🌺🌺🌺
Felysia Inez Gianina artinya anak perempuan berhati suci yang selalu diberi keberuntungan dan kebahagiaan oleh Tuhan.
Begitulah orangtuaku memberikan nama, mereka berharap aku akan selalu mendapat keberuntungan dan kebahagiaan. Awalnya memang seperti itu hingga saat usiaku berumur sepuluh tahun semuanya berubah tepatnya saat papaku mengalami kebangkrutan.
Semenjak kebangkrutan orangtuaku sikap mereka begitu berubah kepadaku. Kasih sayang hangat yang biasanya kurasakan kini sudah tidak ada lagi. Hanya pertengkaran yang sering aku dengar bahkan tak segan papaku sering memukul mamaku. Aku hanya bisa melihat itu semua dengan tangisan yang membanjiri pipiku. Pernah aku mencoba membantu mamaku dari pukulan papa tapi justru aku yang kena imbasnya. Semenjak itu aku begitu ketakutan, iya takut dengan orangtuaku sendiri, takut menerima pukulan itu lagi. Ternyata, harta bisa mengubah mereka menjadi monster yang mengerikan.
Kini kami tinggal di sebuah kontrakan kecil, karena rumah dan semua aset orangtuaku sudah disita oleh bank.
Papaku menjadi pengangguran yang suka mabuk-mabukan dan mamaku suka pergi juga jarang pulang entah kemana perginya. Aku sering ditinggal sendirian dirumah, kelaparan itulah yang sering kualami mereka pergi tanpa meninggalkan uang dan makanan. Sesekali tetangga kontrakan memberiku makanan karena iba melihat keadaanku yang kurus kering dan tak bertenaga.
Hingga suatu hari, entah kenapa orangtuaku tiba-tiba bersikap lembut padaku. Mereka tidak bertengkar seperti biasanya dan itu membuatku bahagia mungkin aku akan mendapatkan kasih sayang mereka lagi pikirku.
Tapi tidak dugaanku salah, mereka membawaku entah kerumah siapa. Kulihat ada sepasang suami istri yang tersenyum padaku dirumah itu.
Dan orangtuaku pergi meninggalkanku setelah menerima segepok uang, aku menangis meraung tapi orangtuaku seakan tidak peduli melihat rintihanku.
Awalnya kupikir aku dijual oleh orangtuaku tapi dugaan itu salah lagi, setelah dua bulan aku tinggal dengan sepasang suami istri itu aku dijemput kembali dengan orangtuaku. Selama dua bulan pasangan suami istri itu memperlakukanku dengan sangat baik, kasih sayang orangtua yang hilang seakan kudapatkan dari mereka berdua. Aku sangat bahagia saat itu tapi suatu hari mereka bersikap acuh padaku aku bertanya-tanya apa salahku kali ini. Sayup-sayup aku mendengar mereka mengatakan positif tapi waktu itu aku belum mengerti apa maksudnya hingga orangtuaku menjemputku kembali.
"Selamat ya mbak akhirnya positif hamil," ucap mamaku.
"Ternyata benar aku bisa hamil, awalnya aku sedikit ragu tapi memang terbukti anakmu memang bisa menjadi pancingan aku hamil, aku akan memberi bonus untukmu," kata sang istri sambil menyodorkan beberapa lembar uang seratus ribuan pada mamaku.
"Terimakasih mbak, semoga kandungannya sehat sampai melahirkan," imbuh mamaku lagi.
"Iya, saya akan memberitahukan teman-temanku juga yang susah hamil untuk mengasuh anak gadismu itu."
"Terimakasih mbak, kami permisi."
Mamaku pun membawaku pergi dari rumah itu dalam kepalaku masih bertanya-tanya apa maksud dari perkataan mereka tadi.
Diujung jalan sudah ada papaku yang menunggu kami menggunakan sepeda motor, tampaknya motor itu motor baru ternyata papaku sudah kembali bekerja lagi pikirku lagi.
"Ma, Pa.. Fely kangen kalian," kataku sambil memeluk orangtuaku bergantian tapi mereka berdua tidak merespon pelukanku.
"Fely, setelah ini kamu kami antar ke rumah pak Hendra yang kaya itu dia sudah memesanmu dari sebulan lalu," kata papaku dengan enteng.
"Dipesan? Fely tidak mengerti dan kenapa Fely harus kesitu? Fely ingin sekolah lagi Pa, Ma.." ucapku dengan memelas, memang aku sudah putus sekolah semenjak papaku bangkrut.
"Tidak bisa! kamu itu harus menghasilkan uang buat kami," bentak mama padaku.
"Fely tidak mengerti Ma, menghasilkan uang seperti apa?" tanyaku yang masih bingung dengan maksud orangtuaku.
"Dengar Fely kamu itu gadis pancingan!" teriak papaku.
"Gadis pancingan? Apa itu pa? Fely tidak mengerti," jawabku dengan wajah kebingungan karena baru pertama kali ini aku mendengar kata-kata itu.
"Kau tidak perlu tahu apa itu tugasmu hanya bersikap baik saat tinggal dengan keluarga yang merawatmu nanti, setelah istrinya hamil barulah kami akan jemput kamu lagi," kata mamaku.
Saat itu aku masih bingung apa yang dimaksud orangtuaku, aku benar-benar tidak mengerti jadi aku menuruti apa mau mereka.
"Tapi papa mama janji kan setelah ini Fely akan sekolah lagi?" tanyaku dengan polos.
"Tentu putriku, ayo sekarang kita jalan," ucap mamaku, kali ini dengan nada yang lembut dengan senyum yang sangat kurindukan.
Akhirnya aku menuruti kemauan orangtuaku walaupun otakku masih belum bisa mencerna sebenarnya apa yang dimaksud gadis pancingan menurut orangtuaku. Dan kenapa mereka percaya hal seperti itu, kenapa harus aku begitulah aku bermonolog pada diriku sendiri. Aku cuma berharap mereka menepati janji akan menjemput dan menyekolahkan aku lagi.
Tapi harapan itu kandas begitu saja, selama lima tahun lamanya aku dioper kesana kemari dari rumah satu ke rumah yang lain dari kota satu ke kota yang lain. Bahkan kini orangtuaku sudah memiliki sebuah rumah dan mobil mewah kembali. Mereka begitu bahagia tanpa tahu apa yang aku rasakan harus tinggal dengan orang asing secara terus menerus kadang menerima perlakuan baik tapi tak jarang juga menerima perlakuan buruk.
Saat ini usiaku sudah genap lima belas tahun, lambat laun aku juga menyadari apa yang sebenarnya dimaksud oleh orangtuaku. Ya, aku hanyalah seorang gadis pancingan yang diasuh oleh pasangan suami istri yang sulit memiliki keturunan dan aku dijadikan sebagai pancingan mereka untuk bisa memiliki anak. Sungguh, awalnya aku tidak percaya hal mustahil seperti itu tapi memang benar selama ini setiap aku diasuh oleh mereka tak lama mereka akan hamil. Dan setelah itu aku selalu dibuang, kasih sayang yang mereka berikan palsu hanya diawal mereka memberikan kasih sayang setelah itu mereka akan menganggapku tidak ada. Tak jarang juga aku mendapat perlakuan buruk, kadang dijadikan sebagai seorang pembantu kadang aku juga menerima beberapa pukulan jika mereka tak sabar untuk hamil.
Sungguh ini sebuah keberuntungan atau kesialan bagiku yang jelas aku tidak mau dijadikan sebuah alat pancingan buat mereka dan juga untuk memuaskan nafsu duniawi orangtuaku. Aku ingin keluar dari semua ini tapi tidak bisa aku sungguh takut dengan pengalaman-pengalaman buruk yang selama ini ku alami, aku takut mereka akan menyakitiku lagi. Dengan kurangnya pendidikan aku tidak bisa keluar dari kurungan ini begitu mudah, aku tidak tahu diluar sana seperti apa. Aku hanya merasa dipenjara dari penjara satu ke penjara yang lain. Aku ingin bebas, tolong siapapun tolong aku dari siksaan ini. Aku ingin menjalani hidup normal seperti yang dialami orang lain tapi apalah dayaku aku hanyalah seorang gadis pancingan yang tidak berdaya.
🌺🌺🌺
Sebelum membaca cerita ini harap bijaklah dalam membaca!
Genre cerita ini adalah fantasi jadi di dalamnya pasti banyak cerita cacat logika, cerita ini cuma untuk hiburan semata.
Terimakasih
Happy Reading💋
🌸🌸🌸
"Positif!"
Lagi-lagi teriakan itu terdengar di telinga Fely. Gadis berusia lima belas tahun itu membuang nafasnya kasar. Yang di pikirannya sekarang mau di oper kemana lagi setelah ini?
Dengan langkah gontai dia mendatangi pasutri yang tengah berpelukan itu.
"Fely, kau memang gadis pancingan. Gadis keberuntungan," ucap sang istri dengan memeluk badan Fely dengan erat.
"Tak sia-sia aku membayarmu mahal, aku akan hubungi orangtuamu agar cepat menjemputmu. Kau sudah tidak berguna sekarang," sambungnya lagi.
Fely hanya terdiam mati-matian dia menahan agar air matanya tidak jatuh.
"Sayang, biar aku antar aja Fely ke tempat orangtuanya. Kebetulan aku mau ke Bandung juga meninjau proyek disana," tawar sang suami.
Sang istri itu tampak berpikir sejenak setelah itu mengangguk mengiyakan tawaran suaminya.
"Bersiaplah, Fely. Besok pagi kita berangkat," ucap sang suami pada Fely dengan mengerlingkan sebelah matanya yang mana membuat Fely bergidik ngeri. Sudah acap kali pria kisaran umur empat puluh tahun dengan perut buncit itu menggoda Fely.
Fely mulai berkemas sebenarnya tak banyak barang yang dimilikinya mengingat dia yang selalu berpindah tempat.
Gadis berkulit putih dengan rambut panjang kecoklatan itu tertunduk meratapi nasibnya. Dibuka jendela kamar sempit yang semenjak sebulan terakhir ini di tempatinya. Mata cantiknya memandang ke arah bulan purnama yang bersinar terang malam ini.
Dipejamkan matanya sembari menikmati semilir angin malam yang menghembus ke wajah cantiknya.
"Tuhan, apa benar nasibku seperti ini? Aku selalu memberi kebahagiaan pada orang lain. Lantas kapan aku bisa bahagia? Tolong, Tuhan beri aku kebahagiaan, aku juga ingin dicintai."
"Hiks.. Hiks.. " Fely mulai menangis kembali. Itulah yang dilakukan Fely setiap malamnya. Dia berharap Tuhan akan mengabulkan permintaannya.
Keesokan paginya,
Seperti rencana sebelumnya Fely berangkat ke Bandung bersama 'sang suami' panggilah namanya pak Bram.
"Saya pamit, nyonya," ucap Fely sebelum masuk ke mobil. Tapi kalimat itu diabaikan begitu saja oleh sang istri dan Fely sudah terbiasa menerima perlakuan seperti itu.
"Ayo Fely cepat masuk!" titah Bram yang sudah berada di dalam mobil.
Fely mengangguk dan masuk ke mobil di kursi belakang.
"Loh, kok di belakang. Di depan saja temani saya ngobrol pumpung nggak ada istri saya kita bisa santai. Kamu selama ini kan jarang bicara kalau sama saya santai saja," ucap Bram.
"Tidak apa-apa, Tuan. Saya disini saja," sahut Fely mulai risih.
Karena Bram tak ingin berlama-lama lagi, dia segera melajukan mobilnya menuju kota Bandung.
Hening, di dalam mobil Fely hanya memandangi hiruk pikuk kota Jakarta dari jendela mobil.
Satu jam kemudian mobil berhenti di sebuah hotel yang lumayan mewah. Fely mengernyit untuk apa singgah ke hotel pikirnya. Padahal sebentar lagi akan sampai ke Bandung.
"Fely, saya ada pekerjaan sebentar disini. Kamu temani saya ya," ucap Bram.
"Ngh, saya menunggu di dalam mobil saja, Tuan," tolak Fely.
Tapi Bram mengindahkan penolakan Fely di bukanya pintu mobil dan Bram dengan paksa menarik Fely masuk ke dalam hotel.
"Tuan, lepaskan saya," ronta Fely karena Bram mencengkram tangannya begitu kuat.
"Diamlah! jika kamu berontak saya habisi kamu!" ancam Bram yang mana membuat Fely ketakutan setengah mati.
Sesampainya di dalam Bram memesan kamar hotel tanpa melepaskan tangan Fely.
Saat pintu kamar hotel di buka, Bram segera menghempaskan tubuh Fely di atas ranjang.
Fely begitu ketakutan dari tadi air matanya tidak berhenti membasahi pipi mulusnya.
"Ayo sayang kita bersenang-senang, sudah lama aku menginginkanmu," ucap Bram dengan tatapan nanar memandangi tubuh Fely yang saat ini mengenakan dress selutut.
"Ampuni saya, Tuan. Lepaskan saya," Fely memohon dengan menangkupkan kedua tangannya.
"Saya sudah membelimu mahal jadi layani saya," Bram seolah tidak peduli oleh rintihan Fely, dia terus mendekat ke arah Fely. Sungguh, gila! istrinya hamil dan dia berusaha memperkosa gadis di bawah umur.
Bram mulai membuka pakaiannya satu persatu, Fely berusaha menghindar. Saat Bram akan memeluknya tangan Fely meraih vas bunga yang ada di nakas segera dia pukulkan ke kepala Bram dengan keras.
"Akhhhh, gadis sialan!" umpat Bram sembari memegangi kepalanya yang berdarah.
Kesempatan itu diambil Fely untuk berlari keluar kamar hotel tersebut, dia terus berlari sampai tidak sengaja menabrak seseorang.
"Tuan, tolong saya Tuan," pinta Fely pada pria yang baru saja di tabraknya. Dia sampai memohon dibawah kaki pria itu agar segera menolongnya.
"Hei, gadis kecil berdirilah," ucap pria itu.
Tak lama, teriakan Bram mulai terdengar yang mana membuat Fely semakin panik. Pria yang sebelumnya di tabrak Fely akhirnya mau tidak mau menolong gadis kecil yang tak berdaya itu.
Ditariknya tangan Fely untuk segera berlari meninggalkan tempat itu. Pria itu memencet tombol lift dan menekan angka dimana letak kamarnya berada. Kebetulan pria itu memang menginap di hotel tersebut.
Sesampainya di kamar hotel tempatnya menginap pria itu segera membuka pintu kamarnya.
Kamar yang dia pesan di kelas presidential suite yang mana membuat Fely terperangah. Karena baru kali ini Fely melihat fasilitas hotel yang begitu mewah.
"Dulu saat hamil dirimu pasti ibumu ngidam nggak keturutan ya?" tanya pria itu yang melihat Fely masih terdiam di tempatnya.
Fely mengernyit," Kok Tuan bisa tahu?" tanya Fely polos.
"Lah, itu kau ngeces dari tadi," sahut pria itu lagi.
Fely segera memeriksa apa benar dia ngeces dengan mengusap-ngusapkan tangannya ke bibirnya.
"Nggak ada tuh," ucap Fely sembari menunjukkan tangannya yang masih kering.
Pria itu memutar bola matanya," Itu perumpamaan saja bodoh!" umpat pria itu.
"Jadi apa hubungannya antara ngeces sama kebodohan saya, Tuan?" tanya Fely polos.
"Kau sebenarnya berasal dari mana? kau baru saja jatuh ke bumi ya?"
Fely semakin tidak mengerti dengan kata-kata pria itu.
"Saya berasal dari kecebong," jawab Fely dengan enteng.
🌸🌸🌸
🌸🌸🌸
Bara Gustav Sgevano, seorang pria blasteran Amerika-Indonesia. Orangtuanya meninggal 5 tahun lalu dalam sebuah kecelakaan pesawat yang mana membuat Bara harus melanjutkan perusahaan peninggalan orangtuanya.
Bara saat itu masih berumur 20 tahun, tapi sudah memiliki beban yang berat untuk mengelola perusahaan sendiri. Dibantu oleh sekretaris kepercayaan papanya dulu dia menjalankan perusahaan properti yang tidak disukainya.
Pria itu lebih suka bermain tapi menghasilkan uang, hingga suatu hari dia datang ke sebuah kasino dan menjadi ketagihan karenanya. Tapi sayang dia tidak pernah menang sekalipun yang mana membuatnya selalu penasaran dan menghabiskan banyak uang disana.
Julukan 'The Loser' selalu melekat di dirinya, sampai usianya sekarang yang menginjak 25 tahun dia selalu saja bermain dari kasino satu ke kasino yang lain.
"Bos, lebih baik berhenti bermain dan jalankan perusahaan dengan baik," ucap Olaf sekretaris sekaligus asistennya yang menemani Bara setelah kecelakaan orangtuanya.
"Lebih baik urusi Anna sama Elsa sana daripada sibuk mengurusi urusanku," sahut Bara tanpa beban.
"Saya juga heran kenapa orangtua saya memberi nama Olaf, mungkin dulu ngidam pengen ke Selandia Baru untuk main salju."
"Ngidamnya elit banget ya, kalo orangtuaku mungkin dulu ngidam makan kartu poker."
Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan menuju perusahaan.
Sesampai di perusahaan Bara segera turun dari mobil bersama Olaf yang setia berdiri di belakangnya.
"Bos, siang ini ada rapat umum pemegang saham," ucap Olaf saat sudah sampai di ruangan kerjanya.
Bara mendesah pelan," Mereka pasti akan berusaha menjatuhkan aku lagi."
"Itu karena Bos memakai uang perusahaan untuk kepentingan pribadi," jelas Olaf.
"Perusahaan kita sudah di ujung tanduk Bos, hutang membengkak. Sebentar lagi dinyatakan bangkrut," sambung Olaf berusaha menyadarkan bosnya.
"Kalau aku menang pasti uang perusahaan akan ku ganti!"
"Sayangnya Bos selalu kalah," sahut Olaf lirih.
"Karena belum waktunya aku menemukan keberuntunganku!"
Dan benar saja saat rapat para pemegang saham sudah menarik semua saham mereka karena perusahaan memang sudah tidak bisa berjalan lagi.
Kini Bara harus rela perusahaannya di tutup untuk meredakan amarahnya dia menginap di hotel elite malam ini. Dan bermain di kasino sepuasnya hingga pagi hari menjelang.
Saat pagi dia ingin beristirahat di kamarnya tanpa dia duga ada seorang gadis kecil tengah ketakutan minta tolong kepadanya.
Karena merasa kasihan akhirnya dia menolong gadis itu dan membawanya ke kamarnya.
"Berapa umurmu?" tanya Bara pada gadis yang saat ini tengah duduk dan menikmati makanan yang baru saja di pesannya.
Fely menghentikan makannya sejenak," 15 tahun, Tuan."
"Sudah ku duga kau masih bocil, setelah ini beritahu alamatmu dimana biar Olaf yang akan mengantarmu pulang," sahut Bara.
"Olaf? jadi saya akan diantar ke istananya ratu Elsa?"
"Hahahahahaha" Bara tertawa hambar. Gadis di depannya sungguh lugu dan polos pikirnya.
"Olaf itu nama asistenku," terang Bara.
Fely tampak berpikir jika dia kembali ke tempat orangtuanya pasti dia akan dioper kesana kemari lagi. Dan dia masih takut atas perlakuan Bram kepadanya, kali ini mungkin dia selamat tapi tidak tahu setelahnya nanti.
"Tuan, apa Tuan butuh pembantu? saya bisa bekerja untuk Tuan tanpa di gaji asal Tuan mau menampung saya."
Bara mengernyit tidak mengerti dengan ucapan gadis itu.
"Apa maksudmu?"
"Tuan, orangtua saya akan mengirim saya ke rumah orang yang tidak saya kenal untuk menjadikan saya pancingan. Saya tidak mau diperlakukan seperti itu lagi," jawab Fely dengan mata berkaca-kaca.
"Pancingan? jelaskan! Aku tidak mengerti!"
Akhirnya Fely menceritakan kehidupan yang dia jalani selama ini yang mana membuat Bara keheranan. Bagaimana mungkin ada orangtua yang begitu tega berlaku seperti itu pada anaknya.
"Hei, Ucil. Aku itu juga sedang dalam masalah, aku akan pindah ke Amerika ke tempat Omaku karena disini aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Jadi, tidak ada yang bisa aku tawarkan padamu," ucap Bara.
"Tolonglah saya Tuan, saya akan melakukan apapun." Fely mendekat ke arah Bara dengan bersimpuh.
"Hei, berdirilah!" Bara menarik tangan Fely agar berdiri.
Bara menatap lekat gadis kecil yang ada di depannya sekarang. Ada perasaan aneh yang menjalar pada dirinya saat ini.
"Baiklah, aku akan mengurus paspor dan visamu. Aku akan membawamu ke Amerika bersamaku," ucap Bara dengan serius.
Fely tentu saja merasa kegirangan dan memeluk Bara tanpa sadar.
"Terimakasih, Mbak Yul."
"Hei, kenapa memanggilku Mbak Yul?"
"Tuan, memanggilku Ucil seperti sinetron 'Tuyul dan Mbak Yul' kan. Tuan penyelamat saya seperti Mbak Yul."
"Jadi kau ingin jadi Tuyul?"
Bara lalu menggelengkan kepalanya. Semoga keputusan membawa Fely ke Amerika keputusan yang tepat.
🌸🌸🌸
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!