NovelToon NovelToon

Rembulan

Elma

“Bul….”

“Gembuuulan…”

Afi berteriak di telinga Bulan, yang langsung berefek toyoran di kepalanya.

“Aku tuh gak budek gak usah teriak-teriak… napa sih. Kamu tuh kelakuan kaya anak kuliahan aja” Bulan langsung melengos dengan kesal.

“Lah.. aku dari tadi udah manggil kamu sampai tiga kali kamu gak respon, apa itu gak budek” Afi tidak pernah mau kalah kalau soal berdebat.

“Iya..iya mau apa?” akhirnya daripada berkepanjangan sama Nona Tak Mau Kalah mendingan segera diakhiri.

“Kamu dari tadi bukannya ngabisin makanan malah menyan menyon gak jelas sama meja depan… itu anak orang kamu manyunin kaya gitu ntar bokapnya ngambek tau” Afi mengarahkan pandangannya ke meja depan tempat Bulan memusatkan perhatiannya.

“Anak siapa sih tuh Fi.. lucu banget, dari tadi aku godain malah lempeng aja” Bulan kembali menirukan ekspresi muka Miss Piggy. Anak yang menjadi sasaran keisengan Bulan langsung tertawa dan menyembunyikan mukanya di belakang tubuh laki-laki yang duduk di sampingnya.

“Tauk.. gak keliatan mukanya, laki-laki bawa anak ke kantor… aneh banget. Biasanya juga emak-emak yang bawa anak ke kantor mah” Afi melihat dengan enggan ke arah anak yang ada di seberang.

“Nahhh loh dia malah dekatin ke sinih. Fix lu yang tanggungjawab.. Bentar lagi jam istirahat udah mau beres … ehhh bawa piring makannya lagi...hahahhahahah” Afi langsung cekikikan melihat anak perempuan yang dengan pedenya membawa serta piring makan dan menuju ke arah mereka.

“Buseet bapaknya Senior Manager Bul… mampus lu” Afi langsung ganti posisi normal saat laki-laki yang duduk bersama anak perempuan itu menoleh ke arah mereka. Ia terus mengamati anaknya yang berjalan ke arah Bulan.

“Kaka … Elma mau makan sama Kakak apakah boleh?” anak perempuan yang dari tadi digoda oleh Bulan meminta ijin untuk duduk di meja mereka.

“Ohh… boleh-boleh sini Kakak bantu” Bulan tampak kaget saat anak perempuan itu meminta ijin untuk duduk bersama mereka.

“Namanya Elma yaa… wah nama yang cantik” Bulan langsung memposisikan kursi untuk mendekat ke arahnya.

“Jarang-jarang ada anak kecil ngomongnya sopan… belum kena aliran sesat ini mah masih murni” Afi berbisik ke telinga Bulan yang langsung disetujui dengan anggukan Bulan sepakat pikiran temannya

“Elma sudah bisa makan sendiri atau masih disuapi?” tanya Bulan melihat kalau makanan anak itu sudah tinggal setengah.

“Disuapin.. Tapi bisa makan sendili kalau gak cepet cepet” jawabnya cepat sambil memandang Bulan dengan penuh perhatian.

“Kakak mukanya kenapa bisa rubah-rubah jadi kaya piggy sama kaya serigala?” mukanya dengan polos memandang Bulan.

“Kakak Bulan ini kalau malam hari bisa berubah serigala terutama kalau Bulan Purnama.. Aaauuuuuuuuu”  Afi kalau sudah kena tombol darurat suka tidak sadar lingkungan memang.

“Fii…. kamu sendiri yang bilang ini anak masih murni… kalau kamu terus aja ngecapruk kaya gitu… kamu sudah menggoreskan tinta hitam di kertas suci putih” Bulan berbisik sambil memandang dengan tajam.

“Kaka suapi saja yahhh, soalnya sebentar lagi jam istirahat Kakak juga habis.. Hebat banget makannya sudah mau habis… A” Bulan langsung menyuapi Elma dengan cepat sambil menyuap makanannya sendiri.

“Kenapa Kaka kalau malem malem jadi serigala?” Elma menatap Bulan dengan tajam.

“Soalnya Kakak Bulan suka keluar malam-malam nyari … uhuuk” Bulan langsung menyikut perut Afi dengan keras yang langsung melotot menatapnya.

“Bentarrr aku juga tahu gak akan ngomong yang gak benar sama anak kecil gimana sih..” Afi mendengus kesal, sikutan Bulan di perutnya terasa berdenyut apalagi ia baru makan soto ayam satu mangkuk dengan nasi.

“Sekarang kaka tanya kalau  Bulan itu keluarnya siang hari atau malam hari?” yang tadinya malas berinteraksi dengan anak-anak malah sibuk ngajak ngobrol. Bulan membiarkan saja, lumayan bagi-bagi tugas, dia nyuapin Afi yang ngajak ngobrol jadi dia bisa menghabiskan makan siangnya.

“Malam hari kalau matahari keluar di siang hari” jawab Elma cepat

“Iyaaa betul anak cantik… Bulan itu keluarnya di malam hari nahhhh Kak Bulan juga sukanya keluar malam hari karena saaaaat malaaam harii Kak Bulan suaraanya akan berubah menjadi berbedaaaaa” Afi menirukan suara penyiar acara tv horor yang menjadi acara kesukaannya.

Bulan membiarkan saja Afi berbicara, sambil melirik pada Afi dengan menggeleng-gelengkan kepalanya. Berteman dengan anak itu sudah hampir lima tahun membuatnya tidak pernah habis bahan pembicaraan selalu saja ada yang menarik dan aneh.

“Berubaaah jadi apa?” semakin Elma tertarik semakin cepat dia mengunyah, jadi Bulan biarkan saja Afi mengoceh tidak jelas selama tidak berbicara kasar.

“Suaraaanya akan menjadi besarrr dan mengerasssss” Afi semakin tidak sadar lingkungan, beberapa karyawan yang duduk didekat mereka melihat dan tersenyum melihat sikap mereka. Tapi karena tahu sedang berbicara dengan anak kecil, tampaknya mereka tidak terlalu memperdulikan.

“Susuaraanya jadi gimana” Elma mulai terlihat terpengaruh dan ketakutan. Bulan langsung memberikan kode supaya Afi mengendalikan diri, toh nasi di piring Elma tinggal satu suap lagi..

“Suaraaanya…. Suaranyaa…. Am dulu atuh.. Biar habis makanya” Anak sotoy ini memang menyebalkan disaat suasana sudah berubah menjadi sedikit horor, semuanya langsung jatuh ambruk gegara disuruh nyuap dulu, dengan tatapan kesal Bulan menyuapkan sendok terakhir kepada Elma, maklum dia juga menantikan suaranya berubah menjadi apa.

“Suaranya jadi gimana Tante?” tanya Elma dengan mata yang membulat.

“Kok jadi Tanteee… emang muka aku kelihatan tua?” Afi paling sensitif soal tampilan muka, Bulan berusaha menahan senyum.

“Makanya lu tuh kalau cerita muka di kontrol… sekilas barusan emang jadi kaya nenek lampir hihihihi” Bulan tidak bisa menahan tawa melihat ekspresi Afi yang terlihat terpukul.

“Gimana suaraaaanya aku mau tauuu?” Elma mulai terlihat kesal… Afi akhirnya menarik nafas ia harus menyelesaikan cerita ini, kalau tidak anak suci seputih kapas ini bisa-bisa nangis lagi.

“Suaraaany berubah… Tante Bulan membuka mulutnya dan berteriiakk…. Aaaauuuuuu Ahhh Gelap… “ Afi langsung telungkup sambil tertawa-tawa menertawakan lawakannya sendiri.

“Aku gak ngerti…” Elma terlihat cemberut memperhatikan sikap Afi yang tertawa-tawa sendiri di meja, Bulan berusaha menahan tawa demi menjaga supaya Elma tidak terlihat kecewa.

“Maksud Kak Afi tuh… kan karena Bulan keluarnya di malam hari jadi kalau keluar di malam hari nanti bilangnya aaaaauuuu ah gelap….hehehhe… gak lucu yah” Bulan berusaha menahan tawa melihat ekspresi Elma yang serius.

“Set dah nih anak serius banget gak bisa dibawa komedian..hihi” Afi masih cekikikan.

“Tante gak lucu… Elma mau kembali lagi sama Daddy” Elma langsung turun dari kursi dan membawa serta piring bekas makannya.

“Hihihihi itu anak kayaknya begitu lulus SD langsung kuliah, mukanya mikir serius...hihihi” sambil membereskan bekas makanan mereka Afi masih mengomentari Elma.

“Bagus lagi segede gitu udah punya standar humor yang tinggi… model-model recehan kaya kamu sih lewat” Bulan mengambil peralatan bekas makan untuk disimpan di pantry. Kantin di kantor mereka menerapkan aturan kalau bekas makan dari karyawan harus dirapikan sendiri dan meja bekas makan dibersihkan sehingga bisa dipakai langsung oleh orang lain, tanpa menunggu petugas kebersihan.

“Terima kasih sudah membantu Elma makan,... maaf jadi merepotkan. Elma ayo ucapkan terima kasih sama Tante nya” terdengar suara berat laki-laki di belakang. Ternyata ayahnya Elma dan Elma yang menghampiri meja bekas duduk mereka.

“Terima kasih Kaka Serigala dan Tante Au” ucap Elma sambil menundukkan kepala, benar-benar diajari sopan santun tingkat dewa pikir Bulan.

“Sama-sama Elma… nanti kalau main ke kantor lagi kita makan bareng lagi yaa sama Kaka” ucap Bulan sambil tersenyum.

“Iya … tapi gak mau sama Tante Au…” ucap Elma sambil cemberut dan langsung membalikkan badan. Bulan langsung menahan senyum melihat ekspresi Afi… disebut tante dan berganti nama menjadi Au…

“Pamit Pak kami duluan…. Ayo Au.. kita belum sholat” ajak Bulan sambil menahan senyum. Afi mengikuti Bulan tanpa mengucap sepatah katapun… saat berjalan di belakang Bulan satu tendangan di telapak kaki Bulan membuatnya melayang seperti pemain bola..

“Fiiii… iseng banget sih kamu…. “ Bulan langsung mengejar berusaha membalas

“Kaka Serigala berbulu domba dasar kamu… hihihi” kelakukan mereka tidak pernah berubah seperti saat mereka pertama kali bertemu saat ospek…

“Bilangin sama Kak Juno kamu ada main sama laki-laki beranak satu hahahhahaha” teriak Afi..

“Afiii awas kamu yaaaahh… Afiiii…..”

Juno Numero Uno

Di dalam lift mereka harus menjaga perilaku, ada banyak senior auditor di dalamnya. Salah bersikap bisa menjadi bahan pergunjingan dan diberi nota peringatan soal kelayakan sebagai seorang senior associate.

“Fuiiiih keluar dari lift aku bisa langsung nafas….hehhehe… apakah perlu jaim untuk menjadi seorang senior” keluh Afi. Bulan tersenyum melihat sikap Afi yang seperti tertekan dalam lingkungan kerja yang kompetitif.

Afi adalah salah seorang temannya yang pintar dan punya analisa yang kuat dalam melakukan proses auditing. Ia bisa dengan cepat melihat letak kesalahan dalam laporan atau adanya ketidaksesuaian dalam laporan keuangan. Otaknya itu seperti berpindah dalam waktu cepat dari model error ke mode jenius keuangan. Hanya saja dia selalu jenius kalau berhadapan dengan angka dan kertas, tapi kalau sudah berhadapan dengan manusia yang muncul selalu mode error.

“Santuy aja Mba Afi walaupun kamu berlaku yang inappropriate bakalan dimaafkan secara kamu anak emas di divisi audit keuangan” Mereka memang berbeda divisi, Bulan di bagian Pajak sedangkan Afi di bagian Keuangan. Prinsip hidup Afi adalah selalu temukan titik kecil kesalahan maka disana akan menjadi titik pangkal malapetaka, yang berujung pada Temuan Ketidaksesuaian.

“Ehh Fi.. kamu memang tahu laki-laki yang bawa anak perempuan tadi?” Bulan penasaran juga kenapa sampai ada Senior Manager yang bawa anak ke kantor, laki-laki lagi. Afi melirik malas, antrian yang wudhu di mushola cukup panjang, seharusnya tadi mereka sholat dulu baru makan supaya tidak ngantri wudhu. Gara-gara Bulan gak sarapan jadi merasa mau pingsan makanya mereka cepat-cepat makan ke kafetaria.

“Tahu… pernah barengan satu mobil ke kantor klien yang di Tangerang. Aku numpang sama si Bos mereka barengan pakai mobil dia” jawabnya malas-malas.

“Ehhh kamu tahu gak dia itu suaminya Kak Inneke senior di atas kita 3 tahunlah. Masih sempat ngospek pas hari akhir, yang mirip artis itu loh.. Kembangnya Fakultas Ekonomi…. Dia yang jadi Putri Kampus tahun itu… masa sih gak ingat” otak ghibahnya langsung berputar.

“Hmmm… yang dapat julukan Miss Perpek?” tanya Bulan sambil mengingat-ngingat.

“Iya-iya bener… cantik, pintar, kaya… semuanya ada di dia” Afi mengangguk-angguk dengan serius.

“Wuih itu suaminya…. Hmmm yah emang lumayan ganteng juga, sebanding lah tapi kirain bakalan dapat yang Wow gimana gitu.. Secara dulu kan dia paling keliatan blink-blink diantara mahasiswa ekonomi” Bulan mencoba mengingat-ingat laki-laki yang tadi menyapanya di kafetaria.

“Pantesan anaknya pinter dan cantik yah… wong emaknya cantik dan pinter. Untung gw pinter insya allah anak gw bakalan pinter juga” Bulan mengusap-usap perutnya sambil tersenyum.

“Ciiih kaya yang udah pernah gituan aja pake diusap-usap segala perutnya… aku gak yakin kamu pernah ciuman sama Kak Juno.. boro-boro sampe menyimpan benih” Afi tersenyum mengejek. Bulan langsung melotot bukan soal simpen menyimpan benih yang jadi masalah tapi suaranya Afi  itu loh keras dan di mushola. Ngomongin masalah dosa di mushola itu rasanya seperti nyontek di depan muka guru.

“Ehhehehehe… suara-suara dikondisikan… maneh ini di mushola. Ngomong jangan kenceng-kenceng apa lagi ngomongin dosa” Bulan langsung menutup muka Afi dengan mukena. Hadeuh memang punya teman pintar itu antara anugrah dan bencana nyampur jadi satu.

Setelah sholat mereka langsung kembali ke divisi masing-masing, walaupun satu kantor mereka jarang makan bersama dengan teman sedivisinya. Alasannya ngobrol sama satu divisi cukup saat kerja saja, tapi kalau lagi istirahat atau pulang kerja Bulan dan Afi memilih untuk selalu makan bersama kecuali memang ada dinas luar sehingga mereka tidak bisa bersama-sama.

“Nanti pulang barengan… Kak Juno katanya mau jemput” tulis Afi dalam pesan

“Udah pulang? Alhamdulillah aku kira masih di Bali” Bulan menulis sambil tersenyum. Sudah hampir sebulan ia tidak melihat kekasihnya, hmmm tunangan sebetulnya dari semenjak terakhir mereka bertemu kemarin. Ia dan Juno sudah bertunangan.

“Seet deh.. Emang Kaka gak bilang kalau dia pulang minggu ini? Kalian gimana sih pacarannya aneh banget… udah tunangan tuh mestinya banyak ngobrol dong…. Communication is the most important thing in relationships” sambungnya lagi dalam pesan.

“Udah kerja-kerja-kerja… jangan sampai makan gaji buta karena kebanyakan main pesan” Bulan menutup percakapan dan mematikan hp nya. Afi kalau sudah kurang kerjaan, cenderung destruktif mengganggu konsentrasi kerja orang lain dengan mengirimkan banyak pesan dan berita yang membuatnya menjadi penasaran.

Ting… bunyi email internal masuk ke notifikasi laptopnya. Bulan langsung membuka aplikasi email, dan ia kembali menarik nafas panjang. Afi yang mengirim email, digesernya pad laptop untuk membuka email.

“Tapi bener kan kamu belum pernah ciuman sama Kak Juno… Cieee perawan Ting-Ting… Rugi loh gak ngerasain godaan setan”

Ya Allah Afi… musti di introgasi ini anak, jangan-jangan udah main belakang sama si Nicko.. Hadeuuh. Bahaya emang kalau anak ini sering ditinggal, suka segala ingin tahu, apalagi Nicko itu seumuran mereka kaya teman tapi pacaran.

Bulan pernah tanya pada Afi kenapa suka sama Nicko yang keliatan culun dan tidak terlihat serius. Alasan Afi saat itu lebih menyenangkan pacaran sama yang seumuran karena punya kesenangan yang sama dan bisa main bareng. Gak banyak misscom katanya, dan ternyata memang benar. Kalau Bulan main ke rumah Afi saat wiken kalau tidak pulang ke Bandung, Nicko dan Afi sibuk main PS berdua mereka betul-betul seperti anak kos yang tinggal bersama.

Bulan menghabiskan sisa waktu kerja hari itu dengan penuh semangat, hari ini ia akan bertemu dengan Juno, hampir sebulan setelah pertunangan mereka ia tidak pernah bertemu dengannya hanya melalui pesan-pesan yang memupus semua kerinduan pada kakak dari sahabatnya itu.

“Sudah beres mpok.. Udah jam 7 nih.. Lu kerja? apa lagi rodi?” pesan yang dikirim Afi menyadarkan Bulan kalau hari ini ia akan pulang bersama sahabatnya. Bertemu dengan Juno membuatnya jadi panik gak jelas, menyesal tadi tidak memakai pakaian yang terbaiknya, sekarang dia hanya memakai celana panjang dan blazer casual kesukaannya. Memakai celana panjang ia pilih karena memudahkan bergerak sehingga bisa keluar masuk Busway dengan cepat.

“Bentar dikit lagi, kasih waktu tambahan 10 menit” Bulan segera menutup file pekerjaannya, hampir setengah dari karyawan dari divisinya sudah pulang. Sebagian lagi memilih kerja lembur sambil menunggu kemacetan di selatan Jakarta terurai.

Ia segera merapikan penampilannya, memberikan touch up tanpa membuat terkesan menor. Ia tidak ingin menjadi bahan ejekan Afi kalau terlihat memakai makeup lebih dari biasanya. Anak itu tahu betul kalau kelemahannya ada di Kakaknya. Bulan selalu kehilangan kata-kata dan tidak bisa bersikap normal kalau di dekat Juno.

“Hadeuuuuh lama banget sih.. Kamu pake parfum segentong juga Kak Juno gak bakalan sadar, alis kamu itemin pake areng juga dia gak akan sadar percuma…” Afi tampak cemberut saat menunggu Bulan di lobby gedung perkantoran mereka.

“Maaf… perasaan gak nyampe tiga puluh menit, aku kan musti nyimpen dulu berkas dengan baik dan benar supaya besok tinggal dilaporkan” kilah Bulan.

“Kak Juno mana?” Bulan mengedarkan pandangannya mencari tunangannya. Tadi ia sudah mengirim pesan tapi hanya jawaban pendek yang ia dapatkan. “Ya nanti ketemu aku jemput sekalian”. Bulan sudah biasa dengan jawaban-jawaban Juno yang pendek, baginya itu tidak jadi masalah yang penting langsung menjawab.

“Tuhh nunggu di mobil, mau tiduran katanya sambil ngerjain laporan” Afi menunjuk mobil Juno di ujung parkiran. Mereka berdua langsung bergegas menuju mobil bisa terlihat muka serius laki-laki yang pendiam itu. Mukanya terlihat dingin tanpa ekspresi, terkena pantulan cahaya dari laptop membuatnya semakin menarik.

“Dari dulu buat aku, kakak kamu tuh adalah lelaki paling ganteng sedunia.. Juno Numero Uno” bisik Bulan pada Afi, ia merasakan tangannya langsung dingin seperti akan menghadapi ujian.

“Halaaah… masalahnya buat dia, kamu numero uno gak?” jawab Afi dengan kesal. Ia tidak menyukai sikap Juno pada sahabatnya, terlalu dingin dan tidak menunjukkan perilaku sebagai sepasang kekasih. Afi tidak mempertanyakan soal perasaan Bulan, semenjak kuliah, pertama kali Bulan melihat kakaknya, hal yang selalu ditanyakannya saat datang ke rumah adalah kakak kamu ada gak?, kakak kamu lagi apa?, kakak kamu sekarang punya pacar gak?. Pikiran Bulan tidak pernah terlepas dari Juno kakaknya.

Bulan tidak pernah tertarik pada laki-laki lain, padahal ada banyak kakak kelas yang menyukainya. Seperti namanya Rembulan, temannya itu mudah menarik perhatian lawan jenis. Bulan bukan tipe perempuan yang langsung terlihat cantik, tapi ia adalah perempuan yang kalau kita berpapasan kita akan kembali berpaling dan melihat kepadanya. Seperti ada magnet yang membuat kita senang menatapnya, benar-benar seperti menatap rembulan.

“Kak Juno… sehat?” Bulan berdiri di pintu samping mobil menyapa Juno yang seperti tidak menyadari kehadiran mereka.

“Hmmm sudah datang… malam juga kalian pulang. Ayo masuk kita pulang” hanya itu jawaban Juno, Afi menghela nafas tidak ada sapaan mesra padahal sudah hampir sebulan tidak bertemu.

“Aku duduk di belakang aja, nanti kan aku turun duluan” Bulan langsung membuka pintu belakang mobil. Afi langsung melotot.

“Mana ada seperti itu, kamu tuh suka aneh-aneh aja. Kamu tuh calon kakak ipar aku, duduklah berdampingan gak usah nervous begitu. Lagian kan kalian gak bakalan beradegan di dalam mobil kalau ada aku” calon adik ipar yang menyebalkan itu langsung menyeret Bulan untuk duduk di depan. Antara malu dan kesal Bulan akhirnya duduk di samping Juno, ia langsung mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Juno yang tidak paham tampak tidak memperhatikan tangan Bulan yang terulur di depannya.

“Kak… heh… tuh calon istri mau salim… gak ngarti banget” gerutu Afi sambil mendorong pundak Juno dari belakang.

“Ohhh…” Juno langsung menyambut tangan Bulan yang kemudian meletakan tangan Juno ke dahinya.

“Halah… latihan jadi istri solehah ini ceritanya… kebanyakan nonton sinetron kamu Lan.. mestinya liat sinetron Azab.. pas buat kalian” Bulan cemberut mendengar komentar Afi, ia sulit untuk melakukan kekerasan kepada Afi kalau di depan Juno harus menjaga sikap sebagai calon kakak ipar.

“Ngapain nonton sinetron Azab.. judulnya kan aneh-aneh” jawab Bulan, Juno tampak tidak memperdulikan komentar Afi sibuk menyetir keluar dari area parkir gedung.

“Ada judulnya yang terkenal pas buat kalian” Afi langsung tersenyum.

“Apa?” Bulan jadi penasaran walaupun tahu pasti jawabannya asal.

“Tunangan Zalim: Akhirnya Ditinggal Pas Lagi Sayang-sayangnya” Afi langsung tertawa terkekeh-kekeh sendiri mendengar lawakannya. Hari ini dia berhasil membuat dua lelucon yang bisa dinikmatinya sendiri.

Bulan tersenyum menahan tawa, khawatir Juno tersinggung mendengar ucapan Afi, tapi kekhawatirannya tidak beralasan karena muka Juno tampak seperti tidak mendengar percakapan apapun diantara mereka.

Untuk Bulan rasanya tidak akan mungkin ia meninggalkan Juno, saat ini mimpinya sejak 7 tahun yang lalu telah menjadi kenyataan. Ia akan menjadi istri Juno laki-laki yang telah mengisi hatinya selama ini. `

Best Friend Afianti

Saat mobil melaju setelah meninggalkan Bulan di depan kost an. Afi langsung mendelik pada kakaknya.

“Bisa gak sih bersikap manis sama Bulan?” ucapnya dengan nada kesal, Juno hanya melirik tapi tidak merespon apapun.

“Kalau waktu masih gak ada hubungan apapun aku gak masalah Kak Juno bersikap dingin sama dia, tapi sekarang kan beda statusnya. Kakak sudah jadi tunangannya dia, paling tidak tunjukkan sikap lebih dari hanya sekedar kakaknya teman” Afi masih berbicara dengan berapi-api.

“Kalau memang tidak suka menjalin hubungan spesial sama Bulan kenapa Kakak menyetujui keinginan Mama buat bertunangan sama Bulan”

“Mama kan gak maksa, cuma meminta supaya Kakak mempertimbangkan untuk mulai membuka hati sama perempuan, umur sudah 28 lebih tapi gak ada tanda-tanda punya pacar. Kita sempet mikir kalau Kakak itu bengkok!” Afi mendengus kesal, Juno langsung mengerutkan dahi mendengar kata bengkok.

“Kok kamu yang protes dan banyak omong. Bulan aja gak komplain apa-apa sama aku” akhirnya Juno menjawab setelah mendengar sebutan dirinya bengkok.

“Gak bisa mengukur normalitas laki-laki dari kehadiran perempuan, itu terlalu naif” kembali Juno menjawab dengan kesal.

“Yah paling tidak tunjukkan dong kehangatan sama pasangan jangan cuma pandang-padangan doang, pegang kek tangannya kali-kali. Ajak ngobrol dengan penuh perhatian, ini aku perhatikan kebanyakan si Bulan aja yang banyak nanya sama Kakak. Jawaban kakak juga cuma huh heh huh heh mulu”

“Kakak tau gak… Bulan itu.. gak niat menarik perhatian lawan jenis aja, suka banyak yang ngajak jalan atau ngobrol. Kebayang kalau dia niatin dandan atau tampil fashionable beuuuh udah deh.. Kakak bakalan kelimpungan sendiri”

“Aku gak ngerti lagi sama pikiran si Bulan … ngeliat apa sih dari Kakak… suka jajanin kagak, perhatian kagak..Pulang dari Bali sebulan beliin barang apa kek.. Daster, tas atau apalah sebagai bentuk perhatian. Atau ngajak ngobrol deh yang paling sederhana sepanjang perjalanan tadi ngapaian aja sayang selama Abang tingal sebulan? Kamu kangen gak sama aku? Percakapan yang lebay-lebay dikit lah … itu juga kagak… padahal aku udah duduk di belakang biar jadi kambing congek” gerutu Afi

“Aku bilang sih tunggu aja Kak … nanti akan tiba masa semuanya bakalan berbalik” Afi mengakhiri ceramahnya dengan memunggungi Kakaknya. Juno menarik nafas

“Kalau tau menjemput kalian berdua cuma berakhir diceramahi seperti ini.. Nyesel gw” tutup Juno.

“Aku juga nyesel pulang bareng Kakak kalau  melihat sikap Kakak tadi sama Bulan” Afi masih tidak mau kalah sambil membelakangi dia masih terus mengomel.

Saat tadi Bulan turun, Juno memang tidak berkomentar apa-apa. Hanya menjawab salam dan bilang “Ya…” entah dalam konteks apa jawabannya.

Akhirnya Juno menarik nafas, kalau berbicara sama perempuan mereka tidak akan pernah mau mengalah kalau sudah sampai pada taraf kesal. Keinginannya hanya ingin didengar bukan di debat, soal benar atau salah itu relatif. Kalaupun salah akan mereka akui diakhir, tapi pada saat berbicara mereka akan merasa dirinya paling benar pikir Juno.

“Ya nanti Kakak akan ajak dia keluar kalau kamu maunya begitu” akhirnya untuk mengakhiri polemik berkepanjangan harus dibuat garis finish.

“Bukan karena maunya aku… tapi karena memang Kakak yang mau mengajak dia pergi” ternyata masih salah juga… Juno tersenyum kecut.

“Iya nanti Kakak akan mengajak dia pergi” dan akhirnya perdebatan berakhir saat mereka sampai ke rumah.

Begitu masuk ke rumah,keduanya sudah ditunggu oleh perempuan yang selalu setia menanti anaknya pulang.

“Alhamdulillah Kakak bisa jemput Ade.. Mama tadi khawatir soalnya gak ada jawab pesan dari kalian” Mama langsung berdiri dari sofa dan melihat kedua anaknya datang.

“Aku nyetir Ma jadi gak lihat handphone… tuh anak cerewet ngomong mlulu bukannya ngasih tau Mama kita pulang bareng” Juno menunjuk Afi yang begitu datang salim dan masuk kamar. Rupanya emosinya masih belum reda.

“Kenapa dia?” dahi Mama berkerut melihat sikap Afi yang tampak sengit kepada kakaknya.

“Lagi PMS kali” jawab Juno asal, meneguk air putih dan langsung pamit masuk kamar.

Mama hanya melongo melihat keduanya, dari tadi selepas isya ia mengharapkan bisa bertemu dengan anak-anaknya selepas pulang bekerja, eh malah pada masuk kamar keduanya. Pasti ada masalah selama di perjalanan, tumben-tumbenan Afi tidak ceria seperti biasanya pada Kakaknya, apalagi kalau pulang dari luar kota pasti ribut meminta oleh-oleh.

Akhirnya rasa penasaran Mama mendorongnya masuk ke kamar Afi.

“Kenapa kamu pulang-pulang emosi jiwa begitu sama Kakak?” Mama menghampiri Afi yang tampak tidur telungkup di tempat tidur.

“Ade kesel sama Kakak… sikapnya itu loh gak adil banget sama Bulan. Kalau memang dia gak suka sama Bulan kenapa dia mau disuruh tunangan sama Bulan.. Itu kaya PHP tau gak Maaa” ucap Afi sambil duduk dan cemberut.

“Mama lagi kenapa malah nyuruh Kakak tunangan segala, mereka kan baru pendekatan, Kakak juga baru beberapa kali pergi sama Bulan itu juga perginya bareng-bareng sama kita sekali, pergi berduan sekali” Afi terus merembet, rasa kesalnya muncul lagi.

“Memangnya kenapa sikap Kakak sama Wulan tadi?” Mama selalu memanggil Bulan dengan panggilan sayangnya Wulan dari semenjak dulu mereka kuliah.

“Masa baru ketemu setelah sebulan bertunangan, Kakak sama sekali gak ada antusiasme buat ngajak ngobrol kek, nanya kek, sepanjang jalan diem aja. Malahan Bulan yang nanya ini itu sama Kakak sambil dijawabnya cuma hmmm… ya…. Owh…. hmmmm.. Aku kan gemes.. Kasian sama Bulan, padahal dia udah semangat banget mau ketemuan sama Kakak sampai make up an lagi pas pulang, padahal biasanya udah dekil aja kita berdua kalau mo pulang” Afi akhirnya merepet menceritakan kejadian tadi kepada Mama.

“Kakak kamu capek de, dia baru datang tadi siang langsung ngantor trus pulangnya jemput kalian. Yah kamu musti mengerti kalau Kakak juga butuh waktu untuk menyesuaikan dengan status barunya sekarang”

“Buat Mama sih Kakak sudah mau menuruti keinginan Mama untuk mencoba menjalin hubungan dengan lawan jenis sudah alhamdulillah banget. Sudah waktunya Kakak kamu move on dan melupakan masa lalunya” ucap Mama lemah, Afi langsung melotot dia tidak tahu kalau Kakaknya pernah memiliki masa lalu dengan perempuan manapun.

“Hah…. Kakak emang pernah punya pacar? Aku kok gak tahu? Emang Mama pernah ketemu? Kaya gimana orangnya? Mama kok gak bilang-bilang sihh” Afi langsung memberondong Mama dengan banyak pertanyaan. Mama tersenyum mendengar keingintahuan Afi

“Yah Mama belum pernah bertemu, tapi Mama tahu kalau Kakakmu dulu pernah punya pacar lama loh, dia gak pernah cerita tapi Mama tahu dari sikapnya dia”

“Pas putusnya juga Mama tahu, melihat Kakakmu sedih dan terlihat tidak punya semangat hidup tapi dia tidak mau cerita apapun sama Mama, kamu tahu sendiri kan karakter Kakak kamu itu tertutup apalagi sejak perceraian dulu dengan Papamu”

Afi langsung cemberut mendengarnya, sampai sekarang membicarakan perceraian Mama dan Papa menjadi topik yang dihindari dan dianggap tidak ada dalam kehidupan mereka.

“Aku ngerasa semua kesedihan dan kekacauan hidup yang kita alami selalu bermuara pada Papa” ucapnya dengan ketus. Mama tersenyum, ia lupa kalau Afi paling tidak suka membicarakan topik ini, bagi Mama itu seperti menjadi jalan hidup yang harus ia lewati.

“Jangan begitu, walau bagaimana pun Papa itu adalah orangtua kalian, tidak ada bekas anak atau bekas orangtua, kalau bekas suami atau istri itu ada. Memang jodohnya Mama hanya sampai disitu de.. Lagipula sampai sekarang Papa kamu tetap membiayai hidup kalian dengan baik” Mama mengusap kepala Afi.

“Kalau perlu sekarang tolak kiriman bulanan dari Papa, bilangin kita sudah mandiri dan sudah bisa menghidupi Mama. Pakai saja uang Papa untuk membiayai anak haramnya itu” ucap Afi dengan berapi-api. Semua kejenakaan dan sikap riangnya musnah kalau berbicara soal Papanya.

“Hahahahha rugi dong De… nanti perempuan itu yang kesenangan. Biarin saja Papa kamu kirimin uang setiap bulan, kita simpan dan kita pakai untuk bersenang-senang. Dont worry Mama bukan lagi perempuan yang teraniaya” Mama berusaha menghibur Afi dengan memperlihatkan sikap yang santai.

“Mama musti bahagia, nanti Mama akan bertemu dengan orang yang bisa membuat Mama bahagia” Afi memeluk Mama dengan erat.

“Mama bahagia melihat kalian sudah sukses dan bekerja sesuai dengan bidang yang kalian suka. Ngeliat kalian pulang kerja kaya tadi bersama-sama membuat Mama bahagia. Tapi kalian jangan langsung masuk ke kamar dong. Mama kan udah seharian nungguin kalian pulang, eh kalian pas pulang malah langsung masuk kamar… Mama diasinin deh” Mama pura-pura cemberut dan terlihat sedih.

“Ya maaf Maa… gara-gara Kak Juno aku jadi lupa ngajak Mama ngobrol. Ayo kita ngobrol sambil makan. Mama masak apa hari ini?” Afi langsung bangkit dari tempat tidur dan menuntut Mama ke ruang makan.

“Kakaaaaa…. Kita makan duluuu…. Mama kangen sama Kakaaaaa” Afi langsung berteriak di depan kamar Juno.

“Deee jangan teriak-teriak, kaya anak SMP aja..” Mama langsung menjewer telinga Afi, yang dijewer cuma meringis.

Ini adalah saat yang paling ditunggu mereka setiap hari, saling menguatkan diantara mereka bertiga di saat kehadiran Papa tidak lagi memiliki arti karena kesalahan fatal yang dibuatnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!