Setiap manusia dapat memilih dengan siapa dia bisa menikah.
Tapi manusia manapun takan pernah bisa menentukan pada siapa dia jatuh cinta…
Seperti itu peribahasa yang dapat aku jadikan sebagai kalimat kiasan untuk kisah ini.
Adelia Puteri, itu namaku…
Aku yang kembali jatuh cinta untuk yang ke sekian kalinya…
Cinta dan hangatnya kasih sayang, kembali dapat ku rasakan setelah kebekuan hati dan kekosongan fikiranku selama ini.
Sayangnya semua kehangatan dan perhatian itu bukan dari laki-laki yang sudah menikahiku, semuanya itu terjadi tanpa bisa aku hentikan, rasa yang tumbuh dengan sendirinya tanpa ku tanam.
Walaupun aku selalu tersakiti sebab pilihan jalan hidupku sendiri, tapi aku selalu tak memiliki keberanian untuk mengakhiri semuanya.
Aku yang harus kuat menahan rasa cemburu, ketika dia sedang bersama pemiliknya.
Aku yang harus selalu menahan rindu, karena tak dapat melampiaskan segalanya setiap waktu.
Salah ???
Iya memang salah, tapi aku tak dapat menolaknya, karena semua yang dia berikan adalah sesuatu yang aku butuhkan, yang tak dapat aku rasakan lagi dari orang yang aku harapkan.
…
Jika laut membuat ombak,
Maka pantai menjadi akhirnya.
Jika langit turunkan hujan,
Maka tanah kan jadi penampungnya.
Cinta yang selalu diagung-agungkan banyak orang itu tak selalu menghasilkan kebahagiaan, walaupun ketika jatuh cinta semua terasa indah.
Beberapa diantaranya merasa tertekan dan tersiksa oleh cinta yang dirasakan.
Maka definisi cinta adalah rasa yang tak selalu tentang bahagia, karena sengsara pun ada didalamnya, yang sudah pasti keluar diwaktu yang tepat.
Adelia sudah menjalani rumah tangga selama belasan tahun lamanya, jelas dia sudah tau tentang pribadi suaminya juga sifat dan kebiasaannya.
Adel pun sudah hatam cara untuk menghadapi dan mengatasinya harus bagaimana.
Yang dia belum tau dari suaminya adalah sisi lain suaminya ketika berada diluar rumah, karena Adel selalu menanamkan kepercayaan yang kuat pada Geo sejak awal pernikahan mereka.
Geo, menurut penilaian istrinya adalah bukan tipikal cowo yang gampang ditebak, dia seorang laki-laki pendiam.
Jarang sekali mereka berbincang jika tak ada hal yang memang harus dibicarakan.
Geo adalah mahluk pekerja keras yang tak pernah menyerah dalam segala hal, apapun itu, jika dia ingin lakukan pasti dia usahakan, sesulit apapun resiko yang harus dihadapinya.
Romantis ???
Ngga sama sekali,
Jarang Adel mendapatkan keromantisan dari seorang Geo Anggara Putra.
Geo berwajah tampan, bermata tajam, berkulit putih, nilai perfect untuk seorang cowo berumur 40 tahun itu….
Dari dulu Geo bukan tipikal cowo yang neko-neko, penampilannyapun ngga pernah aneh-aneh, selalu tampil apa adanya dan itu adalah nilai plus yang dimiliki Geo, hingga Adelia mau dinikahinya.
Adelia adalah wanita pertama dan satu-satunya wanita yang berhasil membuat Geo bertekuk lutut, tapi bukan karena Geo ngga punya pacar, jangan salah, Geo dulu termasuk jajaran cowo ideal dikampusnya, dia juga berpacaran seperti cowo yang lain, bahkan mantan pacar Geo berderet dari timur ke barat.
Hanya saja dari deretan gadis-gadis itu, Adelia lah yang mampu membuat Geo merasa sempurna dalam hidupnya.
Mereka memutuskan untuk menjalani hidup bersama dengan landasan cinta yang mereka rasakan di kedua belah pihak saat itu.
Malam itu Geo sudah terlelap dalam tidurnya, Adelia masih anteng dengan drama kesukaannya, tiba-tiba handphone Geo bergetar, terlihat notifikasi whatsapp dilayar, Adelia yang sedang duduk bersantai, iseng dia membuka chat itu, Sea nama orang yang mengirimkan chat itu.
“Aku kangen kamu….”
kata Sea dalam tulisan whatsapp nya.
Mata Adel terbelalak membacanya, tapi dia berusaha mengendalikan dirinya.
Sebenarnya hal seperti itu bukan kali pertama dia temukan, bahkan Adelia sering membaca chatingan suaminya bersama nama itu dan nama-nama yang lainnya.
‘Sebelum aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku masih mempercayainya’
Gumam Adelia didalam hatinya.
Selama usia pernikahan, mereka tak pernah mengusik kehidupan pribadi masing-masing.
Geo dengan kesibukan dan sisi lainnya.
Demikianpun dengan Adelia.
Tapi untuk kali ini Adelia merasa geram dengan tingkah wanita bernama Sea itu, mungkin karena terlalu seringnya dia menemukan chat dari nama itu, dibalasnya chat itu.
“Anda kangen sama siapa ?”
balas Adel dalam chatnya.
Sea tak membalas, sampai Adel tak sabar dan mengirimkan kembali chat berikutnya.
“Suami saya ?”
tulis Adel kembali.
Sea langsung off dari whatsapp nya.
‘Coba saja anda lawan saya kalo berani’
ancam Adelia dengan geram, dia berbicara pada handphone suaminya itu.
Malam itu Adel tak dapat memejamkan matanya, fikirannya mulai terganggu dengan chat dari wanita bernama Sea itu, tapi dia tak berani menanyakan perihal siapa Sea itu kepada suaminya, karena Adelia sudah tau apa yang akan terucap dari mulut suaminya.
……
Keesokan harinya, seperti biasa, aktivitas Adelia yang harus berjibaku dengan urusan perabotan dan pakaian kotor sebelum berangkat ke tempat kerjanya.
Setelah rapih didaerah rumah yang merupakan kewajibannya, barulah Adel berangkat menuju tempat dimana dia mengais rupiah, bukan untuk mencari nafkah, dia hanya perlu mengisi waktu untuk melupakan semua hal yang selalu mengganggu fikirannya.
Aku harus punya kesibukan biar otakku selalu normal, katanya dalam hati.
……
Hari itu saat aku berjibaku dengan segala rutinitas dimeja kerjaku, seorang anak laki-laki datang menghampiri,
“Mbak sendirian aja…sibuk yah ?”
tanya anak itu padaku,
Umurnya sudah dapat ku pastikan bahwa dia jauh lebih muda dariku, dia juga termasuk anak baru disini, belum lama dia masuk ke perusahaan.
“Iya nih, nyiapin laporan bulanan biasa”
jawabku tanpa menolehnya,
Aku terus mengerjakan laporan yang udah mepet harus segera diserahkan ke atasan.
“Owh iya Mbak”
katanya sambil membuka-buka dokumen yang berserakan dimeja,
”Kamu sengaja kesini ?”
tanyaku lagi, ku lirik wajahnya yang masih terlihat unyu-unyu.
“Aku kesini disuruh Mbak Mega, disuruh bantuin Mbak disini”
jawabnya.
Belum juga sempat aku balas kata-kata anak itu tiba-tiba,
Treeeerrrttttt…..treeeerrrrrtttt…..
Handphone ku berbunyi, notifikasi whatsapp terlihat dilayar, kubuka chatnya, ternyata dari rekananku yang juga sedang bekerja digedung sebelah.
‘Del…lo sibuk banget ngga ? bisa kesini dulu sebentar, urgent nih’
Katanya dalam chat itu,
tanpa berfikir lagi aku berdiri dari tempat dudukku,
“Aku ada perlu dulu, kayanya besok aja diterusin lagi ngerjainnya, kamu besok kesini lagi yah, kan mau bantuin katanya”
kataku sambil ku berikan senyum alakadarnya.
“Mbak mau kemana ?”
Dia malah balik bertanya,
“Aku mau bantuin dulu kerjaan di gedung sebelah, katanya urgent”
jawabku sambil membereskan semua berkas yang masih berserakan dimeja. Anak itu pun membantuku merapihkan semuanya.
“Mau aku anterin Mbak ?”
tanyanya lagi.
Gedung satu dan Gedung dua emang agak jauh jaraknya, aku berfikir sejenak,
“Kamu ngga mau pergi kemana-mana lagi emang ?”
Aku bertanya lagi,
“Ngga Mbak, ayo aku anterin”
ajaknya lagi, tanpa berfikir panjang aku langsung naik ke motornya berangkat menuju ketempat dimana rekanku menunggu kedatanganku.
Tak membutuhkan waktu yang lama untuk seorang Adelia membereskan semuanya.
Sepulang dari pekerjaan yang terkadang sangat melelahkan, Adelia disambut dengan teriakan buah hatinya,
“Momy…..”
Pratama Anggara Putra memanggil Ibu nya.
Seketika rasa capek yang tadi menguras tenaga dan fikirannya hilang.
Adelia yang terkenal dengan ketomboyannya waktu sekolah, berubah jadi wanita anggun ketika dia sudah menjadi Ibu dari anak-anaknya.
Perubahan itu pun yang membuat Geo tak dapat melepaskan seorang Adelia.
Di dalam rumah Adelia layaknya seorang Ibu Rumah Tangga yang lainnya, membersihkan rumah, memasak dan mengurus anaknya.
Baginya wanita karir itu adalah wanita yang bisa menyeimbangkan antara pekerjaan dan kewajibannya.
Itulah keseharian seorang Adelia Puteri.
….
Deru nafas memburu menyeimbangkan gerakan yang dilancarkan seorang Geo, nafasnya mulai terengah, menahan gemuruh ombak yang bergulung dari dalam kalbu, mencoba menyelesaikan semuanya agar tercapai klimaks yang dapat melepaskan segala rasa dan hasrat dari segara kenikmatan yang tengah dinikmatinya berdua bersama dengan wanita yang sepertinya sudah lebih dulu berada dilangit ke tujuh.
Hening sesaat setelah erangan dari Geo menandakan finishing dari pelepasan semua gejolaknya…
Brukkkkk…. Badan tegap itu terlentang diatas kasur, tubuhnya basah berpeluh, nafasnya tak beraturan seperti habis marathon, saat itu sudah tengah malam, hanya denting jam dinding yang terdengar selain hembusan angin yang semilir.
Adelia bangkit lebih dulu dari tempat tidurnya.
Tangan Geo menarik kembali Adel kepelukannya,
“Disini dulu sebentar, aku masih kangen”
bisik Geo ke telinga istrinya itu.
Adel hanya tersenyum, dia membalas pelukan suaminya itu, Adel diam tak bergerak dalam pelukan, sampai akhirnya Geo terlelap.
“Kangenmu itu cuma sebulan sekali Mas”
kata Adel sambil memandangi wajah tampan yang sudah terlelap itu.
Terdengar dengkuran halus Geo, kelelahannya setelah berjibaku dengan rutinitas pekerjaannya dan baru saja Geo melakukan tugasnya memberikan nafkah batin untuk istrinya.
Walaupun intensitas pemberian itu sekarang sudah mulai jarang didapatkan oleh Adelia. Dan itu juga yang jadi pertanyaan Adelia sampai saat ini.
Perlahan Adel melepaskan pelukan suaminya itu, dia bergegas masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya.
Ketika kekhusuannya membersihkan tubuh, sekilas Adel mengingat tentang bagaimana Geo memperlakukannya dahulu yang sekarang sudah tak lagi dirasakannya.
Pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengganggu fikirannya selama ini kembali muncul, wanita-wanita itu, chatingan-chatingan itu…..
Aaaaaarrrgggggghhhhhh…..
Lagi-lagi Adel berusaha untuk menyingkirkan semuanya, dalam hatinya berkata,
‘Aku harus bertahan untuk sebuah janji yang sudah aku tanamkan’.
Cepat Adel mengakhiri mandinya.
Tubuhnya sudah terasa segar dan wangi.
Segera dipakainya piyama tidur yang baru saja diambil dari lemari pakaiannya.
Setelah itu Adel membaringkan tubuhnya bersama anaknya yang sudah terlelap lebih dulu.
Waktu menunjukkan pukul 02.00, Adel memejamkan matanya, mengistirahatkan tubuh dan fikirannya.
…..
“Hai Mbak…”
Anak itu kembali menyapaku,
“Ayo kita berkolaborasi” kataku, sambil membawa setumpuk berkas laporan yang belum terselesaikan.
Dia mengikutiku dari belakang, sampai dimeja kerjaku kami duduk berdampingan mengerjakan laporan yang harus terselesaikan hari ini juga.
Perempuan….
Kau pasti tahu sakitnya cinta yang tak terkatakan.
Cinta yang hanya mampu didekap dalam bungkam, kata orang bahkan diam pun bisa berbicara.
Tapi, menurutku hal itu tidak berlaku dalam cinta.
Sebab cinta harus diekspresikan dan pantang dibawa diam.
Sebab cinta harusnya dinyatakan, lalu dibuktikan dengan sikap.
Begitu seharusnya cinta…..
Handphone Adel bergetar, mata Adel berhenti memandang laptopnya, bola matanya beralih melihat chat yang baru saja diterimanya.
‘Hai Mbak…. Makan siang bareng yuk’
tulisan dalam chat itu.
Adel mengernyitkan keningnya.
‘Ini anak lumayan juga nyalinya’
gumam Adel dalam hatinya, sambil tersenyum sendiri, tak urung dia pun membalas chat itu.
‘Hayu, bentar lagi aku selesai, mau kesini atau ketemu diluar ?’
balas Adelia,
‘Aku tunggu diluar aja ya Mbak’
jawab anak itu,
‘Siap’
balas Adel.
Kembali jari jemarinya menekan tuts laptop dan menyelesaikan pekerjaannya.
Bukan sekali itu dia bareng sama anak itu lagi, tapi hampir disetiap event perusahaan dia selalu bersama anak itu.
Diruangan itu hanya Adelia perempuan satu-satunya, jadi sudah dapat dipastikan dia selalu jadi pusat perhatian, secara semua yang ada disitu adalah mahluk berkelamin laki-laki.
Dia sering mendapatkan candaan dan gurauan dari teman-teman seruangannya.
Walaupun begitu, Adel tak merasa diistimewakan, dia hanya mau membaurkan diri dengan mereka jika memang suasananya sedang enak untuk bareng-bareng.
Jika tidak, Adel lebih banyak menyendiri.
Sejak kerjasama dengan Adelia, anak itu mulai menunjukkan perhatian dan keberaniannya dalam mendekati seorang Adelia Puteri.
Namun sayangnya Adelia bukan tipikal perempuan yang mampu luluh hanya dengan bujuk rayu dan gombalan laki-laki super alay.
Banyak sekali kata-kata manis yang selalu terkirim melalui chatingan, bahkan dari ucapan langsung anak laki-laki itu untuknya.
Tapi tak sedikitpun dapat menghangatkan hati dan mengisi kehampaan yang sudah dirasakannya sekian lama.
Semuanya dianggap sebagai canda gurau semata.
…..
“Mbak udah baikan sama suaminya ?”
Anak laki-laki itu memulai pembicaraan disela kunyahannya.
“Udah lah, ngga enak lama-lama musuhan sama orang yang serumah”
senyum anak itu terukir dibibir tipisnya.
“Ngapain senyum-senyum ?”
tanya Adelia, keningnya mengerut, hatinya sedikit tersinggung dengan senyuman itu.
“Maaf… Bukan maksud ngeledek Mbak, aku malah seneng ko kalian rukun lagi, semoga rukun terus ya Mbak”
ungkapnya lagi.
Adel hanya menjulurkan lidahnya.
Itu kata-kata klise yang selalu terucap dari mulut anak laki-laki itu.
Anak itu selalu tau ketika Adel sedang bertengkar dengan Geo, karena Adel sering curhat padanya.
Cinta bukanlah mencari pasangan yang sempurna, tapi menerima pasangan kita dengan sempurna….
Itu mungkin yang dimaksud olehnya, namun itu semua dinilai Adel hanya sebuah rangkaian kata saja, tanpa makna, tanpa ada yang sudah dapat membuktikannya.
Karena sejatinya setiap pasangan akan memiliki titik dimana kejenuhan dan rasa bosan menerpa setiap jiwa, tergantung bagaimana menyikapinya.
Hanya untuk jiwa yang memiliki mental baja yang dapat melewati semuanya.
Adelia terlalu banyak menerima luka.
Adelia terlalu banyak menerima kekecewaan.
Hingga tak ada lagi ruang dalam hatinya untuk meletakkan secercah cahaya yang dapat menerangi kegelapan dan kehampaan hatinya selama ini.
Belum ada yang mampu membuatnya luluh sampai saat ini.
Geo yang selalu terhindar dari kata perpisahan.
Dahulu karena materi yang selalu Geo bahas yang akhirnya mampu Adelia tuntaskan dengan tangannya sendiri.
Dan saat ini karena semata-mata kehadiran seorang Dwi Anggara Putri, yang menjadi sebuah benteng pertahanan bagi seorang Adelia untuk mempertahankan semuanya.
Walaupun akhirnya Adelia harus kehilangan semangatnya karena Dwi lebih dulu meninggalkannya.
Dulu Adelia layaknya seorang princes yang selalu mendapatkan perlakuan istimewa dari Geo.
Namun sejak Geo mengenal dunia luar dan sering bepergian ke luar kota, Geo mulai berubah.
Mungkin Geo menemukan hal-hal yang jauh lebih menarik daripada kebersamaannya dengan Adelia.
Hingga kini keistimewaan seorang Adelia sudah sirna.
Frustasi ???
Ya,. Adelia menutup rapat seluruh ruang dihatinya, tak ada lagi celah dalam hati seorang Adelia untuk cinta...
Dia nyaris tak mempercayai adanya rasa itu, walaupun dia dahulu merasakannya beberapa kali.
Untuk anak itu, Adelia sama sekali tak menganggap serius semua yang dikatakan dan dituliskannya.
Kenapa ???
Karena dia sudah beristri yang sudah melahirkan keturunannya.
Adelia hanya butuh teman untuk dia bercerita dan mengobrol mencari pelarian untuk rasa kesepiannya yang abadi, dengan anak itu saja dirasakan nyaman, tapi tidak lebih dari kenyamanan.
Walaupun mungkin anak itu menganggap semua lebih dari itu.
Entahlah…..
Yang jelas kebersamaan yang mereka jalin membuat Adel nyaman untuk bercerita dan sharing tentang apapun pada anak itu.
....
'Del... Tolongin temen aku, dia masuk Rumah Sakit, kecelakaan, tolong jagain sebentar sampai suaminya datang'
Geo mengirimkan chat pada istrinya.
Pulang dari tempatnya bekerja Adel bergegas menuju Rumah Sakit yang ditunjukkan Geo.
Sesampainya disana, terlihat seorang wanita sedang meringis kesakitan, Adel segera menghampiri wanita itu.
"Kakak... Kenapa bisa jatoh dari motor ?"
tanya Adel pada wanita yang terbaring lemah diatas ranjang Rumah Sakit itu.
Hany nama wanita yang dipanggil Adel dengan sebutan Kakak itu menerangkan kronologi kecelakaan yang menimpanya saat itu dengan sesekali dia meringis kesakitan.
Adel pun tak tega melihat keadaan teman suaminya itu.
Adelia menelpon Geo,
"Mas kamu dimana ?"
tanya Adel setelah sambungan telepon genggam nya diterima Geo.
"Aku lagi cari minum dulu buat Hany, kamu tungguin dulu dia, bentar lagi aku kesitu"
jawab Geo,
"Owh... Okey"
kata Adel singkat.
Setelah menutup sambungan teleponnya, Adel kembali menemani Hany.
Tak lama Geo datang diiringi suami Hany yang berjalan dibelakangnya.
Sony suami Hany menemui dokter dan menanyakan perihal keadaan istrinya, ternyata Hany harus dirujuk ke Rumah Sakit di Kota.
Mereka pun bersiap-siap untuk mengevakuasi Hany, termasuk Geo.
"Aku nganterin Hany ke Rumah Sakit Kota, kamu bisa pulang sendiri kan ?"
tanya Geo padaku.
Deggggg... Hati aku kesel dengan kalimat itu, kenapa mesti ikut sih, dia kan udah ada suaminya, gerutu Adelia dalam hatinya.
Tapi lagi-lagi Adelia tak dapat menahan kepergian Geo, dia hanya menganggukkan kepalanya.
Saat itu sudah pukul 21.00 Adelia kebingungan berada di sebuah Rumah Sakit sendirian, ojek udah ngga ada yang operasi saat itu.
Adelia mengeluarkan handphonenya, dia mencari-cari nama yang sekiranya bisa menjemput dia disana.
Jempolnya menekan satu nama...
Ya... Anak laki-laki itu... dia meneleponnya, berharap bisa menjemputnya dan mengantarkannya pulang kerumah.
"Kamu bisa jemput aku ngga ?"
tanya Adel.
"Iya Mbak, aku kesitu"
jawab anak laki-laki itu.
Adel tenang...
Dia menunggu kedatangan anak laki-laki itu.
Namun tak lama, anak laki-laki itu menelepon Adel,
"Mbak maaf aku ngga bisa jemput, istriku takut ditinggal sendirian"
dengan nada menyesal anak itu mengabarkan ketidak mampuannya untuk menjemput Adel.
Kembali hati Adelia terasa ada yang menonjok...
"Owh iya ngga apa-apa"
jawab Adel, dia berusaha untuk tetap tenang.
Adelia masih mondar mandir didepan ruang UGD,
'Duhhh gimana nihhh, gue nolongin orang, giliran gue sendiri ngga ada yang nolongin'
gerutunya...
Tiba-tiba dia ingat Adiknya.
Kembali Adelia menelepon, berharap kali ini adiknya menjadi penolong,
"Dek... Kamu jadi pulang ?"
tanya Adel pada Adik laki-laki nya.
"Jadi, ini lagi OTW, kenapa ?"
jawab Firman dengan suara gemuruh, jelas dia masih mengendarai motornya.
"Alhamdulillah... Jemput aku dong, aku di Rumah Sakit, mau pulang ngga ada ojek"
kata Adel dengan nada ceria, perbincangan dengan adiknya saat itu seakan mendapatkan sebuah hadiah.
"Lo ngapain dirumah sakit jam segini ?"
tanya Firman lagi,
"Udah nanti diceritain, pokoknya Lo jemput Gue okey"
Adel menutup teleponnya.
Setelah beberapa saat, terlihat motor Firman menghampiri Adel yang sudah berada dipinggir jalan raya.
Pagi itu Adelia berangkat lebih pagi, karena dia harus membawa kendaraan milik teman suaminya yang semalam dia tinggalkan di Rumah Sakit.
Setelah semuanya selesai, Adel bergegas masuk ke Perusahaan tempatnya bekerja.
Anak itu menghampiriku,
"Mbak maaf semalam aku ngga bisa jemput"
katanya dengan raut wajah yang memelas.
Adelia hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Makan siang bareng lagi yuk"
ajak anak itu lagi,
"Ngga ah ntar ada yang bilang ngga boleh lagi"
jawab Adelia dengan nada menyindir.
Refleks tangan anak itu merangkul tubuh Adelia yang sedang duduk sambil memeluk meja kerjanya.
"Mbak jangan marah doooong"
Anak itu memohon dengan keseriusan diwajahnya.
Adel kembali tersenyum sinis,
"Ah Mbak... Mbak masih kesel yah gara-gara semalem ? Aku juga ngga bisa tidur Mbak, mikirin Mbak, beneran deh"
Anak itu semakin memelas.
Perlahan dia melepaskan pelukannya, karena Adelia menggeliatkan tubuhnya.
"Iya... Iya... Ngga apa-apa ko, udah ngga usah dibahas lagi"
jawab Adelia.
"Ayo kita makan"
ajak Adel pada anak itu.
Sampai jam pulang kerja anak itu masih berusaha menghibur Adelia lewat chatingannya.
Adelia tak mengerti kenapa semalam dia malah ngubungin anak itu, bukan temannya yang lain.
Padahal diruangan itu juga ada anak laki-laki yang terang-terangan bilang suka sama Adelia, tapi entah kenapa yang ada difikiran Adel cuma anak itu, sampai dia memelukpun Adel tak menolaknya.
Entahlah...
....
Aku pandangi pantulan sosok diriku dicermin.
"Aku masih seperti dulu kan ? Aku masih cantik kan ? Apa aku udah ngga menggairahkan lagi ?"
gumam Adel dalam hatinya.
Rasa lelah kembali menyerangnya, bukan lelah karena capek bekerja dan menjadi Ibu Rumah Tangga.
Kelelahan yang dihasilkan dari ketidak berdayaannya merubah semua keadaan, agar sesuai dengan yang diharapkannya.
Kelelahan menghadapi sifat keras dan egoisnya seorang Geo yang terkadang membuatnya ingin menyerah.
Ketika sedang anteng berbincang dengan hatinya sendiri,
Ting... Ting... Kembali dia mendengar suara notifikasi whatsapp dari handphone suaminya.
Terlihat emoticon kiss dan kalimat rindu yang kembali dikirimkan Sea.
Adel tak membalasnya lagi, dia sudah terbiasa dengan kalimat-kalimat mesra dan rayuan-rayuan gombal super alay dari para wanita pemuja suaminya itu.
Geo terbangun dari tidurnya, terlihat beranjak dari tempat tidurnya, sepertinya dia mencari sesuatu,
"Ini handphone kamu"
Adel menyodorkan handphone suaminya itu,
"Owh"
kalimat langganan yang selalu keluar dari mulut Geo,
"Siapa Sea ?"
tanya Adel, sorot matanya tajam melihat wajah suaminya yang baru bangun.
"Temen"
jawab Geo sambil memainkan kedua jari jempolnya diatas layar handphone.
"Temen ko kaya gitu whatsapp nya, pake acara kangen-kangenan segala"
Adel mengeraskan niat dan berusaha menguatkan hatinya, Adelia ingin tau siapa sebenarnya wanita bernama Sea itu.
Terlihat Geo mengernyitkan keningnya, sepertinya dia tau Adelia sempat membalas chat dari wanita yang disebutnya teman itu.
Sadar dengan maksud kernyitan kening suaminya itu, Adel jujur pada suaminya.
"Aku yang balas chatiangannya"
suara Adel lebih meninggi, namun terdengar agak bergetar, menahan emosi yang sudah mulai menguasai hatinya.
"Kamu ko lancang, ngga usah ikut campur urusan aku, kamu mau cari masalah ?"
Geo membentak Adel.
"Dia yang cari masalah bukan aku"
jawab Adel sambil berdiri dan melangkahkan kakinya keluar kamar.
Geo belum menginginkan semua selesai, begitu Adel keluar kamar dan meninggalkannya, dia pun menyusul istrinya keluar dari kamar, emosi terlihat dari wajahnya yang sudah murka.
"Lo juga dulu pernah deket sama cowo lain dan gue ngga ikut campur"
Geo kembali menyulut emosi Adel.
"Eh itu orangnya juga ngga tau dimana, Gue ngga pernah ketemu, cuma bercanda-canda doang" jawab Adel.
"Beda sama Lo... Lo udah ketemuan kan ? Lo juga udah pernah nginep disana kan ?"
Adel menambahkan lagi.
Sontak Geo meradang, dia mengangkat tangannya.
"Tampar aja, tampar kalo berani"
Adel menyodorkan pipi kanannya kedepan Geo.
"Lo emang sukanya bikin masalah"
teriak Geo, sambil menunjuk muka istrinya, dia urung menjatuhkan tamparannya.
"Okey kalo Lo mau nya kaya gini, suatu hari nanti Gue bakal pake tu Cewe sekalian"
kata Geo masih dengan amarahnya.
Adel dan Geo berhenti setelah mendengar tangisan anaknya dari dalam kamar.
Adel pun kembali meninggalkan suaminya, masuk kedalam kamar dan menguncinya dari dalam.
"Tidur diluar sana, dasar manusia egois"
gerutunya sambil kembali berbaring menemani dan memeluk anaknya.
"Lo udah sempurna ngejelekin Gue didepan anak Gue"
Geo masih berbicara diluar sana.
....
Paginya terlihat mata Adelia yang bengkak, kejadian semalam membuatnya kembali berurai air mata.
Bentakan Geo yang menyalahkannya yang membuat hati Adel kembali terluka.
"Mbak kenapa ?"
kata anak laki-laki itu wajahnya terlihat khawatir dengan keadaan Adelia.
Adel tak memberikan jawaban, dia memberikan handphone nya pada anak laki-laki itu.
Revano Altar... Nama anak laki-laki itu.
Dia melihat screenshot chat dari Sea untuk Geo.
Sejenak Vano berdiam diri dan menghela nafas dalam.
Sepertinya dia merasakan bagaimana perasaan Adelia saat itu.
Adelia menempati meja kerjanya setelah menerima handphone nya kembali dari tangan Vano.
Bulir bening dari sudut matanya kembali mengalir, Adel merasakan kelelahan yang amat sangat menyiksanya selama ini.
Vano bingung, dia tak dapat berbuat apa-apa,
"Mbak jangan nangis.. Malu diliat yang lain"
bisiknya ketelinga Adel, yang masih menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Adel tak menghiraukannya, dia tetap mengeluarkan sesaknya lewat tangisan tanpa suara.
Setelah terasa agak mendingan, kembali Adel mengerjakan pekerjaannya, walaupun dengan sedikit terisak-isak.
Dia mencoba menyibukkan diri, mencari pelarian agar otaknya tak malulu dipenuhi emosi pada suaminya.
Dia mengambil handphone dari atas sebuah printer diatas meja kerjanya.
Adel menuliskan status di whatsapp nya.
'Sepertinya ketenangan itu ada setelah kematianku'
tulis Adel distatusnya.
Vano orang pertama yang membaca status whatsapp nya,
"Mbak jangan kaya gitu dong"
tulis Vano dalam Chat nya yang dikirim ke Adel dengan emoticon menangis.
Hatinya ikut tersayat melihat keputus asaan seorang Adelia kala itu.
Batin Vano berkata,
"Kalo aja belum ada orang disini, aku pengen peluk dia"
Matanya menatap pilu seorang wanita yang masih terlihat diselimuti kesedihan mendalam.
"Sayang kamu udah jadi milik orang Mbak"
bisik hati Vano.
Pandangannya tak berpaling dari Adelia.
Adel mulai merasa tenang dengan menyibukkan dirinya,
Kruuuukkkk.. Kruuuukkkk... Suara perut Adel,
"Duhhh laper"
gumam Adel, sambil beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kantin.
Vano yang diam-diam mengikutinya dari belakang,
"Mbak... Mbak Adel"
panggilnya,.
Adel menengok,
"Eh kamu Van, mau ke kantin juga ?"
tanya Adelia sambil menghentikan langkahnya.
Mereka pun berjalan bersama menuju kantin.
"Mbak udah baikan ?"
tanya Revano, disela kunyahannya.
"Udah Van"
jawab Adel sambil tersenyum hambar.
Revano lebih dulu selesai, dia menunggu Adel sambil menghisap sebatang rokok favoritnya.
Setelah Adel selesai, mereka pun kembali masuk ke dalam dan melanjutkan kembali pekerjaan mereka masing-masing.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!