"Yun pernah dengar ada yang buka lowongan kerja nggak?" tanya Jasmine menatap temannya yang masih makan di depannya.
Yang namanya disebut melihat pada orang di depannya.
"Kamu yakin mau kerja?" tanya Yuna balik pada temannya.
"Iya lah kalau tidak yakin buat apa nanyak, tahu sendiri aku datang dari Surabaya buat cari kerja"
"Orang tuamu kan punya restoran buat apa juga harus capek cari kerja tinggal bantuin orang tua mu ajakan"
Jasmine memutar bola matanya malas mendengar ucapan temannya yang doyan makan ini.
"Aku mau mandiri kali, lagian di sana udah ada adek ku yang bantuin, aku mah lain jalur sama mereka"
"Kamu kan emang begitu dari masih bocah udah lain sendiri jangan-jangan kamu bukan anak mereka lagi,, adauw"
"Makanya kalau ngomong itu jangan sembarangan kalau dengar bibi aja baru nyaho lu" ucap Jasmine setelah menjitak temannya.
"Ya maaf sengaja"
Kalau saja gadis di depannya ini bukan temannya sudah pasti Jasmine akan memukulnya lebih keras lagi. Atau kalau perlu sekalian di kirim ke kutub.
"Aku serius nih ada tidak!" ucap Jasmine menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Ada sih tapi kamu harus cepat daftar kalau mau soalnya tuh tempat banyak jadi incaran orang yang mau kerja" sahut Yuna.
"Dimana tempatnya?" tanya Jasmine antusias.
Yuna memberikan selembar kertas berisikan nama perusahaan yang dia maksud. Kebetulan sekalikan kemarin waktu ia buka internet menemukan pengumuman itu dan mencatatnya karena tahu temannya ini akan mencari kerja.
Jasmine dan Yuna memang sudah berteman sejak SMA karena memang Jasmine yang sudah menempuh pendidikannya di Jakarta.
Jauh dari keluarga membuat Jasmine harus pandai-pandai mengatur keuangannya sendiri walaupun kiriman dari orang tuanya sangat cukup untuk kebutuhannya sendiri.
Hingga kuliah Jasmine tetap bertahan di Jakarta melanjutkan sekolahnya.
Setelah lulus kuliah Jasmine sempat kembali ke Surabaya karena ayahnya sakit dan ibunya harus merawat ayahnya. Itulah sebabnya ia harus menggantikan orang tuanya mengurus restoran.
Setengah tahun kemudian Jasmine pergi saat ayahnya sudah sembuh. Dia pergi jalan-jalan ke beberapa kota menggunakan uang yang ia tabung selama menggantikan ayahnya di tambah tabungannya dari masa sekolah.
Satu tahun setengah ia berkelana kemana saja yang ia inginkan seorang diri dan tujuan akhir perjalanannya adalah Jakarta lagi.
Di sini Jasmine ingin bekerja dan menetap untuk waktu yang belum ia tentukan kapan.
Jasmine pulang ke kosan yang sudah dia sewa untuk setengah tahun kedepan. Semua berkas miliknya untuk melamar pekerjaan di paste kedalam laptopnya.
Lamaran dikirimkan Jasmine melalui akun sosmed perusahaan yang membuka lamaran lewat online untuk mempermudah seleksi.
Setelah mengirimkan semua berkasnya satu jam kemudian gadis itu mendapat balasan melalui email yang mengatakan jika besok dia harus datang keperusahaan langsung dan membawa berkas biodata aslinya.
Tentu saja Jasmine sangat senang mendapat kabar baik itu. Ia bahkan memilih tidur lebih awal agar tidak terlambat besok.
Paginya gadis cantik itu bersiap setelah sarapan. Celana panjang bahan dan baju kemeja putih yang dimasukkan kedalam celananya di tambah ikat pinggang kecil yang melingkar indah di pinggangnya.
Make up tipis sudah cukup menghiasi wajahnya yang memang sudah cantik. Walau hanya krim wajah yang di lapisi bedak dan lipstik yang tidak tebal tapi pesonanya tidak perlu dihiraukan lagi.
Jasmine melangkah keluar dan memesan ojek online untuk mengantarkannya ke perusahaan. Tapi sayang kemacetan tiba-tiba terjadi membuat motor tidak bisa bergerak.
"Masih jauh lagi ya pak perusahaannya?" tanyanya.
"Tidak non, tuh 100 meter lagi baru belok sampe kita"
"Macetnya kayaknya masih lama ya pak"
"Iya non kayaknya gitu"
"Saya turun aja deh pak dari pada kesiangan"
Tanpa menunggu jawaban dari si tukang ojek Jasmine sudah berjalan cepat menjauhi motor yang tadi di tumpanginya. Terkadang ia juga sedikit berlari agar lebih cepat sampai.
Tidak mungkinkan hari pertama masuk kerja sudah terlambat bisa kena marah atau paling tidak langsung dipecat sebelum kerja.
Betapa kesalnya Jasmine melihat jalanan yang sudah kembali lancar saat ia tinggal masuk area perusahaan. Sambil menggerutu Jasmine mendekati loby.
"Huh bikin capek aja sih, kalau dari tadi lancarkan tidak rugi udah bayar full tuh ojek, mana drivernya tua lagi nggak ada enak-enaknya banget"
"Tenang Jasmine tenang hari ini kamu mulai kerja jadi jangan rusak mood cuma karena macet"
Gadis itu menarik napas lalu membuangnya kembali hingga emosinya netral barulah dia melangkah maju.
Tapi baru satu langkah dia sudah dikejutkan dengan suara klekson mobil yang nyaring hingga membuatnya berjingkat kaget.
Emosinya kembali membara mendapat perlakuan seperti itu dari mobil yang berhenti di sampingnya itu. Entah siapa yang didalam tidak dapat ia lihat karena laca mobil yang gelap.
"Hey dasar orang sombong baru naik mobil aja udah kagetin orang gimana kalau naik helikopter pasti bakalan lemparin orang yang dibawahnya pake krikil"
"Untung aja aku tidak punya penyakit jantung ya kalau ada udah mati disini aku, turun kau" kata Jasmine mencak-mencak sambil mengacungkan jari telunjuknya menantang.
Pintu bagian belakang terbuka menampakkan sepatu hitam mengkilap yang pastinya mahal. Di susul munculnya wajah pria yang sangat tampan.
Jasmine sempat terpesona melihatnya tapi saat mengingat pemuda itu sudah mengagetkannya ia kembali marah.
"Kau bisa bawa mobil tidak! kalau tidak bisa, tidak usah bawa dari pada bikin orang mati karena kau teledor alias tidak bisa bawa tuh mobil"
"Kalau aku punya penyakit jantung tadi gimana coba! aku pasti mati tuh trus kalau aku mati kau akan ku takutin trus ku cekik kau" ucap Jasmine tanpa henti dan memperagakan ucapan terakhirnya yang akan mencekik orang.
Pemuda yang sudah didekat Jasmine itu hanya menatapnya lalu menggerakkan tangannya mengusir.
"Apa?" tantang Jasmine
"Minggir jangan halangi mobil ku yang mahal, mau lewat" ucapnya.
"Siapa kau ngatur aku? serah aku lah mau dimana kek nagpain kek, kaki ku sendiri" sewotnya.
"Cerewet emang, terserah kalau tidak mau minggir jangan salahin aku kalau ketabrak, aku yang akan minta ganti rugi mahal mobilku soalnya" ucap pemuda itu sombong berbalik kedalam mobilnya.
Mobil mewah itu di pacu seakan ingin melaju kencang. Jasmine yang maaih ingin hidup langsung ngacir masuk kedalam loby dari pada ketabrak.
"Dasar sinting tidak waras, awas aja kalau ketemu lagi ku sumpahin kau dapat cewek bohay kayak aku" sungut Jasmine kesal.
Untungnya ia datang saat perusahaan belum terlalu ramai jadi tidak ada yang akan menonton aksinya yang marah-marah tadi. Hanya ada beberapa karyawan yang sudah standbay didalam.
Jasmine mendekati meja resepsionis untuk bertanyaa lebih dulu biar nggak nyasar atau disangka maling pikirnya.
"Permisi mbak saya kemarin malam kirim surat lamaran kerja katanya disuruh bawa identitas asli hari ini" ucap Jasmine sopan.
"Oh sebentar ya mbak, siapa namanya mbak?" tanya resepsionis wanita itu tak kalah sopan.
"Jasmine Putri mbak"
"Ok sebentar mbak Jasmine"
Wanita itu melakukan panggilan entah pada siapa lalu menutup panggilan dan tersenyum pada Jasmine.
"Silahkan naik kelantai 20 mbak nanti cari aja ruangan yang ada nama Budianto yang pintu kedua dari lift ya mbak" jelas si resepsionis.
"Terima lasih ya mbak saya pergi dulu" sahut Jasmine yang mendapat anggukan dan senyuman dari wanita itu.
Sesuai petunjuk yang diberikan Jasmine mengetuk pintu yang terdapat tulisan General Manager Budianto di pintu.
"Masuk" Ucap suara dari dalam
Jasmine membuka pintu dan masuk kedalamnya. Disana ada seorang pria yang nampak masih muda duduk di kursi tanpa menatapnya.
"Permisi pak" ucap Jasmine mengalihkan perhatian pria itu.
"Perlu apa ya dan siapa nama kamu?"
"Nama saya Jasmine Putri pak, saya yang mau jadi asisten CEO di sini" ucap Jasmine semanis mungkin.
"Jadi kamu yang mau jadi asisten ya! bawa dokumen biodata aslikan!"
"Ini pak" Jasmine menyerahkan amplop cokelat pada pria itu.
"Baiklah, ayo saya antar ke ruangan CEO" ucapnya bangkit dari duduk.
Jasmine mengikuti langkah pria tampan itu masuk kedalam lift yang ternyata hanya satu lantai diatas mereka.
"Ruangannya cuma satu lantai lagi pak!"tanya Jasmine penasaran.
"Iya dan jangan panggil saya bapak, tua banget jadinya panggil Aan aja supaya lebih akrab" ucapnya keluar dari lift.
"Kalau mas Aan aja gimana! lebih sopan juga" sahut Jasmine.
"Nggak masalah, semoga kamu betah ya kerja sama CEO nya, kalau sifatnya aneh menurut kamu jangan diambil pusing karena dia itu masih terlalu muda walau prestasinya nggak bisa di remehin"
"Oh ya! berapa umur CEO mas?"
"Baru 25 tahun tapi dia udah jadi pimpinan dari umur 21"
"Wah beda 4 tahun dong sama saya"
"Kamu masih 21 tahun"
"Iya mas"
Keduanya berhenti di depan pintu berwarna hitam yang bertuliskan CEO pada papan kecil yang menempel disana.
Aan mengetuk pintu tiga kali dan terdengar suara sahutan dari dalam.
"Nah udah dateng dia, ayo masuk"
"Iya terimakasih ya mas udah mau nganterin kesini"
"Nggak masalah santai aja" ucap Aan membuka pintu dan masuk diikuti Jasmine dibelakangnya.
"Direktur ini orang yang mau jadi asisten anda"
"Selamat pagi Direktur nama saya Jasm.."
"Kamu!!" teriak hadis itu menunjuk orang didepannya kaget dengan mata yang melotot.
Pemuda didepannya menyunggingkan senyum evilnya melihat gadis di depannya.
"Hay gadis tak sopan kita ketemu lagi ya!" ucap pemuda itu dengan nada mengejek.
"Kalian saling kenal?" tanya Aan bingung karena ternyata kedua orang itu kenal.
"Tidak juga, kita cuma ketemu dibawah tadi sebentar iyakan gadis tak sopan!" ucapnya.
"Mung..kin" ucapnya kikuk.
Siapa yang menyangka jika pemuda yang tadi pagi membuatnya kaget setengah mati ternyata Direktur perusahaan ini. Dan yang lebih parahnya lagi dia malah akan bekerja mengikuti orang itu.
"Kalau tidak ada lagi kau pergilah" ucap pria itu pada Aan.
"Baiklah" sahut Aan berlalu.
Ingin rasanya Jasmine ikut keluar bersama Aan atau menahannya di sini. Tapi itu akan terlihat konyol. Jasmine ingin sekali melemparkan dirinya keluar dari sana dari pada harus bertemu dengan pria itu lagi.
"Jasmine ya, tidak buruk" ucap pemuda itu menatap Jasmine dari atas sampai bawah.
"Dasar mesum apa yang kau lihat! mau ku congkel matamu itu!" galak Jasmine.
"Apa katamu mesum? hey nona aku ini hanya melihat penampilan orang yang akan jadi asistenku saja karena dia akan selalu mengikutiku jadi aku harus memastikan penampilannya supaya tidak bikin malu"
"Terserah sajalah" ucap Jasmine diam.
Ia berpikir mungkin dengan bicara tidak sopan maka dia tidak akan diterima bekerja disini. Karena tidak ada yang akan mau mempekerjakan orang yang tidak sopan jadi dia tidak perlu bertemu lagi dengan pemuda itukan.
"Wah kau benar-benar tidak sopan sekali ya"
Jasmine hanya berdehem menjawabnya dengan wajah yang menahan kesal ingin pergi dari tempat itu.
"Kau mandi tidak tadi sebelum kesini?" tanya pemuda itu santai sambil membuka map di mejanya.
"Tentu saja aku mandi, tidak lihat sudah cantik dan wangi begini, mungkin kau yang tidak mandi" celetuk Jasmine.
"Tahu dari mana kau aku tidak mandi! jangan asal bicara ya wangi tubuhku selalu menjadi dambaan semua wanita kau tahu" sangkal Andrian menatap gadia di depannya.
"Iya dambaan untuk di usir karena ingin muntah" ucap Jasmine kelewat santai.
"Memangnya kau mau muntah dekatku!"
"Tentu saja bahkan rasanya ingin ku keluarkan di mejamu itu"
Andrian bangkit dari duduknya lalu memakai dasi sembari berkaca pada cermin yang terdapat di sudut ruangan itu.
"Kau adalah gadis paling tidak sopan yang pernah aku temui"
"Bawa itu ikut aku" ucap Andrian melemparkan jasnya pada Jasmine yang masih berdiri di depan meja kerjanya.
"Apa maksudmu? aku bahkan tidak bilang mau bekerja atau tidak, kau juga tidak mengatakan.."
"Kau di terima, ayo cepat" ajak Andrian keluar dari ruangannya.
"Ck kenapa harus di terima sih padahal udah nggak sopan" gerutu Jasmine mengikuti langkah atasannya.
Kini kedua orang berbeda jenis ini sudah berada dalam lift menuju lantai dasar. Jasmine yang kesal pada Andrian yang merupakan atasannya berdiri cukup jauh dari pemuda itu.
"Nanti di depan banyak orang panggil saya Direktur" ucap Andrin.
"Tidak mau" tolak Jasmine terang-terangan
"Mau tidak mau kau harus mau, kalau hanya ada aku dan Aan terserah kau saja mau bagaimana tapi jangan merusak citraku didepan yang lain dengan panggilan tidak sopanmu itu"
"Ya ya ya terserah anda saja bapak Direktur"
"Jangan pakai bapak, cukup Direktur saja aku masih sangat muda untuk jadi bapakmu"
"Masih mending di panggil bapak Direktur dari pada di panggil bapak tua cerewet"
"Diamlah gadis tidak sopan kita sudah sampai lantai bawah"
Jasmine dan Andrian keluar dari lift, banyak para karyawan yang menyapa Andrian.
"Selamat pagi Direktur"
"Pagi Direktur"
Sapa mereka ramah yang di balas anggukan dan senyuman oleh Andrian.
Menurut sekali mereka apa tidak tahu kalau Direkturnya ini menyebalkan gumam Jasmine dalam hati.
"Pagi Direktur Andrian, eh eh siapa itu dibelakangmu?" ucap seorang pria yang baru muncul.
"Asisiten baruku"
Kenapa yang tadinya formal jadi lain pikir Jasmine.
"Hay cantik kenalkan namaku Hendri posisiku sama kaya Aan" ucapnya mengulurkan tangannya pada Jasmine yang di sambut hangat siempunya.
"Nama ku Jasmine, senang berkenalan sama mas Hendri" sahutnya.
Cih padaku dia sangat galak tapi pada yang lain begitu manis batin Andrian.
"Aku pergi dulu ya, semoga kau betah kerja dengannya ya Jasmine" ucap Hendri melangkah pergi.
Keduanya melanjutkan langkah lagi tapi baru beberapa langkah datanglah seorang wanita menghadang mereka lagi.
"Direktur eh, siapa dia mas" ucapnya mengubah panggilan lagi.
Siapa lagi ini? pikir Jasmine.
"Asisten baruku" jawab Andrian
"Kenapa harus cewek? cowokkan lebih bisa diandalkan" ucapnya sinis menatap Jasmine tidak suka.
Fix wanita itu sudah menyatakan perang pada Jasmine secara terbuka.
"Laki-laki atau perempuan sama saja yang penting mau kerja" ucap Andrian.
"Ok, ayo kita makan siang bersama nanti mas" wanita itu memeluk lengan Andrian hingga Jasmine harus mundur.
"Aku sibuk tidak sempat, ayo Jasmine nanti kita ketinggalan rapatnya"
Andrian melangkah lebih dulu di susul Jasmine yang mendapat tatapan tajam dari wanita itu.
"Awas kalau kau menggoda milikku" ancamnya.
Jasmine tidak memperdulikan ancaman ataupun tatapan tidak suka dari wanita yang tidak ia tahu namanya itu.
Bahkan dia bekerja sebagai apa di perusahaan ini juga dia tidak tahu. Yang Jasmine tahu wanita itu menyukai Direkturnya.
"Siapa itu tadi? pacarmu!" tanya Jasmine saat keduanya sudah dalam mobil di kursi belakang.
"Bukan, namanya Mini dia sekretaris ku" jawab Andrian.
Pemuda itu melihat gadis di sampingnya yang diam melihat keluar jendela.
"Kenapa? cemburu ya!" lanjutnya.
"Siap juga yang cemburu sama mak erot kaya gitu, cantik sih cantik tapi mukanya ngajak ribut" ucap Jasmine.
"Berani sama dia memangnya"
"Beranilah"
Andrian menatap Jasmine dari atas kebawah lagi menilai.
"Yakin badan cungkring gini bisa ngelawan Mini yang montok itu" ejek Andrian.
Tangan Jasmine otomatis memukuk lengan Andrian karena tidak terima dibilang cungkring.
"Heh denger ya aku ini bukan cungkring tapi langsing dan seksi, gitu aja nggak tahu"
"Langsing dari mananya tipis gitu kaya triplek" ucap Andrian mengelus lengannya yang sakit akibat pukulan gadis disampingnya.
"Tukang triplek ya maka nya tahu ukuran triplek sebesar apa! salah baju nih kayaknya, kalau tukang triplek bajunya nggak gini"
"Aku ini Direktur bukan tukang triplek tahu!" ucap Andrian penuh penekanan tidak mau dibilang tukang triplek.
"Yah Direktur triplek ha ha ha"
Tawa Jasmine pecah didalam mobil yang di ikuti supir yang didepan mereka juga.
"To cari sarapan dulu" ucap Andrian mengalihkan pembahasan.
Jasmine menatap heran pada Direkturnya yang aneh ini.
"Tadi katanya udah telat, kok mau cari sarapan lagi sih!" ucapnya.
"Laper, bilang gitu supaya Suli nggak ribut
"Bukannya dia itu cewek montok ya! kok nggak mau sih jalan sama cewek montok kan banyak suka tuh" ucap Jasmine menatap Andrian dengan alis yang dinaik turunkan menggoda.
"Bukan tipe ku" ketus Andrian
"Masa sih jadi maunya yang kaya triplek ya!"
"Nggak lah, kalau kayak triplek apa yang bisa di pegang rata semua kaya kau itu"
"Cih meskipun rata tapi banyak yang suka padaku"
"Ya suka untuk dipasang di atas langit-langit rumah" kata Andrian tersenyum penuh kemenangan atas perdebatan mereka.
Jasmine yang sudah kesal memilih diam saja melihat jalan.
Mobil berhenti di salah satu tempat makan yang terlihat sederhana di pinggir jalan. Jasmine menatap tempat itu lalu melihat seklilingnya.
Tidak ada restoran disana selain tempat makan pinggir jalan yang berjajar rapi disana.
"Ayo keluar, kau nggak mau makan!"
Jasmine keluar dari mobil dna melihat sekelilingnya lagi untuk lebih jelas. Hasilnya tetap sama seperti apa yang dilihatnya dari dalam mobil tadi.
"Nggak pernah makan dipinggir jalan ya makanya nggak mau makan" ucap Andrian saat mereka sudha duduk di salah satu tempat makan.
"Kalau makan di pinggir jalan mah sering, cuma heran aja liat orang kaya makan di tempat kaya gini" sahut Jasmine.
"Bagiku nggak masalah makan dimana asal tempatnya bersih makanannya enak"
"Emangnya di sini enak makanannya?"
"Sangat enak malah nona, sampai tuan sering nambah kalau makan disini" ucap supir yang ikut duduk dengan mereka.
"Minto!" ucap Andrian melirik supirnya yang ember itu.
"Maaf tuan" ucapnya menyengir.
"Pesen sana yang biasa aja" ucap Andrian.
"Iya tuan, nona mau makan apa?" tawar Minto.
"Samakan aja pak nggak tahu juga menunya apa" sahut Jasmine.
Jasmin mengambil ponselnya dan mulai memainkannya.
Andrian yang terabaikan karena tidak suka bermain ponsel kalau tidak untuk pekerjaan, langsung angkat suara.
"Simpan ponselmu bahaya main ponsel di tempat begini" ucapnya.
"Bahayanya?" sahut Jasmine tanpa melihat atau melirik apa lagi menghentikan kegiatannya.
"Kalau tiba-tiba ada pencopet gimana atau orang yang mau rampok kau karena main ponsel disini"
Jasmine menyimpan ponselnya lalu menatap Andrian yang memasang wajah seriusnya.
"Kalaupun ada rampok atau copet paling yang lebih dulu kena itu kau lebih meyakinkan" ucap Jasmine tak kalah serius.
"Kau juga meyakinkan untuk dirampok, kan cungkring jadi gampang rampasanya"
"Di nilai dari penampilan tetap kau yang lebih unggul, kalau aku mah apa atuh baju juga beli di pasar tanah abang"
"Kalau aku kecopetan yang gaji kau siapa? mau nggak digaji!"
"Kalau nggak ada gajinya mah gampang tinggal ambil apa yang kira-kira mahal di kantor trus jual lumayanlah untuk ganti ongkos"
"Kau mau disangka pencuri ya!"
"Kalau kau nggak gaji apa boleh buat bahkan perusahaanmu bisa ku gadaikan untuk gaji semua karyawan"
Mata Andrian melotot mendengar ucapan gadis di depannya yang begitu santai tanpa beban. Memangnya dia bisa segampang itu jual perusahaannya.
"Kenapa diam?" lirik Jasmine tersenyum menang, seolah mengatakan satu sama.
"Lagi mikir aja sih" ucap Andrian seolah sedang berpikir.
"Mikir apa?" penasaran Jasmine.
"Ternyata azab itu memang nyata ya!"
"Maksudmu?"
"Cewe matre yang suka jual punya orang lain badannya kaya triplek akibat diazab"
Tawa Andrian langsung pecah saat itu juga apa lagi wajah Jasmine yang marah membuatnya terlihat lucu.
Baru saja gadis itu akan marah, Minto sudah datang membawa pesanan mereka.
"Ini tuan, nona pesanannya" ucapnya meletakkan makan diatas meja yang berupa nasi merah dan bebek goreng sambal matah.
Di belakangnya ada pula wanita paruh baya yang membawa minuman mereka.
"Silahkan dinikmati tuan, nona" ucapnya.
"Terimakasih mbak" ucap Andrian dan Jasmine bersamaan.
"Owalah mas Andrian bawa pacarnya, ya ampun cantiknya mbak e" ucap wanita itu senang.
"Eh maaf mbak saya bukan pacarnya" ucap Jasmine.
"Loh bukan pacar to! kok bisa, sayang loh mas kalau berlian cantik kaya gini dianggurin nanti diambil orang" ucapnya.
"Udah sana mbak tuh ada pelanggan datang" usir Andrian yang tahu jika ucapan wanita itu akan panjang kalau dia tidka pergi.
Setelah kepergian wanita tadi yang bertepatan dipanggil suaminya juga, Jasmine mulai bertanya.
"Kau kenal sama mbaknya?"
"Nggak, karena sering datang aja jadi kenal nama sebagai pelanggan yang paling tampan, jadi harus dikenalnya"
"Narsis adalh penyakit mematikan yang bisa membunuh dalam hitungan detik" ucap Jasmine mulai makan.
"Apa maks.."
"Wah ini enak pak Minto, lain kali aku mau keaini lagi deh" ucap Jasmine menghentikan ucapan Andrian.
"He he he jangan panggil pak non, panggil paman aja supaya nggak terlalu tua juga, kalau mau kesini lagi tempat ini bukanya 24 jam tapi gantian-gantian pedagangnya, mulai jam 6 sore nanti udah ganti yang bagian sana" ucap Minto menunjuk seberang jalan.
"Apa disana juga ada yang seenak ini paman"
"Kurang tahu paman non cuma tahu yang ini aja karena kesukaan tuan"
Jasmine diam melanjutkan makannya, tapi wajahnya menampakkan ketidak puasan karena tempat yang disukainya ini cuma buka sampai sore.
Jam pulang kerjanya saja entah jam berapa, Direkturnya itu tidak mengatakan apapun tentang jam pulangnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!