NovelToon NovelToon

Suami Pengganti

Bagian 1

Dinda menatap sinis seorang pria yang sedang berdiri tegap di depan pagar rumah masing-masing. Tatapan mereka penuh kebencian satu sama lain.

"Wanita tidak tahu terima kasih! sudah aku tolongin, eh malah nuduh aku maling! dasar wanita sialan." Kesal Deniel dalam hati menatap sinis wanita yang tengah berdiri menatap murka pada dirinya.

"Lihatlah pria kampret ini. Bukannya minta maaf udah maling tas aku, eh malah gak ngaku. Munafik sekali!" Batin Dinda.

"Aku tahu, rencana perampokan tas ku itu udah ia rencanakan. Dan dia sok-sokan jadi pahlawan kesiangan buat nolongin aku. Padahal dialah dalang dibalik semuanya!" batin Dinda dengan mulut berkomat-kamit karena kesal.

"Apa kau lihat-lihat heh!" bentak Deniel menatap jengah pada tetangganya itu.

"Idih siapa juga yang liat-liat kau? ganteng juga enggak, jelek iya." Ucap Dinda langsung membuka pagar rumahnya dan masuk.

"Dasar wanita gila!" teriak Deniel yang masih berdiri di depan pagar rumahnya.

Deniel kemudian melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Namun terhenti karena teriakan dari tetangga sialannya.

"TOLONG!! " Teriak Dinda keluar dari rumahnya.

"Hei kau, cepat tolong aku!" pinta Dinda menghampiri Deniel dengan raut wajah yang sangat panik.

"Tolong? gak salah dengar nih aku?" ucap Deniel membuang muka pada wanita yang tengah panik itu.

"Ayolah jangan berdebat sekarang! kau harus menolongku! ini menyangkut hidup mati seseorang tau!" ucap Dinda menarik paksa Deniel untuk masuk ke rumahnya.

Deniel melihat seorang wanita yang meringis kesakitan sambil memegangi perut yang sangat besar. Dia adalah Salma, kakak ipar dari Dinda.

"Dinda tolong kakak! sakit banget!" keluh Salma, sang kakak ipar yang sudah mau melahirkan.

"Ayo cepat angkat kakak ku!" desak Dinda pada Deniel yang terlihat enggan untuk membantu.

"Nyokap sama bokap mu mana? ko harus aku sih yang nolongin?" protes Deniel ikut panik.

"Kalau ada nyokap sama bokap ku, ya gak mungkin lah aku minta tolong sama mu dasar kampret! cepat angkat kakak ku sekarang juga!" paksa Dinda menatap jengah pada pria yang meulur-ulur waktu itu.

Dengan terpaksa Deniel menurutinya. Ia memasukan kakak ipar itu ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan sedang.

"Aduh kakak jangan tarik-tarik rambut aku dong! sakit nih!" kesal Dinda pada kakak ipar yang menarik-narik rambut bergelombangnya.

"Aduh! sakit banget Din! kakak gak kuat. Kakak mau ngelahirin di sini aja deh!" ucap Salma asal dengan tangan yang terus-terusan menjambak rambut adik iparnya

"Eh jangan ngelahirin disini! aku masih polos ini!" cegah Deniel yang masih mengendarai mobil tersebut.

"Udah jangan ikut bacot deh. Ngebut dong! ngebut!" kesal Dinda yang pasrah rambutnya ditarik-tarik oleh kakak ipar.

Sesuai permintaan, Deniel langsung tancap gas. Salip menyalip sudah ia jalankan. Terus gas pol agar cepat sampai pada tujuan.

"Kita ke dukun beranak aja yah? lebih dekat." Tawar Deniel.

"Dukun beranak? enggak, enggak, entar yang ada kakakku di guna-guna lagi." Tolak Dinda.

"Aduh sakit! Aaaaaaaaa! " teriak Salma dengan nyaringnya sampai mau pecah gendang telinga Dinda dan Deniel.

"Gila tuh kepalanya udah nongol!" seru Deniel melirik sekilas.

"Ya udah kak, terus! terus!" terlanjur kepala sang bayi sudah muncul, Dinda pun menyuruh kakak iparnya untuk melanjutkan aksinya

"Woi kampret! fokus nyetir aja, jangan curi-curi pandang kau!" bentak Dinda pada Deniel yang nyetir sambil mulut yang komat-kamit membaca istigfar.

Deniel tak menggubris ocehan Dinda. Ia fokus menyetir menuju rumah sakit. Sedang kan Dinda, sibuk menangani kakak iparnya yang melahirkan di dalam mobil.

"Euweww uuuwwwww. " Tangisan bayi pun terdengar.

Dan beruntung, mereka telah tiba di rumah sakit.Dokter langsung menangani si bayi dan ibunya.

Like, komen, dan vote.

Bagian 2

Dinda mencoba menghubungi kakaknya, Titan. Panggilan sudah berdering, namun naas panggilan tersebut ditolak oleh sang kakak.

"Kakak laknat, malah di tolak!" kesal Dinda dan mencoba lagi untuk menghubungi Titan. Panggilan pun terhubung.

"Ya ada apa?" kesal Titan karena mengganggu meetingnya.

"Ada apa kata mu? cepat ke rumah sakit sekarang juga!" tak kalah pedas mulut Dinda memarahi sang kakaknya itu.

"Untuk apa? aku lagi sibuk meeting Din!" jawab Titan.

"Untuk apa, untuk apa, noh istrimu ngelahirin." Geram Dinda pada Titan yang tak peka-pekanya menjadi seorang suami.

"Apa? ya udah aku akan segera ke sana." Panggilan pun berakhir.

Dinda kemudian menelpon kedua orang tuanya yang sedang menghadiri sebuah acara.

"Ada apa Din?" tanya Mama Ratna pada sang anak dari sambungan telepon.

"Mah, cepat ke rumah sakit sekarang juga. Kak Salma melahirkan." Jelas Dinda.

"Oh iya nak, mama sama papa langsung ke sana ya. Kamu jaga baik-baik cucu kami, jangan sampai tertukar." Ucap Mama Ratna senang dan langsung mengakhiri panggilan.

"Emangnya barang sampai ketukar. Ada-ada aja lah." Ucap Dinda mengoceh pada panggilan yang sudah berakhir tersebut.

"Orang gila!" ucap Deniel pelan melirik sekilas tetangganya itu.

"Apa katamu tadi heh?" Dinda sontak menatap tajam pria yang sedang menghapus keringat yang membasahi wajah tampannya itu.

"Tidak ada." Elak Deniel. Ia malas sekali berdebat dengan orang rada-rada miring menurutnya.

"Heh jangan ngelak deh, aku tahu kau…."

"DINDA!" belum sempat Dinda menyelesaikan kalimatnya, teriakan kakak ipar yang begitu nyaring dari dalam ruangan.

"Siapa di sini yang namanya Dinda?" tanya perawat menghampiri mereka.

"Saya, ada apa ya?" tanya Dinda panik dengan kondisi Salma.

"Pasien ternyata akan melahirkan lagi. Dia minta di temenin kamu." Pinta perawat.

Dinda dan Deniel langsung mengernyitkan dahinya secara bersamaan.

"Bukannya kakakku udah lahiran ya?" tanya Dinda.

"Iya sudah, tapi kembarannya belum keluar." Jelas perawat.

"Ayo cepat." Tak ingin berlama-lama perawat pun menarik paksa tangan Dinda.

Dinda deg-degan menemani kakak iparnya lahiran. Ia juga dibuat takut melihat berbagai alat medis yang mengerikan.

"Dinda! dimana suamiku?" tanya Salma dengan tangan yang menjambak rambut sang adik ipar.

"Iya sabar kak, kak Titan masih di jalan." Ucap Dinda menahan rasa sakit di kepalanya.

"Bukannya suaminya yang ada di luar tadi ya?" batin salah seorang perawat dan langsung menghampiri Deniel yang duduk santai melepaskan rasa penatnya.

"Pak, ayo cepat ikut saya." Tarik perawat tersebut.

"Loh ada apa ini?" tanya Deniel bingung.

"Sudah Pak jangan banyak tanya, istri anda sekarang sangat membutuhkan anda." Jelas perawat tersebut.

"Istri? eh dengar ya, aku ini gak punya istri." jawab Deniel.

"Sudah lah Pak, semua papa muda pasti bilangnya kayak gitu." Ucap perawat yang salah tanggap.

"AAAAAAAAA." Teriakan Salma yang begitu nyaring.

"Astaga, apa yang kulihat ini." batin Deniel menutup matanya melihat hal yang menurutnya tak wajar bagi pria yang masih polos.

"Terus kak! terus!" Dinda memberikan semangat pada Salma yang sudah dilumuri keringat yang terus bercucuran.

"AAAAWWWWW!" Pekik Deniel merasakan sakitnya karena mendapat cakaran tiba-tiba oleh Salma.

Cakaran demi cakaran hampir memenuhi wajah Deniel. Sama halnya dengan Dinda, rambutnya yang indah itu rontok gara-gara jambakan begitu kuat dari kakak iparnya.

"Sedikit lagi mbak." Ucap dokter terbukti.

"Ayo dong cepat di keluarin.Gak tahan lagi nih muka kena cakar!" keluh Deniel merasakan perih pada wajahnya.

"Aduh Din, kakak gak kuat. Operasi aja deh." Keluh Salma tak kuat mengeluarkan sang buah hatinya lewat miliknya.

"AAAAAAAAAaaaaaa! " teriak Salma berusaha sekuat tenaga.

"Uuueeeeeeeewww! uuuuueee!" tangisan bayi pun terdengar dari ruangan.

Deniel dan Dinda bisa bernafas lega. Nafas mereka tak beraturan setelah mendampingi Salma saat bersalin.

Deniel dan Dinda memutus untuk keluar dari ruangan. Mereka duduk pada kursi panjang yang ada di rumah sakit. Tanpa di sadari, Dinda bersandar pada pundak musuhnya itu.

"Ngeri juga yah jadi cewek, harus ngelahirin kayak gitu." Ucap Deniel belum menyadari kalau musuhnya itu sedang bersandar pada pundaknya.

"Ya iyalah. Makanya cewek itu harus di sayangi dan dimanjain. Jangan cuman bisa buat aja." Ucap Dinda.

Deniel melirik wanita yang sedang bersandar pada pundaknya. "Sudah berapa lama wanita gila ini nangkring disini?" batin Deniel merasa ilfil pada Dinda.

Dengan cepat Deniel langsung mendorong Dinda menjauh darinya.

"Gak ada akhlak! ngapain kau main dorong-dorong aku heh!" kesal Dinda menatap tajam pada Deniel.

"Hina sekali dirimu itu! cari-cari kesempitan dalam kesempatan lagi." Ucap Daniel salah pengucapan kalimat.

"Kesempatan dalam kesempitan!" ucap Dinda mengoreksi kalimat musuhnya yang salah.

"Sama aja kali." Ucap Deniel tak mau kalah beradu argumen.

"Dinda! dimana istri kakak." Ucap Titan yang baru saja datang dan tak lama kemudian kedua orang tuanya pun datang juga.

"Dimana menantu sama cucu mama?" tanya Mama Ratna khawatir.

"Tenang aja kok Ma, Pa, kak Salma dan bayi kembarnya baik-baik aja kok." Jelas Dinda.

"Din, kenapa penampilan kalian berdua acak-acakan kayak gini?" tanya Papa Tito melihat dari bawah sampai atas Deniel dan Dinda.

"Kalian gak ngapa-ngapain kan?" selidik Mama Ratna.

"Ya gak lah Tan." Ucap Deniel.

"Lalu?"

"Kami itu nemenin Kak Salma bersalin, jadi inilah hasilnya." Jelas Dinda.

Sontak mereka tertawa mendengar cerita yang dirasa sangat lucu itu.

"Udahan deh ketawanya. Ayo." Ajak Titan masuk ke dalam ruangan istrinya.

Mereka pun mengikuti dari belakang.

Like, komen, dan vote.

Bagian 3

Titan sudah selesai mengadzani anak kembarnya. Semuanya sangat gemas melihat bayi kembar pengantin tersebut.

"Makasih ya Din, udah bantuin kakak lahiran." Ucap Salma pada adik ipar yang terlihat sangat capek.

"Oh gitu sekarang, muka habis dicakar kucing ini gak di anggap gitu?" singgung Deniel sambil melipat kedua tangan di atas dada.

"Oh iya sampai lupa kalau tetangga udah bantuin juga. Makasih ya Deniel." Ucap Salma merasa bersalah melihat ganasnya ia mencakar wajah tetangganya itu.

"Kalau gak ada kalian, entah gimana kah nasib istri dan anakku." Ucap Titan sangat bangga dengan Dinda dan Deniel.

"Sudah jangan bahas itu, jijik aku." Ucap Deniel risih kala mengingat istri temannya yang melahirkan di dalam mobil.

Deniel dan Titan memang sahabatan cukup lama. Umur Deniel sama dengan Titan. Mereka satu kelas waktu SMA dulu. Jadi tidak heran, Deniel cukup akrab dengan Titan. Tapi tidak dengan Dinda, musuh bebuyutannya itu. Setiap bertemu, ada saja hal-hal yang menjadi topik adu argumen mereka. Entahlah apa mereka tidak capek selalu bertengkar?

"Aku jadi pengen nambah lagi." Goda Titan tersenyum nakal pada sang istri.

Sontak yang mendengarnya senyum-senyum.

"Astaga kakak gak ada akhlak. Istri baru aja ngelahirin udah pengen nambah. Emang hasrat lelaki tiada habisnya." Batin Dinda cekikikan. Padahal dalam hati, ia sudah dibuat ngakak.

"Gila nih si Titan, bini baru ngelahirin udah pengen nambah. Astoge." Deniel menggelengkan kepalanya sambil bicara dalam hati.

Kedua orang tuanya saling pandang sambil cekikikan mendengar ucapan putra sulung mereka.

Salma langsung mendorong wajah suaminya yang berjarak cukup dekat dengan wajahnya. "Enak aja minta tambah. Besarin dulu nih si kembar!" kesal Salma pada sang suami.

Tawa yang sedari ditahan-tahan kini pecah.

"Ma, Pa, aku duluan ya udah ngantuk nih." Pamit Dinda menghentikan tawanya dan mendapatkan respon anggukan dari kedua orang tuanya.

Tidak ingin berlama-lama, Dinda pun langsung keluar dari ruangan kakaknya dan berjalan menuju parkiran.

"Woi botol kecap!" teriak seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Deniel yang berjalan berjalan menghampiri Dinda.

"Gak ada adab emang kaleng sarden! kenapa heh?" ucap Dinda melanjutkan langkah kakinya dengan perlahan dan diikuti Deniel.

"Aku pulang sama kamu kan?" tanya Deniel.

Dinda yang mendengarnya langsung menghentikan kakinya melangkah. "Pulang sama aku? enak aja. Pulang sendiri!" ucap Dinda dengan tawa ledekannya.

"Aku sih gak ngarep banget sih pulang sama kamu. Tadi aku cuman diminta papa mu buat nyetir mobil, karena botol kecap ini gak bisa nyetir." Singgung Deniel dan lebih dulu meninggalkan Dinda.

"Waduh benar juga yah, " batin Dinda.

"Woi tunggu." Dinda menghentikan langkah Daniel. Ia kemudian menyodorkan kunci mobil pada musuhnya itu.

"Heh baru nyadar kau?" singgung Deniel tersenyum kemenangan.

Mereka berjalan bersamaan dan sampailah pada parkiran. Saat membuka pintu mobil, mata mereka terbelalak melihat hal yang menjijikan. Banyak sekali darah yang mengotori mobil mewah tersebut.

Rupanya darah tersebut berasal dari persalinan Salma waktu di mobil itu. Dinda langsung menutup pintu mobil tersebut. Deniel bergelidik ngeri melihatnya. Sama halnya dengan Deniel, Dinda rasanya ingin muntah.

"Dengar ya botol kecap, aku gak mau naik mobil ini." Ucap Deniel.

"Siapa juga yang mau naik mobil ini? aku aja gak mau. Menjijikan sekali." Balas Dinda langsung memesan taksi online melalui ponselnya.

Tidak lama kemudian, taksi pun datang. Dinda dan Deniel pun langsung masuk. Perlahan tapi pasti taksi meninggalkan area rumah sakit dan menuju perumahan mereka.

Diperjalanan, Dinda sibuk dengan gawai nya untuk membalas beberapa pesan masuk dari sang pacar, Bayu. Dinda sudah 2 tahun menjalin hubungan dengan pria yang sekarang ini sudah berhasil menjadi seorang dokter anak.

Sifat ramah dan penyayang itulah membuat Dinda jatuh hati pada dokter muda nan tampan itu. Beberapa bulan lagi, mereka akan melangsungkan pernikahan.

Drutt

Dering ponsel Dinda berbunyi. Ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Halo sayang!" seru Dinda pada calon suaminya itu.

"Kamu ada dimana sekarang?" tanya Bayu dari sambungan telepon.

"Ekhem!!" Deniel mendehem dengan keras.

"Sayang, itu siapa ya?" tanya Bayu mulai berasumsi yang tidak-tidak.

"Ah tidak sayang, itu cuman suara burung kakak tua punya papa." Elak Dinda menatap murka pada musuh besarnya itu.

"Uhuk! uhuk!" lagi-lagi Deniel mengganggu dengan pura-pura batuk.

Sontak saja Dinda memasang wajah sangarnya dan memberikan kode pada Deniel untuk diam.

"Burung kakak tuanya sekarang, udah bisa niruin suara batuk ya sayang?" tanya Bayu.

"Iya sayang, burung kakak tuanya lagi sirik deh sayang sama kita.Makanya dia gangguin terus." Ucap Dinda asal.

"Wah sembarangan nih si kecap! pakai bilang aku burung kakak tua lagi?" batin Deniel menatap jengkel pada wanita satu taksi dengannya.

"Makanya sayang, suruh papa kamu buat cariin jodoh buat burung kakak tuanya. Biar gak ngiri lagi, " Bayu meladeni ucapan asal Dinda.

Ia tak tahu yang dimaksud burung kakak tua itu adalah Deniel, musuh bebuyutan Dinda.

"Iya sayang ini juga udah dapet pasangan buat burung kakak tuanya. Janda cocok gak buat si burung kakak tua?" ucap Dinda tertawa menatap Deniel yang sudah memendam amarah.

"Hahahahha kamu ini." Bayu tetawa dengan lelucon calon istrinya itu. "Udah dulu ya sayang, nanti aku telpon lagi. I love you." Pamit Bayu.

"I love you too" balas Dinda dan kemudian panggilan berakhir.

"Alay." Ucap Deniel mendengar gaya pacaran Dinda dan Bayu.

"Alay-alay gini tapi kami saling mencintai dan menyayangi. Tidak seperti mu yang gagal berumah tangga." Balas Dinda membuat Deniel mengepalkan tangannya.

Deniel menatap Dinda dengan tatapan mengerikan. Deniel tidak menyukai kalau masa lalunya diungkit-ungkit. Luka lama yang mulai pulih kini terbuka lagi karena Dinda yang mengingatkannya kembali masa lalu begitu menyakitkan.

"Kita lihat saja nanti, apakah calon suamimu akan meninggalkan mu sama seperti masa lalu ku!" lama menatap penuh kengerian, Deniel pun memberikan kata-kata yang terkesan sumpah untuk musuhnya.

Deniel mengalihkan pandangan pada kaca mobil. "Aku memang gagal berumah tangga, tapi aku tidak gagal mendidik anakku untuk memiliki akhlak yang baik pada orang lain. Tidak seperti mu?" tukas Deniel membuat Dinda diam seru bahasa.

Ada rasa penyesalan dibenak Dinda. "Astaga, kenapa aku mengungkit ini?" batin Dinda sangat menyesali kalimat yang keluar secara spontan itu.

Dring!

Panggilan video call pada ponsel Deniel. Ia pun segera mungkin mengangkatnya.

"Papa!" seru anak kecil yang begitu di rindukan Deniel.

"Gio, kamu belum tidur Nak?" tanya Deniel pada sang anak.

"Aku nungguin Papa buat makan malam sama-sama. Papa kapan pulangnya nih?" rengek Gio membuat Deniel gemas melihatnya.

"Iya, Papa udah dijalan ko." Jawab Deniel.

"Oke deh Pa, jangan lama-lama ya.Dadah!" anak masih duduk di taman kanak-kanak itupun langsung mengakhiri panggilan tersebut.

Hadirnya Gio lah yang membuat Deniel bisa bertahan untuk melanjutkan hidupnya. Amat sayangnya Deniel pada putra semata wayangnya itu.

Taksi pun sampai tepat di depan rumah Dinda. Deniel langsung membayarnya dan langsung pergi menuju rumahnya.

Like, komen, dan vote.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!