Di sebuah café…
Seorang gadis berusia sekitar 30 tahun, dengan menggunakan stelan blazernya berwarna pich, sangat cocok untuk kulitnya yang putih, duduk berhadapan dengan seorang pria eksekutif muda dan berwajah tampan.
“Sudah aku katakan, menikahlah denganku,” ucap pria itu sambil tangannya mengulur memegang tangannya si gadis.
“Aku tidak bisa menikah denganmu, kau sudah beristri,” kata gadis itu.
“Bukankah kau menyukaiku?” tanya pria itu.
“Aku memang menyukaimu, tapi aku tidak bisa menyukaimu lebih dari teman,” jawab gadis itu.
“Orang tuamu sudah mendesakmu untuk menikah, orang-orang disekitarmu banyak mencemoohmu, tidak ada salahnya kau menerima tawaranku untuk menikah,” ucap pria itu lagi.
Gadis itu menatap pria itu, wajah pria itu memang tampan, karirnya juga bagus, usianya lebih tua beberapa tahun saja darinya.
“Aku tidak mau jadi istri kedua, meskipun targetku ingin menikah tahun ini, tapi untuk jadi istri kedua aku keberatan,” ucap gadis itu.
“Ara, dengarkan aku, aku berjanji akan adil sebagai suami,” ucap pria itu.
“Aku tidak bisa,” ucap Ara menggelengkan kepalanya.
“Kau harus tahu, pria yang usianya lebih tua darimu kebanyakn sudah menikah, mau tidak mau kau akan menikah dengan pria beristri, mencari duda juga sangat susah, kecuali kau mau menikah dengan berondong yang pekerjaan saja tidak tetap,” ucap pria itu.
“Maaf Roby, aku tidak bisa menerima tawaranmu, meskipun aku ingin tahun ini aku menikah tapi kalau dengan pria beristri, aku keberatan,” ucap Ara.
Roby tampak kecewa dengan jawaban gadis itu. Gadis itu sangat cantik dan menarik, selain cantik karirnya juga cemerlang, dia juga sangat pintar dalam berbisnis.
“Sepertinya tidak ada lagi yang harus kita bicarakan, aku pulang,” ucap Ara sambil meraih tasnya meninggalkan Roby yang masih duduk merenung.
Ara segera keluar dari café itu, tidak dihiraukannya pria itu memanggil-manggilnya berulang-ulang.
Ara melangkahkan kakinya meninggalkan café itu, dia merasa kecewa, kenapa dia selalu didekati pria-pria yang sudah beristri? Apa dia sudah terlalu tua hingga tidak ada pria yang seumuran dengannya yang masih sendiri?
Telinganya sudah terasa panas kalau setiap kali mendengar omongan tetangga karena diusianya belum juga menikah. Jangankan menikah, mempunyai pacar juga tidak. Roby hanyalah seorang relasi yang kebetulan dekat dengannya. Meskipun sebenarnya pria itu menarik, tapi untuk melangkah menjalani hubungan yang serius dia tidak bisa, karena dalam motonya dia tidak ingin dipoligami.
Haruskah dia menikah dengan berondong? Ada tetangga rumahnya yang menyukainya, tapi sikap ABG nya itu sangat menyebalkan, dengan menitip-nitipkan salam lewat tetangga yang lain, benar-benar risih.
Karena berjalan sambil melamun, tiba-tiba Ara bertabrakan dengan seseorang yang seketika membuatnya kaget. Untung saja tangan kokoh itu segera memegang lengannya supaya jangan sampai terjatuh.
“Maaf,” ucap Ara, tangannyapun memegang tangan pria itu, diapun menengadah menatap wajah orang itu yang ternyata memiliki tubuh yang tinggi tegap. Jantungnya langsung berhenti berdetak, saat mata mereka bertemu.
Tatapan mata kebiruan itu begitu tajam menusuk sampai ke jantung, wajah pria itu sangat tampan dengan hidung mancungnya dan bibirnya yang sexi, bibir yang sangat sexi untuk ukuran pria, sungguh membuatnya tidak bisa berkata-kata.
“Maaf, saya tidak hati-hati,” ucap Ara, setelah beberapa saat terpaku.
Pia itu tidak menjawab, dia malah menatapnya meskipun Ara sudah berdiri tegak lagi, tangan pria itu masih memegang lengannya.
“Arum!” panggil pria itu.
“Apa?” Ara terkejut saat pria itu memanggilnya dengan nama Arum.
“Aku Ara, Arashi, bukan Arum, apa kau mengenalku?” tanya Ara kebingungan, karena nama yang disebutkan hampir sama dengan namanya.
“Tuan!” panggil seorang pria.
Ara langsung menoleh kearah suara. Dia melihat seorang pria berambut putih keluar dari mobil mewah didekatnya.
“Tuan!” Panggil pria itu lagi sambil segera menghampiri mereka.
Sepertinya panggilan Tuan itu memang ditujukan pada pria yang bertabrakan dengannya itu.
Pria berambut putih itu menoleh pada Ara lalu mengangguk dan tersenyum, sikapnya sangat begitu sopan.
Ara dengan ragu mengangguk pada pria itu, lalu menoleh pada pria yang bertabrakan dengannya tadi. Ara baru menyadari kalau pria tampan itu terus saja menatapnya tak berkedip membuatnya sangat begitu gugup mendapat tatapan seintens itu.
“Maaf,” ucap pria berambut putih itu padanya lalu menoleh pada pria tampan itu.
“Tuan, mari!” ajak pria yang berambut putih itu.
Pria itu sama sekali tidak menoleh, dia masih menatap Ara.
“Arum!” panggil pria itu.
“Aku bukan Arum, namaku Ara, Arashi,” jawab Ara, malah seperti memperkenalkan dirinya.
“Tuan!” panggil pria berambut putih itu.
Pria itu masih menatap Ara. Lama ditatap seperti itu membuat Ara semakin bingung, saat melirik bahunya, ternyata pria itu masih memegang lengannya. Diapun segera menepis tangan pria itu.
“Maaf,” ucap Ara.
Pria itu tidak menjawab dan masih menatapnya.
“Tuan, mari, es krimnya akan mencair,” kata pria berambut putih itu.
Barulah pria itu berkedip lalu mengangguk dan berjalan meninggalkan Ara yang masih kebingungan.
Pria yang berambut putih itu kembali mengangguk pada Ara, yang membalasnya dengan anggukan. Dalam hati dia merasa bingung, kenapa mereka sangat kaku?
Pria yang berambut putih itu segera mengikuti pria yang dipanggilnya dengan Tuan itu.
Ara segera menghampiri mobilnya dan masuk, lewat kaca spion dia melihat pria itu berdiri di teras café tadi masih menatapnya, kenapa lama-lama dia malah merasa merinding ditatap seperti itu oleh pria yang tidak dikenalnya.
“Tuan Delmar, dia bukan Arum,” kata pria yang berambut putih itu.
“Iya, namanya Ara,” jawab pria yang dipanggil Tuan Delmar itu.
Pria yang berambut putih itu mengangguk dan tersenyum, terlihat sekali dia sangat cemas tadi.
Saat mereka masuk ke café itu, seorang pelayan langsung menyambutnya.
“Selamat datang,” kata pelayan itu.
“Meja Tuan Jack Delmar,” kata pria itu.
“Selamat datang Pak Beni, meja anda sudah siap,” tiba-tiba manager café sudah menyambut mereka, langsung melirik pada pelayan tadi yang segera pergi menunjukkan tempat yang sudah dipesan.
Jack Delmar berjalan duluan menuju meja kursi yang kosong, diatas mejanya sudah tertulis Reserve. Pelayan tadi langsung mempersilahkannya duduk. Sedangkan Pak Beni berdiri tidak jauh dari meja itu.
Tidak berapa lama datang pelayan dengan membawakan dua mangkuk eskrim. Yang coklat disimpan di depan Jack sedangkan satu lagi eskrim strawberry disimpan disebrangnya Jack.
Jack menatap eskrim itu. Bersamaan dengan datangnya seorang wanita paruh baya dan seorang gadis cantik.
“Nyonya Inez!” sapa Pak Beni, langsung manarik dua kursi di depannya Jack.
Tanpa menghiraukan siapa yang datang, Jack langsung menyantap eskrimnya.
Wanita yang dipanggail Nyonya Inez itu duduk di sebrang Jack begitu juga gadis cantik itu.
“Jack, ini namanya Sandra,” kata Ny.Inez, langsung memperkenalkan gadis cantik itu.
Jack masih makan eskrimnya dengan lahap.
“Aku ingin menikah,” ucap Jack, tiba-tiba.
“Iya kau akan segera menikah, makanya ibu membawa Sandra untuk menemuimu,” kata Nyonya Inez.
Sandra mengangguk sambil tersenyum pada Jack. Sekali pandang saja, dia langsung tertarik dengan ketampanan Jack.
“Aku ingin menikah dengan Ara,” jawab Jack, membuat Ny.Inez terkejut.
“Siapa? Ara? Ara siapa? Tidak, tidak, kau akan menikah dengan Sandra bukan Ara,” ucap Ny.Inez menggelengkan kepalanya.
Jack tidak menjawab, dia menghabiskan eskrimnya.
Sandra yang mendengar perkataan pria itu langsung memberengut dan menoleh pada Ny.Inez.
Nyonya Inez langsung mengusap tangannya Sandra, lalu menoleh pada Pak Beni.
“Ara? Ara siapa?” tanya Ny.Inez.
Pak Beni menundukkan kepalanya dan berbisik pada Ibunya Jack.
“Apa?” Ny.Inez menatap Pak Beni. Dia tidak percaya Jack minta menikah dengan gadis yang bertabrakan dengannya di halaman parkir tadi.
“Tidak Jack, Ibu membawa Sandra kemari, ibu tidak mengenal Ara, siapa Ara?” kata Ny.Inez kebingungan.
“Aku ingin menikah dengan Ara,” ucap Jack lagi, hanya itu yang terucap dari bibirnya, dia terus menghabiskan eskrimnya.
Sandra menoleh pada Ny. Inez.
“Nyonya bagaimana ini? Siapa Ara? Kenapa Jack terus bicara sepetri itu?” tanya Sandra.
Ny.Inez menatap pria didepannya itu.
“Jack, gadis cantik ini bernama Sandra, dia…” belum tuntas Ny.Inez bicara Jack sudah mendahului lagi.
“Aku ingin menikah dengan Ara,” ucap Jack lagi, berulang ulang, membuat Sandra merasa kesal. Pria itu sama sekali tidak meliriknya. Dia langsung mengambil tasanya.
“Maaf Nyonya, sepertinya Jack tidak tertarik padaku,”ucap Sandra lalu beranjak meninggalkan kursinya.
Ny.Inezpun terdiam, membiarkan Sandra pergi, lalu menoleh pada Pak Beni, memberi tanda dengan tangannya supaya Pak Beni mendekat.
“Setelah Jack selesai, kita bicara di rumah,” kata Ny.Inez, lalu diapun bangun dari duduknya meninggalkan cafe itu.
Jack masih dengan es krimnya, tidak menghiraukan kepergian ibunya, sekarang dia makan eskrim strawberry yang ada di sebrangnya tadi.
**************
Readers, jangan ditanya kenapa aku menulis novel baru, aku hanya sedang galau saja dan ingin menulis...
Jangan lupa like dan vote
********
Ny. Inez sedang ada tamu diruang kerjanya, seorang wanita yang hampir sama usianya dengannya.
Terdengar suara ketukan dipintu beberapa kali.
“Masuk!” seru Ny.Inez.
Pintupun terbuka, Pak Beni masuk keruangan itu.
“Jack sudah pulang?” tanya Ny. Inez.
“Sudah Nyonya, sekarang sedang ada diruang kerjanya, sedang belajar dengan Pak Teo,” jawab Pak Beni.
Pak Beni menoleh pada wanita yang sedang duduk itu.
“Dokter Mia,” sapanya sambil mengangguk dan tersenyum.
“Iya Pak Beni. Ny.Inez ingin bicara dengan kita,” jawab Dokter Mia.
Ny.Inez bangun dari kursi kerjanya, berjalan menuju sofa tempat Dokter Mia duduk, sedangkan Pak Beni hanya berdiri saja.
“Aku memanggil Dokter Mia, karena tingkah Jack kali ini sangat aneh, meskipun sebenarnya sejak kedatangannya dari Perancis sebulan yang lalu sikapnya belum normal,” kata Ny.Inez.
“Aneh seperti apa Nyonya?” tanya Dokter Mia.
“Jack ingin menikah dengan wanita yang bertabrakan dengannya di parkiran disebuah café,” jawab Ny.Inez.
Dokter Mia serius mendengarkan, lalu bicara.
“Seperti yang sudah saya katakan sebulan yang lalu, Tuan Delmar sudah dewasa, secara fisik dan hasrat seksualnya, dia sudah dewasa. Itu alamiah karena usianya juga sudah 32 tahun, di sudah sangat dewasa, bahkan kebanyakan pria seusianya sudah menikah,” kata Dokter Mia.
“Iya, makanya aku mencari wanita yang bisa aku bayar untuk menjadi istrinya, tanpa dia tahu kalau Jack itu sakit,” kata Ny.Inez.
“Aku sengaja merahasiakannya, karena siapa yang mau menikah dengan pria bekas pasien rumah sakit jiwa?” keluhnya lagi.
“Tn. Delmar sudah sembuh Nyonya, sudah mengalami banyak kemajuan, dia sudah bisa berintraksi dengan orang lain. Selama dibantu obat-obatan, Tn.Delmar masih bisa hidup dengan normal meskipun tidak senormal orang normal umumnya,” kata Dokter Mia.
“Itu sih sama saja dengan belum sembuh Dok, mau sampai kapan dia hidup bergantung dengan obat-obatan? Sikapnya masih aneh, telat minum obat saja dia bisa kumat. Kalau dia sudah sembuh, dia tidak butuh obat-obatan itu,” keluh Ny.Inez.
“Memang tidak semua pasien sembuh RSJ akan normal seperti orang normal umumnya,” kata Dokter Mia.
Semuapun terdiam.
“Apa memang Jack harus menikah? Dia terus bicara ingin menikah. Aku membawa Sandra dia sama sekali tidak melihatnya,” tanya Ny.Inez.
“Seperti yang saya katakan tadi, secara fisik dia normal sebagai pria dewasa, dia akan mengalami jatuh cinta,” jawab Dokter Mia.
“Orang gila bisa jatuh cinta?” tanya Ny.Inez.
“Tn.Delmar tidak gila Nyonya, dia masih bisa merasa sakit, dia bisa merasakan cinta dari orang orang disekitarnya, apalagi dia sudah berobat sekian lama, seharusnya dia sudah sembuh dari depresinya,” kata Dokter Mia.
“Mau namanya depresi, mau gangguan mental, sama saja, kelakuannya tetap saja aneh, seharusnya dia masih di rumah sakit jiwa, kenapa dia harus pulang kesini,” keluh Ny.Inez.
“Tuan Delmar sudah keluar dari RSJ Nyonya,” kata Pak Beni.
“Mana hasilnya? Dia belum sembuh 100 persen. Kadang sadar kadang tidak sadar, sekarang ingin menikah dengan yang bernama Ara. Ara siapa? Kenal juga tidak,” gerutu Ny.Inez, lalu menoleh pada Pak Beni.
“Kau mengenal gadis itu tidak?” tanya Ny.Inez.
“Tidak Nyonya,” jawab Pak Beni.
“Tuh, bagaimana kalau ternyata dia istri orang?” keluh Ny.Inez lagi.
“Jadi kalau memang ada calon yang mau menikah dengan Tn.Delmar, biarkan saja, saya khawatirnya Tn.Delmar akan menyalurkan hasratnya pada sembarang orang,” kata Dokter Mia, membuat Ny.Inez kebingungan.
“Baiklah Dokter, aku akan mencari gadis yang akan menikah dengan Jack,” kata Ny,Inez.
“Mungkin sekarang saya tidak perlu bertemu Tn.Delmar, saya akan langsung pulang,” ucap Dokter Mia.
“Iya, dia sendang belajar Bisnis diruang kerjanya,” jawab Ny.Inez.
“Baiklah, kalau begitu saya permisi, Ny. Jangan khawatir saya akan selalu ada jika dibutuhkan,” kata Dokter Mia.
“Baik Dok, terimakasih,” ucap Ny.Inez.
Dokter Miapun keluar dari ruangan itu.
Ny.Inez menoleh pada Pak Beni.
“Kenapa kau membawa Jack pulang?” tanya Ny.Inez, sambil berdiri lalu berjalan menuju jendela besar ruang kerjanya itu yang terbuka.
“Karena Tn.Delmar memang ingin pulang Nyonya,” jawab Pak Beni.
“Tapi itu membuatku repot sekarang,” keluh Nyonya Inez.
“Nyonya jangan lupa, Tn.Delmar sudah mulai bisa hidup nomal meskipun masih bergantung pada obat-obatan,” jawab Pak Beni.
Ny.Inez menghela nafas panjang, tidak bicara lagi.
“Ny. Sudah memasukkannya ke rumah sakit jiwa di Perancis dari Tn.Delmar kecil, bahkaan Nyonya tidak pernah menengoknya sampai sekarang,” kata Pak Beni.
“Makanya aku mengutusmu menjaga Jack di Perancis supaya dia tidak kembali padaku,” keluh Ny.Inez.
“Tapi dia anakmu Nyonya! Kau sama saja dengan membuangnya! Mungkin dia tidak mengerti tapi hati kecilnya dia merindukan ibunya makanya Tn.Delmar minta pulang,” kata Pak Beni.
“Aku tidak mau punya anak yang sakit jiwa! Aku malu,” ujar Ny.Inez.
“Tidak ada yang mau semua itu Nyonya,“ kata Pak Beni
“Kau jangan lupa Jack yang menyebabkan suamiku meninggal juga Arum putrinya Imelda, sampai sekarang Imelda dan suaminya membenciku,” ucap Ny. Inez.
Pak Beni terdiam.
“Jack sangat nakal, kalau bukan karena kenakalannya ayahnya dan Arum pasti masih hidup sekarang,” keluhnya.
“Tn. Delmar juga tidak menginginkan hal itu terjadi, dia terus terusan dihantui rasa bersalah makanya menjadi depresi dan Nyonya memasukkannya ke RSJ,” kata Pak Beni.
Ny.Inez membalikkkan badannya menghadap Pak Beni.
“Besok ada beberapa gadis yang akan dikenalkan pada Jack, biarkan saja Jack memilih gadis itu, mana yang mau dinikahinya. Kau siapkan saja uangnya,” kata Ny,Inez, kepalanya terasa berdenyut-denyut memikirkan Jack.
“Baik Nyonya,” jawab Pak Beni, diapun keluar dari ruang kerja itu.
Sementara itu diruang kerjanya Jack.
Pak Teo sedang menjelaskan strategi pemasaran di depan whiteboardnya.
Sedangkan Jack sibuk saja menuliskan sesuatu diatas mejanya.
“Apa kau mengerti, Tn.Delmar?” tanya Pak Teo.
Tapi Jack sama sekali tidak menoleh, dia sibuk dengan yang ditulisnya.
“Tuan Delmar!” panggil Pak Teo.
“Tuan Delmar!” Pak Teo kembali memanggil, tapi Jack terus saja menulis.
Pak Teo menghampiri Jack yang sedang menggambar sesuatu, lalu dilihatnya ternyata Jack sedang menggambar wajah seorang gadis.
“Dia siapa?” Tanya Pak Teo.
Jack tidak menjawab, gambarnya sudah selesai. Pak Teo hanya menghela nafas panjang, dari tadi dia mengajar materi ternyata Jack malah menggambar wajah seorang gadis.
Terdengar suara ketukan dipintu.
“Masuk saja,” kata Pak Teo.
Ternyata Pak Beni yang masuk, dia langsung menatap Pak Teo.
“Ada apa?” tanya Pak Beni.
“Tuan Delmar menggambar seorang gadis, apa Tuan sedang jatuh cinta? Siapa gadis itu?” tanya Pak Teo, lalu menoleh pada Jack sambil tersenyum.
Jack merentangkan gambar itu di depannya.
“Arum, bukan, Ara,” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya.
“Bolehkan aku melihatnya Tuan?” tanya Pak Beni.
Jack memberikan gambarnya. Pak Beni langsung melihatnya. Dia terkejut, Jack sangat detil menggambar wajah gadis yang diparkiran itu
“Kau menyukai gadis ini?” tanya Pak Beni pada Jack.
“Aku ingin menikah, dengan…” Jack tidak melanjutkan bicaranya, dia menunjuk gambar gadis itu.
Pak Benipun terdiam, apa Jack sedang jatuh cinta? Seperti yang Dokter Mia katakan?
Pak Beni menoleh pada Pak Teo dan menariknya menjauh dari Jack.
“Bagaimana pelajarannya Pak?” tanya Pak Beni.
“ Hari ini Tn.Delmar tidak menyimak apapun yang saya jelaskan,” jawab Pak Teo.
“Baiklah Pak Teo, cukup saja pelajarannya,” kata Pak Beni.
Pak Teo mengangguk.
“Baiklah Tuan Jack, saya permisi, besok kita bertemu lagi,” kata Pak Teo.
Jack tidak menjawab, dia kembali melihat gambar yang dibuatnya.
Pak Beni menatapnya lalu tersenyum. Menemani pria ini dari kecil sudah seperti anaknya sendiri.
“Tuan menyukainya?” tanya Pak Beni.
Jack mengangguk, diapun duduk bersandar ke kursinya, sekarang tampangnya serius.
Pak Beni kembali mengambil gambar itu dan dilihatnya.
“Tuan, kau sudah melewatkan pelajaranmu, kau harus minum obat,” kata Pak Beni.
Jack memejamkan matanya.
“Kepalaku pusing Pak Beni,” ucapnya.
“Saya ambilkan obatnya, sebentar,” kata Pak Beni, diapun segera keluar dari ruangan itu, pergi ke kamarnya Jack, berpapasan dengan Ny.Inez.
“Kau mau kemana?” tanya Ny.Inez.
“Mengambil obat untuk Tn.Delmar,” jawab Pak Beni
“Itu apa?” tanya Ny.Inez pada tangan Pak Beni, membuat Pak Beni terkejut kenapa dia membawa gambar itu.
“Tn.Delmar menggambar gadis yang bernama Ara itu,” jawab Pak Beni sambil memberikan gambar itu.
Ny.Inez mengambil gambar itu.
“Jadi Jack menggambarnya?” gumam Ny.Inez.
“Tn. Delmar menyukainya,” jawab Pak Beni.
“Tapi kita tidak tahu siapa gadis itu, lagipula yang kita butuhkan gadis yang membutuhkan uang supaya tidak begitu saja meninggalkan Jack,” kata Ny.Inez.
Pak Benipun terdiam.
“Pokoknya besok ada gadis-gadis yang akan datang untuk diplih oleh Jack, kau temani Jack jangan sampai dia tiba-tiba mengamuk atau apalah, kau tenangkan dia,” kata Ny.Inez. lalu pergi.
“Baik Nyonya,” jawab Pak Beni.
Pak Beni kembali ke kamarnya Jack mengambil obat, lalu kembali keruangannya Jack.
Pria itu masih besandar dengan memejamkan matanya.
“Tuan, silahkan diminum obatnya,” kata Pak Beni mengambilkan minum buat Jack.
“Kepalaku sangat pusing,” ucap Jack.
“Tuan jangan terlalu banyak berfikir,” kata Pak Beni, lalu memberikan obat-obatan itu pada Jack yang langsung meminumnya dengan tangan yang gemetaran.
“Aku ingin tidur,” ucapnya.
“Ya, istirahatlah,” kata Pak Beni, mengulurkan tangannya pada Jack yang bangun dari kursinya.
“Biar aku sendiri,” ucapnya, lalu keluar dari ruangan itu.
Pak Beni terdiam, dia sudah terbiasa dengan sikap Jack yang berubah- ubah itu, kadang seperti orang normal biasa, kadang sangat sulit diajak bicara.
************
Jangan lupa like dan vote nya.
Siang ini sudah berdatangan beberapa gadis cantik yang akan dipilih oleh Jack.
Gadis-gadis itu duduk di kursi panjang yang ada di ruang tamu. Mereka duduk berjejer dengan di dada mereka sudah ditempel nama mereka, seperti anak sekolah ospek.
Ny.Inez duduk disalah satu kursi disebrang mereka.
Pak Beni menghitung mereka satu persatu…semua ada 10 orang.
“Mana Jack? Bawa kemari!” perintah Ny.Inez.
“Baik Nyonya,” jawab Pak Beni, diapun menoleh pada Pak Atam, kepala pelayan dirumah itu.
Pak Atam langsung pergi mencari Jack yang masih ada di lantai atas.
Para gadis itu saling lirik pada peserta yang lain.
“Apa kau sudah melihat Tn.Jack Delmar?” tanya peserta nomor 8, bernama Lily.
“Belum,” jawab peserta nomor 7, bernama Juju.
“Kira kira dia tampan tidak ya? Kalau sayembara-sayembara gini jangan jangan jelek dan tua,” kata peserta nomor 9 bernama Rita.
“Kalau kau berfkiir begitu, buat apa kau mau ikutan kesini segela?”tanya Lily.
“Soalnya aku butuh uangnya, aku kerja di agency ga daper dapet job, ya sudah cari suami kaya saja,” kata Rita.
“Kalau begitu kalau ternyata Tn.Jack Delmar itu tua dan jelek terima saja, yang penting uangnya,” kata Lily.
Mata mereka semua tertuju pada tangga rumah itu yang berkelok megah diruangan itu.
Pak Atam, tampak mulai menuruni tangga. Gadis-gadis itu menahan nafasnya tidak sabar ingin melihat seperti apa pria yang sedang dicarikan istri itu.
Begitu melihat sebuah kaki muncul dibelokan tangga itu, mata mereka tidak mau berkedip, jantung berdebar kencang saking penasarannya dan mereka harus mau menerima jika ternyata pria itu tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Perlahan kari Jack menuruti tangga pertama, dengan sepatu hitamnya yang mengkilat, membuat semua orang tidak sabar melihatnya.
Perlahan terlihat tubuh pemilik kaki itu menuruni tangga, barulah seluruh tubuh Jack muncul. Pria itu menggunakan kemeja lengan panjang yang dilinting sesiku.
Saat melihat pria itu turun dari tangga, sambil menoleh kearah peserta yang berbejejer itu. Seeeuuur…hati gadis -gadis itu berdesir dingin. Semua bibir cantik mereka langsung tersungging senyum manis.
Pria itu bertubuh tinggi tegap dengan kulitnya yang putih, mata kebirua, hidung mancung, bibir sexy dan rahangnya yang kuat, dia terlihat sangat sempurna seperti actor Hollywood.
“Tau tampan gini, ga dibayar juga aku rela jadi istrinya,” ucap Juju.
“Ya ampun cakepnya,” gumam Rita.
Tidak ada yang mengucapkan kata kata lagi selain pujian, semuanyapun terdiam terpaku terpesona, pria tampan itu menuruni tangga dengan tatapan yang tajam pada mereka. Tatapan yang membuat meleleh hati gadis-gadis itu.
Saking terpesonanya, gadis-gadis itu tak sadar kalau Jack sudah ada di depan mereka. Tatapan mereka tak henti menatapnya.
“Seperti Jack di film Titanic,” ucap Juju.
“Leonardo Dicaprio,” kata Rita.
“He em, Jack,” ucap Juju, Rita dan Lily bersamaan.
“Jack Sparrow,” ucap Juju.
“Bukan, itu bandit laut, perompak,” keluh Lily.
“Ini lebih tampan,” ucap Rita lagi.
“Ehem!” Pak Beni berdehem, membuat mereka tersadar.
“Nona nona, Tuan ini adalah Tuan Jack Delmar, yang sedang mencari calon istri,” kata Pak Beni memberikan pengumuman.
Gadia gadis itu langsung sibuk merapihkan dirinya, membetulkan letak duduknya, juga dandanan mereka terutama rambutnya dan bajunya juga.
“Ehm, ehm!” Juju berdehem dehem, mencoba mencuri-curi perhatian dengan sedikit menggoyangkan bahunya.
“Tn.Jack, kau bisa memilih mana gadis yang kau suka, Kau bisa memberikan pertanyaan seputar apa saja yang ingin kau tanyakan,” kata Pak Beni.
“Seperti apa?” tanya Jack, mata kebiruannya tidak lepas menatap mereka.
“Tuan bisa tanyakan apa yang mereka sukai, hoby atau pekerjaan,apa saja,” kata Pak Beni.
Jack berdiri tegap dengan kedua tangannya masuk kesaku celananya, menatap mereka dengan serius.
“Cukup satu pertanyaannku untuk semua,” ucap Jack, seretak membuat jantung gadis-gadis itu berdegup kencang.
Mereka menebak nebak apa pertanyaan yang akan dilontarkan Jack.
Nyonya Ineztersenyum sepertinya Jack tertarik pada gadis - gadis itu.
“Pertanyaannya..” Kini Jack melipat kedua tangannya didadanya.
“Dimana Ara?” tanya Jack, membuat semua orang melongo.
“Ara? Ara siapa?” tanya gadis-gadis itu saling pandang dengan gadis disebelahnya.
“Hem, Ara, mana Ara?” tanya Jack.
Pak Beni dan Ny Inez terkejut dengan pertanyaan Jack.
Pak Beni mendekati Jack lalu berbisik.
“Tuan, disini tidak ada yang namanya Ara,” kata Pak Beni.
“Mana Ara? Aku mau Ara!” bentak Jack dengan keras pada Pak Beni yang langsung pucat. Ny. Inez segera berdiri melihat reaksi Jack itu.
Gadis gadis itu terkejut melihat Jack membentak Pak Beni, membuat mereka mulai takut melihatnya. Tampang yang tampan tadi hilang berubah menjadi menakutkan meskipun masih terlihat tampan. Sedang marah juga masih tampan saja.
“Aku mau Ara!” teriak Jack.
“Tuan Jack, tapi Ara tidak ada disini,” kata Pak Beni.
“Aku mau Ara! Mana Ara?” tanya Jack mulai histeris.
Gadis- gadis itu mulai pucat, mereka tidak mengira si tampan itu berteriak –teriak tidak jelas.
Ny. Inez segera menghampiri gadis-gadis itu dan menyuruh mereka pergi.
“Kalian semua pergi cepet!” perintah Ny.Inez, dia tidak mau gadis-gadis itu melihat Jack mengamuk.
“Nanti kalian dapat uang saku, kalian pergi semua!” kata Ny. Inez.
Gadis- gadis itu segera berdiri dangan cepat, mereka merasa takut melihat Jack marah seperti itu.
“Aku mau Ara. Aku mau Ara!” teriak Jack, bukan berteriak saja, dia meraih pas bunga diatas meja dan dilemparnya ke lantai hingga pecah berantakan.
“Jack tenang Jack!” teriak Ny.Inez.
“Pak Beni bukankah Jack sudah minum obat?” tanya Ny.Inez.
“Sudah Nyonya!” jawab Pak Beni.
“Aku mau Ara!” teriaknya Jack lagi.
Kini tangannya meraih meja itu lalu digulingkan sampai pecah berantakan. Ny. Inez pun menjerit karena meja itu hampir mengenai kakinya.
Pak Beni menoleh pada Pak Atam, supaya segera memegang Jack.
“Jack tenang Jack,” tapi Jack melepaskan pegangannya dengan keras sampai Pak Beni terlempar.
Pak Atam memanggil manggil beberaa pelayan yang segera berdatangan memegangi Jack yang mulai mengamuk. Tentu saja mereka kewalahan karena Jack memiliki badan yang tinggi besar juga berotot, otomatis tenaganya juga kuat.
Pak Beni segera mengeluarkan sesuatu dibalik sakunya, sebuah suntil penenang yang sudah disiapkannya, diapun langsung menyuntikannya pada lengan Jack. Beberapa saat kemudian Jack terkulai dan hampir jatuh ke lantai segera di pegang oleh para pelayan, laku Jack dibaringkan di sofa panjang.
Ny.Inez tampak pucat melihat Jack lalu pada Pak Beni.
“Kau menyuntikkan obat penenang?” tanya Ny.Inez.
“Iya Nyonya,” jawab Pak Beni.
“Pak Beni, kau tidak sedang berbohongkan kalau Jack sudah keluar dari RSJ? Kenapa dia seperti ini? Dia masih tidak bisa mengontrol emosinya, aku ingin dia kembali masuk ke RSJ, bawa dia kembali ke Perancis,” kata Ny. Inez.
“Nyonya, Nyonya tega melakukan itu?” tanya Pak Beni.
“Tidak ada jalan lain daripada dia mengamuk begini” keluh Ny.Inez.
“Kata Dakter, Tn. Delmar butuh support dari keluarganya,” kata Pak Beni.
“Lagi pula Tn. Delmar yang ingin pulang, bisa bisa dia kabur dari RSJ,” kata Pak Beni.
Kepalanya Ny. Inaz langsung berdenyut-denyut.
“Kalau begitu cari Ara! Aku tidak mau tau apakah dia punya pacar atau punya suami, bawa Ara kemari dulu! Kau punya gambarnya kan? Ada orang-orang ku yang bisa membantu mencarinya,” kata Ny.Inez.
Ny. Inez menoleh pada Jack lalu beranjak meninggalkan ruangan itu.
“Baik Nyonya,” jawab Pak Beni.
Diapun langsung menghubungi seseorang, kemudian pergi menuju ruang kerjanya Jack mengambil gambarnya Ara, memfotonya mengirimkannya pada orang yang di telponnya.
Kurang dari satu jam Pak Beni sudah mendapatkan identitas gadis itu.
“Arasi Mayang, namanya Arasi Mayang,” gumam Pak Beni.
Dibacanya lagi identitas lainnya, kerja diperusahaan swasta Global Mandiri sebagai supervisor. Pak Beni mengangguk-angguk.
Dia harus menemui gadis itu, semoga gadis itu mau dibawa menemui Tn. Delmar. Pak Beni langsung menoleh pada Pa kAtam.
“Tolong disiapkan mobil dan supir, antar aku ke PT Global Mandiri,” kata Pak Beni.
Tidak berapa lama, Pak Beni diantar oleh supir keluarga Delmar, menuju perusahaan PT Global Mandiri.
Kantor tempat bekerja Arasi itu ternyata bukanlah di gedung yang tinggi. Gudung itu hanya satu lantai, sepertinya sebuah kantar sub pelayanan umum.
Mobil mewah itu memasuki parkiran yang tidak begitu luas. Pak Beni bisa melihat kantor yang didepannya itu dikelilingi oleh kaca hitam. Diapun merapihkan bajunya, akan truun dari mobil, dia akan menemui gadis yang bernama Arasi Mayang, dia harus bisa membawa gadis itu menemui Tn.Delmar.
********
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!