NovelToon NovelToon

Kenzou

Visual

Dear Readers...

Selamat datang di novel ke - 6 ku... KENZOU

Untuk readers baru yang ingin tahu cerita cinta dari orang tua Kenzou... Kalian bisa baca novel Terpaksa Menikah Lagi, yaa...😊

Nah... Sebelum mulai ke bab cerita... perkenalkan dulu visual versi author nih...

Untuk para reader mah bebas visualnya mau siapa saja... Sesuai halusinasinya masing-masing saja... 😁

Cerita ini murni hanya fiktif belaka, jadi tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh virtual dalam novel ini.

Kenzou

Tiara

Dasha

Kenzie

Clarissa

Alzaa Couple

Untuk kisah cinta mereka, bisa baca novel Terlanjur Mencinta (Love), yaa...

7. Axel & Alexa

8. Keanu

9. Aliana

10. Leon

Naahh... Itulah visual versi author.

Mari berhalu bersama dengan novel KENZOU ini....😁🤭

Happy reading and have a nice day with Nicegirl....

Baca juga novel Author lainnya :

Tak Bisa ke Lain Hati. (On Going)

Terpaksa Menikah Lagi. (End)

Mengejar Cinta Alex. (End)

Terlanjur Mencinta (LOVE). (End)

Berbagi Suami (On Going)

Untuk yang kepo dengan visual di novel Aliana, bisa lihat visualnya di Instagram Author Si_Nicegirl....😁

Terima kasih

Prolog

Tiara duduk di ruang tunggu sambil memeluk kedua lututnya, badannya maju mundur sambil melihat dokter dan perawat yang mondar-mandir ke ruang ICU, mereka sedang berusaha menyelamatkan nyawa kedua orang tuanya.

Sementara udara diluar sini terbilang cukup ekstrem, hujan badai yang sedang melanda kota ini, dengan petir dan kilat yang datang secara bergantian, membuat Tiara semakin mengeratkan pelukannya ke kedua lututnya itu, mengabaikan hembusan angin kencang yang sedikit membawa air hujan ke arahnya.

Tiara melirik om dan tantenya yang sedang asik melihat ponsel mereka, sambil sesekali cekikikan geli. Tidak ada raut kesedihan di wajah mereka, mengingat kakak dan kakak iparnya yang sedang merenggang nyawa di dalam sana.

Duar!!!

Suara petir terkeras yang pernah Tiara dengar, disusul dengan kilat paling terang yang pernah Tiara lihat, membuat Tiara menyembunyikan wajahnya di lututnya. Badannya semakin meringkuk seperti bola, bersamaan dengan dokter yang keluar dari ruang ICU itu.

"Keluarga Carimova?" tanya dokter itu.

"Ya saya..." jawab om dan tantenya.

"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain. Kami tidak dapat menyelamatkan nyawa keduanya...." ujar dokter itu dengan nada menyesal.

Tiara langsung mengangkat kepalanya, lalu bergegas turun dari bangku dan berniat masuk ke dalam ruang ICU, tapi Omnya menahannya.

"Mamaaa!! Papa!!!" teriak Tiara.

Sekuat tenaga ia berusaha melepaskan diri dari cengkraman omnya, hal yang sia-sia karena cengkraman omnya itu terlalu kencang, untuk anak usia lima tahun seperti Tiara.

"Mama!!! Papa!!!" Tiara terus berteriak dan berontak bersamaan dengan petir dan kilat yang terus menerus bersahut-sahutan.

Keesokan siangnya, mama dan papanya dimakamkan bersebelahan, sambil terisak sedih Tiara membelai kedua nisan orang tuanya itu,

"Mama... Papa... Kenapa ninggalin Ara? Mama sama Papa sudah tidak sayang Ara lagi yaa?" isaknya pilu, membuat para pelayat yang ikut ke pemakaman menitikkan air matanya.

Tante Risya mendekati Tiara, dan membelai lembut punggungnya, "Tiara... Kan ada Tante, Om dan Dasha... Nanti kami akan pindah ke rumahmu yaa... Kami akan menemani kamu Tiara... Sekarang kita pulang yaa...." bujuk Tante Risya.

Tiara menggeleng keras, lalu memeluk nisan mamanya, "Tiara mau di sini... Bersama Mama dan Papa... Mama!!! Huhuhu... Tiara mau sama Mama..."

"Tiara... Kamu sayang sama Mama dan Papa?" tanya Tante Risya dan Tiara mengangguk.

"Kalau kamu sayang, kamu tidak boleh bersedih seperti ini... Karena Mama dan Papamu juga nanti akan sedih... Mereka tidak akan tenang di alam sana...."

Tiara tidak menjawab, hanya terus terisak dengan tangisannya. Tangannya masih memeluk erat nisan Mamanya.

"Kamu senang melihat Mama dan Papamu nangis juga, Ra?" tanya Tante Risya lagi, dan sekali lagi Tiara menggelengkan kepalanya.

"Kalau kamu sayang dan tidak ingin Mama dan Papamu nangis, kamu ikut Tante sekarang, kita pulang... Besok Tante dan Dasha akan mengantarmu ke sini lagi, setelah kalian pulang sekolah...."

Tiara melepas pelukannya dari nisan Mamanya, lalu menghapus air matanya.

"Mama... Papa... Ara pulang dulu yaa... Besok Ara ke sini lagi. Mama Papa jangan nangis, Ara janji Ara tidak akan nangis lagi...." ujar Tiara lalu berdiri dan menerima uluran tangan tante Risya.

Sesampainya di rumahnya, mbak Tini langsung berlari ke arah Tiara, dan langsung menggendongnya.

"Nona Ara... Jangan bersedih lagi yaa, Mbak Tini akan tetap di sini menemani Nona Ara." seru mbak Tini yang sudah membantu mengasuh Tiara sejak bayi, dan menganggap Tiara sebagai anaknya sendiri.

"Ara tidak sedih lagi, karena kalau Ara sedih Mama dan Papa akan ikut sedih...." sahut Tiara.

"Mbak, tolong siapkan kamar untuk saya dan anak saya, mulai hari ini kami akan tinggal di rumah ini." perintah Tante Risya.

"Baik, Nyonya Risya... Saya antar Nona Tiara ke kamarnya terlebih dahulu...."

Mbak Tini baru saja melangkah ketika Tante Risya menghentikannya,

"Tunggu!"

"Ada apa lagi, Nyonya Risya?" tanya Mbak Tini.

"Saya akan tidur di kamar Kakak saya, jadi tolong ganti spreinya dengan yang baru...."

"Tapi bagaimana dengan barang-barang Nyonya dan Tuan?"

"Tentu saja saya akan memakainya, dan membuang yang tidak terpakai! Memangnya orang yang sudah mati masih membutuhkannya?!"

"Tapi, Nyonya Risya...."

"Tidak ada tapi-tapi! Cepat laksanakan perintah saya atau saya pecat! Sekarang saya yang berkuasa di rumah ini karena Tiara masih kecil, saya dan suami saya yang menjadi walinya...."

"Tidak apa-apa Mbak, Tante, Om dan Dasha sudah berbaik hati mau menemani Tiara di sini... Jadi biarkan saja Tante di kamar Mama...."

"Baiklah kalau begitu, setelah mengantar Nona Tiara ke kamarnya, saya akan merapikan kamar Tuan dan Nyonya...."

Tiara baru saja akan beristirahat ketika pintu kamarnya mengayun terbuka, dan Dasha masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Ada apa, Cha? Apa kamu mau menemani aku tidur di sini?" tanya Tiara sambil tersenyum lebar. Ia merasa senang kalau sepupunya yang cantik itu mau menemaninya.

Dasha mendengus, "Siapa yang mau tidur sama kamu... Aku mau melihat-lihat kamarmu." jawab Dasha sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar Tiara.

Lalu Dasha membuka pintu balkon, dan melihat pemandangan taman belakang dengan kolam renang dan saung kecil, yang biasa dipakai Mama dan Papanya Tiara duduk santai sambil berbincang-bincang.

"Aku menyukai kamar ini...." seru Dasha.

Tiara tersenyum lembut, "Kamu boleh kok tidur di sini bersamaku, Cha...."

Alih-alih menjawab, Dasha malah melengos dan keluar dari kamar Tiara.

Dan malam harinya, Tiara harus pindah ke kamar lain, dan Tante Risya mengancam tidak akan jadi tinggal di rumah Tiara, kalau Tiara tidak mau memberikan kamarnya pada Dasha.

Merasa takut kesepian, Tiara membiarkan Dasha mengambil alih kamarnya, biarlah ia mengalah yang penting tidak akan kesepian di rumah sebesar ini.

"Kenapa Non membiarkan Nyonya Risya memberikan kamar Non untuk Nona Dasha?" tanya Mbak Tina sambil membereskan baju-baju Tiara ke lemari baju di kamar barunya.

"Tidak apa-apa Mbak, daripada mereka tidak jadi tinggal di sini... Aku senang ada Tante Risya di sini... Wajahnya mengingatkanku dengan Mama...." jawab Tiara sambil menatap pantulan dirinya di standing mirror kayu berukiran rumit.

"Wajahnya saja yang hampir sama... Sifatnya jauh berbeda...." keluh mba Tina.

Dan sekarang, dua belas tahun kemudian, Tiara berdiri di depan standing mirror yang sama. Ia menghela nafas panjang setelah mengingat kejadian itu, dalam sehari ia kehilangan orang tuanya, dan terusir dari kamarnya sendiri.

Sejak saat itu mereka berkuasa atas rumah Tiara, dan bersikap seolah-olah Tiara lah yang menumpang hidup pada mereka, alih-alih mereka yang mengangkangi harta orang tua Tiara.

"Kamar ini hanya sedikit lebih kecil dari kamarku dulu... Setidaknya kamar mandi berada di dalam." desah Tiara mencoba menghibur diri.

Tiara melihat sekali lagi pantulan dirinya di depan standing mirror itu, memastikan seragam putih abu-abunya terlihat rapi, sebelum mengambil tasnya dan berangkat ke sekolah.

Awal Pertemuan

Kenzou menata ulang ruang kerja papi Hardhan yang kini sudah menjadi ruang kerjanya.

Ya, melalui rapat direksi dan pemegang saham, mereka sepakat Kenzou yang akan menggantikan papi Hardhan sebagai CEO HK Group, dengan persetujuan dari papi Hardhan langsung sebagai Chairman, sekaligus pendiri dan pemilik HK Group, yang menaungi lima perusahaan besar lainnya.

Sejurus kemudian papi Hardhan masuk, bersama dengan Dino yang mengekor di belakangnya.

"Kau merubah ruangan ini, Zou?" tanya papi Hardhan sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Iya, Pi. Seleramu terlalu tua untukku... Aku lebih suka memodernisasi semuanya...."Jawab Kenzou sambil terus asik menata meja kerjanya.

"Ah, seharusnya Kenzie saja yang Papi tunjuk sebagai CEO alih-alih kau Zou. Selera Kenzie sama dengan Papi...." ujar papi Hardhan.

Kenzou hanya menanggapinya dengan tawa lebar, ia tahu papinya itu hanya becanda, karena saat ini, Kenzie sudah menjabat sebagai CEO di K Group, salah satu perusahaan besar yang berada di bawah naungan HK Group. Atau dengan kata lain, anak perusahaan HK Group.

Papi Hardhan duduk di seberang meja Kenzou, dan dengan isyarat tangannya ia meminta Kenzou juga duduk di depannya.

"CEO adalah wajah dari perusahaan. Yang mengkomunikasikan visi perusahaan kepada publik dan juga pemerintahan. Papi percaya kau memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik, terkadang Papi melihat diri Papi sendiri padamu, Zou...." ujar Papi dan Kenzou mengangguk.

"Kau harus pintar-pintar memilih dan memilah berbagai macam proyek yang akan berdatangan ke mejamu nantinya... Karena kau yang akan bertanggung jawab untuk keputusan-keputusan skala besar yang akan kau ambil itu. Keputusan itu akan berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan, dan kebijakan bisnis perusahaan." lanjut Hardhan.

"Iya, Pi. Aku mengerti." sahut Kenzou.

"Kau memiliki tanggung jawab yang luas dan tak terbatas untuk mengelola perusahaan ini. Mulai dari Intangible Asset hingga Tangible Asset. CEO bukan hanya level tertinggi dari suatu perusahaan. CEO juga penentu arah, corak, hingga nilai suatu perusahaan di tengah masyarakat. Di tangannyalah perusahaan itu bisa maju dan berkembang pesat, atau malah mundur dan hancur...."

Kenzou menyukai saat-saat seperti ini, saat papi Hardhan memberinya berbagai nasihat, atau hanya saling bertukar cerita saja. Intinya Kenzou suka menghabiskan waktu bersama papinya itu.

"Mungkin kalau aku sudah mentok, aku bisa minta bantuan Papi...." ujar Kenzou sambil terkekeh pelan.

"Ya, kau bisa minta bantuan Papi, kapanpun kau membutuhkannya, tapi Papi sudah sangat mengenalmu, Zou. Kau bukanlah pria yang mudah menyerah, dan Papi yakin, kau tidak akan pernah datang ke Papi untuk meminta bantuan itu...." kekeh papi Hardhan.

"Papi terlalu melebih-lebihkan...."

"Dino, suruh masuk pria itu!" seru Hardhan, dan Dino langsung memberikan perintah melalui earpeacenya.

"Siapa Pi?" tanya Kenzou.

"Papi sudah menyiapkan Asisten Pribadi untukmu, pria ini yang terbaik di antara yang lainnya... Dan dia sudah menguasai lima bahasa juga." jawab Hardhan.

Sejurus kemudian pria yang dimaksud papi Hardhan datang, pria tinggi setinggi Kenzou, dengan wajah yang terlihat kaku tanpa senyum. Yang kini sedang setengah membungkuk ke papi Hardhan,

"Selamat siang, Boss Hardhan...." sapanya, lalu beralih ke Kenzou,

"Selamat siang, Boss Kenzou...." sapanya lagi.

"Siapa namamu?" tanya Kenzou.

"Nama saya Adzreil, Boss. Anda bisa memanggil saya Ariel." jawab Ariel.

"Baiklah, Ariel. Kau sudah bisa mulai bekerja besok... Dino, daftarkan sidik jarinya ke semua fasilitas eksklusif kantor ini!" perintah Hardhan langsung ke dua orang sekaligus.

"Baik, Boss. Ikut saya!"

Dan Ariel pun mengikuti Dino.

"Bagaimana menurutmu, Zou?" tanya papi Hardhan ketika Dino dan Ariel sudah keluar dari ruang kerjanya.

"Apa Ariel seumuran denganku, Pi?"

"Ya, dia juga satu kampus denganmu...."

"Oh i see...." gumam Kenzou.

Ya, Papi Hardhan memang membiayai kuliah beberapa bodyguardnya yang pintar secara akademik di kampus tempat Kenzou, Kenzie dan Alson kuliah, yang nanti akan dimasuki Keizaa dan Aliana juga. Sekaligus untuk menjaga anak-anaknya itu.

"Apa kau belum pernah bertemu dengannya? Aku menugaskannya berada tidak jauh dari lima meter denganmu...."

Kenzou menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tidak pernah melihatnya. Apa Papi juga menugasi seseorang untuk Kenzie?"

"Ya, pria yang sekarang menjadi asisten pribadinya...."

"Ah, Papi sudah mempersiapkan segalanya sedari dini rupanya yaa...."

Hardhan terkekeh pelan, "Papi hanya terbiasa melakukan semua itu, Papi harus memastikan semua berjalan sebagaimana mestinya, supaya Papi bisa tenang menghabiskan masa tua bersama dengan Mommymu...."

"Terima kasih, Pi... Untuk perhatianmu yang begitu besar kepada kami." ujar Kenzou dengan sepenuh hati.

"Itu sudah menjadi tugas Papi. Kau pun akan merasakan hal yang sama ketika kau sudah memiliki anak dan istri nanti... Kau pasti akan memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi, tanpa kekurangan suatu apapun." kata Papi, lalu melihat jam di lengannya.

"Bukannya hari ini giliranmu untuk menjemput Keizaa?" tanya papi Hardhan.

"Oh astaga aku lupa, kalau begitu aku jemput Keizaa sekarang, Pi."

Kenzou segera memasuki lift khusus CEO, yang langsung mengarahkannya ke private parking. Sebelum akhirnya melajukan mobilnya ke arah sekolah Keizaa.

Papi tidak mau putri satu-satunya itu pulang bersama supir, apalagi seorang diri. Jadi Kenzou dan Kenzie bergantian menjemput adik kesayangannya itu. Kalaupun mereka berhalangan, mereka akan meminta bantuan Alson.

Kenzou sampai bertepatan dengan bel sekolah yang berbunyi nyaring. Ia menunggu selama lima belas menit sebelum akhirnya Keizaa keluar gerbang dan berlari-lari kecil ke arah mobil Kenzou, dan langsung membuka pintunya.

"Kak, teman aku kehilangan uangnya jadi tidak bisa pulang naik angkot, dan dia tidak mau menerima uang dari aku... Jadi bolehkan kalau dia ikut sama kita?" tanya Keizaa.

"Maksudmu kita harus mengantarnya pulang ke rumahnya dulu? Oh tidak bisa, Zaa... Kakak harus segera kembali ke kantor, Papi masih menunggu kakak di sana...." tolak Kenzou.

"Kali ini saja kak... Please...." pinta Keizaa sambil memasang wajah melasnya, yang selalu berhasil meluluhkan hati kedua kakaknya itu.

Kenzou menghela nafas panjang sebelum berkata, "Ya sudah, tapi tidak ada lain kali yaa!" tegasnya dan Keizaa langsung sumringah.

"Tiara... Ayo sini!!" teriaknya, sebelum duduk di samping Kenzou dan menutup pintunya.

Dan Kenzou melihat teman yang Keizaa maksud tadi, gadis yang bernama Tiara itu terlihat cantik dan berkulit putih bersih seputih adiknya, Keizaa.

Sekilas gadis itu mengingatkannya pada seseorang, tapi Kenzou lupa siapa orang itu.

"Terima kasih kak karena bersedia memberikan aku tumpangan..." ujar gadis itu dengan suara lembut sambil duduk dan menutup pintu mobil.

"Hmmmm" sahut Kenzou.

Keizaa mengarahkan Kenzou ke arah rumah Tiara, dan sekali lagi Kenzou teringat kalau ia juga pernah ke daerah perumahan ini.

"Stop! Itu rumah Tiara...." seru Keizaa dan Kenzou langsung menekan pedal remnya.

"Kamu siapanya Dasha?" tanya Kenzou dengan suara dingin.

Dear Readers...

Maaf kemarin ada pembersihan group Penthouse, jadi semua anggota terpaksa di kick...

Untuk yang mau kembali masuk ke Penthouse readers bisa kok mengetuk pintunya lagi, sambil menyebutkan password yang team Penthouse minta, dan kami akan membukanya untuk readers yang menyebutkan password dengan benar.

Apa passwordnya?

Passwordnya adalah jawaban dari dua pertanyaan ini....

1. Siapa nama wanita yang berkata Kenzou lebih cocok dengan Dasha?

2. Siapa yang membantu Karina balas dendam selain Galang?

Nah tulis jawaban dari dua pertanyaan itu di kolom alasan ingin join ke group yaa...😊

Terima Kasih and happy reading....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!