NovelToon NovelToon

Pendekar Tanpa Nama

Pertempuran di Hutan Larangan V

Belum selesai kata-kata perintah si pemimpin, sepuluh orang pendekar kelas atas sudah lebih dulu menyerang Tuan Santeno Tanuwijaya.

Sepuluh macam senjata langsung menghujani tubuhnya dengan ganas. Seolah senjata-senjata itu adalah sekawanan serigala yang kelaparan ingin memakan mangsa.

Saling mendahului dan saling berlomba-lomba.

Tapi Tuan Santeno masih bisa menghindari setiap sabetan atau tusukan senjata yang mengarah ke seluruh tubuhnya. Setidaknya untuk saat ini.

Dia bukan tokoh sembarang tokoh. Tuan Santeno Tanuwijaya merupakan Maha Guru Perguruan Tunggal Sadewo yang mendapat julukan si Tangan Tanpa Belas Kasihan.

Dari julukannya saja, orang akan langsung dapat menebak bagaimana kehebatan dan karakter Tuan Santeno.

Karena itu, tak tanggung lagi, dia langsung menggelar jurus terakhir dari serangkaian Jurus Pukulan Dewa Bumi.

"Dewa Bumi Memukul Langit Membalik Gunung …"

Jurus ketiga yang merupakan jurus terdahsyat langsung keluar.

Kedua tangan itu segera mengeluarkan cahaya hijau terang yang langsung memenuhi arena pertarungan. Tuan Santeno mulai membalas serangan lawan satu persatu.

Gerakannya semakin lincah saat dia terancam bahaya. Tubuhnya kadang mencelat tinggi lalu menukik sambil memukul. Atau kadang juga dia berputar sambil menahan serangan lawan.

Bahkan tak jarang dia membenturkan kedua tangannya dengan berani. Seolah tangan itu terbuat dari lempengan baja yang tidak mampu ditembus senjata tajam.

Dan memang kenyataannya seperti itu. Kedua tangan yang kini selalu memancarkan sinar hijau tersebut, seolah-olah merupakan baja murni.

Saat dibenturkan dengan senjata pusaka lawan, selalu menghasilkan bunyi "trangg" yang cukup keras terdengar.

Di sisi lain, si pemimpin para pendekar kelas atas masih melihat pertandingan di pinggir arena. Dia belum mau turun tangan, selama ada bawahan, untuk apa pemimpin turun langsung ke lapangan?

Di sebelah pertarungan Tuan Santeno si Tangan Tanpa Belas Kasihan, ada pertarungan lainnya yang sudah hampir mencapai puncak.

Pertarungan Pendekar Belati Kembar.

Dua lawan yang sebelumnya sudah mengalami muntah darah dan terluka dalam, ternyata masih mampu untuk melanjutkan pertempuran mereka.

Bahkan keduanya kini menyerang dengan senjata pusaka mereka masing-masing.

Hujan jarum perak menyerbu Pendekar Belati Kembar. Sambaran golok lebar juga membayangi setiap gerakannya.

Kedua serangan itu tidak berhenti. Justru semakin lama malah semakin mengerikan.

Pendekar Belati Kembar seolah terkurung oleh jarum perak yang datang dari segala arah. Selain itu, dia juga merasa terperangkap di dalam permainan golok lawan yang terbilang sudah hampir mencapai taraf sempurna.

Tapi dia bukan pendekar yang mampu dikalahkan begitu saja.

Namanya sudah terkenal ke seluruh penjuru. Bahkan pengalamannya juga sudah sangat banyak sekali. Agaknya kalau ada orang yang menanyakan seberapa banyak dia bertarung, kalau orang itu bukan bodoh, mungkin sudah gila.

Entah sudah berapa banyak dia melewatkan pertarungan hidup dan mati. Dan entah sudah berapa banyak pendekar yang tewas oleh ketajaman kedua belati kembar miliknya.

Saat hujan jarum menggempur dan hujan bacokan golok menderu, saat itu pula Pendekar Belati Kembar bertindak.

Kedua tangannya langsung mengambil dua buah senjata andalan dalam kecepatan kilat.

Begitu terambil, senjata andalan miliknya langsung dilontarkan ke depan untuk menghalau seluruh jarum yang diduga mengandung racun tersebut.

Belati kembar.

Sinar hitam langsung melesat ke sana kemari menangkis semua jarum yang dilemparkan.

Kelebatan dua buah sinar hitam membuat pandangan dua lawan Pendekar Belati Kembar cukup kewalahan.

Pasalnya karena pandangan mereka tertutup oleh sinar tersebut.

Hanya dalam waktu singkat, hujan jarum telah berhasil di rontokkan seluruhnya.

Sekarang giliran lawan yang menjadi terkejut setengah mati. Bagaimana mungkin ada seorang pendekar yang mampu merontokkan jarumnya hanya dalam waktu sedemikian singkat?

Bagaimanapun juga, dia tidak mau percaya. Jangankan menangkis, sebelumnya, tidak ada seorang pendekar pun yang sanggup dari jurus andalan miliknya tersebut.

Tapi sekarang, dia harus mengakui kebenaran tentang sebuah pepatah yang mengatakan bahwa di atas langit, masih ada langit.

Dia tertegun tanpa bergerak sedikitpun.

Seorang pendekar, kalau jurus andalan mereka sama sekali tidak mampu melukai lawan, maka harga dirinya terasa jatuh.

Bertahun-tahun atau mungkin puluhan tahun berlatih ilmu sehingga sedemikian hebat, tapi sekarang dia harus menerima bahwa usahanya selama itu hanya sia-sia, bukankah hal itu sangat menyakitkan?

Lebih menyakitkan dari pada apapun.

Karena tidak mau menanggung malu, maka akhirnya si pendekar yang tadi menggunakan jarum tersebut, memilih untuk bunuh diri dengan cara menusukkan jarum perak beracun miliknya.

Dia tewas di tangannya sendiri. Pelakunya bahkan senjatanya sendiri.

Semua kejadian tersebut berjalan dalam waktu singkat.

Seorang lawan telah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Maka sekarang, lawan Pendekar Belati Kembar hanya satu orang saja.

Tanpa menunda waktu lebih lama lagi, Pendekar Belati Kembar segera melancarkan jurus lainnya.

Belati sudah dilesatkan ke depan untuk menyerang mangsanya. Kedua belati itu terlihat seperti dua ekor ular yang sedang menunggu waktu tepat untuk bertindak lebih jauh lagi.

Melihat kehebatan lawan, pendekar kelas atas dari Organisasi Tengkorak Muat itu tidak berdiam diri saja.

Dia turut melancarkan jurus golok yang telah dilatih sampai ka tahap seperti sekarang ini.

Putaran golok berubah menjadi lebih ganas lagi. Setiap sambarannya membawa hawa panas yang lumayan.

Pendekar itu berputar cepat laksana kincir. Tangan kirinya tidak diam, tangan itu turut serta memberikan serangan pukulan.

Sayangnya belati kembar sudah keluar.

Belati itu terus mengitari tuannya menangkis ke mana pun golok lawan bergerak. Keduanya bertarung sengit sampai sepuluh jurus kemudian.

Hingga pada suatu ketika, Pendekar Belati Kembar melihat ada celah lawan tepat di bagian leher.

Secepat kilat, dia menggerakan belatinya.

Sebuah sinar hitam melesat cepat menembus leher pendekar Organisasi Tengkorak Maut.

Hanya satu tusukan, lawan langsung ambruk ke tanah bersimbah darah segar. Tenggorokannya bolong akibat tusukan belati.

Sementara itu, Raja Tombak Emas dari Utara sedang mengegwmlue dua lawannya. Tombak sakti berwarna emas itu menebarkan tusukan maut ke titik terpenting di tubuh manusia.

Datuk rimba hijau itu sudah marah. Sangat marah karena dia merasa kesal kepada Nyai Tangan Racun Hati Suci akibat kejadian sebelumnya.

Karena itulah kakek tua yang sifatnya kadang suka tidak jelas ini, berniat untuk melampiaskan semua kekesalannya kepada dua lawannya tersebut.

Dia merupakan seorang datuk. Seorang pendekar yang kekuatannya sudah tidak diragukan lagi.

Dan jelas, kemampuan yang dia miliki tentunya berada di atas Pendekar Belati Kembar.

Tombak emas miliknya meliuk-liuk seperti seekor ular yang mematuk mangsa. Tubuhnya bergerak ke sana kemari memberikan ancaman maut.

Empat puluh jurus sudah mereka lewati. Dua lawan yang bersenjatakan pedang merasa tidak bisa melakukan apa-apa

Semua serangan mereka rontok di tengah jalan akibat tangkisan tombak sakti itu.

Lima jurus kemudian, Raja Tombak Emas dari Utara berputar sambil merentangkan kedua tanganya. Sambaran angin terasa menderu menerpa dua lawannya.

Serangan yang berbeda mulai keluar. Tak lama, seorang lawannya telah roboh karena lehernya hampir putus terbabat ujung mata tombak.

Kedatangan Dua Pendekar Muda

Kakek tua itu tidak berhenti begitu saja. Mengetahui seorang lawannya telah tewas, dia justru menyerang lebih ganas lagi.

Tombak emas miliknya mengeluarkan kekuatan dahsyat. Sambaran angin seperti gulungan badai di tengah laut menerjang seorang lawannya.

Dia datuk rimba hijau.

Setiap jurusnya pasti sangat mengerikan.

Karena itu, hanya beberapa gebralan kemudian, pendekar tersebut terjengkang lalu roboh bersimbah darah.

Entah bagaimana Raja Tombak Emas dari Utara dapat membunuhnya. Yang jelas, dada pendekar itu bolong sampai ke punggung.

Dari sini sudah dapat diduga bahwa tombak emas milik kakek tua itu dengan telak menembus dada lawan.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan, kapan dia melakukannya?

Tidak ada yang tahu kapan pastinya. Yang jelas ketika sambaran angin dahsyat menerjang, mungkin Raja Tombak Emas dari Utara menusuknya dengan gerakan yang sulit diceritakan.

Pertarungan para anggota di bawah naungan Nyai Tangan Racun Hati Suci masih saja berlangsung. Tak kurang sudah sepuluh orang anggota mereka tewas dalam pertempuran ini.

Namun walaupun begitu, jumlah korban di pihak lawan jauh lebih banyak lagi. Sekarang para anggota Organisasi Tengkorak Maut yang tersisa, tak kurang hanya sekitar seratusan orang saja.

Itupun sebagian dari mereka telah terluka parah.

Puluhan anggota itu bertarung bagaikan kawanan harimau yang mengamuk karena wilayah mereka diganggu.

Setiap serangannya mengandung kekuatan yang lumayan hebat. Sepak terjang mereka mampu membuat nyali lawan menjadi ciut.

Menjatuhkan mental lawan adalah hal terpenting dalam sebuah pertarungan. Kalau seorang pendekar mampu menjatuhkan mental lawan sebelum pertarungan, maka pendekar tersebut sudah pasti berkemampuan tinggi.

Karena itulah kenapa banyak sekali atau bahkan hampir semua pendekar selalu menggertak lawan lebih dulu.

Kalau kau ingin bertarung, kau harus ingat baik-baik rumus ini.

Kuasai nyali lawan sebelum bertarung. Buat mental lawanmu jatuh sebelum beraksi.

Kalau kau berhasil, maka hampir delapan puluh persen kemenangan akan berpihak kepadamu.

Pertarungan Nyai Tangan Racun Hati Suci melawan dua pendekar berlangsung cepat. Di antara pertarungan para tokoh lainnya, mungkin pertarungan inilah yang paling cepat.

Bagaimana tidak, hanya dalam tiga puluhan jurus, nenek tua itu sudah mampu menewaskan kedua pendekar kelas atas yang menjadi lawannya.

Padahal sudah jelas siapa lawannya, tapi bagaimana mungkin dia masih dapat membunuh secepat itu?

Entahlah.

Setiap datuk di dunia persilatan selalu mempunyai caranya tersendiri untuk membunuh lawan dalam sebuah pertarungan. Apalagi, Nyai Tangan Racun Hati Suci adalah salah satu tokoh yang menguasai ilmu racun hingga ke tahap hampir sempurna.

Di Tanah Jawa, kalau mau membandingkan siapa pendekar terhebat dalam menggunakan racun, mungkin nenek tua itu akan berada pada urutan pertama.

Jangankan bergerak, hanya dari hembusan nafasnya saja, dia bisa menciptakan sebuah racun.

Hanya segelintir tokoh saja yang mempunyai kemampuan sahabat ini. Kalau bukan datuk dunia persilatan, paling-paling hanya maha guru besar ataupun pendekar pilihan lainnya.

Tenu saja Cakra Buana si Pendekar Maung Kulon atau Pendekar Tanpa Nama, bakal masuk dalam jajaran orang-orang di atas.

Hanya saja bukan sekarang, nanti beberapa waktu lagi. Karena semuanya butuh proses.

Pertarungan sengit yang tersisa saat ini hanyalah Tuan Santeno Tanuwijaya melawan sepuluh pendekar kelas atas Organisasi Tengkorak Maut.

Orang tua itu masih mengeluarkan Jurus Dewa Bumi Memukul Langit Membalik Gunung. Jurus tersebut memang tidak dapat diragukan lagi.

Kalau bukan karena jurus tersebut, mungkin dia sudah tewas sejak awal pertempuran berlangsung.

Pertarungan sudah melebihi lima puluh jurus. Kesepuluh pendekar sudah berusaha keras untuk merobohkan Maha Guru Padepokan Tunggal Sadewo itu.

Dan hasilnya memang memuaskan. Memasuki jurus keenam puluh, sebuah tendangan yang lumayan keras mendarat tepat di bagian pinggangnya.

Akibatnya Tuan Santeno terpental ke samping sejauh la langkah.

Para tokoh lainnya bukan karena tidak ingin membantu, tetapi mereka telah sepakat bahwa siapapun yang telah selesai melakukan pertarungan, maka mereka tidak diperbolehkan membantu rekannya yang masih bertarung.

Kelima tokoh tentu menyetujui persyaratan tersebut. Hanya saja kejadian diluar dugaan mereka segera terjadi. Contohnya sekarang ini, terpaksa Tuan Santeno harus berusaha keras mati-matian untuk mempertahankan nyawanya.

Di saat seperti ini, semua orang tentu mengharapkan kedatangan Pendekar Tanpa Nama dan kekasihnya, Bidadari Tak Bersayap.

Entah ke mana perginya dua sosok pendekar musa itu.

Kalau saja mereka datang, maka dipastikan kemenangan akan berhasil mereka raih. Jika sudah menang, maka rencana untuk menghancurkan Organisasi Tengkorak Maut ini tinggal selangkah lagi.

Namun jika dua pendekar muda itu tidak datang, maka habis sudah harapan mereka.

Sepuluh pendekar sudah melancarkan jurusnya masing-masing. Sepuluh senjata juga sudah melayang mencari sasaran empuk di seluruh tubuh Tuan Santeno.

Saat yang menegangkan.

Waktu yang sangat menentukan.

Apakah mereka akan datang, atau tidak?

Ketika sepuluh jurus dan sepuluh senjata hampir mengenai sasaran mereka, saat itu sebuah sinar merah terang meluncur cepat.

Sangat cepat. Lebih menakutkan dari pada guntur. Lebih cepat dari pada kilat yang menyambar.

"Trangg …"

Sepuluh senjata. Sepuluh bunyi sama juga yang terdengar.

Berbarengan dengan sinar merah, sebuah serangan jarak jauh juga meluncur dan dibenturkan dengan sepuluh jurus lawan.

"Blarrr …"

Gelombang kejut tercipta. Anginnya menghempas bebatuan sekitar. Daun kering menggulung menjadi satu.

Suasana menjadi suram untuk beberapa saat karena efek yant ditimbulkan.

Namun setelah reda, sepuluh lawan bersama pemimpinya terkejut.

Dua orang pendekar pemuda telah berdiri menentang di hadapan mereka.

Dua batang pedang telah mereka genggam masing-masing. Yang satu menyeramkan dan nampak agung, satu lagi nampak indah dan mempesona.

Seperti juga pemiliknya.

Senjatanya sangat serasi.

Pemegangnya lebih serasi lagi.

Satu gagah dan tampan. Satu lagi cantik dan menawan.

Kalau bukan Pendekar Tanpa Nama dan Bidadari Tak Bersayap, siapa lagi?

Aku dan kamu? Atau, kau dan dia? Rasanya tidak mungkin.

"Siapa kalian?" bentak seorang pendekar muda.

"Siapapun kami tidak penting. Yang jelas, kamilah malaikat maut bagi kalian," jawab Cakra Buana kalem.

Ucapannya tenang dan penuh rasa percaya diri.

Pedang Naga dan Harimau sudah keluar dari sarungnya. Kalau sudah begini, apalagi yang harus dia takutkan?

"Bangsat betul kau. Aku tanya siapa kalian?" kali ini giliran si pemimpin yang merasa sangat kesal.

Seumur hidupnya, dia baru mengalami hal seperti ini.

"Hemm, aku Pendekar Tanpa Nama. Dan ini kekasihku, Bidadari Tak Bersayap," ujar Cakra Buana memberitahukan siapa dirinya.

Kesepuluh pendekar kelas atas tersebut terkejut. Begitu pula dengan si pemimpin.

Walaupun mereka belum pernah bertemu langsung dengan orangnya, tapi julukan itu sudah terkenal ke seluruh penjuru.

Siapapun pasti pernah mendengarnya.

"Mau apa kalian kemari? Mau cari mati?"

Si pemimpin semakin garang. Sebenarnya hal itu hanyalah trik. Jujur saja dis sendiri sempat merasa ciut nyalinya saat mendengar dua nama besar itu disebut.

Hanya saja sebagai pemimpin, tentu dia mempunyai gengsi yang tinggi.

Bosan Hidup

Cakra Buana tersenyum menyeringai. Wajahnya berubah menjadi bengis dan penuh kesombongan.

Dia memang sengaja melakukan hal tersebut.

Terkadang, sombong memang sangat diperlukan.

Kau harus lebih sombong saat menghadapi orang yang sombong.

"Niatnya memang begitu. Sayangnya, kematian tidak mau menghampiriku. Mungkin Malaikat Maut sendiri takut padaku. Buktinya saat aku jatuh ke jurang, aku masih hidup. Yah, semoga saja kalian sanggup mencabut nyawaku. Aku sudah bosan hidup," ujar Cakra Buana yang sebenarnya sedang mengejek musuh mereka sendiri.

Sebelas lawannya merasa sangat geram sekali. Bagi mereka, ucapan pendekar muda itu sangat sombong. Kelewat sombong malah. Karena menurutnya, Cakra Buana justru sama saja menantang Sang Hyang Widhi.

Itu anggapan mereka yang hanya berpikiran sempit.

Justru sebaliknya, lika tokoh yang ada di sana malah tersenyum melihat kelakuan pendekar muda tersebut. Termasuk Tuan Santeno sendiri.

"Ternyata selain sakti, kau juga pintar dalam berkata, bocah," kata Raja Tombak Emas dari Utara.

Yang lainnya mengangguk. Mereka juga setuju dengan ucapan kakek tua itu.

"Bocah keparat. Sombong betul perkataanmu. Mulutmu memang pantas untuk dirobek. Nah, kalau kau memang cari mampus, kenapa tidak serahkan secara baik-baik saja nyawamu?"

"Itu lain cerita. Selama aku punya tangan dan bisa melawan, kenapa tidak bertindak? Kalau kedua tangan dan kakiku tidak bisa melawan, barulah kalian boleh mencabut nyawaku," jawab Pendekar Tanpa Nama.

Mereka kembali kesal. Secara tidak langsung, Pendekar Tanpa Nama jelas menantang mereka. Seolah dia mengatakan "kalau kalian mampu, silahkan bunuh aku".

"Banyak bicara kau, aku akan mengantarkanmu ke neraka …" kata seorang pendekar kelas atas dari Organisasi Tengkorak Maut itu.

Belum selesai perkataannya, orangnya sudah menerjang Cakda Buana. Telapak tangannya mengirimkan hantaman yang mengandung tenaga dalam besar.

Serangkum angin menerjang Pendekar Tanpa Nama. Namun sebelum serangan aslinya tiba, dia telah lebih dulu bergerak dengan sangat cepat.

Hanya satu kali kaki itu menjejak tanah, orangnya telah menghilang dari pandangan. Serangan pertama luput dari sasaran.

Pendekar tersebut tidak tinggal diam.

Dia pendekar kelas atas. Kekuatannya kita sudah tidak diragukan lagi. Hanya dengan membalikan tubuh, sebuah serangan jarak jauh kembali dia lancarkan.

Tujuannya ke balik batang pohon yang cukup besar. Sinar biru tua meluncur deras sebesar tangan.

"Blarr …"

Pohon tersebut langsung hancur berkeping-keping. Daunnya berterbangan rontok dan layu.

Pendekar tersebut bukan sembarangan melancarkan serangan. Pohon yang dia tuju barusan sudah jelas menjadi tempat persembunyian Pendekar Tanpa Nama.

Namun anehnya, pendekar muda itu justru tidak tampak batang hidungnya. Dia sama sekali lenyap dari pandangan.

Tidak ada yang mengetahui secara pasti di mana keberadaan Cakra Buana atau si Pendekar Tanpa Nama.

Saat si pendekar itu kebingungan, mendadak dia merasakan adanya sambaran angin menderu tajam dari belakangnya.

Dua buah daun kering melesat secepat kilat bagaikan luncuran anak panah.

"Clapp …"

Pendekar tersebut berhasil menangkapnya saat membalikan badan. Namun akibatnya, dia juga harus terdorong satu langkah.

Pihak lawan tercengang. Hanya dengan memakai daun saja, rekan mereka mampu terdorong. Bagaimana jika tangannya langsung yang menyerang?

"Bangsat. Kalau kau punya nyali, turun dan hadapi aku. Bocah keparat," kata pendekar itu geram karena tidak kuasa menahan malu.

"Banyak bicara, kerahkan semua rekanmu. Kita selesai urusan ini dengan segera. Aku tidak suka basa-basi bersama manusia rendshan seperti kalian," kata Cakra Buana sambil melayang turun dari dahan pohon yang dia hinggapi.

Begitu kedua kakinya menginjak tanah, sepuluh orang pendekar segera maiu menyerang.

Tapi orang-orang di sisinya juga tidak tinggal diam saja.

Bidadari Tak Bersayap langsung mengambil bagian. Tiga pendekar kelas atas Organisasi Tengkorak Maut dia hadang menggunakan Pedang Cantik dari Kahyangan.

Cahaya biru berkelebat menghambat gerakan tiga pendekar. Untung bahwa keduanya bukan pendekar kelas bawah. Melihat cahaya biru melesat ke depan mereka, dengan sigap tongkat dan pedang yang menjadi senjatanya langsung bergerak menangkis.

"Trangg …"

Benturan pertama terjadi. Bunga api berpijar menyala di tengah kegelapan Hutan Larangan.

Berbarengan dengan itu, Tuan Santeno si Tangan Tanpa Bekas Kasihan juga ikut bergerak. Tangan yang kerasnya bagaikan baja murni itu langsung merangsek ke depan menangkis tiga senjata lawan.

"Trangg … trangg …" dua kalo terdengar benturan bagaikan benda keras bertemu.

Ketiga pendekar tergetar.

Beberapa saat lalu selama Pendekar Tanpa Nama bicara dengan orang-orang Organisasi Tengkorak Maut, secara diam-diam Tuan Santeno mengumpulkan kembali tenaga dalamnya yang sudah banyak terbuang.

Untungnya Cakra Buana seolah mengerti. Pendekar muda itu sengaja mengulur waktu untuk beberapa saat. Sehingga sekarang, tenaga Tuan Santeno telah kembali pulih.

Akibatnya seperti yang terjadi saat ini.

Tiga batang senjata berhasil dia tangkis tanpa bergeser sedikitpun.

Seolah kedua kakinya telah di paku ke dalam bumi hingga mampu berdiri dengan sangat kokoh.

Sedangkan Pendekar Tanpa Nama sendiri, saat empat pendekar menyerangnya, dia tidak mundur dan tidak maju.

Pendekar Tanpa Nama hanya menarik kaki kanannya ke depan dan menarik kaki kirinya sedikit ke belakang.

Tangan kanan yang memegang pedang langsung dalam posisi bersiap.

Posisi kuda-kuda sekokoh gunung telah siap. Kalau sudah seperti ini, walau diterjang ombak sekalipun, Pendekar Tanpa Nama yakin bahwa dirinya mampu untuk bertahan.

"Blarrr …"

"Trangg …"

Kalau tadi hanya terdengar bunyi benturan batang logam, maka kali ini terdengar bunyi benturan sekaligus ledakan dalam waktu bersamaan.

Bunga api dan gelombang kejut menyatu dalam suasana menegangkan ini.

Empat pendekar yang menyerang Cakra Buana tergetar. Mereka tersentak saat menyadari kehebatan pendekar muda itu.

Ketiga orang pendekar saat ini sudah memulai kembali pertarungan mereka yang sesungguhnya.

Para tokoh berdiri menyaksikan pertempuran yang baru saja berjalan ini. Terlebih lagi Nyai Tangan Racun Hati Suci.

Wanita tua itu sangat penasaran akan kemampuan Cakra Buana. Dia belum pernah melihat pendekar muda itu bertarung secara langsung sebelumnya.

Saat ini ketika mendapatkan kesempatan, tentu dia tidak akan melewatkannya begitu saja.

Pertarungan para anggota rombongan hampir selesai. Dua puluh anggota menjadi korban dalam pertempuran melawan anggota Organisasi Tengkorak Maut.

Tiga puluh orang sisanya berhasil menyelamatkan nyawa mereka masing-masing. Walaupun memang sebagian di antara mereka yang mengalami luka. Tapi dapat dipastikan tidak akan ada yang bakal kehilangan nyawa.

Pertarungan dua pendekar muda berhasil menyita perhatian semua orang yang hadir di sana. Bahkan si pemimpin dari para pendekar juga turut menyaksikan.

Terlihat dia beberapa kali menampakkan perasaan terkejut. Sekarang dia percaya betul bahwa ketenaran dan julukan besar Pendekar Tanpa Nama, memang bukan isapan jempol belaka.

Beberapa kali dia kaget saat melihat empat orang-orangnya berhasil dipukul mundur dalam beberapa kali gebrakan.

Bagi pendekar muda seusianya, hal tersebut mungkin mustahil. Tapi bagi Cakra Buana tentu tidak mustahil.

Kalau dia sudah mengeluarkan kekuatannya hingga tujuh puluh persen, memangnya mereka dapat bertahan lama? Apalagi kalau dia sudah mengeluarkan Pedang Naga dan Harimau.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!