NovelToon NovelToon

Cinta Tanpa Batas (Gadis Nakal Kekasihku)

Penolong

Sudah lewat tengah malam saat Tama selesai bermain futsal dengan teman-temannya. Kebiasaan cowok-cowok jomblo, malam Minggu lebih suka menghabiskan energi untuk berolahraga karena tak ada gadis yang bisa dikencani.

Tama keluar gedung olahraga itu, sesekali melambai kepada kawan-kawannya yang lebih dulu berlalu dengan kendaraannya masing-masing. Tempat parkir yang terletak di sebelah gedung sudah sepi. Hanya ada motor besarnya, dan sebuah mobil merah yang terparkir disana.

Dengan tenang Tama menghampiri motornya, meraih kunci di saku celana jeansnya ketika perhatiannya teralihkan ke arah mobil merah yang parkir tepat di sebelah motornya. Mobil merah itu terlihat bergoyang. Dan samar-samar ia mendengar suara jerit tertahan seorang wanita.

Tama mengumpat dalam hati. Cewek goblok mana yang mau saja diajak bermesraan di mobil? Tama jengah, ingin segera pergi dari sana. Ketika Tama sudah hampir menstarter motornya tiba-tiba pintu mobil merah itu terbuka dengan suara keras.

Lalu seorang gadis serta-merta keluar dari pintu penumpang, dengan gaun yang koyak di bagian dada dan penampilan yang berantakan. Seorang lelaki menyusul perempuan itu, tanpa belas kasihan ia menjambak rambut si perempuan dan memaksanya untuk masuk kembali ke mobil.

Tama butuh sedikit waktu untuk mencerna situasi yang tengah terjadi di hadapannya. Tampaknya sepasang kekasih ini sedang bertengkar dan si pria sedang berusaha memaksa si perempuan untuk mengikuti kemauannya. Bukan sesuatu yang baik, Tama menyadari.

Lalu Tama dengan spontan menerjang si pria saat si pria itu mulai membenturkan kepala si perempuan di kap mobil, sementara tangannya dengan kurang ajar menggerayangi tubuh seksi di balik gaun ketat itu.

Satu pukulan keras membuat tubuh si pria terpelanting ke aspal. Sumpah serapah keluar dari mulut si pria saat menyadari mulutnya berdarah. Pukulan Tama jelas bukan main-main. Cowok itu pemegang sabuk hitam taekwondo.

"Brengsek! Belum tahu siapa gue, hah?" umpat si lelaki, berusaha melayangkan pukulan balasan ke arah Tama. Namun Tama dengan mudah menghindar dan justru tendangan kakinya mendarat telak di perut pria itu. Si pria mengerang, jatuh berlutut.

"Enyah dari sini sebelum gue bikin elo makin babak belur." Kata Tama dingin. Si pria mesum hendak melawan lagi, tapi tatapan tajam Tama membuatnya mengerti. Tama lebih dari mampu untuk mewujudkan ancamannya.

"Gue bakal balas dendam. Elo tunggu aja!" ucap si pria mesum sebelum kabur terbirit-birit.

Setelah si mesum kabur, tinggal Tama dan gadis itu yang berdiri canggung menatapnya. Dari jarak sedekat ini, Tama mengenali siapa sosok itu. Raina. Si gadis populer di kampus. Gadis yang mungkin tak pernah meliriknya dua kali saat di kampus.

Ya,mereka berkuliah di kampus yang sama. Hanya beda fakultas. Tama di Fakultas Teknik dan Raina di Fakultas Ekonomi. Pergaulan dan gaya hidup mereka jauh berbeda, itu sebabnya mereka tak pernah bersinggungan saat berada di kampus.

Raina gadis populer di kampus mereka. Cantik sudah pasti. Punya body goals impian semua gadis, modis, bergaul dengan anak anak kaya di kampus, membuat mereka seolah tak saling mengenal. Padahal mereka satu kelompok saat Ospek dulu, namun tak sekalipun bertegur sapa.

Tama hanya cowok biasa. Tampang lumayan goodlooking, badan jangkung dengan otot-otot kencang hasil dari kesukaan nya berolahraga. Ditambah sifatnya yang pendiam dan cuek, berbeda dengan cowok-cowok lain yang tak pernah mampu mengabaikannya, membuat Tama makin jauh dari radar Raina.

"Makasih. Gue ga bisa ngebayangin apa yang bakal terjadi kalo elo gak ada," ucap Raina. Wajah cantik itu nampak memar di bagian mata kanannya, sudut bibirnya berdarah. Meski begitu, wajah cantiknya tetap memesona, membuat Tama nyaris tak mampu memalingkan pandangannya. Gadis ini cantik, tapi bodoh. Bodoh karena terlibat dengan pria-pria brengsek yang tak menghargai kecantikannya.

" Santai saja," sahut Tama pendek. Berusaha keras untuk tidak menatap belahan dada gadis itu yang terpampang indah karena gaunnya robek. Menyadari kekikukan Tama, Raina buru-buru menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya.

"Sori. Gue gak bermaksud untuk tidak sopan." Tama melarikan pandangannya ke langit malam. Bagaimanapun juga, dia laki-laki normal. Meskipun selama ini dia jarang dekat dengan perempuan, tapi reaksi tubuhnya saat ini sangatlah normal. Tama mengumpat pelan.

" Ga masalah. Emm, gue duluan," Raina membenahi gaunnya sebisanya sebelum beranjak pergi. Sesungguhnya dia berharap Tama menawarkannya untuk mengantarkan ia pulang, tapi cowok itu diam saja dari tadi. Hanya memandangnya datar dengan mata elangnya itu. Dan Raina terlalu gengsi untuk meminta tolong pada orang lain, terutama pada cowok yang mengacuhkannya.

Entah apa yang membuat Tama mengejar Raina yang telah sepuluh langkah menjauhinya. Ia tidak bisa membayangkan gadis itu berkeliaran malam-malam dengan penampilan seperti itu.

"Elo pikir mau kemana dengan baju kayak gini? Minta diperkosa lagi?" ucapan Tama itu membuat Raina mengerjap. Ia yakin mendengar amarah dalam kalimat itu. Walaupun Tama mengucapkannya dengan suaranya yang berat dan meskipun bernada rendah, namun sama sekali tak bisa dibantah.

Belum hilang keterkejutan Raina, tiba-tiba Tama melepas jaket yang dikenakannya lalu memakaikannya di tubuh Raina.

"Gue anter," Tama menarik gadis itu untuk mengikutinya. Entah apa yang akan terjadi dengan hatinya setelah ini, malam ini Tama hanya ingin memastikan gadis itu pulang dengan selamat.

Terusik

Tama nyaris tidak bisa tidur sama sekali malam itu. Bayangan Raina, yang cantik dan ceria saat di kampus, hingga Raina yang nyaris diperkosa dengan bibir berdarah dan gaun yang koyak terus menerus menderanya.

Raina sudah jadi pusat perhatian dari sejak ia menjadi mahasiswa baru. Dengan wajah cantik, rambut cokelat panjang, kulit langsat dan mulus, bohong kalau ada lelaki yang tidak tertarik pada gadis itu.

Termasuk Tama. Tapi Tama sadar, gadis seperti Raina bukan tipe nya. Dia ingin hidup yang tenang, dan kehadiran Raina dalam hidupnya jelas tidak termasuk dalam kategori hidup tenang versi Tama. Raina ibarat badai yang siap memporak-porandakan prinsip dan ketenangan Tama. Dan Tama tidak suka itu.

Tapi malam ini Tama membiarkan Raina menguasai pikirannya. Masih ia rasakan tubuh hangat yang memeluknya saat duduk di boncengan motornya. Kenyataan bahwa Raina adalah satu-satunya perempuan yang pernah duduk di boncengan motornya juga semakin mengusik cowok itu. Tama mengumpat lagi. Sial.

Di tempat lain, seorang gadis juga tak kunjung terlelap, hanya bisa berbaring gelisah di ranjangnya. Tangannya mendekap sehelai jaket yang tadi pura -pura lupa ia kembalikan, sesekali menghirup aroma parfum dan aroma tubuh pemiliknya yang tertinggal. Aroma jantan yang menguar dari jaket itu sungguh membuat Raina tak bisa melepaskan angannya dari sosok Tama.

Raina menyadari tingkahnya sungguh konyol. Seorang Raina Maheswari, gadis tercantik di kampus, bertingkah seperti ABG labil yang tengah kasmaran. Kalau teman-temannya tahu dia pasti sudah habis dijadikan bahan ejekan.

Raina tidak pernah kekurangan pengagum. Sangat jarang ada lelaki yang tidak memandangnya dua kali. Dan itu yang dilakukan Tama sejak mereka menjadi satu kelompok saat Ospek dulu. Tama mengacuhkannya, bahkan memberinya tatapan dingin saat berhadapan dengan Raina.

Raina yang tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu, membuat ia bertekad untuk mengacuhkan Tama pula. Tidak peduli bahwa sesungguhnya ia tak pernah lepas memperhatikan Tama sejak pertama mereka berjumpa.

Tama yang pendiam, bicara seperlunya. Tubuh tinggi tegapnya tak mudah diabaikan, badan atletis itu memberi tahu dengan jelas bahwa pemiliknya sangat gemar berolahraga. Tama juga sopan, baik, berbeda dengan lelaki-lelaki yang berebut perhatiannya, yang rata-rata brengsek semua.

Sebenarnya Raina lelah jadi incaran para pria. Lelaki-lelaki mesum itu hanya mengincar tubuhnya, tidak pernah benar-benar menghargainya. Kadang-kadang ia menerima seorang lelaki hanya agar ia bisa terlindungi dari cowok-cowok brengsek itu. Karena saat ia punya pacar maka hidupnya akan jadi sedikit lebih tenang. Meskipun ia pada akhirnya akan memutuskan hubungan dengan seenaknya saat cowok yang ia pilih jadi pacar itu mulai bertingkah macam-macam.

Raina pernah berjanji pada dirinya sendiri, jika Tama mencoba membangun percakapan dengannya, meskipun hanya basa-basi, Raina akan membuang jauh sikap jual mahalnya. Ia akan menanggapi Tama dengan hangat. Sayangnya Tama tak pernah menganggapnya ada. Kalaupun lelaki itu menatapnya, hanya tatapan dingin yang ia dapatkan.

Akhirnya Raina pun menyerah dan egonya mengatakan, ia pantas mendapat lebih dari itu.

Jadi Raina sibuk bersenang-senang, dugem di klub malam, kadang-kadang nyicip alkohol sedikit lebih banyak dari biasa, merokok, berkencan dan mendepak pria yang mengencaninya dengan santai.

Tanpa ia sadari bahwa kelakuannya membuatnya semakin jauh dari tipe wanita yang diinginkan Tama dalam hidupnya.

Raina membenamkan hidungnya ke dalam jaket Tama. Memejamkan matanya dan membiarkan angannya berputar hanya mengenai Tama.

Lamunannya terputus saat notifikasi masuk ke ponselnya. Raina mengernyit. Ada pesan masuk dari Bram, lelaki yang tadi kalap saat ia mengatakan ingin mengakhiri hubungan.

'Kembali padaku atau kubuat cowok tadi tinggal nama'

Raina mengernyit membaca ancaman itu. Bram mungkin tidak pandai berkelahi, tapi Raina tahu lelaki itu punya uang. Dia bisa membayar orang untuk melakukan pekerjaan kotor apapun.

Raina mendadak cemas. Walaupun ia tahu Bram mungkin saja hanya menggertaknya, tapi ia tahu kemungkinan Bram melaksanakan ancamannya tetap saja ada.

Raina sebenarnya sudah biasa mendapat ancaman serupa itu, saat ia dengan cuek memutuskan hubungan dengan pacar-pacarnya-tanpa memedulikan perasaan mereka. Tak heran banyak mantan kekasihnya yang sakit hati dan menyimpan dendam terhadap dirinya. Sejauh menyangkut dirinya sendiri, Raina tak peduli. Tapi ketika ancaman itu membawa-bawa nama Tama, mau tak mau Raina terusik pula.

Raina bimbang. Ingin ia menghubungi Tama, mungkin ia bisa mengucapkan terimakasih dan memintanya berhati-hati, tapi ia tak punya nomor cowok itu. Lingkaran pergaulan mereka jauh berbeda, jelas tak ada sesuatu hal yang membuat mereka bersinggungan kecuali kenyataan bahw mereka satu kelompok saat Ospek. Hanya itu.

Aryan Naratama memang bukan termasuk mahasiswa populer di kampusnya, tapi bukan berarti cowok cupu pula. Cowok itu aktif di klub sepakbola di kampusnya, juga ketua klub taekwondo. Itu sebabnya tadi Tama dengan mudah membekuk Bram.

Tama pendiam, yang jelas sifat pendiam itu yang ia munculkan saat Raina ada di dekatnya dulu. Sebaliknya, Tama bisa tertawa lepas saat bersama teman-temannya. Sudah jelas cowok itu tidak menyukainya, sementara ia sendiri selalu mengamati cowok itu diam-diam.

Lapangan Kampus

Raina keluar dari kelas dengan muka kusut. Ia baru pulang ke rumah dini hari setelah menghabiskan malam dengan bersenang-senang di pesta ulang tahun salah satu kenalannya. Kepalanya masih pening karena alkohol yang ditenggaknya semalam, ditambah pula kurang tidur membuatnya menguap terus sepanjang kelas berlangsung.

Kalau saja hari ini tidak ada kuis, ia pasti tak akan ragu untuk membolos lagi. Tapi ia sudah tiga kali membolos, dan Bu Hana, dosen Akuntasi Biaya itu tak ragu memberinya nilai D dan membuatnya mengulang lagi mata kuliah itu semester depan. Raina sudah muak melihat muka Bu Hana yang tak pernah ramah padanya, itu sebabnya dia rela masuk kuliah hari ini.

Anya, sahabat Raina yang bertubuh mungil dengan rambut dicat ungu, menggandeng lengan Raina dengan antusias. Anya suka sekali mewarnai rambutnya, setiap bulan ia pasti ganti warna rambut. Sudah begitu warna-warna yang dipilihnya selalu warna yang mencolok, membuatnya dijuluki kemoceng berjalan oleh teman-temannya, termasuk Raina.

Lorong kampus agak sepi hari ini karena ada Pekan Olahraga Kampus, kegiatan tahunan di kampus mereka, dimana seluruh fakultas ikut berpartisipasi dalam berbagai macam cabang olahraga yang dipertandingkan. Sore ini sedang berlangsung final pertandingan sepakbola di lapangan kampus.

"Elo ngapain nyeret-nyeret gue gini sih,Ceng? Pala gue puyeng nih kayak mau meledak" protes Raina. Gadis itu mengenakan jeans ketat dan kaos longgar yang lebar di bagian kerah, memperlihatkan bahu mulusnya tanpa ragu. Rambut cokelat panjangnya dibiarkan tergerai begitu saja. Meski begitu tak sedikit mahasiswa yang melirik atau bahkan terang-terangan menggodanya.

"Udah tahu hari ini ada kuis matkulnya Yang Mulia Bu Hana, elo pake acara mabok. Cari mati sih elo!" kecam Anya.

"Halah. Elo juga kalo semalem gak kencan sama Didit juga pasti ngikut. Mentang-mentang ada pacar elo aja, pura-pura alim. Itu munafik tau, Ceng". Cibir Raina kalem. Anya bukannya tersinggung, malah tertawa lepas.

" Itu bukan munafik, Sayangku. Itu namanya cinta. Elo juga bakal gitu kalo uda ketemu sama cowok yang elo suka."

"Cinta tai kucing? Kagak ada yang begituan mah di kehidupan nyata. Yang ada semua cowok mah seneng kalo gue mabok. Biar pada punya kesempatan buat grepe-grepe gue" sinis Raina.

" Ya itu karena elo salah pilih cowok. Cowok-cowok yang Deket elo tuh emang brengsek semua, ya pantes aja kelakuan mereka gitu"

"Emangnya hari gini masih ada cowok baik-baik"

"Ya ada, lah Say. Salah satunya Didit, pacar gue itu" jawab Anya puas yang membuat Raina memutar bola matanya jengah.

" Ini elo mau ngajak gue kemana sih, Ceng? Gue pusing, pengen pulang terus tidur" keluh Raina saat menyadari mereka sudah berjalan keluar dari gedung Fakultas Ekonomi.

"Ke lapangan. Fakultas kita masuk final tahun ini, Nyet. Seru kayaknya."

"Gue gak suka sepakbola, Ceng. Udah yuk pulang aja" tolak Raina.

"Bentar doang, Raina. Entar kalo elo boring boleh cabut duluan deh."

Raina menghela napas berat.

"Gue pengen ngerokok." kata Raina tiba-tiba. Biar dia punya alasan untuk kabur dari ajakan konyol Anya. Bayangan menonton sepakbola, panas-panasan, berdesakan dengan mahasiswa lain membuat Raina mual. Ia sungguh merindukan kasurnya saat ini.

"Halah, itu mah gampang. Itu si Devon uda datang. Woi Nyet! Sini!" Anya sibuk melambai pada seorang cowok berkulit putih yang berjalan ke arah mereka. Cowok itu berwajah tampan, penampilannya pun kekinian, mirip dengan anggota boyband dari Korea sana.

Devon, yang telah sampai di tempat kedua gadis itu menunggu, langsung menggelendot manja pada Anya.

"Gue kangen, Nying. Elo sibuk pacaran mulu, gak kasian sama gue apa? Gue kesepian, Nying. Pengen nonton ga ada temen" ucap cowok itu, yang langsung dihadiahi jitakan di kepala oleh Anya.

"Najis, elo! Kalau Didit liat bisa ngamuk dia. Jaim dikit lah kalau di tempat umum gini." kata Anya.

"Oh, jadi kalau gak ditempat umum boleh gitu, Nying?" Devon membalas dengan wajah sok polosnya, yang lagi-lagi dapat geplakan dari Anya. Devon meringis kesakitan. Raina memandang kedua sahabatnya itu dengan sebal.

"Udahan dramanya. Sini bagi rokok, Nyet" kata Raina. Devon cemberut, terpaksa membagi batang rokok terakhirnya buat Raina.

"Ngapain elo cemberut? Ga ikhlas lo?" tanya Raina judes. Devon buru-buru merangkul Raina sebelum gadis itu murka.

"Sejak kapan gue ga ikhlas buat elo? Jangankan cuma rokok sebatang, elo minta jantung hati gue juga bakal gue kasih kok" gombal Devon yang lagi-lagi membuat Anya menjitak kepala Devon.

"Sial, sakit, Nying! Ini KDRT namanya, bisa gue laporin ini!" protes Devon.

"KDRT pala elo!"

Sementara itu, pertandingan final antara Fakultas Ekonomi dan Fakultas Teknik sedang berlangsung dengan serunya. Kedudukan sementara masih seri, kedua kesebelasan rupanya sama-sama kuat. Fakultas Teknik yang telah lima kali menjadi juara bertahan mendapatkan lawan yang sepadan kali ini.

Tama yang menjadi striker dari Fakultas Teknik tampak berjuang merebut bola dari lawan. Tubuh tinggi jangkung nya tampak mencolok dari pada pemain lainnya. Beberapa kali ia hampir mencetak gol, namun berhasil digagalkan lawannya.

Pada saat itulah Tama melihat Raina dari kejauhan, memasuki tribun penonton. Ditemani seorang gadis berambut ungu dan seorrang pemuda tampan yang dengan santainya merangkul Raina. Sulit untuk tidak mengenali Raina bahkan dari jarak yang lumayan jauh ini, sosok Raina terlalu sempurna untuk diabaikan.

"Tama! Elo buta apa gimana? Ada bola di depan elo malah elo lepasin gitu aja?!" Hardik pemain sayap timnya, Fandi. Fandi gemas karena jarang pemain andalan timnya itu pecah konsentrasi seperti saat ini.

"Sori" Tama mengumpat pelan. Dia merasa bodoh karena seorang gadis membuat nya berantakan seperti ini. Fokus, Tama, fokus.

Raina yang baru saja duduk di tribun, mengisap rokoknya dengan santai. Namun sikap santainya tiba-tiba hilang saat ia mengenali satu sosok tinggi tegap yang dikenalnya tengah berlari di tengah lapangan.

"Ceng, ini fakultas kita lawan mana sih?" tanya Raina lirih.

" Fakultas Teknik. Ngapain elo nanya? Katanya ga tertarik sama bola?" Anya curiga.

"Nanya gitu doang ya wajar kali, Ceng. Sewot amat" Raina berusaha menyembunyikan nada bergetar dalam suaranya. Ya Lord, demi apa jantungnya kini berdebar gila-gilaan? Hanya dengan melihat Tama bertanding sepakbola, duh kenapa dia keringetan gitu tapi kelihatan tambah seksi, sih?

"Tau, nih. Elo lagi PMS, ya Nying? Galak mulu dari tadi" sahut Devon.

"Sekali lagi elo ngomong PMS gue pukul pake Tumbler gue" ancam Anya.

"Raina, gua mau ngomong"

Perhatian ketiga orang itu serta merta teralihkan, tertuju pada cowok tiba-tiba duduk di sebelah Raina dan mencekal tangan gadis itu.

"Cello? Ngapain? Lepasin gue." Raina berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Cello, namun cowok itu justru mengeratkan cekalannya.

"Bentar doang, Raina. Sebelum semua orang ngeliatin kita" Cowok berambut gondrong, berkaus hitam bergambar band metal, dan jins robek-robek itu tidak peduli mesti Anya dan Devon berusaha menjauhkannya dari Raina.

"Gue gak mau" Raina balas melotot. Ia yakin tangannya lecet sekarang.

"Elo lebih seneng dipaksa, ya?" setelah mengucapkan itu Cello menarik paksa lengan Raina, membuat gadis itu terseret mengikuti langkahnya.

Perhatian penonton terpecah, antara menyaksikan pertandingan yang semakin seru, atau mengikuti drama live yang diperankan Cello dan Raina.

"Dasar kampret! Beraninya sama cewek!" maki Anya, dengan segera bangkit dan mengikuti kemana Cello membawa Raina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!