir, jadi dia harus buru-buru lari dari tempat ini sebelum terkena masalah.

Pewawancara itu mengangguk, "Kalau begitu kita bisa akhiri wawancara sampai disini. Terimakasih atas waktunya, Tuan"

Sesi wawancara itu berakhir setelah satu jam berlalu, gadis yang mewawancarainya itu mengulurkan tangan, untuk bersalaman namun Jevian hanya memandang jari tangan wanita itu dengan ekspresi susah, dan tetap duduk tenang seolah tak melihat.

Asistennya maju untuk menggantikannya berjabat tangan dengan cekatan "Maaf Mr. Hugo punya sedikit gangguan mysophobia"

Wanita itu tercengang sejenak namun buru-buru bersikap normal, ia tahu beberapa orang dilingkungan atas memang punya phobia seperti itu, wajar saja.

Meski ia sedikit tersinggung karena mungkin telah dianggap kotor oleh pria ini.

"Mohon untuk tidak menyebarkannya ke publik" asisten itu kembali memperingatkan.

"Baik, aku mengerti"

Wanita itu menunduk sopan sebelum akhirnya pamit dan keluar dari ruangan itu.

Jevian menghembuskan nafasnya dengan lega, akhirnya tidak ada lagi bau wanita yang menyengat didalam ruangannya. Mata pria itu mengamati sekeliling ruangan dengan wallpaper coklat yang futuristik, di desain dengan perapian klasik seperti kastil tuanya di Italia. diatasnya ada beberapa hiasan tembikar dan juga lukisan yang menggambarkan suasana perang dan kavaleri kuda.

Sudah sebulan ia menetap di negara ini, namun ia terlalu sibuk memindahkan basis perusahaannya, hingga tidak punya waktu untuk mulai mencari ibunya dan gadis itu.

Jika suasananya sudah stabil ia mungkin akan mulai pencariannya.

"Tolong bersihkan seluruh ruangan ini, aku akan keluar sebentar. Pastikan tidak ada bau yang tersisa" ia memberi perintah sebelum beranjak.

Martin, asistennya adalah pria muda lokal yang telah menyelesaikan studinya di Roma, ia praktis bisa bicara dua bahasa memudahkannya untuk berkomunikasi dengan sang bos. Usianya hanya selang satu tahun lebih muda dari Jevian.

Ketika mendengar perintah itu ia mengangguk dengan cepat.

Pria itu sudah terbiasa mengurus bos nya yang punya kelainan aneh terhadap aroma wanita.

Menurut pengamatannya selama setahun mendampingi Jevian, pria itu sama sekali tidak ingin kontak fisik dengan wanita yang bukan keluarganya, apalagi wanita muda yang cantik dan genit.

Bukannya senang ketika dirayu, Jevian malah mendorongnya dengan kekuatan penuh jika wanita itu tetap ngeyel mendekatinya, seolah mereka semua adalah kuman yang membawa virus.

Setelah bayangan bos nya menghilang di balik pintu ia akhirnya menelfon seseorang untuk membersihkan seisi ruangan, mengingatkannya untuk menyemprot pengharum ruangan.

Pertemuan

Undangan berwarna gold dengan stempel resmi di pojok bawah kanan itu mengalihkan fokus Jevian, tepatnya tergeletak bersebelahan dengan tumpukan berkas-berkas kantornya, diatas meja kayu berpelitur coklat tua. Sepertinya belum ada benda itu disana saat terakhir kali ia pergi dari ruangan ini kemarin sore, setelah sesi wawancara.

"Itu undangan untuk acara amal, Tuan. Baru diantar pagi ini" suara Martin terdengar saat Jevian sudah mengulurkan tangannya demi membaca kata perkata yang tercetak dengan emboss mewah di undangan.

"Haruskah aku datang?" pria itu bertanya, ia benci menghadiri acara seperti ini, akan ada terlalu banyak bau parfum wanita yang bercampur di ruangan.

Belum lagi dandanan seksi mereka, baju kemerlap bagai lampu disko, juga riasan mata gotik yang tampak menyeramkan jika terkena cipratan air. Ia benar-benar tidak sanggup satu ruangan dengan makhluk seperti itu.

"Sebagai perusahaan baru acara ini cukup bagus untuk menunjukan citra baik perusahaan. Meski basis perusahaan disini adalah perusahaan investasi, namun merk perhiasan Hugo Corp juga masih perlu diperkenalkan"

"Begitukah?" Jevian merenungkan kembali.

"Hubungi tim untuk mempersiapkan satu set perhiasan edisi terbaru untuk penjualan musim ini, aku akan memberikannya di acara amal" perintahnya singkat.

Asistennya itu akhirnya mengangguk dan berniat keluar ruangan untuk langsung menuju departemen terkait.

Sebelum melewati pintu, pria itu berbalik sejenak, "Haruskah aku mencari seseorang untuk mendampingimu Tuan?" ia bertanya dengan ragu.

Biasanya orang-orang akan membawa wanita cantik untuk menjadi pendamping, ini sudah seperti rahasia umum di kalangan pebisnis kelas atas.

Tapi karena bos nya berbeda ia jadi agak ragu. Setahun disisi pria itu terlalu singkat untuk memahami seluk beluk fikirannya, ditambah ia sebenarnya tidak benar-benar mendampingi Jevian disisinya karena ditugaskan untuk mengurus pembukaan cabang disini.

Satu kakinya bahkan sudah siaga untuk lari sekencang mungkin, jika saja Jevian melemparkan asbak kearahnya karena pertanyaan yang baru saja ia lontarkan.

"Pendamping apa?" Jevian malah bertanya dengan bingung,

"Itu.. Mungkin seorang wanita, kita bisa mengundang salah satu model kita untuk ikut"

Martin merasa benar-benar ingin lari kali ini, karena Jevian langsung melotot ke arahnya dengan jengkel. Namun kakinya serasa dipaku langsung ke lantai marmer dibawahnya.

Sial, ia ingin bersembunyi dibalik pintu.

Kenapa pria ini sering sekali melotot pada orang lain.

"Maaf Tuan, lalu haruskah aku mencari model pria?" karena panik ia hanya kembali melontarkan pertanyaan bodoh.

"Aku akan kesana sendiri!!" teriakan Jevian membuat asistennya itu berjingkat, melesat seperti kecepatan cahaya dan meninggalkan ruangannya.

"Bodoh, haruskah aku mencari asisten lain?" ia mendengus kesal.

Bertahun-tahun menjalankan perusahaan disana ia tidak pernah memikirkan hal-hal seperti ini, kenapa di negara ini menjadi lajang dipandang sangat aneh? apa gunanya membawanya wanita ke acara seperti itu?

Harusnya Martin langsung mengerti situasi, ia merindukan asisten pribadi lamanya di Italia. Namun tidak mungkin membawanya kesini karena ia hanya bisa bahasa Italia.

Pria itu mendesah.

Kapankah dia bisa hidup normal?

Sama seperti almarhum ayahnya, Jevian punya satu kelainan aneh yang mungkin tidak bisa diterima oleh dunia medis, ia tidak tahan di sekitar wanita. Mencium bau mereka, apalagi bersentuhan.

Toleransi terbesarnya adalah telapak tangan, bahkan ada beberapa wanita yang bisa menyebabkan tubuhnya memerah seperti terserang alergi kulit.

Sejak jaman ayahnya, sudah berpuluh-puluh dokter dari berbagai negara diundang namun hasilnya tetap sama saja. Mereka hanya bilang itu mungkin karena masalah psikologis seperti trauma.

Tapi dia tidak pernah punya trauma apapun, dia sudah seperti ini sejak lahir. Mungkin penyakit aneh ini diturunkan oleh gen ayahnya.

Kalian pasti penasaran kenapa ia bisa sampai lahir jika ayahnya bahkan tidak bisa menyentuh wanita, kan?

Jawabannya adalah karena bertahun-tahun yang lalu, keluarga Hugo menyewa rahim dan benih seorang wanita untuk melahirkan pewaris keluarga mereka tanpa harus adanya hubungan fisik antara ayahnya dengan wanita itu.

Sesuai perjanjian, ibunya itu harus menghilang setelah melahirkan bayi keluarga Hugo, dengan imbalan harta yang jumlahnya bahkan bisa membuat wanita itu kaya seumur hidup.

Keluarga Hugo tidak pernah memberitahu fakta ini, bahkan setelah ia masuk kuliah.

Jika saja ia tidak sengaja mendengar percakapan kakek dan neneknya, Jevian pasti masih mengira kalau ibunya sudah mati saat melahirkan.

Alasannya kabur beberapa tahun yang lalu, ia ingin mencari ibu kandungnya sendiri di negara ini, yang malah menjadi pertemuan singkat dengan seorang gadis unik, gadis berkulit eksotis yang punya aroma tubuh menenangkan. Untuk pertama kalinya ia menemukan wanita yang membuatnya menjadi pria normal.

Apa parfum yang dia pakai waktu itu? kenapa Jevian merasa tidak mual saat bersentuhan dengannya secara langsung.

Ada banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan.

Jika saja, jika saja ia diberi satu kesempatan untuk menemukannya kembali.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jevian benar-benar datang sendirian, ia bahkan tidak mau diantar Martin. Asisten bodoh itu hanya membuat suasana hatinya jelek seharian.

Mobil melaju ke arah gedung pertemuan dengan cepat, pukul tujuh malam ketika ia sampai dan disapa senyum sopan resepsionis gedung.

Sudah ada banyak orang yang hadir, memakai tuksedo rapih dengan wanita pendamping cantik disisi mereka. Bisa istri, sekretaris, atau hanya seorang wanita bayaran.

Namun karena baru sebulan ada disini dia tidak punya terlalu banyak kenalan. Setelah mengkonfirmasi undangan ia akhirnya melangkah masuk kedalam ruangan, sementara supirnya telah pergi untuk mengantarkan set perhiasan yang akan dijadikan lelang amal.

Meski dengan embel-embel amal, ini tetaplah acara bisnis kelas atas, dimana seisi ruangan berdekor mewah itu dipenuhi makanan lezat dengan satu panggung lelang di ujung.

"Apakah ini Mr Jevian" salah seorang pria berusia empat puluhan langsung menghampirinya dengan wajah manis.

Jevian tersenyum tipis, ia tidak mengenal pria tua ini.

"Aku dari perusahaan Xenox, bulan lalu aku mengirimi Mr. Jevian sebuah kesepakatan bisnis setelah tahu perusahaanmu membuka cabang disini"

Ia mengenalkan diri, mengulurkan tangannya ke arah Jevian.

"Oh, aku akan mengingatnya dan mempertimbangkan proposalmu" Jevian berkata basa-basi.

"Terimakasih Mr. Jevian" raut wajahnya langsung sumringah.

"Panggil aku Jev saja,"

"Baiklah Mr. Jev. Apakah kau datang sendirian ke acara ini?"

Pria jelek ini bisakah kau minggir dari hadapanku. Bau wanita disampingmu benar-benar menggangguku.

"Hmm.. aku terbiasa datang sendirian" ia menjawab dengan singkat.

Satu tangannya memanggil pelayan yang sedang berkeliling mengantar minuman, ia mengambil segelas lalu menghirup aromanya. Berusaha menetralkan hidungnya.

"Aku harus pergi dulu, permisi" katanya sambil melewati pria itu, mengamati seisi ruangan dan mencari tempat disudut yang sepi. Ia hanya ingin tidak tampak mencolok.

"Tunggu, tunggu Mr. Jev, aku ingin mengenalkanmu pada seseorang" pria itu masih berusaha menghalangi Jevian agar ia tidak bisa pergi kemanapun.

"Bisakah kita membicarakannya nanti?"

"Tapi.. tolong beri aku waktu lima menit" pria itu tampak gugup dan berusaha mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan, mencari seseorang.

Senyumnya mengembang saat ia menemukan sosok keponakannya baru saja masuk, Renald menggandeng tangan istrinya memasuki ruangan besar itu.

"Renald, disini" pria itu melambai dengan semangat.

Mendengar namanya dipanggil, sosok yang baru tiba itu langsung menghampirinya.

Jevian sendiri sudah merasa pusing, ada banyak orang yang mulai mengerumuninya meski mereka masih menjaga jarak.

Namun tetap saja bau wanita. Masalahnya adalah bau wanita disamping mereka membuat kepalanya berdenyut.

Ia menyibukkan diri dengan minuman ditangannya, berkali-kali menghirup aroma pekat red wine di tangannya.

"Ini Mr. Jev," pria tua itu menyuruh keponakannya untuk menyapa Jevian.

Ia sendiri masih menunduk mengamati gelasnya saat sebuah tangan terulur ke arahnya, Jevian memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya.

Menatap siapa sebenarnya orang yang datang.

"Perkenalkan namaku Renald,"

Dua sosok berdiri menyapa pandangan matanya, satunya adalah pria dan tentu saja seorang wanita disisinya.

Tadinya ia tidak terlalu peduli dan hanya ingin berbasa-basi singkat sebelum pergi menjauhi mereka. Namun wanita yang mengenakan gaun panjang sopan itu mengalihkan perhatiannya.

Sesaat Jevian merasa ia mungkin sudah berhalusinasi, pegangan di gelasnya bergetar saat menyadari wajah wanita disamping pria itu tidak asing.

Sama seperti dirinya, wanita itupun terlihat sedikit kaget, matanya melebar meski sedetik kemudian kembali normal.

Ini adalah wanita itu. Seratus dua puluh persen ia yakin pada ingatannya, meski tujuh tahun berlalu dan gadis itu sekarang menjadi wanita dewasa namun Jevian langsung sadar aroma unik itu kembali menyapa indra penciumannya setelah bertahun-tahun yang lalu menghilang.

Aroma unik

"Mr. Jev?"

Renald mengamati pria blasteran di depannya dengan bingung.

Jevian buru-buru mengalihkan perhatiannya sesegera mungkin, ia menerima uluran tangan pria itu dan tersenyum singkat.

"Senang bertemu denganmu"

"Mr. Jev keponakanku ini sedang mengembangkan perusahaan barunya di bidang hiburan dan televisi, Star Agency" Pria tua yang dari tadi disampingnya kembali berkata.

Rencana awalnya mendekati Jevian adalah karena ia ingin pria itu berinvestasi pada perusahaannya.

Jevian tidak berniat mendengarkan ocehannya, ia lebih tertarik pada wanita disamping Renald, bibir tipis dan mata bulatnya tidak ada yang berubah sama sekali.

Wanita cantik seperti dia, mungkinkah model yang dibayar untuk mendampingi pria ini?

Seluruh atmosfer di sekelilingnya seakan menghilang, hanya meninggalkannya mereka berdua yang tersisa dalam getaran aneh.

Tujuh tahun yang lalu terasa seperti tujuh jam lalu, deru nafas yang berantakan dalam keadaan setengah sadar. Kenangan pertama mereka dimulai.

"Lalu, siapa Nona ini?" Jevian akhirnya tidak sanggup untuk menahan diri lebih lama.

Ia hanya ingin memastikan itu secepat mungkin.

Kalau wanita didepannya ini adalah wanita yang terlibat insiden satu malam dengannya, tujuh tahun yang lalu.

"Eh? Ini, perkenalkan ini istriku" Renald menyikut lengan wanita di sampingnya, mengisyaratkan ia untuk menyapa Jevian lewat tatapan matanya.

Istri?

Jevian mengamati ekspresi wanita itu, kali ini wajahnya benar-benar normal seolah mereka adalah dua orang asing yang tidak pernah bertemu sebelumnya.

Apakah dia lupa?

Tidak mungkin, bagaimana mungkin dia bisa melupakan kejadian itu.

Tangan dengan jari panjang yang lentik terulur kearahnya, ada cincin dengan berlian kecil terselip di jari manisnya. Itu cincin nikah.

Jevian terdiam seolah dihantam kenyataan paling tidak terduga, ia mencari gadis ini bertahun-tahun dan berakhir seperti ini.

Bagaimana bisa?

Bukan hanya gadis ini sudah bersuami, ia bahkan tidak lagi mengenalinya.

Apakah dia salah orang? tapi instingnya mengatakan kalau ini adalah wanita yang benar.

Hatinya mendidih dalam kemarahan saat memikirkan kalau sebenarnya di dunia ini ada orang yang berani melupakan dirinya, seorang Jevian Hugo.

Beraninya wanita ini!

"Namaku Seira, istri Renald" gadis itu memperkenalkan diri.

Dan entah mengapa, Jevian merasa Seira menekankan kata istri pada nada bicaranya, seolah mempertegas statusnya.

Sekali lagi ia memandangi tangan itu selama beberapa detik, hatinya ingin menarik wanita ini ke sudut ruangan lalu mulai mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, namun akal sehatnya menentang.

Ada terlalu banyak orang yang menatap, tidak mungkin ia menyeret istri orang lain disini. Ia pasti akan di cap sebagai pria gila.

"Jevian Romario Hugo"

Kau harus ingat namaku mulai sekarang.

"Senang bertemu denganmu Mr. Jevian" wanita itu tersenyum lebar dengan anggun.

"Kalau begitu aku akan pergi dulu," Jevian tersenyum sekilas dan memutuskan untuk pergi menjauhi mereka secepat mungkin.

Memilih salah satu kursi paling jauh dan menyibukkan diri dengan ponselnya,

"Cari tahu tentang CEO Star Agency"

Pesan singkat itu dikirim langsung ke Martin.

Kini ia hanya bisa duduk tenang, orang-orang masih ingin mendekatinya namun pria itu mengeluarkan aroma menindas yang kuat hingga mereka memilih untuk membiarkannya tenang dan minum sendirian.

Aneh juga, biasanya pebisnis menjadikan acara seperti ini untuk mencari koneksi, namun pria itu malah menyendiri.

Renald dan Seira.

Ekor matanya kembali mengamati dua orang itu, yang kini duduk di dua barisan lebih depan dari kursinya. Mereka tampak mesra dengan senyum yang terus menerus merekah saat mengobrol dengan beberapa orang lain.

Tangan Seira beberapa kali menepuk lengan suaminya saat ia tertawa ringan, begitupun Renald kerap kali membetulkan helai rambut istrinya dari samping.

Pernikahan mereka pasti bahagia.

Jevian marah, tapi dia tidak punya hak untuk marah.

Lagipula itu sudah tujuh tahun, wajar saja jika gadis itu memulai kehidupan baru dan menemukan pria yang baik, tidak ada manusia yang punya kelainan aneh sepertinya hingga terus lajang sampai sekarang.

Ah dia pasti sudah gila. Kenapa ia harus terlibat dengan istri orang lain.

Tapi, Seira adalah harapan terakhirnya untuk bisa hidup normal.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Seluruh hasil penjualan lelang ini akan didonasikan, terimakasih atas partisipasi Anda semua" suara pembawa acara terdengar lantang.

Acara lelang amal pun di mulai, satu persatu barang ditawar dari harga terendah hingga tertinggi.

Set perhiasan Jevian adalah barang terakhir yang diumumkan sontak membuat beberapa pebisnis berniat untuk memperebutkannya demi bisa lebih dekat dengan taipan itu.

"50.000.000"

Puluhan papan dari meja terangkat dengan semangat.

"100.000.000"

Masih terlalu banyak yang mengangkat.

Harga ini tentu masih jauh, set perhiasan masih bisa bernilai lebih tinggi dari itu.

"200.000.000"

"500.000.000"

Jevian mendengar suara pembawa acara masih menyebutoan nilai yang naik berkali-kali lipat. Sedangkan ia sendiri hanya menggoyang-goyang gelas wine nya dengan tenang.

Tidak ada yang tahu apa yang pria itu fikirkan dalam otaknya.

"750.000.000"

Akhirnya papan terakhir muncul sebagai pemenangnya. Pembawa acara menyebutkan penawaran beberapa kali sebelum akhirnya menyatakan pemenang dari penawaran ini.

"Tuan Renald, selamat anda memenangkan penawaran ini."

"Mr Jevian dan Tuan Renald, silakan maju untuk penyerahan"

Suara pembawa acara yang memanggil namanya membuyarkan Jevian, pria itu baru menyadari kalau yang membeli set perhiasan miliknya adalah suami dari Seira.

"Mr Jev"

Panggilannya terdengar sekali lagi, di panggung Renald dan Seira sudah menunggunya dengan tenang.

Jevian tidak ingin kesana, namun semua pasang mata dalam ruangan sedang menatapnya seolah ia adalah pusat tata surya dalam ruangan ini.

Lagipula ia mengikuti acara ini untuk mendapatkan citra baik perusahaan jadi ia harus professional sekarang.

Pria itu akhirnya beranjak dari mejanya, tatapan tajamnya tertuju pada wanita dipanggung, yang masih menggandeng lengan pria lain disisinya.

Jarak panggung dari mejanya hanya beberapa meter namun rasanya waktu berjalan sangat lambat, tujuh tahun perjuangannya mencari wanita itu terputar dalam benaknya seperti kaset tua yang rusak.

Seira.

Tiba dipanggung ia melihat wanita itu masih tersenyum seperti tadi, senyum yang cantik namun terasa jauh dan mempertegas kalau mereka hanyalah orang asing yang terlibat dalam pertemuan bisnis, sebatas itu.

Tapi adakah orang asing yang menghabiskan satu malam bersama?

Benar juga, banyak orang yang melakukan kesalahan itu lalu melupakannya dengan mudah.

Tapi jelas itu bukan dia.

Jevian hanya pernah melakukannya sekali seumur hidup, tidak mungkin dia melupakannya semudah itu.

"Mr Jev, istriku sangat menyukai set perhiasanmu" ujar Renald, segera setelah Jevian berdiri didepannya.

"Itu adalah edisi terbatas keluaran terbaru, semua wanita pasti menyukainya" pria itu menjawab dengan tenang.

Dari luar ia terlihat seperti pria pendiam yang arogan, namun tidak ada yang tahu kalau hatinya tengah berantakan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!