NovelToon NovelToon

Let'S Get Married

Pertemuan

Sahira Amalia, dia seorang gadis dengan tekad yang besar dalam hidupnya, selalu bersemangat dalam melakukan apa saja yang ia kerjakan. Sekarang ia tengah menulis surat lamarannya pada perusahaan besar yang membuka lowongan besar-besaran, ia melamar menjadi Sekretaris di sana, semoga saja beruntung. Berdasarkan yang ia baca pada iklan perusahaan, mereka baru saja mengangkat direktur utama yang baru. Nama direktur perusahaan yang sangat pamiliar baginya, namun ia berpikir tidak mungkin itu adalah orang yang sama. Mengingat orang yang ia maksud sudah berada di luar negeri.

Tahun lalu ia pernah menjadi Sekretaris di perusaan yang tidak terlalu besar, namun ia mengundurkan diri karena ingin fokus pada study S2 yang ia jalani, ia ingin lulus dengan nilai terbaik, dan ia menggapai impiannya itu, lulus dengan predikat sangat memuaskan baginya sesuatu yang luar biasa.

Berdasarkan pengalaman kerja yang ia punya selama beberapa tahun, ia pikir bisa saja ia di terima, meskipun persaingannya terlalu ketat karena banyak tentunya yang melamar pekerjaan menjadi Sekretaris di perusahaan besar. Setidaknya kalaupun tidak menjadi Sekretaris ia bisa direkomendasikan menjadi staf di bagian lain.

Seperti perkiraannya, Sahira di panggil pihak HRD untuk interview. Dengan pengalaman kerja dan pengalaman melamar kerja dulu hingga bisa di terima, tidak begitu sulit baginya untuk di terima kesekian kalinya.

Kali ini ia terpilih menjadi Sekretaris CEO yang baru di angkat, ia senang bukan main, besok akan mulai bekerja seperti dulu lagi. Ia harus berpredikat baik seperti dulu di tempat kerjanya.

Bagaimana tidak?

Harusnya menjadi Sekretaris seorang CEO itu butuh waktu yang lama agar bisa mendapatkan kepercayaannya, sedangkan ia baru masuj sudah langsung di tempatkan sebagai Sekretaris dari seorang CEO di perusahaan besar dan cukup terkenal.

Ia pikir, tidak sia-sia ia selalu solat di sepertiga malam agar bisa di terima kerja. Dan hasilnya ia bisa dengan mudah di terima. Ia yakin tanpa campur tangan Allah ia bukanlah apa-apa.

#

Jam 06 pagi Sahira telah selesai siap-siap hendak pergi kerja. Hari ini adalah hari pertama ia kerja di perusaan baru, ia tidak boleh mengecewakan apalagi sampai telat.

"Sahira sarapan dulu," ucap Buk Sisi, ibunya Sahira.

"Ya, Ma," jawabnya dengan terburu.

Sahira buru-buru menghabiskan makanannya. Ia harus tampil sempurna hari ini.

"Aku berangkat Ma," teriak pada ibunya yang sedang di dapur. Sahira yang berlari kecil ke arah dapur lalu mencium tangan ibunya.

"Do'ain Sahira sukses Ma, Perusahaan ini perusahaan besar ngak gampang bisa masuk di sini apalagi menjadi Sekretaris," Sahira berkata dengan cepat.

"Iya sayang, selalu," jawab ibunya lembut.

Sahira berlari keluar rumah, ibunya mengikuti untuk mengantar ke depan rumah.

Ojek Online Sahira sudah ada di depan rumah.

Setelah menyusuri jalanan Ibu Kota Sahira tiba di Kantor.

Kantor bahkan belum di buka, tanpa mengomel Sahira duduk di depan pagar yang masih terkunci.

Dalam hati ia selalu berdo'a agar tidak melakukan kesalahan hari ini. Kinerjanya hari ini sangat dinilai karena hari ini adalah hari pertama, jika tidak sesuai perusahaan bisa dengan mudah menggantinya.

Seperti orang lain yang bekerja pada perusahaan pada umumnya, masa satu bulan adalah masa training, itu artinya gajinya tidak akan full bulan ini. Namun ia harus bekerja sebaik mungkin agar tidak tersisih di bulan berikutnya. Gaji di kurangi tapi kerja harus tetap maksimal.

#

"Ibu Sahira, silahkan masuk keruangan Pak Direktur, Ibuk sudah di tunggu," ucap salah satu Staf kantor yang menemui Sahira di Lobi.

"Iya, baiklah," Sahira langsung bangun dari tempat duduknya.

Setelah menunggu selama setengah jam di luar, ia mendapati satpam membuka kantor dan ia bisa duduk di lobi menunggu hal apa yang harus ia lakukan berikurnya.

Dengan tangan gemetar Sahira berjalan menuju ruangan Pak Direktur yang tak lain adalah Direktur utama yang anak muda sering menyebutnya CEO. Sahira bahkan tidak pernah bermimpi akan menjadi Sekretaris di Perusahaan Besar apalagi menjadi Sekretaris dari Direktur Utama yang anak muda menyebutnya CEO itu. Sahira juga baru baca di google apa itu CEO.

Tok..tok..tok

Sahira mengetuk pintu.

"Ya, silahkan masuk!" suara di dalam terdengar lembut namun tetap wibawa.

Perlahan Sahira membuka pintu dan masuk. Sahira menunduk, selain tidak berani memandang wajah CEO karena gugup, ia juga telah bertekat untuk menjaga pandangannya semenjak ia berhijrah di waktu SMA. Ya, Sahira memutuskan untuk berhijrah semenjak ditinggalkan kekasihnya yang sedang cinta-cintanya. Sangat sakit ditinggalkan tanpa sebab dan tanpa alasan.

"Permisi Pak, Saya Sekretaris Bapak yang baru," ucapnya yang menunduk.

"Apa bisa kamu menjadi Sekretaris dengan tidak percaya diri?" ucap Agatha seorang CEO baru yang juga baru satu minggu di angkat, ia penasaran dengan wajah gadis dihadapannya.

"Maaf, Pak," Sahira mengangkat wajahnya.

Deg!!!

Dunia terasa berhenti bagi Sahira.

Bumi berhenti berputar pada porosnya, bulan berhenti berputar mengelilingi bumi, matahari seperti sedang gerhana, galaxy sedang terganggu.

Sahira memandangi Agatha lekat.

Wajah tampan, campuran Indo Jepang dan kulitnya yang putih.

'Apakah dia Bang Iman?' batin Sahira.

Seingat Sahira bang Imannya dulu adalah orang yang sederhana. Iman yang ia kenal selalu memakai vespa ketika sekolah. Bagaimana bisa Iman yang ia kenal adalah CEO dari sebuah perusahaan besar.

'Apa nama perusahaannya?' Sahira merasa melupakan sesuatu.

'Imanuel cooperation grup,' Sahira menganga mengingat nama perusahaan barunya.

"Aissttt, bego," umpat Sahira pada dirinya, sedikit ia memukul kepalanya sendiri.

"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Agatha yang tidak terlalu jelas mendengar omongan Sahira. Agatha juag memandang lekat wanita yang tidak asing wajahnya itu.

"Ah.. hehe..ngak Pak," Sahira meringis.

Sahira menyalahi dirinya, bagaimana bisa ia tidak menyadari hal itu.

Nama kamu? tanya Agatha.

Sahira Pak, jawab Sahira cepat.

Sahira, Agatha memikirkan sesuatu. Mungkinkah?

"Kamu kenal saya?" tanya Agatha yang merasa sangat tidak asing dengan Sahira.

"Tidak Pak," sangkal Sahira.

Agatha mencoba menyelidik, apakah benar ia adalah Sahira yang ia kenal?

Matanya adalah mata yang sama, bibir sepertinya sama, hidung juga terlihat sama, tapi wajahnya yang tirus serta berhijab membuat Agatha tidak yakin, apalagi kulitnya yang terlihat sangat bening. Sahira yang sekarang nampak seperti orang kaya yang melakukan perawatan kulit dengan biaya mahal. Sebab Sahira yang ia kenal dulu berwajah cabi, pipinya tembem membuat hidungnya sedikit tenggelam. Kulit sahira yang dulu sawo matang, namun Sahira yang dulu terlihat sangat manis di mata Agatha.

"Baiklah kamu boleh keluar, meja kamu ada di depan ruangan saya. Dan Desi yang akan mengarahkan tentang apa yang harus kamu kerjakan," Agatha berkata dengan membolak balikkan pena di jepitan jarinya.

"Baik pak, saya permisi," pamit Sahira

"Silahkan!" jawabnya tanpa menoleh.

Sahira keluar ruangan dan mencoba meraih ponsel di tasnya.

Sahira Serching tentang perusahaan Imanuel Cooperation Group.

Perusahaan gabungan saham yang pemilik utamanya adalah keluarga Imanuel. CEO Perusahaan Adalah Agatha Imanuel.

Deg!!!

Sampai di sini Sahira paham betul, Agatha Imanuel adalah Bang Imannya yang dulu. Bang Imannya yang sudah menyelingkuhinya dengan Kakak kelas yang juga satu kelas dengan Iman. Bang Iman yang dulu menyakitinya sangat dalam hingga menghantarkannya untuk berhijrah dan tak pernah lagi berpacaran.

Bang Iman yang tak lain adalah cinta pertamanya yang entah sampai kapan Sahira mencintainya sekaligus membencinya.

Ah, tidak. Tidak boleh menanam benci dan menyiraminya hingga tumbuh besar dalam hati. Memaafkan adalah jalan satu-satunya.

Sahira ingin sekali bertemu dengan Iman, namun bukan dengan situasi yang seperti ini. Yah.. walaupun ia sangat sakit hati dulu, ia tidak bisa mengungkiri jika hatinya yang paling dalam menantikan bertemu kembali dengan Bang Imannya yang dulu. Ia hanya ingin melihat Iman dari kejauhan saja bukan malah tiap hari diharuskan bertemu, dan bekerja bersama. Rasanya Sahira tidak mampu bertahan jika harus tetap mencintai Iman dan bertemu dengannya setiap hari, apalagi jikalau Sahira harus melihat Iman dan pacarnya yang entah siapa sekarang. Eh, atau mungkin sudah beristri, entahlah.

"tok... tok" Desi mengetuk meja karena dari tadi memanggil-mangil Sahira namun Sahira tetap melamun.

"Eh...hehe" Sahira terkejut.

"Ngelamunin apa neng?" Desi merasa tidak perlu formal lagi. karena dari tadi ia memanggil Ibu Sahira namun tidak di sahut. pikirnya juga Sahira lebih muda darinya, jadi biasa saja.

"Ngak, Anu,... itu,..Mbak Desi ya?" jawab Sahira gelagapan.

"Yes, dan kamu pagi-pagi udah melamun. Apa bisa kamu bekerja dengan benar? Terlalu terpesona ya habis lihat si Boss?" tanya Desi menggoda Sekretaris baru yang jelas sekali terlihat sedang gugup.

"Insya Allah bisa mbak. Dan saya sedang tidak memikirkan Pak Agatha." jawab Sahira mantap. Ia telah mengumpulkan kembali energinya.

Oke,.. baiklah. Anggap saja saya percaya.

Berarti Mbak ngak percaya dong?

Ya udalah ngak usah dibahas. Saya ke sini mau ngasih file-file ini buat kamu pelajari. Kamu udah berpengalaman jadi Sekretaris kan sebelumnya? Desi menaruh beberapa map di atas meja kerja Sahira.

Iya Mbak, walaupun udah lama ngak kerja,” Sahira membuka file-file yang diberikan oleh Desi.

Bagus, jadi kamu tinggal baca dokumennya dan saya tidak perlu menjelaskan karena kamu sudah memiliki pengalaman, ucap Desi bernada santai.

Iya Mbak, saya akan mempelajarinya.

Oke baiklah. Selamat bekerja ya Sekretaris baru.

Hehe, iya Mbak.

Hari Pertama

“Astaghfirullah,” Sahira kaget saat Agatha tiba-tiba membuka pintu untuk keluar.

Agatha tersenyum melihat kelakuan Sahira.

Sahira yang tadinya fokus mempelajari dokumen yang di berikan Desi langsung berdiri ketika melihat sosok Agatha keluar pintu.

Namun tiba-tiba ada pemandangan tidak biasa yang harus di hadapi Sahira ketika Agatha keluar ruangan.

Agatha yang dulu di kenalnya tampan dan gagah kini duduk di kursi roda yang sudah canggih tanpa perlu di dorong, hanya ada alat pengendali yang dipegang oleh tangan kanan Agatha.

Sahira tidak tahu apa yang terjadi sepuluh tahun belakangan yang terpaksa membuat Agatha harus duduk di kursi roda yang sialnya terlihat sangat mahal.

“Kenapa bengong,” ucap Agatha yang membuyarkan lamunan Sahira.

“Eh Pak, Mau makan siang?” ucap Sahira gelagapan dengan seribu pertanyaan di otaknya yang entah kepada siapa ia akan mengutarakan.

“Ya, kamu udah makan siang?” Agatha mendongak pada Sahira yang berdiri di sampingnya.

“Belum Pak, masih banyak yang harus saya pelajari. Nanti aja makan siangnya,” ucap Sahira melihat tumpukan dokumen di meja kerjanya.

“Udah makan siang dulu, yuk ikutin saya,” ucap Agatha tersenyum dengan senyum yang bisa meluluhkan dunia.

Sahira sangat terpesona memandangnya, memandang senyum yang sepuluh tahun belakangan tidak pernah ia lihat lagi.Segera Sahira mengalihkan pandangannya dari pada ia semakin menggila dan terjurus dalam dosa- dosa.

“Gimana?” ucap Agatha menatap Sahira yang hanya bengong mendapat tawaran darinya.

“Baik Pak.”

Agatha mengerakkan kursi rodanya dengan diikuti Sahira di belakangnya.

Sesampainya di kantin Sahira mendapat pemandangan yang membuatnya semakin kagum dengan Bang Imannya yang dulu, sosok Agatha ternyata datang ke kantin karyawan dan mengajak Sahira makan disana.

“Bapak sering makan disini?” ucap Sahira kaget.

“Ngak juga, sesekali. Saya sering makan di luar kantor. Karna makan bareng kamu kayaknya lebih enak kalau kita makan disini,” lagi-lagi Agatha berbicara dengan senyum yang terpaksa membuat Sahira enggan kehilangan pemandangan terindah itu.

“Yuk makan!” Agatha menggerakkan tungkai pengendali kursi rodanya.

“Siang Pak.”

“Siang Pak.”

“Siang Pak,” ucap para karyawan yang Nampak sudah terbiasa dengan pemandangan seorang CEO makan di tempat makan kelas mereka.

Agatha hanya menanggapi dengan senyum wibawanya.

Setelah menyapa Agatha Nampak para karyawan melanjutkan makan dengan berbincang-bincang bersama teman- teman kerjanya tanpa canggung dengan adanya CEO di dekat mereka.

Nampak sekali bahwa Agatha adalah BOS yang baik dan juga ramah sehingga membuat nyaman para karyawannya.

“Duduk disini!” Agatha menarik kursi dan mempersilahkan Sahira duduk.

‘Oh my God,’ batin Sahira.

Sikap baik Agatha pada semua orang masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu, seorang ketua OSIS yang tampan, ramah dan juga baik hati. Perbedaanya dulu Sahira tidak tahu jika Agatha adalah pewaris dari keluarga konglomerat.

“Harusnya saya yang melayani Bapak sebagai Skretaris Bapak, bukan kebalikannya,” ucap Sahira menunduk.

“Ngak papa, saya sudah terbiasa bersikap seperti ini pada wanita. Kamu jangan anggap ini berlebihan ya,” ucap Agatha, kali ini nadanya terdengar seperti seorang kakak yang menasehati adiknya.

“Ya Pak, Bapak mau pesan apa nanti saya panggilin Mbak nya,” ucap Sahira duduk di kursi depan Agatha.

Sekarang mereka tidak tampak lagi seperti seorang Bos dan bawahan, malah Nampak seperti seorang pasangan. Namun demikian karyawan dan pelayan kantin Nampak biasa saja melakukan aktivitas mereka, tidak seperti halnya adegan di film–film, jika di sebuah film seoarang CEO di perusaan makan di kantin karyawan dengan sekretaris baru dan di perlakuan manis maka semua mata akan tertuju pada mereka berdua. Namun itu hanya di film atau drama berbeda dengan kenyataan yang terjadi antara Agatha dan Sahira.

“Sahira kamu dulu sekolah dimana?”

Sahira tahu betul kemana arah pembicaan mereka, hanya saja ia belum siap mengatakan siapa dirinya yang sebananya.

Ingin rasanya ia mengatakan bahwa ia adalah Sahira yang dulu adalah orang yang menjadi adik kelasnya sekaligus pacarnya yang ia hianati namun tetap mencintainya dan menunggu kesempatan untuk bertemu dengannya selama sepuluh tahun lamanya.

“Aku dulu di kampung Pak, dan saya yakin Bapak tidak akan tahu dengan kampung saya meskipun saya sebutkan.”

‘maafkan hamba Ya Allah, telah berbohong,’ ucap sahira dalam hatinya.

“Sebutin aja dulu, siapa tahu saya tahu,” ucap Agatha menyelidik.

“ Oh iya, kita kan belum pesan makanan pak. Saya panggil mbaknya dulu ya Pak,” Sahira mengalihkan pembicaraan. Jika Sahira menjawab lagi maka ia harus berbohong lagi. Memang betul kata orang jika ada kebohongan pertama maka aka nada kebohongan yang kedua dan ketiga.

“Mbak, mbak,” panggil Sahira lembut.

Agatha curiga dengan kelakuan Sahira yang mengalihkan perhatiannya, ia yakin Sahira menyembunyikan sesuatu, namun ia belum yakin sepenuhnya jikalau Sahira yang di hadapannya adalah Sahira cinta pertamanya.

“Kenapa ngak mau jawab pertanyaan saya?” ucap Agatha melototi Sahira.

Sahira menggaruk kepala yang tertutup kerudungnya namun tidak gatal, ia bingung harus berbicara apa supaya tidak berbohong, namun ia sudah terlanjur berbohong.

“Ya sudah kalu ngak mau jawab, ngak penting juga kan,” timpal Agatha.

‘Lagian kalau saya tidak bisa tahu dari kamu, saya bisa menyuruh orang untuk menyelidiki siapa kamu’ batin Agatha.

“Ya ngak penting dari mana saya berasal, yang penting saya bukan alien, hehe.”

Sejenak Sahira melupakan jikalau Agatha adalah atasannya, ia malah keceplosan bercanda tidak jelas.

Agatha tersenyum menanggapinya.

Sahira yang baru sadar dengan apa yang ia bicarakan repleks menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Agatha yang menyadari itu langsung tertawa. Tawa Agatha hanya memperlihatkan barisan gigi atasnya yang juga sialnya sangat menawan.

Sahira sungguh tidak tahan jikalau ia harus mendapat pemandangan seperti ini setiap harinya, Imannya bisa runtuh seketika dan berakhir pada dosa-dosa yang tidak ingin ia lakukan.

‘Andai aku bisa menikahinya,’ pikiran itu langsung terbesit begitu saja setelah melihat tawa Agatha.

“Tidak usah sungkan, semua karyawan di sini juga bersikap biasa saja,” ucap Agatha masih tertawa kecil.

“Maaf Pak mau pesan apa?” Mereka berdua melupakan palayan yang dari tadi berdiri menunggu pesanan dengan buku menu yang di pegang oleh mereka berdua.

“Oh, seperti biasa,” ucap Agatha yang baru tersadar.

“Hehe, samain aja mbak,” ucap Sahira tanpa tahu apa yang di sebut Agatha seperti biasa.

Agatha tersenyum kembali melihat sikap Sahira yang ia tahu itu adalah sikap Sahiranya yang dulu.

“Emang ngak mau tahu saya pesan apa?” ucap Agatha terkekeh.

Sahira heran mengapa mereka terlihat seakrab ini, padahal baru tadi pagi mereka bertemu.

“Saya yakin dengan pesanan Bapak,” ucap Sahira mantap.

Di tengah perbincangan pelayan tiba dengan dua cangkir jus jeruk, kemudian menysul dua piring spageti.

Sahira terkekeh melihatnya, ingatannya terlemapar pada sepuluh tahun silam.

Agatha suka sekali memesan Spageti yang ia sebut Ramen di Resto depan sekolah mereka dulu.

“Kenapa tertawa?” Tawa Sahira menambah keyakinan tentang siapa Sahira sesungguhnya.

“Tidak,” jawab Sahira menutup mulutnya.

Mengantar Pulang

Flash Back

"Yang kamu mau pesen apa?" ucap Iman lembut pada kekasih di sampingnya.

"Samain aja bang," ucap cewek berambut hitam lurus sepinggang, ia nampak sibuk memencet tombol pada ponsel BlackBerry miliknya.

"Mbak seperti biasa, Ramen dan just jeruk dua ya" ucap laki-laki tampan yang dengan melihat wajahnya saja orang lain akan tahu jika dia pinya keturunan Jepang.

"Maaf mas, ngak ada Ramen," ucap pelayan itu heran, karna di Resto mereka tidak pernah menyediakan ramen.

"Maksudnya Spageti Mbak, ah si mbak pura-pura ngak paham deh," ucap Iman.

"Ok, baiklah mas."

Iman menikmati memandangi wajah Sahira yang manis tanpa Sahira tahu karna dari tadi ia hanya sibuk memainkan ponselnya.

"Yang, kamu selingkuh," ucap Iman dengan bibir di majukan.

" Apaan sih Bang, aku lagi ngeliatin chat di grup, lagi seru nih tanggung," Sahira menatap Iman sejenak lalu kembali menatap ponselnya.

"Masak aku di cuekin sih sayang, nanti aku ngambek lo," Iman bersuara manja.

"Apaan sih bang. Kita itu bukan anak kecil lagi pake' acara ngambek segala," Sahira menaruh ponselnya di meja.

"Gitu donk, dari tadi juga.Sayang kalau kamu main ponsel terus, aku di sini jadi nyamuk, ngiu...ngiu..ngiu," ucap Iman menirukan suara nyamuk dan memainkan tangannya kesana kemari.

"Emang bunyi nyamuk kayak gitu?" Sahira terkekeh.

"Anggap aja samalah."

"Mana ada nyamuk kayak gitu, haha."

" Terus bunyi nyamuk itu gimana?"

"Ciut, ciut, ciut,... gitu."

"ciut? Kamu kira nyali, ciut. Hahaha."

Mereka berdua berbincang layaknya anak muda yang sedang kasmaran.

Sesekali Iman merayu Sahira sehingga meembuat wajah Sahira berasa kebas dan merasa sedang terbang di atas awan.

Flash Back Off.

Agatha berada di ruangannya, memandang kota Jakarta dari balik kaca jendelanya, membayangkan sejenak isi percakapannya dengan Sahira siang tadi.

"Oh aku baru ingat," ucap Agatha memukul kepalanya.

Agatha mencari berkas lamaran Sahira yang lupa ia taruh di mana.

Setelah beberapa menit mencari, ia menemukannya.

Agatha membuka lembaran Riwayat Hidup yang di lampirkan di berkas surat lamaran Sahira.

"SMA Bakti. Sudah ku duga," Agatha membaca lembaran Riwayat hidup Sahira.

SMA Bakti adalah SMA yang sama dengan Agatha.

Kemudian Agatha melihat tahun lulusnya. Dan persis setahun di bawahnya.

"Sahira, kamu begitu berbeda sekarang. Kamu semakin cantik," ucap Agatha dalam keheningan malam.

Mungkin seluruh karyawannya telah pulang, hanya ia dan Satpam di luarlah yang masih di kantor.

"Sadar Agatha, sadar. Kamu ngak boleh terpesona olehnya," Agatha memukul-mukul kepalanya dengan tidak keras.

"Tok.. tok..tok," ketukan pintu mengagetkan Agatha.

"Masuk!"

Muncul sosok gadis berkerudung dari balik pintu.

"Sahira, kamu kenapa belum pulang?" Agatha kaget, dia pikir seluruh karyawannya sudah pulang.

"Mana berani saya, kalau Bapak belum pulang. Bapak biasa pulang jam berapa?"

Sakarang sudah menunjukkan pukul 21.30.

"Harusnya kamu minta izin ke saya tadi buat pulang duluan," ucap Agatha yang membalik kursi Rodanya menghadap ke Sahira

"Ngak enak aja Pak, Hehe," Sahira cengengesah seolah sedang menghadapi seorang kakak.

"Udah kita pulang sekarang, kamu perginya tadi naik apa?" Agatha mendekati Sahira.

"Naik Ojol Pak," ucap Sahira polos.

"Ya sudah, kamu pulang bareng saya aja ya." Agatha menaruh berkas yang di pegangnya ke dalam laci.

"Saya bisa naik Ojol lagi Pak," Sahira takut bila bersama dengan Agatha dari pagi sampai malam ia tidak bisa menahan untuk tidak mengajak Agatha menikah.

"Saya sedang memerintah Sahira," Agatha berkata tegas.

"Maaf Pak, Iya terserah Bapak saja," ucap Sahira pasrah.

'Gitu donk,' batin Agatha.

Tanpa basa-basi Agatha keluar ruanga di ikuti oleh Sahira.

Agatha mengeluarkan ponselnya.

"Hallo, Bapak dimana?" Agatha menelpon seseorang.

"Oh Ya sudah, tunggu saya di parkiran ya!"

Sahira yakin yang di telpon Agatha adalah supirnya, meskipun Sahira tidak tahu jawaban dari seberang ponsel.

Agatha mengunci ruangannya sebelum pergi, Agatha dari dulu memang selalu teliti dalam semua hal. Itulah sebabnya Agatha lebih di percaya memagang peruhaan utama dari pada Kakaknya yang menjadi Direktur di Perusahaan cabang.

#

"Rumah kamu dimana?" tanya Agatha namun ia memandang jendela kaca mobil.

"Daerah Nusa Indah ya Pak," ucap sahira yang malah berbicara dengan Pak Sopir.

"Oh ya, Mbak," jawab Pak Adi supir setianya Agatha.

Seketika setelah percakapan antara Sahira dan Pak Adi tadi suasana berubah menjadi hening.Baik Agatha ataupun Sahira sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

Agatha yang menghadap ke jendela sebelah kanan dan Sahira yang menghadap ke jendela sebelah kiri.

'Mungkin Pak Sopir ini adalah orang yang paling tepat untuk aku berikan banyak pertanyaan soal Pak Direktur Nantinya. Mengapa Bang Iman sekarang duduk di kursi roda dan apakah ini permanen atau untuk sementara saja?' batin Sahira

'Sahira, ternyata benar kamu Sahira yang dulu. Lantas aku masih bisa merasakan jikalau kamu adalah Sahira yang tidak ingin ku temui lagi. Tapi mengapa sekarang aku terjebak dalam situasi ini. Sahira sulit bagiku untuk bersamamu namun sulit pula untuk melepasmu. Tapi aku tidak mungkin memecatnya lalu menyakiti hatinya lagi, sudah cukup dulu dia ku sakiti dan bahkan aku belum pernah meminta maaf padanya,' batin Agatha.

"Pak saya sudah sampai, terima kasih Pak," ucap Sahira yang sudah berada di pintu mobil.

Agatha tersentak kaget.

Mengapa begitu cepat, bahkan ia tidak menyadari jalanan apa saja yang di lewatinya tadi dan di daerah mana dia sekarang.

"Oh,..." ucap Agatha linglung.

Sahira menutup pintu mobil dan kembali mengagetkan Agatha karna Sahira terlalu keras menutupnya.

Agatha dengan cepat membuka kaca jendela mobil untuk melihat pemandangan di luar dan seperti apa rumah Sahira.

Ia melihat bahwa mereka sedang ada dalam kompleks perumahan.

"Dimana kita sekarang Pak?" tanya Agatha pada Pak Adi.

"Di Perumahan daerah Nusa Indah Mas," ucap Pak Adi mulai melepaskan Rem yang ia injak dan seketika mobil metiknya berjalan.

"Oh," ucap Agatha yang mengambil ponselnya dari saku.

Agatha ingin melihat lebih jelas di mana posisinya dalam google maps.

"Mas kita langsung pulang atau ada mau mampir ke mana?" tanya Pak Adi yang melihat majikannya dari kaca dalam mobil.

"Ngak ada, langsung ke apatemen aja," Agatha memasukkan ponselnya kembali.

Agatha tinggal di apartemen miliknya sendiri. Walaupun punya ketebatasan tapi ia tidak ingin merepotkan orang lain, ia ingin hidup mandiri tanpa bayangan Ibunya yang selalu akan menghawatirkan kondisinya.

Pak Adi akan pulang setelah mengantar Agatha pulang, dan Bi Inah istri Pak Adilah yang berberes dan masak di apartemen Agatha. Namun Bi Inah biasanya pulang setelah beres-beres dan masak jikalau Agatha meminta karna Agatha jarang sekali makan di rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!