(Cerita ini masih dalam perbaikan)
Namaku Dewa atau lebih tepatnya Dewa Arga Mahren Afrizal. Aku baru lulus sekolah satu minggu yang lalu dan bahkan aku belum cap tiga jari dan belum mendapat ijazah. Aku anak yang pendiam dan tidak banyak bicara (menurutku sendiri) tetapi kata orang lain sifatku petakilan.
Orang tuaku bekerja sebagai seorang pembantu di tempat orang kaya. Walaupun begitu aku tetap tidak malu. Aku miskin? Ya memang miskin dan banyak yang memandangku sebelah mata.
Tetapi saat ini aku merasa hidupku sungguh tidak terduga. Di depanku saat ini aku melihat calon istriku yang sangat cantik dan berkelas. Dia memakai jas ala perempuan dengan dandanan yang sangat cantik.
"Jadi ini anak anda?" ucap Nona tersebut kepada orang tuaku.
"Iya, Nona. Dewa adalah anak semata wayang saya. Semoga dengan pernikahan kontrak ini bisa menebus kesalahan kami."
Nona melepas kacamatanya. Memperhatikan wajahku dengan seksama. Tangannya menunjuk wajahku seolah sedang meramal sesuatu.
"Setuju. Kau bisa menandatangani surat kontrak ini," ucap Nona.
Aku menaikkan alis, membaca setiap tulisan panji-panji yang berada didalamnya, panjang, lebar seperti kertas bon ku ketika ngutang di kantin sekolah.
Aku menguap dan seolah tidak peduli setiap peraturan yang ada. Aku segera menandatanginya.
"Sudah paham dengan aturannya?"
"Ho'oh," jawabku tidak niat.
"Baiklah acara pernikahan kita akan digelar minggu depan. Kau harus mempersiapkan diri!" ucap Nona sambil berdiri meninggalkan.
Orang tua ku berdiri dan menyuruhku juga berdiri untuk menunduk hormat kepada Nona. Aku dengan malas mengikuti ucapan orang tuaku.
POV AUTHOR.
Dewa Arga, si pria beruntung bisa menikahi orang kaya, cantik dan seksi. Tetapi ia seolah tidak peduli karena ini hanyalah pernikahan kontrak. Mungkin di dunia pernovelan ini hanya dia seorang pria miskin yang dijodohkan dengan wanita kaya.
Dewa menghela nafas panjang, ia menepuk pipinya berulang kali seolah menunjukan apakah ia bermimpi atau tidak? Sebentar lagi ia akan menikah dan menjadi status seorang suami sah.
"Dewa, anak ibu sudah besar, sebentar lagi menjadi seorang suami."
"Ya, bu."
"Dewa, turuti apa kata nona! Jangan melawannya!" ucap Ibu.
Dewa tersenyum kecut, bukankah Nona yang harus menurutinya karena Dewa adalah seorang suami? Sepertinya dunia mulai terbalik.
Dewa memang tampan dan tinggi mungkin membuat Nona setuju menikah dengan Dewa.
"Mas Dewa, Nona dan keluarga sudah menunggu dibawah."
Dewa menganggukan kepala. Ibu menatap lalu memeluknya.
"Ibu kenapa seperti ini? Seharusnya ibu senang jika aku menikah," ucap Dewa.
"Siapa bilang jika ibu sedih? Ibu sangat senang sampai mengeluarkan air mata."
Dewa mendengus, ia melepas pelukannya dan berjalan menuju kelantai bawah untuk melakukan ijab qobul. Dewa menuruni tangga dan melihat calon istrinya sudah menunggu. Tetapi belum apa-apa ia sudah menyenggol vas bunga disebelah tangga dan membuatnya langsung pecah.
PYAAAAR...
Dewa terkejut, ia segera memungut pecahan itu tetapi ketika menunduk, pantatnya menyenggol vas bunga yang berada di belakangnya.
PYAAAR...
Semua orang memandang Dewa sedangkan calon istrinya menepuk jidat. Bisa-bisanya ia menikah bocah petakilan.
Semua orang tersenyum memandang Dewa kecuali orang tuanya yang sangat malu.
"Mas Dewa, tinggalkan saja! Biar pembantu yang urus," ucap asisten pribadi Nona.
Dewa menganggukkan kepala dan duduk disamping Nona. Setelah itu mereka melakukan ijab qobul didepan penghulu dan para saksi.
5 jam kemudian.
Setelah ijab qobul dan pesta selesai. Mereka memasuki kamar pengantin. Dewa tercengang melihat rumah istrinya yang sangat megah dan mewah. Setelah memasuki kamar, Nona duduk dipinggir ranjang yang sangat luas itu. Kakinya begitu pegal karena terlalu lama berdiri menyalami para tamu.
Dewa hanya menatapnya diam, ia tidak tahu harus melakukan apa.
"Sudah sana lakukan!" ucap Nona.
"Oh oke..." Dewa langsung menurunkan resleting celananya.
"Eh... Apa yang kau lakukan?"
"Katanya disuruh melakukan," ucap Dewa.
Nona sampai kehabisan kata-kata. "Eh.. itu... Maksudku kau kusuruh mandi."
Dewa menyipitkan matanya, menelaah setiap sorot mata Nona yang sedikit malu.
"Oh begitu," ucap Dewa sambil berjalan keluar dari kamar.
"Mau kemana?"
"Katanya disuruh ke kamar mandi," jawab Dewa.
Nona menepuk jidatnya. "Kamar mandi berada di depanmu. Pintu putih itu," tunjuk Nona.
"Wuih... Kamar orang kaya benar-benar ajaib. Di dalam kamar ada kamar mandi. Apakah ada dapur juga?" tanya Dewa.
Nona sangat kesal. Dia melototi suaminya yang mengesalkan itu. Dewa yang kekanakan membuat Nona harus lebih banyak bersabar kedepannya.
Dewa langsung ke kamar mandi. Dia tercengang melihat kamar mandi yang seluas kamar di kos.annya. Dewa melepas semua pakaiannya dan bingung bagaimana cara menggunakan kamar mandi itu.
"Hemm... Mana gayungnya?" gumam Dewa.
Dia mencari gayung untuk mandi. Sampai beberapa menit ia belum menemukannya. Dewa berinisiatif bertanya kepada Nona, ia membuka pintu dan melongakkan kepalanya keluar.
"Nona, dimana gayungnya?" tanya Dewa.
Nona yang make upnya dibersihkan oleh pelayan hanya melirik kepala Dewa yang menyembul dari balik pintu.
"Maksudmu?" tanya Nona.
"Gayung untuk mandi," jawab Dewa.
Nona berdiri, ia menyuruh semua pelayannya untuk keluar. Dia berjalan masuk ke kamar mandi tetapi alangkah terkejutnya ia melihat pemandangan yang membuatnya berteriak keras. Bagaimana tidak? Dewa dalam keadaan telanjang bulat.
"Aaarrrrrghhhhh... Kau merusak mataku. Cepat pakai handukmu!" ucap Nona sambil menutup matanya.
Dewa hanya menggarukkan kepala. Dia berjalan mengambil handuk lalu melilitkannya dipinggangnya.
"Sudah..." Dewa berucap sambil menatap Nona.
Nona membuka mata dan berdecih, ia menelpon Asisten pribadinya yaitu Arsel. Nona lalu berjalan keluar dan menyuruh Dewa untuk menunggu.
15 menit kemudian, sang asisten datang. Nona langsung menyuruh untuk masuk ke kamar mandi.
"Jadi Nona memanggil saya untuk menemani Dewa mandi?" tanya Arsel.
"Bukan, si bocah itu tidak tau cara memakai kamar mandi orang kaya. Kau ajari dia sampai pandai," ucap Nona sambil mengibaskan tangannya.
Arsel, pria tampan yang semuran dengan Nona selalu mendapat perintah yang aneh dari majikannya tetapi dia tidak bisa membantah. Arsel masuk kedalam kamar mandi dan Dewa seketika terkejut lalu berteriak kencang. "Aaaarrrrhggghhhh...."
Arsel langsung menutup pintunya. Nona hanya mengernyitkan dahi. Dengan wajah dingin bercampur malu, Arsel keluar dari kamar Nona. Nona hanya menatap keheranan.
Ya Tuhan, baru pertama kali ini saya mengintip pria yang sedang mandi. Ah.. Mataku harus saya periksakan ke dokter mata. Nona juga sangat aneh menyuruh saya untuk masuk ke kamar mandi yang ada suaminya sedang mandi.
10 menit kemudian, Dewa keluar dari kamar mandi.
Wajahnya sangat kesal kepada Nona.
"Kenapa memelototiku?" tanya Nona sambil membaca majalah disofa.
"Tidak Papa."
Dewa menatap Nona, Nona mendongakkan kepala bergantian menatap Dewa yang masih menggunakan lilitan handuk.
"Aku tidak membawa baju ganti," ucap Dewa.
"Lalu?"
"Pinjamkan aku bajumu!"
Nona melempar majalahnya ke meja. Dia ke ruang ganti baju di dalam kamarnya. Setelah itu mengambil piyama miliknya kepada Dewa.
"Warna pink? Hello kitty?" tanya Dewa.
"Pakai saja dulu! Besok kita akan berbelanja untukmu," ucap Nona tersenyum menyeringai sambil merebahkan dirinya di ranjang.
Aku seorang Dewa tampan dan maco harus memakai piyama pink bermotif hello kitty?
***
Hallo semuanya. Setelah melalui perjalanan yang panjang di apk lain akhirnya bisa membuat novel baru di sini dan tidak akan pindah.
Suami Yang Tak Tergapai.
Sesuai genre lomba terbaru #berbagicinta.
Menceritakan Sena, wanita cantik mantan mahasiswi dari Regan Anggara. Mereka sudah menikah 2 tahun namun suatu ketika Sena memergoki suaminya sedang berselingkuh di kampus bersama wanita yang tak lain rekan dosennya. Regan mengaku sudah menikah dengan Maya dan Maya kini sudah hamil. Sementara Sena tak tahu tentang hal itu bahkan orang tua Regan yang selalu baik dengan Sena seolah menutupi pernikahan yang kedua Regan.
Silahkan mampir jika berkenan. 😉😉😊😊😊☺️☺️
Aku seorang Dewa tampan dan maco harus memakai piyama pink bermotif hello kitty?
"Apa tidak ada baju lain?" tanya Dewa.
"Tidak ada, jika tidak mau lebih baik telanjang saja."
Dewa melepas handuk yang terlilit dipinggangnya. Nona berteriak keras dan menyuruh Dewa untuk memakainya lagi.
"Kau sungguh gila. Kenapa melepas handukmu didepanku?"
"Nona bilang jika aku telanjang saja jika aku tidak mau memakai baju ini. Ya aku pilih telanjang saja," jawab Dewa santai.
Nona mendengus, ia meraih ponselnya dan menelpon Arsel untuk membawakan beberapa baju dan celana untuk bocah mengesalkan itu.
"Apa kau lihat-lihat?" tanya Nona sambil menutup telponnya.
Dewa berdecih, sedangkan Nona memalingkan wajah karena melihat roti sobek milik Dewa. Walaupun Dewa masih bocah tetapi dia memiliki bentuk tubuh yang bagus dikarenakan dia pemain basket andalan sekolahnya.
Setengah jam kemudian,
Arsel membawa sekantong pakaian untuk Dewa. Dewa langsung memakainya di kamar mandi. Sedangkan Arsel masih menatap Nona.
"Sepertinya bocah itu sangat merepotkan Nona?" tanya Arsel.
"Ya, wajar saja dia masih ABG. Sudah sana keluar!"
"Baik, Nona."
Beberapa menit kemudian, Dewa keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya yang masih basah. Nona memalingkan wajah, ia tidak ingin tahu jika ia mengagumi ketampanan Dewa.
Hoaaaam...
Dewa menguap dan langsung merebahkan dirinya diranjang besar itu tetapi Nona yang didepannya langsung menendang pantatnya.
GUBRAAAK...
"Aahhh... Kenapa Nona mendorongku?" tanya Dewa.
"Siapa yang menyuruhmu tidur disini?"
"Lalu?"
"Tempatmu tidur disofa," ucap Nona.
Dewa mendengus kesal lalu segera merebahkan dirinya disofa. Acara seharian ini membuat mereka lelah sampai melewatkan malam pertama uhuy-uhuy.
Keesokan harinya.
Sinar mentari menyerempet mata Dewa, bocah tampan itu mengecek matanya. Dia menyipitkan mata tatkala melihat Nona sedang dipakaikan pakaian dan aksesoris rambut.
Cih... Sungguh Tuan Putri. Jangan-jangan pakai ****** ***** saja dipakaikan pelayannya. Batin Dewa sambil menahan tawa.
Ponsel Dewa berdering, ia mendapat pesan dari temannya.
Jo
Bro, hari ini cap 3 badak. Eh maksudku cap 3 jempol.
Dewa
Cap tiga jari maksudmu?
Jo
Tul,
Dewa
Oke
Dewa bangun dari sofa lalu masuk ke kamar mandi sedangkan kini Nona sedang dipakaikan sepatu oleh pelayannya. Nona menyuruh pelayan pria untuk datang ke kamarnya.
"Panggilkan Mas Supri kemari!"
"Baik, Nona."
Setelah beberapa menit, pelayan yang berkulit sawo matang ini datang ke kamar Nona, dia langsung menunduk hormat.
"Tolong mandikan, Dewa! Buat badan dekilnya menjadi bersih dan kau juga harus melulurinya," ucap Nona.
"Siap, Nona."
Mas Supri lansung masuk ke kamar mandi yang ternyata tidak dikunci. Dia melihat Dewa sedang jongkok di WC duduk.
"Arrgh... Siapa kau? Pergi sana! Menganggu orang setor saja," ucap Dewa panik.
Mas Supri yang berwajah dingin menaikkan alisnya. "Tuan Muda, anda harus duduk bukannya berjongkok di toilet duduk," ucap Mas Supri.
"Siapa yang kau panggil Tuan Muda? Huh... Toilet ini sungguh tidak asyik. Kami orang miskin jika tidak mendengar bunyi pluung dari WC seperti kurang afdol," ucap Dewa.
Dewa menaikkan celananya dan mendorong Mas Supri untuk keluar. "Sepertinya orang-orang disini tidak normal semua," ucap Dewa.
"Saya hanya mengikuti perintah Nona untuk memandikan anda."
"Apa kau bilang? Huh... Menjijikan sekali. Sudah sana keluar, aku bisa mandi sendiri," ucap Dewa sambil mendorong Mas Supri keluar dan menutup pintu dengan kuat.
BRAAAK...
Nona sedikit terkejut, Mas Supri langsung bersujud didepan Nona. Dia merasa gagal memandikan Nona.
"Sudahlah, kau boleh keluar."
"Baik, Nona." Mas Supri merasa terharu dengan kebaikan Nonanya. Dia langsung keluar dari kamar Nona.
15 menit kemudian.
Di meja makan, sudah tersedia sarapan. Nona sangat anggun mengunyah semua makanan itu. Terlihat Arsel berdiri dibelakang Nona seperti patung. Dia adalah sekertaris Nona yang dingin serta kejam.
Disaat bersamaan, Dewa datang sudah menenteng tas dan menggunakan seragam sekolah. Pelayan menarik kursi untuk Dewa.
"Silahkan duduk, tuan."
Dewa sedikit risih dengan sebutan tuan. Dia lalu segera duduk berseberangan dengan istrinya yang sedang makan dalam diam.
Dewa melihat Arsel memasang wajah tidak suka kepadanya. Tatapan Arsel seolah penuh ancaman.
"Kenapa kau memakai seragam sekolah?" tanya Nona.
"Aku harus ke sekolah untuk cap 3 jari. Kenapa Nona memakai pakaian rapi?"
Nona mengambil gelas lalu Arsel menuangkan air putih untuk Nona. "Hari ini aku ke kantor sebentar. Ada sesuatu yang harus kuurus."
Nona meminum air putih, Dewa memandangnya heran. Segitunya cara orang kaya minum segelas air putih? Tampak berkelas dan elegan.
Pelayan meletakkan piring di depan Dewa, mereka menaruh selembar roti dan memberinya selai. Pelayan lain juga memberikan Dewa segelas susu hangat.
Kenapa si Arsel memandangiku seperti itu? Dirumah ini memang tidak ada yang normal.
"Jangan hanya berbicara didalam hati!" ucap Arsel membuat Dewa terkejut lalu tersedak.
Tatapan Arsel semakin tajam. Nona segera mencairkan suasana.
"Arsel, kau harus lebih sopan dengan majikanmu. Dewa adalah majikan barumu," ucap Nona.
Tatapan Arsel melunak, ia langsung memalingkan wajah.
Nona langsung terbangun dari kursinya. Dengan sigap Arsel membawakan tasnya.
"Aku akan berangkat ke kantor sekarang. Aku harap sebelum aku pulang kau sudah berada dirumah," ucap Nona.
Ekor mata Dewa mengikuti setiap langkah istrinya pergi. Dia mendengus dan menyantap roti yang berada di depannya.
Setelah selesai sarapan, ia segera meraih tasnya dan pergi berangkat sekolah.
"Tuan muda, mulai sekarang saya menjadi supir pribadi anda," ucap Mas Supri.
"Jangan memanggilku tuan muda! Aku hanya cowok murahan yang dijual oleh orang tuaku sendiri," ucap Dewa kesal.
"Tapi tuan..."
"Pergi sana! Urusi urusanmu sendiri!" bentak Dewa.
******
Setelah melakukan cap 3 jari. Dia langsung pulang dengan teman dekatnya sebut saja Jojo. Mereka berjalan kaki menuju jalan raya. Sekolah mereka masuk gang cukup jauh membuatnya harus berjalan kaki setiap pulang dan pergi dari sekolahnya.
"Cong, mau kerja dimana?" tanya Jojo kepada Dewa.
"Gak tau."
"Pengangguran nambah lagi," ejek Jojo.
Jojo, anak yang banyak tingkah itu melihat segerombolan mangga muda milik warga. Dia melihat batu didepannya lalu tersenyum menyeringai.
"Jangan aneh-aneh!" ucap Dewa yang bisa menebak pikiran konyol temannya.
"Tenang saja!"
Jojo mengambil batu dan dengan percaya diri melempar ke gerombolan mangga muda itu tetapi meleset.
Dewa mengendus seolah mengejek, ia menepuk dadanya untuk menyombongkan diri jika ia bisa menjatuhkan mangga itu sekali timpuk dengan batu.
Dewa mengambil batu, ia mundur dan dengan percaya diri melempar batu itu dengan kuat lalu.
"Aaaawwwww... Siapa yang melempar batu ini?" tanya bapak-bapak.
Dewa dan Jojo terkejut, disaat bersamaan si bapak yang membawa anjing menyuruh anjingnya mengejar bocah nakal itu. Dewa dan Joko lari terbirit-birit.
GUK.. GUK.. GUK..
Dalam keadaan ngos-ngosan mereka masih saja berdebat dan menyalahkan satu sama lain.
"Bodoh kau, cong!" ucap Jojo.
"Kampret! Itu salahmu," jawab Dewa.
Dewa dan Jojo langsung naik ke angkot yang lewat didepannya. Joko langsung menjulurkan lidah mengejek anjing yang sudah tidak lagi mengejarnya.
Nafas mereka terengah-engah didalam angkot yang sesak itu.
Dewa memutuskan untuk pulang ke rumah ibunya. Perutnya sangat lapar sekali karena tadi pagi sarapannya hanya selembar roti dan segelas susu. Dewa langsung membuka pintu rumah dan langsung menuju ke dapur.
Diatas meja makan sudah tersedia nasi dan berbagai lauk. Dengan masih menggunakan seragam sekolah ia langsung melahap masakan ibunya.
Berselang menit kemudian, ibunya datang masuk dapur. Betapa terkejutnya sang ibu melihat anaknya yang baru kemarin menikah sudah pulang ke rumah.
"Dewa? Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ibu.
"Ibu tidak lihat aku sedang makan?" ucap Dewa sambil menggigit paha ayam goreng favoritnya.
Ibu menarik kursi langsung duduk disebelah Dewa. "Apa Nona tidak memberimu makan?" tanya Ibu.
"Ibu kemarin 'kan bilang sama aku, nikah aja dulu Dewa entar kalo Nona gak kasih makan kau pulang saja makan dirumah. Ya ini aku pulanglah, mana makanan orang kaya pelit-pelit," jawab Dewa.
Ibu menepuk bahu Dewa dengan keras. Lalu menyeret Dewa untuk keluar. "Kau baru nikah kemarin tetapi sudah pulang hari ini untuk meminta makan. Jangan memalukan Dewa! Sana pulang ke rumah istrimu jika dia tahu pasti Nona akan marah besar," ucap Ibu.
Dewa sudah berada diteras dan seketika ibu menutup pintu dengan kencang.
Braaaaaaak...
Huh... Ayam gorengku. Maafkan aku yang tidak bisa menghabiskanmu karena ibu.
Dewa berjalan baru 5 langkah, ia lalu memasukan tangannya ke saku celananya.
Satu menit kemudian.
Dok... dok.. dok... dok...
"Ibu buka pintunya! Bu... Ini darurat bu...," teriak Dewa.
Ibu langsung membuka pintu, ia sangat khawatir dan panik. "Ada apa, Dewa?"
"Minta ongkosnya, bu," ucap Dewa dengan wajah memelas.
Ibu berdecih, ia mengambil dompet yang tersembunyi dibalik dadanya. Ibu mengambil uang 20 ribu dan ia berikan kepada Dewa.
"Setelah bapak gajian maka kami akan mengirimimu uang. Kau harus segera mencari pekerjaan, kau seorang suami dan tidak mungkin meminta uang kepada istrimu walau dia kaya. Cari pekerjaan yang menurutmu mampu melakukannya! Ibu selalu mendoakanmu yang terbaik," ucap Ibu menasehati Dewa.
Cih... Ngasih 20 ribu doanya panjang lebar.
Dewa setelah itu pergi dari rumah ibunya. Dia menaiki angkot untuk kerumah istrinya. Setelah sampai, ia masuk kedalam tetapi saat ia berada didepan gerbang Arsel menatap tajam kearahnya.
"Baru menikah dengan Nona sudah membuat ulah," ucap Arsel.
"Apa maksudmu?" tanya Dewa.
"Dasar orang miskin tidak tau aturan," gumam Arsel.
Dewa tidak menghiraukan Arsel. Dia langsung masuk kedalam tetapi saat ia baru membuka pintu besar yang terbuat dari kayu jati mahal, Nona sudah berdiri bersedekap menatap tajam Dewa.
"Dari mana?" tanya Nona.
"Aku sudah bilang jika dari sekolah untuk cap 3 jari."
"Kau pulang bahkan dari jam 10 tetapi ini sudah jam 1 siang. Darimana saja? Bermain dengan pacarmu?" tanya Nona mendiskriminasi.
Dewa mendengus, ia langsung berjalan melewati Nona tetapi langkahnya terhenti saat Arsel menarik tas punggungnya.
"Jika Nona mengajakmu berbicara maka dengarkan dulu lalu jawab dengan benar," ucap Arsel.
Dewa menepis tangan Arsel, Arsel langsung mengelap tangannya karena merasa jijik telah bersentuhan dengan Dewa. Sedangkan Nona menatap datar wajah dewa yang terlihat sudah mulai kesal.
"Selama 3 jam dari jam 10 sampai jam 1 siang kau melakukan apa? Coba tulis kegiatanmu selama 3 jam itu dikertas. Itu adalah tiketmu untuk menukarnya dengan makan siang bahkan makan malam nanti. Jika tidak mau selamat berpuasa," ucap Nona sambil meninggalkan Dewa dengan Angkuhnya.
Arsel tertawa senang, ia langsung mengikuti kemana perginya Nona. Dewa mengepalkan tangannya, ia mendengus kesal memiliki istri yang menyebalkan.
"Kau pikir aku mau melakukan hal konyol itu? Cih... tidak akan pernah! Mending aku berpuasa ketimbang menuruti keinginannya yang konyol," ucap Dewa.
Dewa langsung masuk ke kamarnya dan melihat tidak ada Nona dikamarnya. Dia langsung berganti baju yang ia bawa dari rumah. Baju yang di berikan Arsel tidak ada yang benar semuanya. Memang baju-baju itu berwarna gelap tetapi bermotif mickey mouse. Siapa coba yang mau memakai baju seperti itu?
Huh... Ketimbang meratapi nasib mending mencari pekerjaan saja. Coba cari diinternet. Siapa tahu ada lowongan pekerjaan?
Dewa membuka ponselnya dan mencari kata pencarian lowongan pekerjaan. Memang banyak berbagai lowongan pekerjaan tetapi minimal harus D3 padahal ia hanya lulusan SMA yang bahkan belum mendapat ijazah.
Disisi lain,
Nona berada diruang kerjanya bersama Arsel. Arsel adalah sekertaris setianya yang membantu pekerjaan Nona.
Nona sedang menyerupai kopi beraroma mint yang membuat tenggorokan menjadi lega.
"Nona, Tuan Altaf ingin membuat janji makan malam dengan anda malam ini." Arsel membuka pesan dari ponselnya.
Nona meletakkan kopinya dimeja kaca. "Tidak bisa. Malam ini aku ingin bermain-main dengan suamiku."
Bermain-main? Bukankah Nona menganggap pernikahan ini sebagai balas dendam saja dengan Tuan Altaf?
Nona berdiri, ia berjalan keluar dari ruang kerjanya. Dia berjalan menuju kamarnya. Saat membuka pintu, ia melihat Dewa sedang memainkan ponselnya sambil senyum-senyum.
"Siapa pacarmu?" tanya Nona.
"Bukan urusanmu."
Dewa berdiri lalu keluar dari kamarnya. Dia malas sekali melihat wajah Nona yang sok itu.
"Tunggu! Aku tidak menyuruhmu keluar."
"Nona yang agung. Ku mohon jangan membuatku berpikiran kotor jika kita sekamar. Kau tahu jika aku pria normal?"
Nona mundur perlahan, ia langsung membalikkan badan keluar dari kamar. Perkataan Dewa membuatnya merinding seketika. Dewa tersenyum kecut, ia langsung naik keatas ranjang lalu melompat-lompat seperti monyet.
Disaat bersamaan, Nona membuka pintu kembali. Nona menyunggingkan senyuman lalu menutup pintunya kembali.
Dasar bocah!
Setelah melompat-lompat. Dia langsung merebahkan dirinya. Perutnya semakin lapar karena ia hanya makan sedikit.
"Disuruh menulis kegiatanku selama 3 jam tadi? Cih... Bahkan anak TK pun tidak mau melakukan itu," gumam Dewa. "Aku seorang suami malah diperintah-perintah seperti itu? Martabatku seketika hancur," sambungnya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata adalah Nisa, dia teman dekat Dewa. Nisa memberitahu jika restoran papanya membutuhkan pelayan. Ini kesempatan Dewa untuk mendapat pekerjaan.
"Nis, bilang kepada papamu jika aku mau mengambil pekerjaan itu. Besok aku akan datang ke restoran papamu," ucap Dewa.
"Kau yakin? Gajinya gak seberapa," tanya Nisa melalui panggilan telepon.
"Tidak masalah ketimbang meminta uang kepada orang tua dan istriku."
"Istri?" tanya Nisa heran.
Dewa menepuk bibirnya sendiri. Teman-temannya belum tahu jika ia sudah menikah.
"Maksudku istri bapakku, siapa lagi jika bukan ibuku," ucap Dewa ngasal.
"Oh yaudah, sampai bertemu besok."
Dewa menghela nafas, ia hampir keceplosan. Bukannya apa-apa, dia tidak ingin sampai teman-temannya tahu jika ia menikah dengan Nona.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!