Assalamualaikum teman-teman!
Author kembali lagi ke dunia Noveltoon dengan cerita baru tetapi dengan karakter yang pasti sudah kalian kenal. Siapa lagi kalau bukan si ganteng berlesung pipit, Pandu.
Author harap, para pembaca bisa menikmati novel ini seseru dan semenyenangkan Bima dan Ellena karena kisah ini akan menjadi salah satu the best part of my novels.
Bagi yang kangen dengan karakter Bima dan Ellena ataupun Ellio dan Putri, jangan sedih ya! Di novel ini, mereka berempat akan muncul sebagai cameo kok.
So, selamat membaca dan jangan ragu memberi kritik dan saran agar Author bisa lebih baik lagi dalam menulis cerita. Tapi, jangan lupa! Kritik dan saran dalam bentuk yang sopan ya, soalnya Author rada-rada sensi dan baperan parah orangnya ... hehehehe! Maaf! Cuma bercanda. Saya orangnya terbuka kok. Mau di kritik sepedas apapun saya tetap terima walaupun bantal dan suami jadi sasaran pelampiasan 🤣🤣🤣
Akhir kata, Segala luka hati Pandu akan bermula dari sini....
3rd series from Bima & Ellena Universe
(Romance-Action-Comedy-Mistery)
Selamat datang di dunia lain milik Pandu, Bodyguard tampan Ellena yang selalu penuh tawa namun memiliki sisi gelap kehidupannya sendiri. Selamat datang di titik terdalam rahasia Pandu yang tak pernah terungkap. Di novel ini, kalian akan menemukan sosok Pandu yang sebenarnya. Tidak hanya Pandu yang suka tertawa dan melucu. Namun, pria humoris ini akan menguak jati dirinya yang sebenarnya di sini.
Pandu (Nama belakang pria ini tetap akan menjadi misteri)
Pria tampan yang hidupnya hampir tak pernah membosankan. Dua lesung di pipinya menjadi ciri khas yang menjadi daya tarik bagi setiap kaum hawa yang memandangnya. Bekerja sebagai Bodyguard seorang istri dari pengusaha Otomotif kaya raya, Bima Dirgantara tak lantas membuat dirinya menjadi pribadi yang kaku. Justru sebaliknya. Pandu di kenal sebagai pribadi yang super ceria dengan sejuta kekonyolan yang turut memberi warna dalam dunia Bima dan Ellena.
Namun, suatu hari senyum pria itu musnah. Seorang wanita yang entah muncul darimana tiba-tiba terbangun di sebelahnya dalam kondisi tak berbusana.
"Kau harus tanggung jawab!" ucap wanita itu sambil menyembunyikan tubuh polosnya di balik selimut yang ia pakai.
Dan, sebelum Pandu mengerti benar akan siapa dan apa tujuan wanita itu menjebaknya, wanita yang bernama Celine tersebut sudah pergi. Menghilang tanpa pernah tahu rasa Pandu yang sebenarnya.
Celine Nafiqah Lee
Demi menyelamatkan dirinya dari kejaran anak buah seorang germo di Singapore, Celine mau tak mau harus mempertaruhkan harga dirinya yang hampir habis dengan menjebak seorang pria berlesung pipit ajudan seorang pria berkuasa di Indonesia untuk menjadi suaminya. Ya. Bagi seorang buron seperti Celine, hanya dengan berada di sekitar seorang Bima Dirgantara dan menjadi bagian dari keluarga pria itu hidupnya bisa merasakan sedikit keamanan. Meski, ia sadar bahwa rencananya sudah menghancurkan hidup pria yang ia jebak.
Ketika ayah yang sudah tega menjualnya muncul kembali dan menjadikan ibunya yang menderita penyakit mental sebagai sandera, mana yang harus Celine pilih? Kembali ke jurang prostitusi haram tersebut atau justru bertahan demi benih-benih cinta yang perlahan tumbuh untuk seorang Pandu?
"Apa yang kamu pikirin?"
...Celine menggeleng. "Bukan apa-apa!" ucapnya seraya menyandarkan kepalanya di bahu pria berambut ungu dan berlesung pipit itu....
...•••...
...-**Luka Hati-...
Tuesday, 16 Ferbruary 2021**
Waktu berhenti berdetak di sekeliling Pandu tepat ketika perempuan yang ia nikahi 4 bulan lalu mengucapkan kata yang tak pernah Pandu duga.
"Mari berpisah!" ucap Celine berderai air mata sesaat yang lalu.
Kata-kata yang bahkan hingga lima menit kemudian masih terlalu sulit untuk Pandu cerna.
Udara dingin malam yang menyentuh kulit bahkan tak lagi terasa. Suara petir dengan angin yang bertiup kencang seolah tak ada apa-apanya di banding perkataan yang baru saja Pandu dengar. Perlahan, rintik hujan turun membasahi bumi. Menemani sepasang suami istri yang saling bertatapan dalam luka hati yang menyayat tanpa ada ampun.
"Oke! Kalau itu mau kamu." Pandu bergeming. Air hujan menyamarkan air matanya dengan sempurna.
Wanita cantik di hadapannya tersenyum walau Pandu tahu bahwa perempuan itu juga menangis sepertinya. Namun, Pandu tak merasa memiliki kewajiban untuk menghibur perempuan itu. Karena sejauh yang Pandu tahu, wanita itu sendiri yang menginginkan semua ini.
Celine sendiri yang datang ke kehidupan Pandu tanpa di minta. Kemudian, jika Celine yang sekarang untuk meminta pergi, maka Pandu tak akan mencegah apalagi menghalangi. Sebab, sejak awal pernikahan ini seharusnya tak pernah ada. Sejak awal, pernikahan ini bahkan tidak pernah terlintas di pikiran Pandu.
"Makasih untuk segala yang udah kamu lakuin buat aku. Aku berhutang banyak sama kamu, Pandu!" kata Celine dengan tulus.
"Sama-sama," angguk Pandu tersenyum.
Celine berbalik. Langkah kakinya yang berat ia seret dengan susah payah untuk pergi dari sana. Air matanya kian mengalir deras ketika ia sadar bahwa hatinya hancur berkeping-keping saat kalimat perpisahan itu terucap dari bibirnya sendiri.
Tak mengapa. Celine rela terluka demi orang-orang yang dia cintai. Celine tahu bahwa Pandu akan bahagia jika ia menghilang. Celine tahu bahwa pernikahan mereka hanyalah penyiksaan semata bagi Pandu. Dan demi menahan diri untuk tidak bersikap egois, Celine memilih mengalah. Ia akan pergi jauh dari Pandu demi kebaikan pria itu dan juga demi keselamatan seseorang yang telah membuat dirinya terlahir ke dunia. Demi menyelamatkan nyawa sang ibu yang baru pertama kali ia lihat setelah 10 tahun berlalu, Celine membayar dengan harga yang sangat mahal yaitu dengan mengorbankan kebahagiaannya sendiri.
"Tunggu!" Langkah kaki Celine tertahan begitu teriakan Pandu di tengah hujan yang kian deras terdengar.
Gadis itu menoleh. Di usapnya air mata bercampur rintik hujan yang membasahi wajah cantiknya.
"Kamu sendiri yang mau pergi, jadi jangan pernah lagi muncul di hadapan aku di kemudian hari. Kalaupun kita ketemu secara nggak sengaja, anggap aja kita nggak saling kenal. Kamu dan aku, akan kembali menjadi orang asing yang nggak saling peduli, Celine! Apa kamu bisa?" teriak Pandu dengan suara parau yang tersamar oleh derasnya hujan. Kata-kata itu keluar bersamaan kesakitan yang ia derita.
Mengeratkan kepalan tangan di kedua sisi tubuhnya, Celine mencoba untuk tetap tegar. Sekali lagi wanita itu tersenyum.
"Tenang aja! Aku janji nggak akan ganggu kamu lagi setelah ini. Aku harap, kamu bisa menemukan wanita yang benar-benar akan kamu cintai, Pandu!" balas Celine berteriak. "Aku pamit!" sambungnya dengan sejuta tekad untuk tidak lemah dan malah berbalik memeluk pria yang sudah terlanjur ia cintai.
Di tengah awan gelap yang berkumpul di langit malam. Di tengah bunyi menggelegar petir dan derasnya air hujan yang menerpa, Pandu menyaksikan Celine berpaling dan perlahan menghilang dari pandangannya. Bukan hanya untuk waktu sebentar, melainkan untuk selamanya.
Lutut Pandu bergetar dan perlahan tak mampu lagi menopang tubuhnya. Kedua kaki yang sejak awal sudah tak mampu bertahan akhirnya merosot dan bersimpuh di atas tanah. Pandu tertunduk dengan linangan air matanya. Sebuah kotak beludru berbentuk hati yang sejak tadi ia genggam terjatuh dari tangan kanannya.
Terlambat.
...Hati Pandu sudah terlanjur luka bahkan ketika ia belum sempat memulai apapun....
...Samarinda, 16 February 2021...
..._Luka Hati_...
... ...
Pandu X Celine
...•••...
"Lari Celine! Lari!" Teriakan itu masih bisa Celine dengar dari arah belakang. Dengan sekuat tenaga, perempuan itu memaksa sepasang tungkainya untuk berlari dengan kecepatan maksimal yang ia bisa. Tak peduli pada telapak kaki yang sudah berdarah karena tergores kerikil. Rasa perih itu masih tak ada apa-apanya di banding tekad yang ia punya untuk segera pergi dari tempat terkutuk itu.
"Ada satu lagi di sini!" teriak salah seorang anak buah Madam Chu. Wanita Dajjal yang sudah membelinya dan menjadikan Celine dan beberapa gadis lain menjadi PSK secara paksa.
Celine segera mengerem larinya begitu seseorang sudah mencegatnya di depan. Perempuan berambut panjang tersebut mengubah arah. Ia berlari menuju ke arah kanan.
"Ku mohon! Jangan lagi. Aku nggak mau balik ke sana lagi! Aku mohon!"
Langkahnya mulai terseok. Sesaat yang lalu, kakinya baru saja menghantam batu besar dan mengakibatkan Celine harus terjerembab di tanah. Larinya tak lagi secepat sebelumnya.
"Mau kemana, hah?" Satu lagi anak buah Madam Chu berhasil mencegatnya. Sekarang, Celine sudah menemui jalan buntu. Keputusasaan menjadi teman yang saat ini menemaninya.
"Lari Celine! Lari..." Lorna, salah satu teman baiknya yang juga ikut dalam pelarian memeluk pria yang mencegat Celine. Sebisa mungkin ia menahan pria itu agar tak menghalangi Celine pergi.
"Lorna..." jerit Celine tertahan.
"Pergi! Cepat!" Lorna berteriak sambil terus memegangi pria berambut gondrong tersebut.
"Tapi kau dan yang lainnya bagaimana?"
"Pergi saja! Jangan pedulikan kami. Setidaknya, salah satu diantara kita ada yang selamat! Bergegaslah, Celine! Aku tidak bisa menahannya lebih lama!"
BUGH!
Lorna berdebam ke tanah ketika anak buah Madam Chu memukul tengkuknya.
"Cih, merepotkan!" decak pria itu kesal.
DORR!
Satu buah peluru bersarang di punggung wanita asal Rusia tersebut sebagai hadiah atas perbuatannya.
Celine terbelalak. Seluruh saraf di tubuhnya menegang. Ia merasa tak bisa bergerak sama sekali.
"Ayo kembali, Celine! Bersyukurlah, Madam Chu masih mengampunimu karena kau adalah anak kesayangannya. Jika tidak, maka nasibmu akan sama seperti teman-teman dungumu ini."
Pria itu bergerak. Meraih tangan Celine secepat kilat lalu menyeret wanita itu tanpa perlawanan berarti. Berakhir sudah. Semuanya sudah terlambat. Teman-teman Celine tak ada yang selamat. Pelarian mereka berakhir sia-sia.
"Arrghhh..."
Pegangan tangan anak buah Madam Chu terlepas tiba-tiba tatkala Lorna berhasil menancapkan pisau ke betis pria itu. Lorna masih berusaha berjuang untuk menyelamatkan Celine dengan napas terakhirnya. Ia tahu bahwa ajalnya sebentar lagi akan tiba.
"Pergi, Celine! Aku akan menahannya." Lorna lagi-lagi berteriak. Pisau yang memang ia bawa untuk berjaga-jaga terus ia tancapkan bertubi-tubi ke betis pria tadi. Tak peduli meski jambakan pada rambut panjangnya tak kalah menyakitkan.
"Lorna! Aku tidak bisa pergi tanpamu!" Celine berusaha membantu Lorna. Namun, ia tak memiliki apapun untuk melawan.
"Anak buah Madam Chu yang lain akan segera datang! Bergegaslah, Celine! Aku tidak bisa menahan dia lebih lama!"
"Aku tidak bisa pergi tanpa kalian..."
"Jangan keras kepala, Celine!" Gigih, Lorna tetap memeluk betis pria itu. Mencolok ke dalam luka yang ia timbulkan dengan kuku jarinya yang panjang setelah pisau yang ia gunakan berhasil di buang pria tadi.
"Jangan sia-siakan pengorbanan kami. Ka-mi tidak pernah menyesal. Malah, kami bersyukur mendapatkan kematian daripada harus kembali menjadi pelampiasan nafsu lelaki bejat di tempat haram Madam Chu. Celine, aku mohon! Hiduplah dengan baik seperti yang sudah kita impikan bersama-sama. Wakili kami untuk mewujudkan mimpi kami. Berjanjilah padaku akan hal itu." Lorna tersenyum. Mengabaikan rasa sakit yang menghantam tubuhnya akibat pukulan anak buah Madam Chu.
"Lorna..."
"Selamat tinggal, Celine!" Lorna mengucap salam perpisahan. Celine sudah kembali berlari. Pelabuhan sebentar lagi akan terlihat. Ia hanya perlu berjuang sedikit lagi.
Celine menangis tersedu-sedu. Bibir bawahnya ia gigit sekeras mungkin demi mengabaikan rasa sakit akibat kehilangan teman-temannya. Ia bahkan tidak berbalik lagi saat dentuman peluru kembali terdengar memecah keheningan malam. Celine tahu bahwa ajal sudah menjemput Lorna. Sama seperti Gabriella, Audrey dan Amber.
"Maaf teman-teman! Maaf karena tidak bisa menyelamatkan kalian!"
Tiba di pelabuhan, Celine segera naik ke kapal. Sebentar lagi kapal itu akan berangkat. Perempuan tersebut bergegas berbaur dengan orang-orang agar anak buah Madam Chu tidak bisa menemukannya. Tepat ketika Kapal mulai bergerak, Celine menghela napas lega. Anak buah Madam Chu tertahan di Pelabuhan. Mereka tidak bisa naik karena pemeriksaan yang ketat. Insiden pengeboman di Marine Parade 2, sehari yang lalu membuat pemeriksaan pada setiap calon penumpang alat transportasi apapun menjadi sangat ketat. Hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi Celine yang bisa lolos dari anak buah Madam Chu yang mengejarnya karena mereka semua bersenjata.
Malam itu, akan menjadi sejarah yang panjang dalam hidup Celine. Kematian teman-temannya akan menjadi sebuah kenangan pahit yang selamanya akan ia ingat.
"Tenang, teman-teman! Mimpi kalian akan ku wujudkan satu persatu. Aku janji!"
Air mata perempuan cantik itu kembali menetes. Sebuah foto dan data dari seseorang yang penting kembali ia lihat. Foto tersebut pemberian dari Lorna. Sebuah perisai yang sudah mereka incar sejak rencana pelarian mereka rencanakan. Potret seorang pria tampan dengan sepasang mata yang luar biasa misterius. Potret seorang pria yang katanya mampu menghalau segala macam bahaya tanpa perlu melakukan apapun.
"Bima Dirgantara. Semoga kehebatanmu sama seperti yang Lorna katakan," ucap Celine sambil memeluk foto tersebut.
***
"Mr. Dirgantara! Mr. Reinhart menunggu anda di ruang VIP di lantai dua." Seorang perempuan cantik menyambut Bima dan dua orang asistennya sambil tersenyum ramah.
"Ck. Kenapa harus di lantai dua, sih? Bikin repot aja," decak pria itu kesal.
Sekretaris Mr. Reinhart tersenyum canggung. Watak Bima Dirgantara tidak berubah sama sekali.
"Silahkan ikuti saya!" Sekretaris Mr. Reinhart melangkah lebih dulu di ikuti oleh Bima, Sam dan Pandu belakangan.
"Ketua! Kita nggak di kasih makan?" Pandu menyikut lengan Sam. Berbisik pelan usai cacing di perutnya meronta meminta makanan. Maklum, ia belum makan apa-apa sejak pagi karena di minta buru-buru berangkat oleh Bos tukang tindasnya.
Sam bergeming. Seolah, tak mendengar apa-apa. Ia masih berdiri tegak di depan pintu ruang VIP tempat Bima dan Mr. Reinhart mengadakan pertemuan.
"Ketua!" Lagi. Pandu menyikut lengan Sam.
"Apa?" geram Sam menahan kesal. Pandu semakin dewasa justru semakin bersikap kekanakan.
"Laper!" keluh Pandu dengan wajah memelas. Tangannya mengusap perut sixpack-nya naik turun.
Sam menghela napas. Jika tak di turuti, maka bocah besar di sampingnya tidak akan pernah menyerah merengek.
"Pergi dan pesan apapun yang kau mau! Tapi ingat, kembali sebelum pertemuan Tuan Muda selesai!"
"Siap, Bos!" Pandu memberi penghormatan kepada Sam. Pria berlesung pipit itu tertawa senang dan segera turun ke lantai bawah untuk memesan makanan.
"Ngapain, Mba?" tegur Pandu pada seorang perempuan yang nampak mencurigakan. Perempuan itu sepertinya sedang mengintip seseorang.
"Maaf, Mas! Saya kesasar!" kata perempuan itu dengan wajah pias.
"Masa' sih?" Pandu mengernyit heran.
"Sa-saya mau numpang ke toilet!" ujar perempuan itu beralasan. "Ka-kalau gitu saya permisi!" tukasnya sembari berlalu dengan cepat.
"Aneh! Apa jangan-jangan, lagi ngintipin Ketua Sam?" Pandu menggaruk-garuk kepalanya bingung. "Au' ah. Yang penting cari makan dulu!" ujarnya lagi.
••••
**Samarinda, 17 February 2021**
**Ig Author : Itha\_Sulfiana**
Pandu
Celine
Bima Dirgantara
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!