Gadis itu menutup buku di tangannya seraya menghela napas panjang, ia tersenyum setelah puas membaca isi buku itu, hatinya masih berdebar terbawa arus cerita buku yang telah ia baca hingga selesai.
"Seandainya aku memiliki jodoh yang perangai dan hatinya seindah Engkau yaa Rasulullah", ucapnya dalam hati sambil mengelus sampul buku yang bertulis "Rasulullah dan Cinta Pertamanya Khadijah."
Mata gadis itu lalu menutup, membayangkan harapan yang terbesit karena debaran yang masih ia rasakan, sesaat ia berada di tempat terindah dalam khayalannya bersama sosok khayalannya. Sosok yang berparas menawan, senyuman yang mendamaikan, akhlak yang mengagumkan, perkataannya bagaikan syair yang...
BRAAAKKK...!
Tiba-tiba seseorang memukul meja di hadapan gadis itu, sontak ia terperengah dari kursi yang ia duduki.
"Hayooo... Lagi mikir jorok yaaa..." ejek seorang gadis berambut pendek sebahu yang memang dengan sengaja memukul meja untuk mengagetkan.
"Miya... Apaan sih... Jail mulu kerjaannya, kalo jantung aku copot gimana?" gadis itu mengelus dada dan memberikan tatapan jengkel pada miya sahabatnya itu.
"Copot? Emang buah duren bisa copot?! Afrina Tara Gulnar, Kalo copot iket lagi aja pake tali tambang!" balas miya asal diiringi tawa.
"Tolong jangan berisik ya! Ini perpustakaan! Bukan pasar!" teriak seorang petugas perpus dari balik meja tak jauh dari mereka, membuat beberapa orang yang berada di perpus menatap kearah mereka, seketika miya duduk dan menunduk malu.
"Ia kali, gue jualan ikan teri di pasar!" ketusnya dalam bisikan.
"Ciee di marahin duren..." bisik Afri yang cekikikan menahan tawa melihat sahabatnya yang kikuk di marahi petugas perpus paruh baya yang kebetulan memang seorang duda.
"Iiihhh... itu mh bukan duda keren, tapi duda rempong!" miya pun balas berbisik sambil memainkan jari dan mulutnya mengejek. Afri tambah cekikikan, tak tahan dengan candaan Miya, gadis yang sedikit tomboy juga jail itu.
"Lo sih, Fri! Gue cari kemana-mana tau nya lagi ngebayangin yang jorok-jorok disini!"
Peletak!
Afri memukul kepala Miya dengan buku yang masih ia pegang.
"Nih! Aku tu lagi baca kisah Rasulullah! Jorok... jorok... kamu tu jarang mandi, jorok!"
"Hehe... Jangan bawa-bawa jarang mandi lah, aib itu Fri!" seringai Miya.
"Emang kenapa nyari-nyari aku, Kamiya Siswantoro binti kabayan ?"
"Hihi... nyi iteunggg... " canda Miya sambil mencolek dagu Afri.
"Apa sih geli ih !" Afri bergidik.
"Liat PR Matematika kamu dong..." rayu Miya.
Mata Afri menyipit tajam pada Miya
"Kebiasaan !" ketusnya, "enggak ah males!"
"Ayolah Afrina Tara Gulnar... yang pintar, cantik, baik hati dan tidak sombong" bujuk Miya.
"Hmmm..." Afri mengerlingkan matanya.
"Fri, tolong dong, kemaren gue nonton PERSIB live, jadi gak sempet ngerjain PR, lo tau sendiri Bu Wati kan killer ampe ke ubun-ubun!" bujuk Miya lagi.
"Miya nonton live PERSIB ke Bandung?"
"Nonton live di tv.. Hehe" jawabnya sambil kembali menyeringai.
Afri memalingkan wajahnya yang berubah cemberut, kemudian menulis pada selembar kertas.
"Fri, ayolah... jam istirahatnya keburu abis nih..." Miya memelas sambil menarik lengan Afri.
"Iya... Tunggu aku beresin nulis laporan ini dulu" elak Afri.
Miya pun menolak pinggang sambil memberengut kesal. Afri yang melihat mulut Miya mulai monyong berniat untuk balas menjahili teman sekelasnya itu.
Sengaja ia memasang wajah pura-pura merenung seakan yang di tulisnya adalah hal yang sangat sulit di kerjakan. Kesal karena merasa di permainkan, Miya merebut kertas yang tengah di pegang Afri.
"Ini kan tugas B.Indonesia yang dikumpulinnya baru besok! Nanti aja dong beresinnya!" katanya kesal dan menyelipkan kertas yang telah setengah penuh itu asal ke buku Afri lalu menaruhnya di atas meja dengan tak peduli kertas itu masih setengah menyelip.
"Iya iya..." Afri menyerah dengan bibir tersenyum tipis. Alih-alih berjalan pergi, ia malah merapikan hijab putih yang ia kenakan.
"Ayo Fri, jam istirahatnya tinggal 20 menit lagi" kata Miya tak sabar. Afri tidak menggubris dan mengelus-elus seragam putihnya yang sedikit kusut hingga kembali rapih.
"Fri, tinggal 19 menit 50 detik lagi" mata Miya menyipit setelah menengok sekilas pada jam tangan biru di tangannya. Kembali acuh, Afri lalu menepuk-nepuk rok abu-abu panjang nya sambil tersenyum menahan tawa.
"19 menit 45 detik" kata Miya lagi semakin tidak sabar.
"Aku lagi lomba masak ya ini?" Afri tertawa geli.
"Haduuuhh...lama ah ayo!" Miya menarik paksa lengan Afri.
"Eh! Laporan novel B.Indonesia nya Mi.."
"Ah! Nanti aja pulang sekolah! Lo tu suka banget sih ama yang namanya tugas! Udah jenius juga!" ketus Miya masih menarik lengan Afri dan mengabaikan Afri yang berusaha menggapai secuil kertas yang menyelip diantara lembaran-lembaran buku.
"Justru aku pinter tu karena suka, karena rasa suka itu bisa merubah yang sulit jadi mudah!" kata Afri dengan sungguh-sungguh. Ia menyerah untuk menggapai kertas itu dan mulai melangkah menyusul derap langkah Miya yang kencang.
"Iyaa... iya... Galilio..." asal Miya.
"Galileo...kabayaaan" ralat Afri sambil di ikuti cekikikan geli.
Mereka pun melangkah keluar perpustakaan sambil terus mengoceh dan tertawa-tawa.
Sedangkan seseorang telah lama memandang mereka dengan duduk tersenyum-senyum merasa terpesona dan entah kenapa meski sosok gadis itu telah jauh dari pandangan ia tak bisa berpaling dan hanya terus menikmati kilas-kilas wajah dan perkataan gadis yang rupanya telah ia sadari bahwa ia sungguh menyukainya.
Awalnya ia hanya mengira bahwa gadis itu adalah gadis yang spesial, hingga tak sengaja bertemu lagi di perpustakaan ini.
Tanpa sadar, ia pun telah memperhatikannya dari kejauhan dengan berdalih membaca buku yang asal iya ambil dari rak buku.
Masih tersenyum-senyum sendiri di kursi bacanya, lelaki itu di hampiri petugas perpus yang melongo penasaran dengan apa yang di baca pemuda itu.
"Suka masak ya, dek?" tanya Pak Parman si petugas perpus duda paruh baya.
"Hah? Ke..kenapa pak?" gelagapan lelaki itu terperengah dari pikirannya yang terhanyut.
"Adek suka masak ya?" tanyanya lagi menunjuk buku yang di pegang lelaki itu.
Lelaki itu pun kaget setelah melihat sampul buku yang ia pegang.
"Oh...iya pak! Saya suka masak!" karang lelaki itu dengan pipi yang mulai memerah. Pak Parman hanya mengangguk-angguk dan berlalu.
Sedang lelaki itu menepuk jidat sendiri, merasa aneh dengan dirinya sendiri yang baru kali ini bertingkah seperti ini. Di bacanya lagi judul buku itu, "Resep Masakan Sehat Untuk Ibu Hamil"
Dengan cepat ia menyimpan buku itu di rak sambil menoleh ke arah Pak Parman yang sedang menatapnya dengan wajah datar.
Lelaki itu mengangguk dan tersenyum tipis. Ia berpaling dan menemukan buku yang tergeletak di atas meja lalu menatap kertas di dalamnya.
Sepenggal kalimat terlihat dari kertas yang sedikit menyelip itu "Melalui kisah Rasulullah dan Khadijah, Allah SWT telah memperlihatkan betapa indahnya sebuah cinta pertama yang berasal dari ketulusan," lagi-lagi ia tersenyum dibuatnya.
Semakin kagum, ia mengambil kertas itu, lalu dengan salah tingkah ia melangkah keluar perpus dengan pipi yang merah. Dalam hatinya iya berbisik "Afrina Tara Gulnar" dengan senyuman yang tak berhenti di sepanjang harinya.
**author**
assalamu'alaikum...
terimakasih buat yang bersedia baca karyaku yang masih banyak kekurangan ini ^^
terimakasih buat author senpai novel legenda pendekar naga- shujinkourin, 😣 dabz bebebku, juga author lainnya yang sudah membantu saya... lop yuh ❤
Teeettt...teeetttt...teeeetttt
Bel tanda berakhirnya jam pelajaran bergema ke seluruh penjuru sekolah SMA Cahaya Harapan Jakarta Barat.
Tak lama berselang suara gemuruh siswa-siswa yang bersiap pulang terdengar di tiap-tiap ruang kelas hingga ke lorong-lorong.
Sebagian siswa buru-buru pulang ke rumahnya masing, sebagian lagi masih memiliki kegiatan tersendiri di sekolah, ada yang mengikuti ekskul, ada yang berkumpul untuk membahas PR dan tugas ada pula yang hanya iseng-iseng mengobrol, sedang Afri bergegas ke perpus di susul Miya di sebelahnya.
"Fri, mau ngambil tugas laporan lo yang ketinggalan ya?" tanya Miya. Melihat sahabatnya itu bergegas ke arah perpustakaan.
"Hmm" jawab Afri dengan gumaman. Sesampainya di perpus Afri langsung menghampiri buku yang masih tergeletak di atas meja tempat tadi ia menyimpannya.
"Itu buku tebel lo baca pas jam istirahat ampe tamat Fri?" tanya Miya menunjuk ke buku yang kini di pegang Afri.
"Nggak lah, udah dari minggu kemaren," jawab Afri sambil memilah-milah lembaran buku itu. Tak di temukan apa yang di cari, ia mulai cemas, sekali lagi ia memilah lembaran demi lembaran dengan teliti tapi kertas itu tidak ia temukan.
"Kok gak ada Fri? Lo taro dimana?" tanya Miya pura-pura tak bersalah.
"Kamu yang naro, kabayan nyungseb!" ketus Afri menyubit pipi Miya dengan kencang.
"Aw aw.. maaf.. maaf.. ampun Fri" kata Miya kesakitan hingga pipinya kemerahan.
"Ya udah lah, untung aku inget tiap kata per katanya."
"Ih? Serius Fri? Gue gak tau lo sejenius itu Fri!"
"Hehe... Iya dong!" jawab Afri. Ia mengeluarkan jari telunjuk dan ibu jarinya yang menyilang membentuk hati.
"Hmm... lo udah salin ke komputer kan?!" kata Miya lagi, sadar ia sedang di permainkan.
"Nah tu tau!" Afri tersenyum geli, "yuk! Pulang aja, gak ada ekskul kan?"
Miya mengangguk setuju dan mereka pun bergegas pulang.
***
Surya belum menampakan diri, dan bulan masih terlihat indah menyinari langit yang gelap gulita.
Jam menunjukan pukul 3:30 dini hari namun Afri sudah tersungkur dalam sujudnya. Di atas sajadah yang menggelar, shalat tahajjud ia tegakkan seperti biasanya.
Setelah salam tak lupa ia bertasbih mengingat keagungan Tuhan yang Maha Esa. Kemudian ia menadahkan tangannya, pasrah dan meminta ampunan kepada penciptanya atas kekhilafan-kekhilafan yang pernah ia lakukan selama hidup di dunia fana ini.
Ia pun bersyukur atas nikmat hidup, nikmat rezeki dan semua nikmat tak terhingga yang telah ia rasakan. Tidak terlewat ia pun mendo'akan kedua orang tuanya, saudaranya, sahabatnya, lalu menutup do'anya dengan surat Faatihah.
Setelah itu ia membaca ayat suci Al-Qur'an hingga subuh menjelang. Sesudah shalat subuh ia tunaikan, Afri melanjutkan dengan membaca buku pelajaran sekaligus menyiapkan perlatan untuk kegiatan sekolah hari ini.
Saat jam sudah menunjukan pukul 5:30, Afri bersiap mandi dan sarapan. Begitu setiap hari kegiatan remaja berusia 16 tahun yang berada di kelas XI (2 SMA) IPA ini.
Setelah rapi menggunakan seragam yang lengkap dengan hijab putih, Afri menghampiri meja yang telah tersedia makanan.
Di sana terlihat seorang wanita paruh baya tengah menuangkan susu ke dalam gelas. Di sebelahnya, duduk seorang pria berusia selaras, sedang membaca koran harian dengan segelas kopi di hadapannya.
"Sarapan dulu, na!" kata ibu Afri setelah melihat kemunculannya.
"Iya, bu" ia pun duduk dan mulai menyantap nasi goreng yang sangat ia gemari dengan lahap.
"Makan cepat! Abah ada tamu penting hari ini," ujar Ayah Afri yang selalu disebut Abah tanpa lepas dari jajaran huruf-huruf yang berderet padat.
"Iya, bah" jawab Afri, ia pun mempercepat suapannya.
"Jangan cepat-cepat, nanti kamu keselek, ini kan baru jam 6, masih banyak waktu kan bah, jangan terlalu keras sama anak semata wayang abah sendiri!" ujar ibu Faridah Gulnar.
Abah Afri yang tak lain adalah Gulnar Darma Wijaya memang mendidik Afri dengan keras dan disiplin. Afri hanya bisa menurut dengan ikhlas mengingat hal itu adalah untuk kebaikan dirinya.
"Gak apa-apa bu, udah mau selesai kok, masakan ibu enak sih, jadi nana cepet makannya, hehe" kata Afri yang selalu dipanggil nana oleh kedua orang tuanya, panggilan sayang, sambil mengambil suapan terakhir. Ibu Afri yang melihat tingkah putrinya yang penurut itu hanya menghela napas dan membelai kepalanya dengan lembut.
"Kalau sudah selesai ayo kita berangkat!" ajak Abah yang mulai berdiri setelah meminum kopinya hingga habis.
Mendengar ajakan Abahnya, Afri pun bergegas meminum susu nya lalu berpamitan pada Ibunya yang telah mencium tangan Abahnya kemudian mencium kening Afri.
Setelah meraih tangan Ibunya dan menciumnya, Afri menyusul Abahnya yang telah berjalan keluar rumah menuju mobil hitam yang terparkir didepan rumahnya. Setelah mengucap salam kepada Ibu Faridah, keduanya pun masuk kedalam mobil dan segera meninggalkan halaman rumah dengan serta mengucap basmallah.
***
Lorong sekolah masih sepi saat Afri berjalan melaluinya. Keheningan pun ia rasakan di dalam kelas IPA 1A tempat ia menuntut ilmu.
Setelah duduk di tempat duduknya Afri membuka beberapa buku pelajaran dan mulai membacanya. Helai demi helai, lembar demi lembar. Mulai terasa bosan, ia pun berdiri dan meregangkan tubuhnya.
Didekatinya jendela kelas yang terbuka dan membawa angin sejuk dari pepohonan. Matanya menjelajahi pemandangan pagi hari itu dari balik jendela kelas yang berada di lantai tiga gedung sekolah.
Dari atas ia melihat sebagian jalanan masih tertutup kabut putih, sinar mentari masih terasa lembut seperti sutra yang membelah kabut hingga sang kabut berkenan memperlihatkan wajah sang pagi hari.
Pohon-pohon melambaikan daun-daunnya dengan perlahan sebab tertiup angin sepoi-sepoi seakan mewakili suasana damainya pagi hari ini.
Matanya beralih ke lahan parkir sekolah, beberapa siswa sudah terlihat berdatangan. Bibirnya tersenyum setelah melihat sahabatnya turun dari sepeda motor biru yang penuh stiker PERSIB.
Setelah memarkirkannya, Miya menengok kearahnya lalu melambai. Ia pun balas melambai. Setelah itu Miya berjalan memasuki gedung sekolah.
"meong...meong..."
Tiba-tiba ia mendengar meongan anak kucing samar-samar dari luar kelas lewat jendela itu.
Penasaran ia pun mengikuti arah suara itu. Suara anak kucing itu semakin kencang saat ia menuruni tangga ke lantai paling bawah.
"Apa anak kucing itu lagi butuh pertolongan ya?" pikir Afri, semakin bergegas ia mengikuti suara kucing itu hingga ke semak-semak di halaman sekolah.
Semak itu tumbuh lebat dan hijau setinggi sekitar hampir dua meter.
Tak lama kemudian, seekor anak kucing belang muncul dari dalam semak. Kucing itu mengeong dan mendengkur dengan sangat lucu hingga membuat Afri tergoda untuk menyentuhnya.
"Wah... ternyata kamu gak apa-apa" Afri jongkok untuk meraihnya, saat ia mengulurkan tangannya tiba-tiba sepasang tangan telah lebih dulu meraih kucing itu dari dalam semak. Lalu seorang lelaki muncul dari semak itu dan terkejut mengetahui bahwa ia tidak sendirian.
Afri terlihat lebih terkejut di banding dirinya, dalam terjongkok ia bersiap membuka mulitnya untuk berteriak. Namun seketika lelaki itu menutup mulut Afri.
"Ssssstttt...!" katanya. Untuk beberapa lama mereka terdiam menatap satu sama lain. Sejenak Afri memandang wajah lelaki itu dan menyadari parasnya yang tampan dengan mata coklatnya yang berkilauan, rambut hitamnya sedikit acak-acakan dan beberapa daun semak menempel padanya, hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih, bibirnya yang kemerahan, membuat jantungnya berdetak lebih cepat...
"Astagfirullah..." jerit Afri dalam hati. Ia tersadar lalu dengan cepat berdiri menjauh dari hadapannya, melepaskan dekapan tangan lelaki itu dari bibirnya.
Sedang lelaki itu pergi sambil sedikit berlari. Afri masih terkejut, terdiam dan memandangi ke arah perginya lelaki itu, dengan jantung yang juga masih berdegup kencang. Di lihatnya lelaki itu menoleh dan tersenyum manis sambil membawa anak kucing itu, lalu ia berbelok menghilang di tikungan ujung lorong.
"Daaarrr !"
"Astagfirullah!" teriak Afri lagi-lagi terkejut saat Miya menyentuh pundaknya.
"Lagi ngapain di sini? Liatin apa sih?" tanya Miya dengan wajah cueknya.
"Ih! Kebiasaan ih! Ngagetin mulu!" Afri melengos meninggalkan Miya dengan wajah cemberut. Miya mengikutinya sambil kebingungan.
"Yeee... nona ngambek?" tanya Miya sembari duduk di sebelah Afri yang sudah lebih dulu sampai di kelas dan duduk di tempat duduknya tanpa berkata-kata, hanya tersenyum tipis terkesan tidak tulus, lalu kembali membuka buku pelajaran B.Indonesia.
"Eh eh... Liat PR laporan novel B.Indonesia nya dong Fri" kata Miya tiba-tiba berganti topik sendiri dengan antusias.
"Kenapa? PR itu gk bisa nyontek, kan gak boleh sama, Mi, nanti ketauan Pak Sumanto" jawab Afri dengan sedikit acuh.
"Nggak nyontek... cuma bandingin doang... gue takut salah!" kata Miya beralasan.
"Kamu takut ama pak Sumanto?"
"Takut Fri, namanya sama kayak orang yang makan daging orang itu! Hiiiii..." jawab Miya pura-pura bergidik ngeri. Afri hanya mengerlingkan matanya.
"Halah... kemaren juga gitu liat doang, tapi ternyata dicontek juga, terus nama pengarang ama judulnya kamu ganti, hmmm... Nyontek aja pinter!" omel Afri, namun ia tetap mengeluarkan buku PRnya dan memberikan kepadanya.
Karena ya... Begitulah dua sahabat itu. Terkadang anak-anak yang lain menyebut mereka seperti Upin dan Ipin, putri kodok dan kodoknya, dan lain sebagainya. Itu pantas saja karena mereka sudah berteman semenjak SMP hingga sekarang selalu bersama.
Mereka bertemu di kelas pertama SMP dan setelah menyadari mereka dari daerah yang sama yaitu Bandung, mereka pun mulai berteman.
Miya saat kecil tinggal di Bandung dan pindah ke Jakarta saat ia mulai bersekolah dasar, ia besar di Jakarta sehingga bahasa lo gue nya itu terpengaruhi oleh orang-orang suku betawi di sekitarnya. Sedang Afri pindah ke Jakarta saat ia mulai memasuki kelas satu SMP.
"Nih Fri! Makasih yaa... baik deh! Hehe" Miya menyodorkan buku PR Afri.
"Iya kabayan... nanti traktir bakso ya pas istirahat!"
"Ok! Bakso ama sayur doang, pedes gak pake cuka, ekstra bawang goreng, kan?!"
Afri tersenyum dan mengacak-acak rambut Miya, "pinterrrr..."
"Hehe iya dong! Eh eh... Fri, Pak Sumanto itu mirip ama Sumanto yang kanibal itu gak ya? Gue gak pernah liat muka nya sih cuma denger berita doang," Miya mulai mengoceh. Afri mengelingkan matanya lagi.
"Gak tau... tapi nih, gosipnya... Pak Sumanto itu sodaraan ama dia looo...hiiii" kata Afri menakut-nakuti.
"Tuh kan..tuh kan.."
Mereka pun terus mengoceh dan berhenti seketika ketika Pak Sumanto memasuki kelas dan memulai pelajaran. Miya sekejap-sekejap berbisik pada Afri, membuatnya terus tersenyum menahan tawa. Sampai-sampai Miya dapat peringatan dari Pak Sumanto untuk fokus pada pelajaran.
Begitu cerianya saat itu, namun dalam hati Afri, ia masih berdebar dengan kejadian semak dan kucing tadi. Pikirannya terus bertanya-tanya, orang aneh tampan dari manakah dia dan sebenarnya apa yang sedang dilakukannya.
**author**
assalamu'alaikum...
terimakasih buat yang bersedia baca karyaku yang masih banyak kekurangan ini ^^
mohon sarannya ya, agar author bisa berkembang...
terimakasih buat author senpai novel legenda pendekar naga- shujinkourin, dabz, rubah kecil, juga author lainnya yang sudah membantu saya... lop yuh ❤
Pelajaran pertama telah berakhir. Saatnya pelajaran kedua yaitu pelajaran kebugaran jasmani dan rohani, siswa kelas dua IPA berolah raga secara serentak, terlihat siswa dan siswi telah mengganti pakaian mereka dengan pakaian olahraga.
Biasanya mereka di persilahkan memilih cabang olahraga mana pun yang di minati. Setelah di himbau untuk pemanasan, kemudian semua siswa pun berpencar, ada yang bermain sepak bola di lapangan besar, bulu tangkis di gor sekolah, voly di lapangan voly, berenang di kolam renang sekolah, ada pula yang hanya lari-lari.
Seperti Afri yang tidak begitu ahli dengan bidang tertentu. Hanya memenuhi kepuasan guru olahraga saja yang sedang berkeliling mengawasi. Miya seperti biasa, pengawalan. Setelah sedikit berpeluh, mereka berhenti untuk istirahat.
"Udah yu Fri, cape!" kata Miya sambil mengatur napas.
"Hmm..katanya penggemar sepak bola, tapi segini aja ngos ngosan!"
"Hehehe... gue spesialis suporter doang, Fri, gue gak kuat lari, kuatnya nonjok! Haha,"
"Kita liat yang lagi main bola aja, katanya kelas kita lagi tanding-tandingan ama kelas sebelah" ajak Miya setengah tersengal-sengal.
"Ok, kita lewat lapang basket biar deket."
Miya pun setuju dan mereka pun mulai berjalan menuju lapangan bola, saat dekat dengan lapang basket mereka mendengar riuh siswi-siswi yang berteriak-teriak antusias.
Mereka bertatapan penasaran dan setuju untuk melihat apa yang terjadi disana terlebih dulu.
Miya menepuk Tina, siswi yang sekelas dengan mereka.
"Tin, tin, tin" Miya memanggil dengan meniru suara klakson.
"Ye... apa sih? Emang gue mobil?" Tina menoleh.
"Iya, mobil bemo!" ejek Miya. Afri tertawa geli.
"Sembarangan lo, kodok!" ejek Tina balik, ia pun cemberut.
"Iya, maaf... ini ada apaan sih? Rame banget," tanya Miya setelah ikut tertawa geli.
"Iya ih, kayak konser boyband aja ampe penuh gini," kata Afri menunjuk ke keramaian di lapangan itu yang padat hingga mereka tidak bisa melihat siapa yang sedang bermain. Sampai anak-anak yang masih di dalam kelas pun terlihat ikut antusias lewat jendela.
"Iiihhh... Itu tu anak baru, ganteng bangettt... udah gitu jago main basketnya! Kayak pemain pro deh!" ujar Tina jarinya menunjuk ke arah seseorang yang sedang mendribel bola basket. Mereka masih belum dapat melihatnya dengan jelas lewat keramaian itu.
"Oh... kirain ada apaan... gue kira ada yang kesurupan! Cowo doang ternyata!" ujar Miya acuh.
"Yey... lo belum tau aja! Dia itu katanya pindahan dari luar negeri, Australia kalo gak salah, apa Austria ya?" jelas Tina meski sedikit tidak jelas. Afri dan Miya hanya saling bertatapan dan mengedip-ngedipkan mata mendengarnya.
"Yaa... Pokonya itu lah, orangnya cakep kayak oppa oppa korea tau! Namanya Zayne Ikram! pinter, tajir, ramah lagi ke semua orang! Udah banyak yang idolain! Bahkan denger-denger udah ada yang nembak loh! Tapi di tolak mentah-mentah ! Haha kasian tu cewe" jelas Tina lagi nyerocos sambil antusias hingga tertawa-tawa.
Afri dan Miya masih bengong melihatnya dengan mata yang masih mengedip-edip acuh tak acuh. Tina kembali berbalik dan menjerit-jerit memanggil nama lelaki itu.
"Oppa oppa korea? Hiiih" Miya bergidik lebih seram di banding tahu Pak Sumanto sodaraan dengan Sumanto sang kanibal.
Afri cekikikan lagi di buatnya. Namun ia masih penasaran dengan sosok itu, dari jauh samar-samar terlihat wajahnya tidak asing bagi Afri.
"Pindah kesana yuk, Mi! Aku mau liat agak deket deh, penasaran," ajak Afri menunjuk kearah belakang ring basket yang agak lengang.
"Hmm... kepengaruh omongan mobil bemo dia."
Setelah pindah posisi, Afri kembali menatap lelaki yang tengah berebut bola itu. Siswi-siswi menjerit memanggil namanya saat Zayne mendapatkan bola kemudian mendribelnya ke arah ring.
Mereka semakin histeris saat ia melempar bola itu dengan shoot three point tepat ke lubang ring dengan sangat cepat. Saat Zayne merayakan keberhasilannya, matanya bertemu dengan mata Afri yang berdiri agak jauh di belakang tiang ring basket. Afri tersadar kini ia tahu mengapa wajahnya tidak asing baginya.
"Itu si cowo kucing!" pikir Afri.
Lelaki itu menatap sejenak dan ia pun mengenali Afri, ia lagi-lagi tersenyum manis sambil melambaikan tangan kearahnya. Riuh jeritan-jeritan itu pun seketika senyap berubah menjadi bisikan-bisikan masal.
Melihat lelaki itu tersenyum dan melambai, Afri pun tertunduk dan berbalik menoleh.
"Yuk.. Mi! Pergi aja!" ajak Afri sambil menggandeng lengan Miya salah tingkah.
"Loh? Kenapa?" tanya Miya heran.
"Afrinaaa!" dari jauh lelaki itu memanggil.
"Eh, Fri, di panggil cowo itu!" Miya mengerem langkah mereka.
"Eh, eh, Cowo itu kesini tu Fri!" ujar Miya setelah menoleh dan mendapati lelaki itu berlari menghampiri.
Afri tak kuasa untuk tak ikut menoleh. Benar saja, lelaki itu kini ada di hadapanya. Berpeluh-peluh dengan napas yang tersengal-sengal ia tertunduk kecapean dan hendak mengambil napas. Kemudian setelah tegak berdiri ia mengusap rambutnya yang penuh dengan keringat.
"Ya Allah... Pemandangan memabukkan apa ini? Astagfirullah..." pikir Afri lagi yang langsung menundukan pandangannya.
"Afrina kan?" tanya Zayne.
"Dari mana kamu tau namaku?" Afri balik bertanya penasaran.
Zayne tersenyum manis lagi sambil merogoh saku celana pendek olahraganya.
"Dari kertas ini, kayaknya tugas laporan B.Indonesia kamu, ada nama dan kelas kamu di dalem," jelas Zayne sambil menyodorkan selembar kertas yang telah di lipat kehadapan Afri.
"Oh... Itu kan kertas lo yang ketinggalan di perpus Fri! Kok, ada sama lo?" tanya Miya curiga.
"Emm... aku... nemu di lantai, aku pikir kayaknya penting, makanya aku simpen!" kata Zayne berbohong.
"Ohh..." bibir Miya membulat.
Sekejap Afri menghela napas lega mengetahui maksud Zayne hanyalah sebatas itu saja tiba-tiba memanggilnya, ia sempat cemas jika itu adalah hal lainnya.
Mata Afri berkeliling tersadar bahwa perhatian beralih kepadanya. Sebagian menatapnya dengan tajam, sebagian memperhatikannya dari atas sampai kaki dan kebanyakan berbisik-bisik.
"Eh siapa cewe itu ?" bisik seorang gadis.
"Ih! Itu kan cewe sok alim itu!" bisik gadis lain.
"Iya itu cewe so cakep itu, ih ko Zayne mau nyamperin cewe begitu sih?!" bisik gadis lain lagi.
Afri mendengus "kedengaran tau!" batinnya kesal. Ia pun merasa risih dengan tatapan-tatapan dan bisikan itu.
"Buang aja, udah gak butuh!" jawab Afri akhirnya, terkesan sedikit kesal.
Melihatnya Zayne terheran apa ia sudah melakukan kesalahan?
"Tapi, kenapa?" tanya Zayne sedikit cemas.
Melihat wajah Zayne yang berubah cemas, Afri pun merasa bersalah.
"Tugasnya udah dikumpulin tadi pagi, jadi gak apa-apa, buang aja, makasih!" jawabnya lagi dengan sedikit lebih lembut.
Afri bergegas menggandeng Miya untuk melangkah pergi. Meninggalkan Zayne yang terpaku melihat berlalunya gadis itu. Sementara beberapa gadis menatap mereka tajam penuh amarah.
"Huh...! Mentang-mentang cantik dan terkenal juga, berani-beraninya si Afri itu tebar pesona! Gue yakin anak itu cuma depan doang sok alim! Dalemnya busuk!" kata seorang gadis berambut panjang yang di cat keunguan.
"Tapi kita gak bisa ngapa-ngapain tu cewe! Cewe S*alan itu selain punya bodyguard, dia juga punya bapaknya!" ujar seorang gadis lain yang berambut pendek dan memakai banyak jepitan warna warni di atasnya.
Sedang seorang gadis lain yang rambutnya berkuncir dua hanya mengangguk-angguk setuju.
"Bisa kok... asal tau aja jalannya!" seorang gadis lain muncul dari belakang menatap Afri dari kejauhan sambil tersenyum tipis nan sinis.
"Liat aja nanti" katanya lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!