Louis memutuskan untuk membeli sebuah rumah mewah di dekat Novotel. Setelah ia berhasil berinvestasi dan berbisnis dengan Kevin Pranadja, ia lebih sering datang ke Indonesia. Bisnis yang ia lakukan bersama keluarga Pranadja, memang semata mata hanya untuk mendekati Amila Pranadja.
Ia benar benar jatuh cinta pada pandangan pertama pada wanita cantik itu, namun sungguh disayangkan sudah lebih dari 6 bulan, Amila sangat sulit ia dapatkan. Wanita itu terus menghindarinya saat ia ingin menemuinya.
Louis sekarang sedang berada di rumah Veronica, ia memang selalu mengunjungi si kecil Nathan Lukas Pranadja.
"Lagi lagi kau murung." ujar Veronica.
"Sulit sekali menemui adik iparmu, ia selalu menolak kedatanganku di hotel Kurnia." jawab Louis.
Veronica tersenyum. "Jika mudah, bukan keluarga Pranadja namanya. Apa kau benar benar serius pada Amila?"
"Ya Tuhan Vero, aku tak bercanda. Suamimu selalu mengancamku untuk tidak mendekati adiknya, ia takut aku hanya menjadikan Amila pelarian karena tak bisa mendapatkanmu. Tapi aku tak perduli, aku tak akan menyerah." jawab Louis.
"Tentu saja Kevin akan berpikir seperti itu, kau tiba tiba mengubah perasaanmu setelah bertemu dengannya di acara pernikahanku."
"Saat bersamamu perasaanku sangat beda, aku hanya ingin membuatmu bahagia dan tidak terus-menerus menangis. Tapi hanya melihat wajah Amila, jantungku berdegup keras. Aku ingin memilikinya dan tak ingin orang lain menyentuhnya."
"Aku tahu tuan, aku sudah mengatakannya pada suamiku jika perasaanmu padaku hanya sebatas iba, walaupun kau pernah bilang menyukaiku."
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Louis.
"Berjuanglah dan bersabar pada Amila, sedangkan soal Kevin, biar aku yang mengatasinya." jawab Veronica.
Louis memegang jari mungil Nathan. "Nathan, doakan om agar bisa mendapatkan tantemu ya."
Veronica terkekeh. "Kau gila, putraku masih setengah tahun Louis."
"Lihatlah ia tertawa, ia pasti mengerti ucapanku." jawab Louis. "Nathan, bilang pada ayahmu yang keras kepala itu, aku akan menjaga Amila dengan sepenuh jiwaku." sambungnya.
Nathan cekikikan, ia menggapai gapai wajah Louis.
"Kau setuju kan, kau saja menyukaiku." kata Louis lagi.
"Sampai kapan kau ada disini, bagaimana dengan restoran?" tanya Veronica.
"Aku hanya perlu uang untuk membayar orang menangani restoran. Dan masih ada chef Hilton yang setia padaku." jawab Louis.
"Kau benar benar pria lajang yang bebas." ujar Veronica.
"Aku harus bagaimana lagi, aku sudah tak memiliki keluarga. Aku hanya memiliki uang dan bisnis untuk hidupku. Vero, apa Amila tak menyukai pria asing?" tanya Louis.
Veronica mengangguk. "Aku pernah bertanya padanya, dan jawabannya seperti itu. Ia lebih suka pria lokal. Jadi ubahlah pendiriannya."
"Aku akan menjadi warga negara Indonesia jika ia mau menikah denganku sama sepertimu Vero. Aku juga menyukai negara yang ramah ini."
"Bukan masalah itu, walaupun kau pindah kewarganegaraan, kau tetap saja pria dari Inggris. Kau bukan lokal tuan, kau asing baginya."
"Sialan." umpat Louis. "Bagaimana caraku mengubah pendirian wanita itu, ia mirip sekali seperti suamimu sangat keras kepala."
"Aku mendengar semuanya Louis, kau benar benar ingin aku tendang dari negara ini." sahut Kevin.
"Sayang, kau sudah pulang." ujar Veronica menghampiri suaminya.
"Kalian serius sekali sampai tak mendengar aku pulang." jawab Kevin. "Apakah pria ini masih terus merengek kepadamu?" ejeknya.
Veronica tersenyum.
"Sudah aku katakan padamu, berhentilah mengejar adikku Louis." ujar Kevin.
"Tidak akan, walaupun kau mau membunuhku. Aku akan tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan Amila." jawab Louis.
"Dasar keras kepala, kau sudah setengah tahun mondar mandir Inggris - Indonesia. Dan lihatlah, bahkan adikku sama sekali tak mau menemuimu." ejek Kevin.
"Hentikan sayang, kau membuatnya semakin pesimis." kata Veronica.
"Siapa bilang, aku masih optimis." jawab Louis.
Kevin dan Veronica akhirnya tertawa. Awalnya Kevin memang menolaknya dengan keras, tapi bujukan Veronica yang hampir tiap hari didengarnya, sedikit demi sedikit bisa meluluhkan hati Kevin.
"Louis, aku titip Nathan sebentar. Aku ingin mengurus bayi besarku." pinta Veronica.
"Ya Tuhan Vero, kau membuatku mual saja." jawab Louis.
Veronica kembali tertawa lalu menarik Kevin menuju kamar mereka.
"Apa kau ingin mandi sayang?" tanya Veronica.
Kevin mendekap tubuh Veronica dari belakang. "Aku menginginkanmu."
"Hentikan sayang, ada Louis."
"Mengapa pria itu terus datang kemari Vero, apa kau tak tahu aku masih cemburu." kata Kevin.
"Jangan bodoh tuan Pranadja, apa kau tak melihat seberapa gigihnya ia mengejar Amila. Apa itu masih belum membuktikan perasaannya?"
"Ia tetap seorang pria sayang."
"Ia hanya ingin menemui putra kita, ia sangat menyayanginya."
"Baiklah, aku selalu kalah berdebat denganmu. Apa mami papi tidak kemari hari ini?" tanya Kevin.
"Sepertinya hari ini tidak, mereka sudah seharian disini kemarin. Setelah usia Nathan tiga bulan, mereka harus merelakan cucunya kembali ke rumah. Dan sebenarnya aku tidak tega melihat mereka terus mengunjungi cucu mereka." jawab Veronica.
"Kita tidak bisa terus merepotkan mereka sayang."
"Apa bedanya dengan mereka terus kemari."
Kevin terkekeh. "Baiklah, aku mandi sekarang. Ajaklah Louis makan malam bersama kita."
"Siap tuan." jawab Veronica.
Kevin menarik wajah istrinya lalu mencium bibirnya. "Aku mencintaimu nyonya."
"Tentu saja aku juga mencintaimu." jawab Veronica.
Kevin melepaskan istrinya lalu bergegas ke kamar mandi. Veronica keluar lagi dari kamarnya lalu menemui Louis.
"Louis, suamiku ingin kau makan malam bersama kami." ujar Veronica.
"Maaf Vero, aku memiliki rencana lain malam ini. Lain kali saja."
"Apa yang kau rencanakan tuan?" tanya Veronica penasaran.
"Aku akan menjemput Amila di hotel Kurnia, kali ini aku harap ia tidak akan menolakku." jawab Louis.
"Ya ampun, baiklah... Selamat berjuang tuan Louis." goda Veronica. "Tapi jam berapa kau akan pulang?" tanyanya.
"Apa kau masih membutuhkan aku untuk menjaga pangeran kecil ini?"
Veronica mengangguk sambil tersenyum.
"Tenang saja, aku bisa menjaganya selama satu jam kedepan. Jika kau ingin menjadi chef untuk suamimu, silahkan nyonya."
"Kau benar benar pengertian, terima kasih Louis. Jika kau ingin membawanya jalan jalan ke taman silahkan, sepertinya cuaca masih cerah."
"Bolehkah?" tanya Louis senang.
"Tentu saja, Nathan pasti akan senang." jawab Veronica.
Dengan senangnya Louis mengangkat tubuh gembul Nathan. Ia meletakkan tubuh bayi itu ke kereta bayi, lalu tanpa mengatakan apapun pada Veronica, Louis mendorong kereta bayinya menuju taman rumahnya. Veronica hanya bisa tersenyum melihat sikapnya.
"Kau benar benar pria yang baik Louis, tapi aku tak bisa membantumu soal perasaan Amila. Sesuatu yang dipaksakan akan tidak baik. Aku hanya bisa berdoa agar Tuhan membukakan pintu hati Amila dan mau menerima pria baik sepertimu." pikir Veronica.
Veronica pun bergegas menuju dapurnya, walaupun ia memiliki pelayan. Tapi sebagai seorang chef, ia selalu menyiapkan makan makanan untuk suaminya sendiri. Apalagi Kevin sangat menyukai masakannya. Ia lebih senang melakukannya sendiri tanpa bantuan pelayan. Jika tidak ada Louis, biasanya Kevin yang menjaga putranya sendiri.
Setelah umur Nathan 6 bulan, putra kecil mereka tak lagi rewel seperti saat masih bayi sekali. Nathan justru lebih sering terkekeh untuk menggoda orang tuanya.
*****
Happy Reading All...😘😘😘
Ilustrasi Louis 👇👇👇
Amila Pranadja sangat sibuk di hotel Kurnia. Di usianya yang masih muda, ia harus mengemban bisnis hotel keluarganya. Sebagai General Manager, ia harus menangani hotel mulai dari urusan kecil sampai urusan yang besar.
Karena kesibukan itu pula, ia sama sekali tak pernah memikirkan tentang pasangan apalagi harus segera menikah. Bahkan terkadang ibu dan ayahnya selalu mengenalkan putra dari kolega bisnis mereka. Tapi namanya juga Amila, ada saja alasan untuk menolak melakukan kencan buta hingga membuat Amora khawatir.
Pernikahan kakak pertamanya membuatnya bahagia sekaligus gangguan baru untuknya. Seorang pria asal Inggris yang menjadi pengiring pengantin sekaligus teman dari kakak iparnya terus mengejarnya. Bahkan pria bernama Louis itu berinvestasi pada bisnis hotel keluarganya.
Sudah 6 bulan berlalu, kehadiran Louis terus mengganggunya. Pria terus menemuinya walaupun ia seringkali menolak untuk menemui pria itu.
"Nona, apa anda mau makan malam disini atau di restoran?" tanya sekertaris Amila bernama Fani.
Karena Amila masih sangat muda, semua karyawan memanggilnya dengan nona bukan ibu.
"Aku akan pulang Fani, apakah masih ada pekerjaan untukku malam ini?" tanya Amila.
Fani menggelengkan kepalanya. "Tidak ada jadwal untuk nona malam ini."
"Baiklah, setelah aku menyelesaikan pekerjaanku, aku akan pulang saja. Oh ya, bagaimana dengan restoran Kurnia akhir akhir ini?" tanya Amila.
"HRD masih mencari chef yang cocok nona." jawab Fani.
"Sayang sekali tak ada chef yang pintar seperti ibu dan kakak iparku. Kau boleh keluar sekarang." perintah Amila.
Fani menganggukkan kepalanya lalu pamit keluar dari kantor Amila. Amila kembali sibuk dengan laptopnya. Beberapa menit kemudian, ia meregangkan tubuhnya.
"Akhirnya selesai juga." gumam Amila.
Ia menutup laptopnya, membereskan mejanya lalu mengambil tas dan keluar dari kantornya.
"Fani, aku pulang duluan. Jika pekerjaanmu sudah selesai, kau bisa pulang." ujar Amila.
"Baik nona, hati hati." jawab Fani.
Amila tersenyum. "Terima kasih Fani." lalu meninggalkan Fani.
Ia menuju pintu lift untuk turun menuju basement tempat memarkirkan mobilnya. Saat sampai di parkiran, ia terkejut. Lagi lagi pria bertubuh tinggi itu ada disana menunggunya.
"Ya Tuhan, apalagi yang ia inginkan." gumam Amila.
Louis menyadari kedatangan Amila, dengan wajah tampan itu ia tersenyum pada Amila.
"Hai cantik, apa kau sudah selesai bekerja?" tanya Louis.
"Tentu saja, apa kau tak melihat aku ingin pulang." jawab Amila.
"Oh ayolah Amila, apa salahku ingin berteman denganmu? Mengapa kau selalu kasar padaku?"
"Tuan Louis, usia kita sangat berbeda jauh. Tidak sepantasnya kita berteman. Dan kau datang ke Indonesia untuk bekerja dengan kakakku kan, tapi mengapa kau terus menggangguku."
"Kasar sekali, tapi aku suka." gumam Louis.
"Apa yang kau gumamkan?" tanya Amila.
"Tidak ada. Ami... berikan waktumu malam ini, please." pinta Louis sambil memohon.
Amila menatap wajahnya, ia sebenarnya tidak tega melihat pria itu yang terus mengejarnya. Tapi ia benar benar tak menyukai pria asing.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Amila.
"Dinner...Aku ingin mengajakmu makan malam ini, please."
Amila menghela nafasnya. "Baiklah aku akan mengikuti keinginanmu, anggap saja sebagai makan malam terakhir. Dan kau harus ingat, aku hanya menghormatimu sebagai teman dari kak Vero."
"Terserah padamu, setidaknya kau mau pergi bersamaku." jawab Louis. "Kau tidak berniat pergi bersamaku dengan kendaraan yang berbeda kan?" tanyanya.
"Niatku sih seperti itu. Tapi ya sudahlah, aku akan ikut dengan mobilmu." jawab Amila.
Louis kembali tersenyum, ia membawa Amila menuju mobilnya. Lalu membukakan pintu penumpang untuk wanita itu.
"Ini mobil yang baru aku beli seminggu yang lalu, bagaimana menurutmu?" tanya Louis.
"Tetap saja sebuah mobil, apa bedanya." jawab Amila datar.
Louis sama sekali tak bisa berbasa basi, ia menutup pintu penumpang itu, lalu berlari kecil menuju pintu kemudi. Ia masuk seraya menyalakan mobilnya. Louis keluar dari parkiran menuju restoran yang memang sudah ia pesan sebelumnya.
Terlalu hening didalam mobil membuat Louis salah tingkah. Ia pura pura terbatuk berkali kali, tapi tetap saja Amila bergeming di tempat duduknya.
"Apa kau mau makan di restoran yang kau inginkan?" tanya Louis memecahkan keheningan dan berbasa-basi.
"Tidak." jawab Amila datar lalu memalingkan wajahnya lagi keluar jendela.
"Baiklah, aku akan membawamu ke restoran pilihanku saja."
"Terserah padamu saja." jawab Amila lagi.
Louis mengusap rambutnya. "Ya Tuhan, sulit sekali berbicara dengan wanita cantik ini. Ia sangat keras kepala dan tetap pada pendiriannya." pikir Louis.
Keduanya sampai juga di sebuah restoran mahal disana. Louis memarkirkan mobilnya lalu segera turun dan berlari kecil lagi untuk membukakan pintu mobil Amila.
"Tidak apa apa kan kita makan disini?" tanya Louis.
"Pilihanmu cukup lumayan." jawab Amila.
Louis tersenyum lalu membawa Amila masuk ke dalam restoran. Pelayan restoran itu membawa mereka ke meja yang sudah di pesan Louis.
"Sepertinya kau sudah merencanakan semua ini, setahuku restoran ini tidak bisa dimasuki jika belum dipesan sebelumnya." kata Amila seraya duduk disana.
"Sulit sekali membohongi wanita yang pintar berbisnis sepertimu. Benar aku sudah memesan meja ini untuk kita makan."
"Jadi untuk apa kau masih bertanya soal restoran padaku."
"Jika kau memiliki rekomendasi restoran, aku bisa membatalkannya. Aku akan mengikuti keinginanmu." jawab Louis.
"Ciiiih terlalu naif." kata Amila.
Pelayan restoran datang menemui mereka dan memberikan buku menunya.
"Apa kau memiliki alergi jamur seperti ayah dan kakakmu?" tanya Louis.
"Tidak, aku baik baik saja dengan makanan apapun." jawab Amila.
"Kalau begitu pesanlah makanan yang kau suka."
Amila mengangguk lalu mulai memesan makanannya. "Bagaimana denganmu?" tanyanya.
"Aku memesan makanan yang sama dengannya." ujar Louis pada pelayan itu.
"Baik, tuan nona ditunggu pesanannya." jawab pelayan itu.
"Terima kasih." jawab Louis.
Amila terus menatap Louis.
"Apa ada yang aneh dengan wajahku?" tanya Louis.
"Mengapa kau tak memesan makanan kesukaanmu?" tanya Amila.
Louis terkekeh. "Jadi daritadi kau menatapku hanya karena masalah makanan. Ya ampun Ami, apapun yang kau sukai, aku bisa menyukainya."
"Ckckck...jiwa buaya darat mulai keluar."
"Buaya darat? Apa itu?" tanya Louis karena memang tak tahu.
Amila akhirnya tertawa membuat jantung Louis berdebar semakin tak terkendali.
"Mengapa Tuhan terlalu baik menciptakan wanita secantik dirimu Ami."
"Hentikan gombalanmu Louis, aku sama sekali tidak tertarik."
"Mengapa aku semakin tak memahami ucapanmu?" tanya Louis.
"Banyaklah belajar bahasa Indonesia, lama kelamaan kau akan mengerti ucapan ucapanku."
"Aku sudah mulai pintar berbahasa. Aku sudah lama bolak balik Inggris - Indonesia setidaknya hampir satu tahun." jawab Louis.
Pelayan mengantarkan makanan mereka dan meletakkannya di meja.
"Terima kasih kau mau makan denganku Ami." ujar Louis.
"Tidak ada lain kali tuan, kita tidak sedekat itu." jawab Amila.
Louis menyerah dengan cara seperti ini jadi ia menyetujui permintaan Amila.
"Baiklah, ini makan malam pertama dan terakhir kita. Aku tak akan mengganggumu lagi." jawab Louis.
"Mengapa ia benar benar menyerah, apa sikapku sungguh keterlaluan? Mendengar ia tidak akan menggangguku, mengapa aku merasa tak rela." pikir Amila.
"Selamat makan nona Ami." ujar Louis.
Suaranya begitu dingin hingga membuat Amila bergidik, sepertinya Louis benar benar marah padanya.
"Louis..."
"Kita sedang makan, bukankah keluargamu melarangmu berbicara saat sedang makan." potong Louis.
Seketika Amila terdiam dan melanjutkan makan malamnya. Sampai selesai pun tak ada kata yang diucapkan Louis. Pria itu justru memanggil pelayan dan membayar bon nya.
"Malam semakin larut, aku akan mengantarmu pulang Ami. Jangan khawatir, ini juga yang terakhir kali." kata Louis.
"Louis, apa kau sedang marah padaku?" tanya Amila.
*****
Apa yang direncanakan Louis sesungguhnya? Tunggu kelanjutannya...
Happy Reading All...😘😘😘
Ilustrasi Amila Pranadja 👇👇👇
"Louis, apa kau sedang marah padaku?" tanya Amila untuk yang kedua kalinya.
"Kau mau aku antar kemana?" justru Louis bertanya hal yang berbeda.
"Aku mau kembali ke hotel untuk mengambil mobilku." jawab Amila.
"Baiklah." ujar Louis seraya membawa Amila keluar dari restoran menuju mobilnya.
Mereka kembali ke hotel Kurnia lagi. Di sepanjang perjalanan, Louis sama sekali tak berkata apapun. Amila ragu untuk bertanya, jadi ia pun membiarkan kesunyian itu terus berlangsung sampai ke tempat tujuan.
"Terima kasih untuk waktumu Ami, aku janji tidak akan mengganggumu lagi. Maaf jika akhir akhir ini, kau merasa terusik dengan kehadiranku." ujar Louis saat mereka sudah sampai di parkiran hotel Kurnia.
"Apa kau benar benar marah padaku?" tanya Amila.
Louis menggelengkan kepalanya.
Amila pun turun dari mobil Louis, tapi seketika Louis memundurkan mobilnya dan meninggalkan Amila begitu saja.
"Oh ya ampun, kali ini aku benar benar membuat pria itu marah." gumam Amila.
Di lain sisi Louis tersenyum, ia mengikuti ucapan Veronica untuk mengulur waktu dan melepaskan Amila. Tujuannya adalah agar Amila merasa bersalah dan memikirkannya.
"Melihat dari ekspresi wajah Amila, sepertinya rencana ini akan berhasil. Vero memang teman terbaikku." pikir Louis.
Flash Back On.
Satu jam sebelum Louis berangkat menuju hotel Kurnia.
"Kau yakin bisa membawa Amila untuk makan malam." ujar Veronica.
"Entahlah..." jawab Louis. "Apa kau sudah selesai memasak?" tanyanya.
"Sudah selesai, suamiku sebentar lagi juga turun dari kamarnya. Louis, aku tak bisa membujuk Amila soal perasaannya. Tapi aku hanya bisa membantumu dengan caraku. Jika kau mau..."
"Aku mau, katakan Vero bagaimana caranya?" potong Louis bersemangat.
"Ya Tuhan, aku benar benar tidak tega melihatnya. Semoga caraku bisa membuat Amila memperhatikannya." pikir Veronica.
"Louis, wanita yang sulit dikejar terus menerus akan berubah pikiran jika kau menjauhinya." kata Veronica.
"Apa maksudmu Vero?" tanya Louis.
"Amila sudah terganggu dengan kehadiranmu selama enam bulan terakhir, satu satunya cara agar ia memperhatikanmu adalah dengan tiba tiba menjauhinya. Wanita manapun akan merasa kehilangan orang yang selalu mengganggunya. Dan saat kau menjauhi Amila, kau bisa mencari wanita lain untuk membuatnya cemburu. Tapi wanita itu benar benar yang bisa kau ajak bersandiwara Louis. Jangan sampai kau terjebak dengan permainanmu sendiri." jawab Veronica.
"Kau yakin ini akan berhasil? Aku takut ia semakin menjauhiku." kata Louis.
"Percayalah padaku, tapi aku tak mau memaksamu."
"Aku selalu percaya padamu, kau memahami karakter suamimu. Aku yakin Amila memiliki karakter yang sama dengan kakaknya."
"Kau benar, Ami sangat mirip dengan Kevin. Hanya Kairo yang memiliki sikap lembut seperti ibunya." jawab Veronica.
"Baiklah, aku akan mencoba idemu. Aku harap ini akan berhasil. Terima kasih Vero." kata Louis. "Aku takut terlambat ke hotel Kurnia, aku akan berangkat sekarang." sambungnya seraya menyerahkan Nathan pada Veronica.
"Semoga berhasil Louis." kata Veronica.
"Salam pada suamimu." ujar Louis seraya meninggalkan rumah mereka.
Flash Back Off.
*****
Begitulah rencana yang akan dilakukan Louis agar Amila mengubah perasaannya. Dan ia merasa rencananya mulai berhasil sekarang. Louis mengambil ponselnya lalu menghubungi Veronica.
"Halo Vero, sepertinya aku berhasil." kata Louis tanpa menunggu suara Veronica.
"Istriku sedang menyusui Nathan, apa yang berhasil? Sepertinya kau sangat senang." jawab Kevin.
"Ya ampun, ternyata kau." kata Louis. "Baiklah aku akan menghubungi Vero lagi nanti." sambungnya.
"Bukankah aku bertanya padamu, mengapa kau menghindari pertanyaanku Louis?"
"Siapa sayang?" tanya Veronica.
"Siapa lagi? Pria yang selalu merengek seperti anak kecil." jawab Kevin.
Terdengar suara tawa Veronica.
"Halo Louis, ada apa?" tanya Veronica.
"Lebih baik nanti saja, aku takut suamimu membunuhku." jawab Louis.
Veronica kembali tertawa. "Apa berhasil?"
"Terima kasih Vero, sepertinya ya."
"Puji Tuhan, syukurlah. Seperti apa wajahnya saat kau mulai cuek dan akan meninggalkannya?"
"Sepertinya ia merasa bersalah, tapi aku juga takut Vero. Bagaimana setelah ini, ia akhirnya membiarkanku begitu saja."
"Sudah aku katakan kalau sikapnya hampir sama dengan suamiku, jadi aku yakin ini akan berhasil."
"Apa kalian bekerja sama untuk mengerjai Amila? Ya Tuhan Vero, Amila adalah adik kandungku." kata Kevin.
"Amila juga adikku sayang, apa kau ingin Ami melajang seumur hidupnya?" tanya Veronica.
"Tentu saja tidak, tapi kenapa harus Louis?" kata Kevin.
Perdebatan keduanya terus didengarkan Louis.
"Aku mengenal Louis sudah lama, ia pria yang pantas untuk Amila. Bahkan mami dan papi tidak melarangnya untuk mendekati putrinya."
"Tapi kau tahu Amila tidak menyukai orang asing."
"Kau lupa asalku sayang, aku juga orang asing tapi Ami sangat dekat denganku."
"Itu berbeda Vero, ayolah sayang... berhentilah membantu Louis untuk masalah ini. Aku tak ingin hubunganmu yang baik dengan Ami berubah menjadi buruk karena ikut campur masalah ini."
"Jadi kau sedang marah padaku." ujar Veronica.
"Tidak, bukan seperti itu."
"Keluarlah, kau tidur saja di kamar yang lain."
"Kau mengusirku demi Louis, apa kau tidak mencintaiku lagi?"
"Keluar..." bentak Veronica.
Kevin terus mengumpat. Veronica tertawa saat suaminya keluar dari kamarnya.
"Halo Louis, kau masih mendengarku kan?"
"Apa kalian berkelahi gara gara aku?" tanya Louis.
"Tidak Louis, aku hanya perlu merayunya." jawab Veronica.
"Maafkan aku Vero, aku seharusnya tidak membawamu kedalam masalahku. Aku baru sedikit memahami bahasa Indonesia, jadi aku tak terlalu mengerti perdebatan kalian. Tapi sepertinya suamimu sangat marah padamu."
"Tidak apa apa Louis, Kevin memang selalu seperti itu. Mungkin karena ia terlalu menyayangi adiknya. Kau tenang saja, aku bisa mengatasinya."
"Baiklah aku tidak akan mengganggu lagi. Rayulah suamimu, dan terima kasih untuk semuanya Vero."
"Kau jangan mulai lagi, kau sangat baik padaku saat di Inggris. Ini kesempatan untukku membalas kebaikanmu."
"Hentikan Vero, aku sudah mengatakannya padamu. Diantara kita tidak ada saling balas budi, kita impas."
"Baiklah ini bukan balas budi Louis, anggap saja sedang membantumu seperti yang kau lakukan padaku. Dan aku sangat senang melakukannya." jawab Veronica.
"Terima kasih Vero, lebih baik kau urus bayi besarmu. Dah..." jawab Louis seraya menutup teleponnya.
Louis tersenyum, ia berharap Amila benar benar mulai terganggu dengan sikapnya. Hanya ini cara terakhir untuk mendapatkan wanita itu. Ia kembali memikirkan ucapan Veronica tentang rencananya untuk membawa wanita yang bisa ia ajak bersandiwara. Ia harus berpikir keras untuk mencari wanita tersebut, karena ia sama sekali tak mengenal siapapun kecuali keluarga Pranadja.
Louis sudah sampai di rumahnya, ia memarkirkan mobilnya lalu turun. Rumah besarnya hanya di huni oleh dua pelayan. Ia menatap pelayan yang membukakan pintu rumahnya.
"Selamat datang kembali tuan." ujar bu Mini.
"Terima kasih bu." jawab Louis.
"Bisakah aku meminta bantuan pada pelayanku soal wanita yang akan aku jadikan pasangan palsu. Tidak, tidak...aku harus mencari agen saja." pikir Louis.
Pria itupun langsung kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
*****
Happy Reading All...😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!