NovelToon NovelToon

CINTA TERHALANG RESTU

Bab 1

PROLOG

Selomita nama panggilan nya. Hidup di sebuah keluarga yang sederhana. Membuat dia harus membantu kedua orang tuanya, untuk mencari nafkah. 

Mamaknya di tinggal bekerja oleh ayahnya ke kota, dan sudah enam tahun tidak pulang ke rumah.

Selomita mempunyai tiga orang saudara kandung yang pertama kakaknya sudah duduk di bangku kuliah bernama Fania. Yang kedua adalah Selomita dan anak ketiga bernama Fatur usia 10 tahun dan terakhir Sarina yang berusia 5 tahun

Selomita merupakan gadis yang berparas cantik di desanya. Lalu dia bertemu dengan Dido Karisma anak pengusaha kaya yang baru saja datang dari kota. Dido dengan paras tampan dan terkenal karena kekayaannya disukai oleh banyak gadis di desanya.

Para gadis di desanya, berlomba-lomba ingin sekali menjadi kekasihnya. Tetapi hati Dido sudah terpaut dengan sikap Selomita yang selalu membuat Dido penasaran dan ingin menjadikan Selomita sebagai kekasihnya.

Tetapi hubungan Selomita dan Dido terhalang, karena masa lalu yang kelam dari kedua orang tua mereka.

Kisah cinta mereka harus terhalang, karena kebencian Mak Inah yaitu mamak dari Selomita kepada ayah Dido yang bernama Condro Wijaya.

Entah rasa benci seperti apa yang Mak Inah rasakan. Sampai-sampai semua anaknya di beri peringatan, agar jangan mendekati keluarga Pak Condro.

Dido yang sudah jatuh hati pada Selomita, harus memperjuangkan cintanya. Dia harus meyakinkan Mak Inah kalau masa lalunya hanya miliknya, bukan untuk anaknya.

Semenjak duduk di bangku SMA dirinya sudah tidak malu lagi untuk menawarkan jajanan ke teman-teman sekelasnya. Yang penting pada esok hari dia bisa berangkat sekolah dengan uang yang dia dapat hari ini.

*****

RUMAH SELOMITA

Kegiatan Selomita di pagi hari, dia selalu sibuk dengan jualan yang akan dibawa ke sekolah.

"Mak, keripiknya sudah di bungkus?" tanya Selomita yang sudah mengenakan seragam sekolah.

"Sudah, Sel." Mak Inah adalah mamak Selomita .

"Aku berangkat sekolah dulu ya, Mak." Selomita sambil membawa tas beserta bungkusan keripik di tangannya.

Kemudian Selomita mencium tangan mamaknya lalu berpamitan.

Selomita berjalan menyusuri jalanan yang sepi, dan belum ada orang yang melewati. Dia harus berangkat pagi-pagi agar tidak terlambat ke sekolah. Rumahnya yang jauh dari pusat kota harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh dua kilometer.

Sungguh sangat melelahkan jika setiap hari harus berjalan kaki. Tetapi semangat Selomita yang ingin bersekolah tak membuat dia merasa lelah.

Sesampainya di pusat kota, Selomita langsung menaiki angkutan umum yang mengarah ke sekolah nya. Dia mencari nomor angkutan umum yang menuju arah sekolah yang masih kosong. Kemudian dia pun naik, dan duduk di pojok dekat pak supir.

Sambil memijat-mijat kakinya, Selomita meletakkan bungkusan keripik di pangkuannya.

Pak supir masih menunggu penumpang yang lain. Karena jika hanya Selomita yang naik maka tidak banyak pendapatan yang diterimanya.

Selomita memang selalu berangkat ke sekolah sesudah azan subuh. Dia mengerti akan kondisi yang dia lalui dengan jalan kaki menuju pusat kota sampai angkot yang harus menunggu penumpang.

Setelah beberapa penumpang sudah naik dan hampir terisi penuh, sang sopir melajukan mobilnya.

Jarak antara pusat kota dan sekolahnya tidak begitu jauh. Hanya saja Selomita harus menunggu sopir yang menunggu penumpang lain.

Hanya sepuluh menit Selomita duduk di angkot, kemudian dia harus memberhentikan supir yang melajukan mobilnya.

" Kiri, kiri.." Kata Selomita yang langsung memberikan beberapa koin kepada sopir angkot.

Kemudian dia berjalan lagi menuju sekolah yang jaraknya hanya 300 meter dari halte bus.

" Tet, tet, tet..."

Bel sekolah berbunyi, pas sekali dengan kedatangan Selomita yang sudah berada di depan pintu gerbang sekolah.

Selomita pun memasuki sekolah dan menuju kelasnya 12A. Selomita langsung menuju tempat duduknya yang berada di barisan kedua persis di depan meja guru.

Bungkusan keripik yang satu sudah Selomita titipkan di kantin Mang Oking, yang satu lagi akan dia bawa berkeliling saat jam istirahat. 

Para siswa semua berbaris di depan kelas, mereka di pandu baris berbaris oleh ketua kelas. Kemudian ketua kelas memberi aba-aba untuk masuk pada barisan sebelah kanan disusul barisan berikutnya.

" Sel, kamu bawa keripiknya?" Tanya salah seorang teman langganan Selomita

" Bawa Fat, ada yang original sama balado " kata Sela yang menunjukkan kantong plastik berisi keripik singkong.

" Aku mau balado satu, sama original dua " jawab Fatimah, Fatimah adalah sahabat Selomita. Dia duduk bersebelahan dengan Selomita, dan Fatimah tahu kalau Selomita sudah berjualan keripik singkong sejak kelas satu SMA.

" Oke! " sahut Selomita yang langsung memisahkan keripik pesanan Fatimah.

Fatimah sengaja memesan keripik terlebih dahulu, karena dia tahu kalau keripik singkong buatan Selomita selalu laku dan habis terjual. Selomita hanya membawa 50 kantong keripik singkong yang separuh isi balado sisanya original. Itupun dibagi dua sama kantin yang dia titipin.

Selomita termasuk anak yang pandai, dia selalu semangat dalam belajar. Beruntung dia mendapatkan beasiswa di sekolah, sehingga untuk biaya pendidikan dapat terbantu.

Lalu Selomita meletakkan bungkusan keripik di bawah mejanya.

Dia berharap hari ini keripik yang di bawa akan laku terjual.

Para siswa menunggu kedatangan guru yang akan mengisi pelajaran pada jam pertama.

Ada yang bercanda dengan teman sebangku, dan ada yang sedang mengerjakan PR. Suasana kelas Sela hening saat guru yang mengisi jadwal pelajaran pertama sudah masuk ke dalam kelas.

Tak ada satupun suara yang terdengar, seperti sebelumnya saat guru belum datang.

Ketua kelas memberi aba-aba untuk memberi salam kepada guru yang sudah berdiri di depan kelas.

Pelajaran pertama adalah waktunya Bu Ratih mengajar. Bu Ratih adalah guru PPKN dan terkenal sangat tegas.

Tetapi sebenarnya ketegasan itu semata-mata, karena ingin anak-anak menghormati pada semua guru dan orang yang lebih tua.

Karena pada zaman sekarang banyak siswa yang tidak hormat pada guru ataupun orang yang lebih tua.

Setelah gadget smartphone masuk ke tanah air, siswa hanya di sibukkan dengan berbagai aplikasi yang membuat mereka lupa pada mata pelajaran.

Dan Bu Ratih sangat khawatir dengan perkembangan anak zaman sekarang yang semakin tergerus dengan hilangnya rasa empati dan simpati serta kurangnya hormat pada orang yang lebih tua.

Dalam mengisi mata pelajaran, dia selalu mengkampanyekan agar setiap siswa dapat hormat dan patuh pada kedua orang tua.

-

Ditunggu kelanjutannya episode berikutnya.

Silakan like ya guys, kalau kamu suka sama ceritanya 😘

Bab 2

" Tet, tet, tet.." 

Terdengar bunyi bel, menandakan waktu nya istirahat. Selomita mulai menjajakan jualannya, mulai dari kelasnya sampai ke kelas-kelas yang lain. Terkadang para guru pun ikut membeli keripiknya.

Bu Nanda adalah wali kelasnya saat ini, dia sering memesan keripik singkong ukuran satu kilo balado dan satu kilo original. Untuk cemilan anak-anak nya di rumah saat sedang belajar ataupun berkumpul keluarga.

Selesai berjualan menjajakan keripik nya, Selomita langsung menuju kelas untuk menghitung pendapatan nya. Uang yang dia dapatkan separuh di tabung di sekolah. Karena jika di bawa pulang, maka akan terpakai untuk kebutuhan sehari-hari.

Dia ingin melanjutkan kuliah di daerah pusat kota yang sudah sangat terkenal. Biayanya memang sangat mahal, dan kurang jika hanya mengandalkan uang hasil jualan. Tetapi Selomita sangat optimis, apalagi Bu Nanda pernah bilang masuk kuliah negeri bisa menggunakan jalur prestasi.

Karena prestasi Selomita di sekolah terbilang masuk tiga besar. Jadi Selomita semakin semangat untuk belajar dan berjualan. Agar Selomita bisa mencapai cita-cita membahagiakan kedua orangtuanya.

Sepulang sekolah, Selomita selalu berjalan menyusuri pusat kota. Dan untuk menuju rumah nya, dia selalu berjalan kaki. Langkah kaki nya di percepat, karena dia harus membantu mamaknya mengupas singkong untuk dibuat keripik. 

Saat kakinya melangkah ke area ladang, di tengah perjalanan dia melihat ada seorang pemuda yang sangat tampan. Seperti nya dia orang baru di desanya, dan Selomita belum pernah melihatnya.

Perlahan Selomita berjalan menuju ke arahnya, tampak sang pemuda kelihatan bingung. Akhirnya Selomita memberanikan diri untuk menghampirinya dan menyapanya. 

" Kamu orang baru ya di desa ini?" Tanya Selomita yang sedikit ragu.

" Iya, aku bingung. " Kata pemuda tampan tadi.

" Bingung kenapa?" Tanya Selomita seraya memperhatikan pemuda yang berada di hadapannya.

" Aku lupa jalan pulang." Kata pemuda itu seraya menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

" Nama kamu siapa?" Tanya Selomita yang langsung memandang wajahnya.

" Namaku Dido " jawab pemuda tadi sambil tersenyum.

" Hey, kenapa dia melihat ku seperti itu? Apa dia suka padaku?" Gumam Dido yang menjadi salah tingkah.

" Nama orang tuamu?" Tanya Selomita sambil menatap mata Dido dengan intens.

" COndro Wijaya" Kata Dido pemuda yang baru saja mengenalkan namanya.

" Cantik, senyuman nya terlihat sangat manis." kata Dido dalam hatinya.

" Oh kamu anak Pak Condro, baiklah akan aku antarkan. " Kata Selomita sambil mengangkat kedua alisnya, dan langsung berjalan ke arah kirinya.

" Hey, nama kamu siapa?" Tanya Dido dari arah belakang punggung Selomita

" Namaku Selomita." Jawab Selomita yang menoleh sekilas.

Selomita pun mengantarkan Dido menuju rumah Pak Condro. Berjalan menyusuri sungai dan lahan perkebunan. Daerah kampung nya memang masih banyak perkebunan yang ditanami oleh hasil kebun milik petani.

" Kamu anak Pak Condro yang ke berapa?" Tanya Sela yang berjalan di depan Dido.

" Aku anak yang ke dua. " Jawab Dido.

" Dari istri yang ke berapa?" Tanya Selomita yang tahu pasti kalau Pak Condro merupakan juragan di kampung nya dan memiliki istri lebih dari dua.

" Kenapa kamu bertanya hal itu?" Kata Dido yang tersinggung.

" Orang desa sini juga sudah tahu, kalau Bapakmu punya banyak istri." Ketus Selomita.

" Kamu ikhlas gak sih nganterin aku?" Tanya Dido.

" Kalau gak ikhlas ngapain aku jalan di depan kamu?" Ucap Selomita yang berhenti sejenak lalu berbalik badan ke arah Dido.

Tiba-tiba langkah Dido terhenti juga, dia kaget karena Selomita berhenti mendadak dan mereka hampir bertabrakan.

" Aku anak dari istri yang kedua." Jawab Dido yang wajahnya hampir mendekati wajah Selomita

Mereka saling bertemu pandang, tatapan mata mereka saling menyatu.

Dan Selomita langsung membalikkan badannya lagi ke arah jalan menuju rumah Pak Condro.

" Kuliah atau sekolah?" Tanya Selomita melanjutkan pembicaraan.

" Aku sudah lulus sekolah dan ingin meneruskan usaha bapakku." Kata Dido.

" Oh, " kata Selomita

" Oh, kenapa ?" Tanya Dido yang langsung menarik lengan Selomita.

" Gak apa-apa" kata Selomita, " Kita hampir sampai, dan itu rumah nya" kata Selomita sambil menunjuk rumah Pak Condro.

" Oh iya, itu rumahku. Terima kasih, ya!" Kata Dido sambil mengulurkan tangannya.

" Kamu mau ngapain?" Tanya Selomita bingung.

" Mau berjabat tangan, ini ungkapan terima kasih." Kata Dido.

" Oh iya, sama-sama. Aku pulang dulu ya!" Kata Selomita yang pamit.

" Kamu tidak ingin mampir dulu?" Kata Dido mempersilahkan Selomita bertamu ke rumah nya.

" Tidak, biasanya Bapakmu tidak mau menerima orang miskin seperti kami." Sindir Selomita yang langsung berlari dan meninggalkan Dido.

Dido bingung dengan perkataan Selomita, dan hati kecilnya mulai bertanya-tanya.

" Siapa gadis itu, kenapa sikapnya acuh dan tak tertarik melihat ku. " Kata hati Dido yang penuh percaya diri memuji dirinya sendiri.

Selomita lalu memutar balik ke arah rumah nya, cukup jauh jaraknya dari rumah Pak Condro. Dia berjalan dengan cepat menyusuri anak sungai yang sudah mulai deras arusnya. Melewati sisi-sisi perkebunan yang tadi dia lewati bersama Dido, laki-laki yang baru saja dia kenal.

Langkah kakinya terhenti saat Pak Budi memanggilnya, " Sel, singkong nya sudah dicabut.  Mau diambil kapan?" Tanya Pak Budi yang merupakan pemilik kebun singkong. Keripik singkong buatan Selomita adalah hasil kebun milik Pak Budi. 

Nanti saya balik lagi, Pak. Mau ganti seragam dulu" sahut Selomita.

Kemudian dia kembali berjalan menuju rumah nya yang masih berjarak 500 meter. Derap langkah kaki nya selalu semangat diikuti nyanyian yang dilantunkan sepanjang perjalanan. Selomita merupakan gadis yang periang dan ramah pada setiap orang. Para pemuda banyak yang ingin menjadi kekasihnya, tetapi Selomita belum memikirkan hal itu. Semua pemuda dikampung nya dianggap hanya sebagai teman. Mereka pun sangat senang jika Selomita melewati dan menyapanya. Biasanya para gadis di kampung nya pada gengsi dan sombong.  Jika berteman, para gadis di kampung Selomita selalu milih-milih. Tidak begitu dengan Selomita, dia ingin semua remaja di kampung nya dijadikan sebagai teman.

" Assalamualaikum, Mak" ucap Selomita memberikan salam saat pulang sekolah. 

" Wa'alaikum salam" jawab Mak Inah. Mak Inah adalah panggilan mama Selomita yang sudah dikenal di kampung nya.

Banyak orang mengenali keripik nya dengan sebutan Keripik Mak Inah.

" Mak, Pak Budi berpesan untuk mengambil singkong yang baru saja dipanen." Kata Selomita yang sedang melepas sepatu nya.

" Oh iya, Mamak hampir lupa"  kata Mak Inah.

" Biar Selomita aja yang ambil Mak" kata Selomita yang langsung mengganti bajunya.

" Ajak Fatur, agar tidak berat membawa singkong nya" kata Mak Inah yang sedang mengupas singkong.

" Sel, sebaiknya kamu makan dulu. Mamak sudah tumisin kangkung sama ikan asin " kata Mak Inah yang menyuruh Selomita untuk makan. 

" Baik, Mak!" Ujar Selomita

Selomita langsung menuju meja yang terdapat diatasnya ada nasi , sayur kangkung dan ikan asin.

" Mak, ini hasil jualan ku. " Kata Selomita yang memberikan beberapa lembar uang kepada Mak Inah.

" Apa sebagian sudah kamu tabung?" Tanya Mak Inah.

" Sudah, Mak" seru Selomita

Lalu Selomita melanjutkan makan siang nya yang sudah terlambat karena tadi harus mengantar Dido anak Pak Condro.

Selesai makan, Selomita langsung menuju rumah Pak Budi.

" Fatur." panggilan Selomita untuk adiknya

" Iya, Kak" jawab Fatur yang sedang bermain didepan teras bersama Sarina adiknya yang bungsu.

" Antarkan Kakak ke rumah Pak Budi." kata Selomita.

" Baik, Kak" kata Fatur menurut.

Selomita pun berjalan terlebih dahulu, dan kemudian disusul Fatur. Sarina yang berdiri di sebelah pintu hanya menatap kakak-kakak nya yang meninggalkannya.

Sesampainya di rumah Pak Budi, Selomita langsung menyusun singkong yang baru saja di panen. Masih banyak tanah liat yang menempel. 

" Jadi 30 kilo Pak!" kata Selomita yang memberikan beberapa lembar uang kepada Pak Budi.

" Terima kasih ya Sel" kata Pak Budi yang menerima uang dari Selomita.

Singkong Pak Budi terkenal bagus dan cocok untuk dijadikan keripik.

Biasanya Selomita membelinya dua hari sekali pada saat senin sampai jumat. Sedangkan sabtu dan minggu sekolah libur, jadi dia hanya memproduksi untuk ditaruh di warung saja. Itu juga kalau di warung sudah habis, kalau belum maka dia membuatnya pada minggu sore. Khusus hanya untuk sekolah Selomita.

Singkong sudah di ikat dan di masukkan kedalam kantong plastik. Selomita pun membawa dua puluh kilo ditangan kanan dan kiri. Sisanya yang sepuluh kilo dibawa oleh Fatur. Badan Fatur belumlah cukup besar untuk membawa singkong yang jumlahnya banyak.

Saat menuju arah rumah nya, terlihat Dido sedang mengendarai motor melintas di depan Selomita. Dido seperti mengenal gadis yang membawa bungkusan plastik yang kelihatan sangat berat.

Dido pun berhenti di depan Selomita, " Selomita?" Sapa Dido yang memberhentikan motor tepat di depan Selomita.

" Kamu?" Tanya Selomita.

" Aku Dido, yang baru saja kau antar mencari rumah bapakku" kata Dido menjelaskan.

" Oh iya, ada apa?" Kata Selomita.

" Kamu bawa apa?" Tanya Dido yang melihat bungkusan di tangan Selomita." Sepertinya berat sekali" kata Dido bingung.

" Ini singkong" kata Selomita yang menunjukkan bungkusan nya.

" Banyak sekali" kata Dido

" Untuk diolah menjadi keripik" kata Selomita.

" Oh, mari ku bawakan. Tunjukkan saja rumahmu" kata Dido

" Tidak perlu, rumah kami sudah dekat" kata Selomita menolak bantuan Dido. Dia tidak ingin berurusan dengan keluarga Pak Condro.

" Baiklah akan aku bonceng adikmu, ayo Dik" ajak Dido yang akan menaikkan Fatur keatas motornya.

" Ayolah Sel, tadi kamu kan sudah nganterin aku. Jadi aku harus membalasnya" tutur Dido.

"  Aku ikhlas, jadi kamu tidak usah bayar" kata Selomita.

" Ya sudah, anggap ini adalah bantuan ku. Dan kamu harus menerimanya" kata Dido ," Tidak bagus menolak kebaikan orang" imbuhnya.

" Baiklah kalau kau memaksa, kau bonceng saja adikku. Seperti nya dia lelah " kata Selomita yang menaikkan adiknya ke atas motor.

" Berikan karungnya " kata Dido yang meminta karung yang di gendong oleh Selomita

" Ini, awas jangan sampai ada yang jatuh " kata Selomita mengingatkan.

" Baik akan aku jaga sepenuh hati" kata Dido yang menggombali Selomita.

" Kau pintar menggombal ya?" Kata Selomita.

Kemudian Dido pun berjalan meninggalkan Selomita yang masih separuh perjalanan kearah rumahnya.

Fatur menunjukkan arah rumahnya, kemudian mereka pun sampai.

" Disini, Kak " kata Fatur. 

" Oh, ini rumahmu?" Tanya Dido

" Iya, Kak " jawab Dido

Lalu tiba-tiba muncul Rina dari arah belakang rumah Selomita, dia sangat terkesima dengan wajah Dido yang sangat tampan yang mempunyai postur tubuh tinggi dengan kulit putih seperti model iklan di televisi. Kemudian dia mendekati Dido dan menyapanya.

.

-

* Ditunggu kelanjutannya episode berikutnya

Dukung author dengan cara like dan berikan komentar mu.

Bab 3

" Kamu temannya, Selomita?" Rina menyapa Dido sambil tersenyum.

" Iya," jawab singkat Dido

" Seperti nya aku baru melihat mu, apa kamu bukan orang desa ini?" tanya Rina sambil memperhatikan Dido dari ujung kaki hingga kepala.

" Aku orang desa ini, tetapi lama di kota," jawab Dido.

" Oh, kamu orang kota." Rina mulai antusias mendekati Dido

" Nama orang tua mu siapa? Aku kan kenal semua penduduk desa ini," kata Rina.

Dido sedikit risih melihat perilaku Rina, yang sangat agresif.

" Maaf, tolong jangan dekat-dekat, " kata Dido yang mundur selangkah.

Kemudian Dido melihat Selomita, yang berjalan ke arah rumah nya.

" Selomita." Dido memanggil Selomita

" Hey, kamu belum pulang?" Selomita terlihat sinis melihat ke arah Dido. Dia takut jika mamaknya mengetahui jika Dido adalah anak dari pak Condro.

" Apa kamu mengusirku?" Dido sedikit tersinggung dengan ucapan Selomita.

" Untuk apa kau berlama-lama di rumahku?" Selomita bertanya dengan nada ketus.

Kemudian Rina menyela pembicaraan mereka." Sel, temanmu tinggal dimana?" 

" Kamu tanya saja sama orang nya! " kata Selomita.

"Dia tidak menjawab pertanyaan ku dari tadi," cetus Rina

" Dia anak, pak Condro." Selomita menjawab dengan suara yang pelan.

" Hey, kenapa kau memberitahukan dia. " Dido terlihat kesal lalu dia langsung menyalakan mesin motornya kemudian pergi meninggalkan rumah Selomita.

"Kenapa dia marah, Sel?" tanya Rina.

"Aku tidak tahu, Rin. Sebaiknya kau tanyakan saja sama dia," kata Selomita yang langsung masuk ke dalam rumahnya.

" Wajahnya tampan sekali, aku harus memiliki nya," batin Rina

****

Malam pun tiba, Selomita masih sibuk menggoreng singkong untuk dijadikan keripik. Mak Inah pun menghaluskan bumbu untuk membuat sambal balado. Keripik singkong yang sudah digoreng dipisahkan menjadi dua baskom. Baskom yang satu dengan bumbu asin yang hanya di taburi garam, sedang kan baskom yang satu di beri bumbu sambal balado pedas manis. Setelah dimasukkan kedalam kantong kecil, Selomita merapatkan nya dengan api dari lilin yang kemudian direkatkan dengan tangannya.

Malam sudah sangat larut, terdengar suara jangkrik dan nyanyian kodok kemudian menyusul suara tokek. Begitu banyak suara hewan pada saat malam hari di desa tempat Selomita tinggal. Rumah yang terbuat dari bedeng bambu membuat udara angin malam pun masuk. Bila malam keluarga mereka tidak perlu menyalakan AC, karena memang udara sudah sangatlah dingin. 

Suara kentongan dari hansip yang ronda malam sudah terdengar melewati rumah Selomita. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Selesai sudah empat kantong keripik dengan bungkusan besar dan terdapat sejumlah bungkusan kecil didalamnya.

"Mak, Selomita tidur dulu ya," ucap Selomita yang langsung bergegas menuju kamarnya.

"Ya, besok kamu harus berangkat pagi. Biar Mamak yang merapikan." Mak Inah merapikan peralatan bekas memasak.

Selomita melihat kedua adiknya sudah tertidur, kakaknya tidak tinggal di rumah. Fania kakaknya Selomita, memilih tinggal di rumah kost yang berada di luar kota untuk kuliah dan bekerja. Setiap bulan kakaknya selalu mengirimkan uang untuk tambahan belanja Mak Inah.

" Kukuruyuk..."

Terdengar suara ayam jantan berkokok, saling bersahut-sahutan.

Udara pagi di desa tempat Selomita sangat lah dingin, rasanya seperti air es. Selomita pun memasak air untuk mandi, selesai mandi Selomita langsung melaksanakan solat subuh. 

Selomita pun kembali ke aktivitas nya yang harus berangkat sekolah lebih pagi agar tidak terlambat sampai sekolah. Derap langkah kakinya begitu semangat dengan membawa ransel di pundaknya dan dua kantong kresek berisi keripik singkong seukuran besar yang melingkar di tangannya. 

Berat, memang berat bagi anak gadis yang manja. Tetapi bagi Selomita itu hal biasa karena dia menyadari kondisi keuangan kedua orang tua nya. Kakak nya memang selalu mengirimkan uang saat pergantian bulan, tetapi hanya cukup untuk membeli kebutuhan selama beberapa hari saja.

" Hey, Sel!" sapa laki-laki yang mengendarai motor matic keluaran terbaru.

" Hey, Do!" jawab Selomita sambil melihat pemuda yang sudah berada di sebelahnya.

" Kamu mau, sekolah?" Dido bertanya pada Selomita.

" Iya," jawab Selomita seraya mengulas senyum.

" Sepagi ini?" Dido heran melihat Selomita yang berangkat sekolah sangat pagi sekali.

" Iya," jawab singkat Selomita.

" Mau, aku antar?" Dido menawarkan tumpangan kepada Selomita.

"Tidak usah, aku sudah biasa berjalan kaki."  Selomita menolak tawaran dari Dido kemudian dia melangkahkan kakinya, meninggalkan Dido.

"Tetapi barang bawaan mu cukup banyak, apa tidak keberatan?" Dido menahan tangan Selomita. Dia melihat di kedua tangan Selomita, terdapat dua kantong plastik berwarna hitam yang melingkar.

"Sudah hampir siang, nanti aku akan terlambat," kata Selomita yang langsung mempercepat langkah kakinya.

"Hey, ayo aku antar!" Dido memaksa. "Pakai helm ini, akan aku antar sampai ke sekolah mu."

"Jangan terlalu akrab dengan ku," ucap Selomita dengan nada ketus.

" Memangnya, kenapa?" Dido terlihat mengerutkan keningnya.

" Bapakmu, tidak suka dengan orang miskin seperti aku," jawab Selomita.

" Ah, masa?" kata Dido yang meragukan perkataan Selomita.

" Tolonglah, aku tak ingin berurusan dengan orang kaya seperti mu," kata Selomita yang langsung mempercepat langkahnya.

" Aku kan hanya ingin berteman," pinta Dido penuh harap.

" Sudah lupakan, cari yang lain saja. Aku banyak urusan." Selomita langsung berjalan cepat dan meninggalkan Dido yang diam terpaku di atas motor nya.

Sikap Selomita yang acuh terhadap nya, membuat Dido semakin penasaran dan ingin mendekati nya.

Kemudian Dido melajukan motornya, ke arah ladang yang akan di panen. Bapaknya yaitu Pak Condro, menyuruhnya mengawasi ladang tersebut.

Dido masih penasaran, dengan apa yang dikatakan oleh Selomita tentang bapaknya. Apakah benar, bapaknya tidak suka jika dia berhubungan dengan orang miskin? Pertanyaan itu masih bergelayut manja di pikiran nya.

Gadis-gadis yang berada di ladang, langsung menghampiri Dido. Tanpa malu-malu, mereka memperkenalkan diri masing-masing.

" Kamu anaknya, Tuan Condro?" Salah seorang gadis bernama Yuniar memperkenalkan diri. Dia merupakan anak salah satu dari pekerja, yang berkerja di ladang milik Pak Condro

" Iya, " jawab Dido dengan sikap acuhnya.

" Kenalkan aku Yuniar, " Kata Yuniar yang kemudian disela oleh salah seorang temannya lagi.

" Aku Niken," sela gadis yang bernama Niken sambil mengulurkan tangannya.

" Maaf, saya lagi kerja. Tolong jangan ganggu dulu." Dido berucap dengan nada angkuh.

Gadis-gadis yang mau berkenalan dengan Dido, merupakan teman Selomita yang kini sudah putus sekolah. Mereka lebih memilih bekerja, untuk membiayai kebutuhan nya. 

Biasanya gadis-gadis di kampung tempat Selomita tinggal, tidak semua mau sekolah. Bagi mereka kalau sudah bisa mencari uang, untuk apa sekolah. Dalam benak mereka, anak gadis kerjaannya pasti ke arah dapur juga.  

Lain hal dengan Selomita, yang ingin bersekolah dan ingin mengejar cita-cita nya. Bagi nya pendidikan yang utama, karena dia ingin membahagiakan kedua orang tuanya, agar bisa menjadi anak yang sukses.

Matahari sudah mulai tenggelam, Dido sudah menyelesaikan tugas nya mengawasi para pekerja. Kemudian dia pun melaju kan motor nya. Saat di pertengahan jalan Dido melihat ada tukang jeruk, yang menjajakan jualannya. Kemudian Dido membeli, dua kilo buah jeruk . Dia ingin mampir ke rumah Selomita dan memberikan buah jeruk kepadanya.

Sekian dulu ceritanya, ikuti episode berikutnya.

Dukung terus Author ya para reader, Like, vote dan komentarnya membuat author menjadi semangat dalam mencari inspirasi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!