NovelToon NovelToon

Nikah Dulu Pacaran Kemudian

Obat

"Beneran top deh obat yang lo jual kemarin rick,” teriak salah seorang pria.

Beberapa orang pria terlihat berkerumun di sebuah pantry kantor.

Gema yang saat itu sedang menyeduh kopi dengan mesin espresso menguping pembicaraan mereka yang sedang duduk dan berbincang di meja makan yang terbuat dari kayu. Mejanya dipernis sehingga menimbulkan kesan mengkilat tetapi tidak menghilangkan motif kayu jatinya.

Terlihat tetes demi tetes ekstrak kopi mulai memenuhi gelas Gema. Aroma harum yang khas dari kopi menyeruak memenuhi ruangan, sehingga membuat siapa pun tenang saat mencoba menghirup aromanya. Sembari menunggu gelas kopinya terisi penuh. Dia mencoba mendengarkan obrolan bapak-bapak yang rata-rata sudah beranak satu di meja itu.

Terkadang ada sebuah jokes receh yang terselip di antara pembicaraan mereka yang membuat Gema sedikit bingung dan berakhir dengan garukan kepala. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, tetapi aura pembicaraan para pria ini terlihat janggal, karena beberapa orang terlihat berbisik saat berbicara dan diakhiri dengan sebuah cekikikan.

“Rick, gue mau dong rick satu yang lo jual." Pinta seorang pria yang duduk pada kerumunan itu.

“Jangan lupain gue Rick, gue udah pesan dari kemarin lo.” Sahut pria lain di seberangnya sambal berbisik menutup setengah mulutnya dengan tangan, seperti sebuah corong.

“Rick, gue juga.”

“Gue duluan Rick.”

“Rick....”

Suara bising mulai memenuhi pantry kantor, membuat Gema heran dan bertanya-tanya entah apa yang dijual Erick. Suara berat dari perkumpulan pria ini mulai bersahutan memenuhi ruangan.

Penasaran dengan keriuhan yang terjadi, Gema menghampiri kerumunan tersebut untuk memastikan apa yang Erick jual sebenarnya. Namun, ternyata semuanya tidak sesuai ekspektasi.

Disebuah meja terlihat sebuah botol plastik yang berisi beberapa kapsul. Botol itu disegel rapat dan berlabel Gatot Kaca, namun yang membuat Gema bergidik adalah tagline yang ada di bawah namanya yang bertuliskan “Menjadikanmu pria perkasa, kuat dan tahan semalaman.”

Gema berbisik dalam hati, "Sialan ini mah obat kuat, gue salah server."

Rasa penyesalan dengan cepat menyelimuti tubuh Gema. Entah mengapa dia penasaran dengan kegiatan sekumpulan bapak-bapak ini, sementara dia sadar, bahwa hanya dirinya satu-satunya perjaka yang ada di ruangan ini.

Rasa penasaran Gema kemudian ternyata ditanggapi dengan cepat. Pantry kantor yang awalnya sedikit bising seketika senyap karena rasa penasaran bujangan itu. Tanpa dia sadari semua pasang mata tertuju pada Gema sekarang, diiringi dengan senyuman khas pria mesum.

Berlagak seperti orang yang pura-pura bodoh, Gema berbalik badan dengan cepat, mencoba kembali ke mesin espresso dan berharap gelasnya sudah terisi penuh dengan kopi.

“Gem, lo gamau satu. Coba aja dulu, gue kasih gratis,” ledek Erick.

Gema tidak mempedulikannya, logikanya saja untuk apa seorang perjaka seperti Gema membutuhkan obat tersebut. Gema tahu Erick hanya mencoba meledeknya. Saat ini Gema hanya ingin keluar dari ruangan ini.

Gelas kopi Gema sudah terisi penuh, sudah tidak ada alasan baginya lagi ada di ruangan ini. Sembari keluar ruangan Gema menyeruput satu teguk kopi sambil berjalan, dan satu tangan lagi mencoba meraih pintu yang terbuat dari kaca.

“Khasiatnya beneran terasa lo Gem, tu buktinya si Kevin. Dia bilang kemarin istrinya sampai ampun-ampunan lho ngeladenin dia”, teriak Erick.

Seketika, Kevin membalas perkataan Erick dengan gerak tubuh, yaitu sebuah jempol yang diiringi senyum menyeringai.

Sepercik kopi menyembur dari mulut Gema karena ucapan Erick. Kali ini Gema terlihat seperti seorang dukun yang sedang menyembuhkan pasiennya. Kemudian semua orang yang berada di ruangan pantry tertawa serempak.

“Sial!" gumam Gema.

Gema dengan cepat berlalu dan pergi dari ruangan itu, meninggalkan sekumpulan pria yang masih tertawa lepas sambil bertransaksi obat perkasanya.

Dia tahu hal itu sangat memalukan baginya, maka dari itu dia memilih untuk kembali ke ruangannya dan bersembunyi dari candaan dunia.

...****************...

Gema Schwarzenegger begitulah tulisan sebuah akrilik papan nama yang terletak di atas sebuah meja kaca yang cukup luas. Nama Schwarzenegger diberikan kepadanya karena pada saat itu papa Gema sangat mengidolakan aktor yang bermain pada film Terminator tersebut.

Padahal jika dilihat-lihat Gema tidak ada mirip-miripnya dengan Aktor Hollywood yang bermain film laga itu.

Tetapi walaupun dia tidak mirip dengan aktor terkenal dari Amerika tersebut. Wajah tampan khas pria Asia terukir indah pada dirinya.

Badan yang cukup kekar juga membuat Gema terlihat menggoda dengan stelan kemeja hitam yang membentuk badannya. Tak heran, beberapa wanita menaruh hati karena ketampanannya, walaupun belum ada satu wanita yang berhasil menaklukannya.

Entah apa yang dipikirkan seseorang Manajer Pemasaran pada salah satu perusahaan multinasional ini.

Standarnya yang terlalu tinggi, atau mungkin masih belum ada yang pas di dalam hati, semua itu masih menjadi misteri. Maka tak heran dia menjadi bahan candaan rekan sesama Manajernya di kantor, seperti yang terjadi barusan.

Bagaimana tidak, umurnya sekarang sudah mencapai kepala tiga, tetapi masih belum menentukan pendamping hidupnya. Sementara rekan kerja sejawatnya sudah berkeluarga dan bahkan sudah ada yang memiliki keturunan.

Gema menyeruput kopinya. Dia berusaha menenangkan diri dengan menghirup aroma kopi dan mencoba menikmati tegukan-demi tegukannya. Meminum kopi sambil bersandar di kursi empuk ini mungkin bisa jadi pilihan untuk membuat badan menjadi lebih santai pikir Gema.

Tetapi semua usaha yang dia lakukan sia-sia. Gelak tawa dari wajah sekumpulan pria di pantry tadi merusak momen yang berusaha dia ciptakan. Sekeras itu dia berusaha melupakan, sekeras itu juga wajah itu kembali muncul di kepalanya.

“Permisi Pak,” ujar seorang wanita. Suaranya yang mendayu-dayu terdengar di balik pintu kaca ruangan milik Gema.

“Iya, silahkan masuk." Balas Gema yang mulai sadar dari ingatan yang mengerikan.

Seorang wanita kemudian memasuki ruangan gema. Rambutnya pirang dan badannya terlihat seksi dan proporsional.

“Ini Pak, strategi dan perencanaan produk yang bapak minta." Kata wanita itu sambil menyodorkan sebuah bundelan yang cukup tebal.

“Baik terima kasih ya Rin.”

“Sama-sama pak. Hmmm pak, saya mau nanya?”

“Ya, silakan.”

“Misalkan bapak ga sibuk, boleh gak pak saya ajak ba-“

“Maaf ya, saya sudah ada janji,” potong Gema.

Tanpa diucapkan pun sepertinya Gema tahu apa yang wanita ini ucapkan. Pasti itu adalah ajakan untuk kencan, makan malam, atau sekadar jalan-jalan di taman. Hal itu sudah dia tebak, karena sudah sering wanita yang bernama Ririn ini bertanya seperti itu kepada Gema.

Ririn adalah salah satu karyawan bagian pemasaran di perusahaan ini. Sayangnya, tidak ada satupun ajakan Ririn yang berhasil kepada Gema.

“Baik pak,” jawab Ririn.

Ririn sedikit membungkuk dan mulai berangsur meninggalkan ruangan Gema yang sibuk memeriksa bundelan yang Ririn berikan sebelumnya.

Setelah keluar ruangan, Ririn menghentak-hentakan kakinya yang menggunakan heels ke lantai. Dia merasa kesal karena kesekian kalinya ajakan wanita cantik itu ditolak oleh Pria tersebut. Tetapi bukannya menyerah dia malah semakin semangat mengejar cinta Manajer itu. Terlihat dari kedua matanya yang berapi-api.

Sebuah Saran

“Gem, woi Gem”, ujar salah seorang pria yang menggunakan kacamata.

Ia terus menjentikkan jari ke arah Gema yang sedang sibuk dengan laptopnya.

“Lo budek ya, dengerin napa.” Tambahnya lagi sambil menjitak kepala Gema dan mengacak-acak rambutnya yang bergaya Comma.

“Apa sih, ganggu aja.” Gema mendengus jengkel. Hidungnya kembang-kempis menahan amarah.

“Gem, soal tadi pagi co-“

“Ga urus”

“Tapi Gem gaada sa-“

“Ga peduli”

“Woi! guguk, dengerin dulu gue ngomong napa.” Kini pria itu mulai mengatakan kata-kata mutiara kepada Gema.

Kali ini Ia merasa jengkel kepada Gema. Semenjak tadi Gema tidak mendengarkan perkataan Adam, yang ia lihat Gema terus bekerja dengan menatap layar laptopnya.

“Apasih Dam ?” jawab Gema. Ia kemudian menatap Adam sambil menyedot ice *a*mericano yang mulai berkeringat karena kedinginan.

Biasanya Gema memang tidak langsung pulang ke rumah saat jam kerja di kantornya selesai. Kalau tidak lembur, biasanya saat sore hari menuju senja Gema mampir ke coffee

shop yang berada di kawasan perkantorannya.

Tak jarang ia juga mengajak teman kantornya, dan yang sekarang sedang bersamanya adalah Adam. Seorang Manajer Operasional dengan perusahaan yang sama dengan Gema.

Alasan Gema tidak langsung pulang adalah, karena ia malas berurusan dengan kemacetan di ibu kota.

Saat sore menuju senja biasanya memang jam padat lalu lintas. Makanya Gema lebih memilih pulang selepas Maghrib ataupun selepas Isya untuk menghindari kemacetan.

“Gini lo Gem, lo pikir-pikir lagi deh. Gue tau lo kesel waktu tragedi obat perkasa di pantry tadi pagi. Tapi setelah melihat hal kaya gitu, apa lo ga ngerasa lo harus ngelakuin sesuatu gitu?”

Kata Adam dengan tatapan yang serius.

“Apa? Maksud lo nikah gitu?” jawab Gema.

Gema mengepal tangannya. Terlihat dari dahinya yang mengeluarkan sedikit urat pertanda jengkel.

“Ya begitulah, yang lo tunggu apa lagi sih Gem? Lo udah mapan, karir lo bagus, tampan pula. Walaupun gue jijik bilang kaya gitu. Tapi kenyataannya memang seperti itu Gem”

“Ta-tapi Dam, gu-gu-”

“Alah alesan apalagi lo gem. Udah seribu alesan gue denger dari lo dan semuanya ga masuk akal. Sekarang lo pasti mau bilang belum ada yang pas, bener kan?” potong Adam.

“I-ya sih, tapi kalau belum ada yang pas mau gimana”

“Alah alasan klasik lo Gem, kayak ABG pacaran,” decak Adam.

Percakapan mereka terhenti sementara. Gema menatap ke sudut lain coffee shop. Terlihat sepasang manusia yang sedang duduk dan meminum secangkir kopi. Sepertinya mereka sepasang suami istri.

Hal itu bisa dilihat dari sebuah cincin yang terpasang di jari mereka berdua. Kehangatan mereka dapat terasa kepada Gema sampai mengukir sebuah senyuman di wajah Gema.

Walaupun pasangan tersebut hanya berbincang seperti biasa.

Mungkin ini yang dimaksud oleh Adam. Hal yang sederhana akan terasa sangat istimewa. Selain itu hal yang terasa biasa saja menjadi lebih bewarna. Seketika gema menatap Adam karena penasaran dengan satu hal.

“Dam, gue mau nanya ama lo,” tutur Gema.

“Huh?" Sahut Adam sambil mengusap layar ponselnya.

“Kenapa lo bisa nikah sama istri lo? Simplenya alasan lo nikah deh sama Winda?”

“Mau tahu lo?”

Gema hanya mengangguk. Kemudian Adam mendekatkan mulutnya ke telinga Gema sambil berbisik.

“Gue mau nikah ama Winda, karena dia punya barang kecil tapi imut. Gue kira pas aja gitu di mulut,” bisik Adam.

“Goblok!” teriak Gema.

Ia terperanjat mendengar bisikan dari Adam. Teriakan Gema bahkan menarik perhatian pengunjung coffee shop yang lain. Adam yang melihat tingkah Gema hanya cekikikan.

“Kira-kira begitu Gem.” Tambah Adam sambil tersenyum kecil.

“Gila lu ya, masa gara-gara gitu doang,” balas Gema. Ia masih terlihat terkejut dengan pernyataan rekan kerjanya itu.

“Jujur Gem, gue ga munafik. Sebagai cowok pertama yang terlihat dari wanita itu ya fisiknya. Namun gue kebablasan aja fokus ke satu titik, naluri kali ye, hehe. Nih gue kasih tau, emang bisa kita melihat cewek langsung ke hatinya dengan mata telanjang? Enggak kan?”

“Iya juga sih.”

“Tapi setelah gue mengenal Winda lebih jauh, baru deh gue kenal Winda kaya gimana. Sifatnya, perangainya, apa yang dia suka, apa yang enggak. Kalau ada cowok bilang dia bisa menilai wanita itu baik atau enggak hanya dengan satu kali menatapnya, menurut gue itu bullshit ya, itu sama kaya gombalan buaya ala remaja SMA untuk dapetin cewek yang dia suka.”

“Emang iya ya?” Tanya gema lagi sambil menopang dagu.

“Ya menurut lo? Gini ya Gem, gue kasih tahu. Terkadang untuk mencari seorang wanita yang mendampingi hidup lo. Lo perlu menambahkan imajinasi dari fantasi yang lo ciptakan sendiri”

“Maksudnya?” Tanya Adam sambil menggaruk kepala.

“Maksudnya lo itu harus menambahkan hal yang sedikit dewasa gitu lo Gem. Ya lo tau sendiri lah. Hal itu untuk memenuhi kriteria pasangan lo, disamping kepribadiannya. Gua kasih contoh ni, misalkan lo pengen cewek yang beban atasnya yang gede”

“Dam….”

“Atau bagasi belakangnya yang aduhai.”

“Dam…pelanin suara lo.”

“Atau me-“

Gema dengan cepat menutup mulut Adam yang terus mengoceh. Suaranya yang cukup besar membuat sedikit perhatian, sehingga pengunjung wanita yang duduk di kursi sebelah melirik mereka curiga.

“Tapi dam, kan sifatnya sama perilakunya juga penting. Ga bisa melulu soal fisik lah.” Tegas Gema sambil melepaskan tangannya dari mulut Adam.

“Gue tau kok Gem, tapi bukankah itu tugas kita sebagai suami? Supaya bisa membimbing dan mendidik istri nanti. Gem, percaya atau enggak walaupun lo cari keujung dunia manapun yang namanya wanita yang sempurna itu gaada. Makanya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi satu sama lain, makanya lo ngaji, gatau kan lo?” Sambil menunjuk ke arah Gema.

“Tau ya.” Jawab Gema bersungut-sungut.

“Pernikahan juga mengajarkan lo banyak hal Gem, seakan-akan lo berada di sebuah lautan dengan sebuah kapal untuk mencapai tujuan. Nah, kapal itu harus lo jaga supaya ga karam, gimana caranya, ya lo dengan pasangan lo yang tahu. Nah, ini juga perlu lo ingat Gem, cara lo mendidik dan membimbing istri lo juga mempengaruhi pernikahan lo nantinya”

"Nah apa itu?" ujar Gema semakin penasaran.

"Kalau menurut gue, jika lo nanti jadi suami. Ajarin istri lo dengan baik, bukan memerintah kayak bos, karena dalam rumah tangga menurut gue kita juga harus bekerja as a team. Jika ada suatu hal yang ga sesuai dengan harapan lo nanti, komunikasikan dengan baik, tapi ingat jangan pernah memaksa pasangan lo berubah sesuai kemauan lo, cukup saranin hal baik buat dia, dan biarkan dia menentukan pilihannya.”

Perkataan Adam memang benar. Pria yang sebenarnya banyak bercanda ini terlihat serius memberikan wejangannya. Setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti seorang yang sudah berpengalaman dalam pernikahan, membuat Gema melamun, menerbangkan angannya untuk melayang mengudara.

Salah Pencet

Sebuah suara yang riuh menyambut Gema saat ia memasuki salah satu mall yang ada di Jakarta. Beberapa orang terlihat menenteng paper bag yang berisikan baju dan tas.

Mama Gema berpesan, sebelum pulang ia ingin meminta Gema membelikan sebuah kue untuk hidangan pencuci mulut. Biasanya sih mama Gema membelinya di NT Cake shop yang ada dipusat perbelanjaan ini.

Mata Gema disuguhi beragam benda yang ada di sana. Mulai dari tas, baju, celana, dan aksesoris lainnya. Semua tersedia dari yang mahal, sampai dengan barang diskon yang murah meriah

Kalau ingin mengisi perut dan wisata kuliner tentu juga bisa, karena pusat perbelanjaan ini juga tersedia beberapa restoran yang tentunya bisa memanjakan lidah dan perut pengunjungnya.

Pikiran Gema masih menerawang hingga ke langit-langit mall yang mewah dengan lampu-lampu yang indah. Ia masih teringat dengan ucapan Adam di coffee shop tadi. Walaupun raganya sudah di sini, tapi jiwanya seakan balik lagi untuk memikirkan momen itu.

Lamunannya terhenti ketika mencium sebuah aroma kue yang sangat wangi. Seakan seperti menggoda siapapun untuk mampir dan mencicipinya.

"Nah, itu dia cake shop langganan mama." Ujar Gema sambil menunjuk ke arah bau sedap itu berasal.

Ia akhirnya sampai di NT Cake Shop. Tampak dari luar saja terlihat cukup ramai. Gema bisa melihat ke dalam karena toko kue itu dikelilingi kaca tembus pandang, sehingga pengunjung bisa melihat toko dari luar.

Suara dentingan lonceng terdengar saat pintu toko kue itu dibuka Gema. Aroma khas butter tiba-tiba memenuhi hidungnya.

"Ga heran sih mama sering belanja di sini, baunya aja udah enak." Kata Gema sambil menghela nafas panjang.

Gema kemudian menyusuri area toko untuk melihat koleksi kue yang cantik. Sebuah etalase memperlihatkan beberapa kue yang sudah dipotong dengan rapi. Ada yang bewarna putih seperti salju, ada yang bewarna pelangi, bewarna coklat dan warna lainnya yang memanjakan mata.

Topping yang berada di atas kue pun sangat beragam, mulai dari coklat, choco chips, keju, sampai aneka buah-buahan lengkap di sana.

"Tapi mama sukanya kue yang dimakan seger gitu, emang ada ya?" gumam Gema. Ia mengetukan jari ke bibir bagian bawahnya, seperti berpikir dengan mata yang terus mencari kue yang pas.

"Nah ini dia, Summer Mango Cheese Cake," tutur Gema. Ia membaca sebuah tulisan yang tertera di depan kue yang dipajang. Matanya membesar melihat kue yang bulat dengan tambahan seperti selai mangga di atasnya. Potongan buah mangga dan beberapa buah lain juga ditambahkan sehingga membuat kesan estetik yang menggugah selera.

Namun kue yang ditatapnya di balik kaca etalase toko itu diambil segera oleh pelayan toko yang menggunakan celemek kulit bewarna cokelat. Ia kemudian dengan cepat memasukan kue tersebut ke dalam kotak. Kemudian membungkusnya dengan indah seperti sebuah kado hadiah.

Gema yang bingung melihat kue yang indah itu berlalu pergi, kemudian bertanya kepada salah satu orang pegawai yang sedang mengisi beberapa kue yang baru selesai dibuat.

"Mbak, maaf mau nanya dong," ujar Gema.

"Iya pak, ada yang bisa saya bantu?" Jawab seorang wanita kemudian berhenti melakukan aktivitasnya sementara.

"Mbak kue yang ada di sini tadi masih ada ga?"

"Yang mana bapak boleh di kasih tau namanya apa."

"Mango fruit cake... yang berselai gitu mbak."

"Mango berselai pak?"

"Aduh, pokoknya yang ada mango nya gitu lo mbak."

"Oh, maksud bapak Summer Mango Cheesecake?"

"Nah itu bener mbak"

"Wah, maaf bapak sepertinya stock kita untuk kue itu yang whole cake-nya sudah habis. Kue terakhirnya baru aja diambil sama ibu yang itu pak." Kata penjaga toko itu sambil menunjuk seorang wanita.

"Oh ya udah, makasi ya mbak."

"Sama-sama pak."

Gema kemudian menoleh ke arah pintu, ternyata yang baru membawa kue impiannya adalah seorang wanita yang menggunakan short dress putih bermotif floral. Wajahnya terlihat samar karena ia sudah beberapa langkah meninggalkan toko kue.

Gema menghela nafas panjang. Kemudian kembali memilih kue untuk ia bawa pulang. Kali ini sebuah cheesecake dengan potongan buah stoberi menjadi pilihan Gema.

Gema kemudian memanggil salah seorang pegawai toko, kemudian menyuruhnya membungkus kue pilihannya, lalu membayar kue tersebut. Gema kemudian keluar dari toko kue dengan membawa sebuah kado untuk Mamanya tercinta.

...****************...

Hari ini, hari yang melelahkan bagi Gema. Ia hanya berharap bisa segera pulang dan berbaring di kasur kesayangannya.

Gema berjalan menuju lift untuk bisa turun ke lantai bawah mall. Suara ketukan sepatunya bersahutan saat langkah kakinya bergantian melangkah ke depan.

Badannya yang tegap kini sudah berada di depan pintu lift, menunggu pintu lift terbuka. Gema menekan tombol panah arah ke bawah yang menandakan ia akan menuju ke lantai bawah.

Selang beberapa detik menunggu, akhirnya pintu lift terbuka. Kemudian Gema masuk ke dalam lift. Terlihat beberapa tombol yang bercahaya dan Gema menekan tombol dengan angka satu. Lift kemudian mulai menutup. Hanya Gema seorang di dalam sana, kemudian ia berdiri di bagian belakang dan bersandar.

Namun seorang wanita terlihat berlari mengejar pintu lift yang hampir menutup. Ia merentangkan kakinya ke dalam pintu lift yang hampir menutup, sehingga membuat pintu itu kembali terbuka.

Wanita ini kemudian masuk ke dalam lift dengan nafas yang sedikit terengah-engah. Lalu wanita ini menekan tombol yang sama seperti yang Gema lakukan sebelumnya.

Gema yang melihat wanita ini, hanya menatapnya sambil tetap bersandar di bagian belakang lift. Namun alisnya terangkat ketika melihat wanita itu. Wanita itu mengenakan short dress yang sama dengan wanita yang ia lihat di toko kue tadi. Tangannya pun menjinjing bingkisan dari toko kue yang sama seperti Gema.

Lift kemudian menutup dan mulai turun ke bawah. Membawa mereka berdua ke dalam suasana yang hening. Untuk memecah keheningan Gema berinisiatif berbasa-basi kepada wanita dengan rambut yang dikuncir kuda itu.

"Mbak, habis beli kue juga ya? Sama nih kaya saya." Kata Gema sambil mengangkat jinjingan yang ada di tangannya.

Wanita ini tidak merespon Gema. Ia hanya diam sambil berdiri di dekat tombol lift yang tersusun rapi. Entah apa yang salah tapi sepertinya basa basi Gema seperti pertanyaan konyol yang sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.

Beberapa detik kemudian lift yang mereka tumpangi mati seketika. Sialnya cahaya yang biasanya di dalam lift juga ikut mati membuat mereka berdua tak bisa melihat apa-apa.

Gema yang panik pun melangkah ke depan dengan hati-hati. Ia mencoba mencari tombol bantuan yang biasanya ada di jejeran tombol lift.

Saat ia mencoba menekan tombol dengan telunjuknya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Biasanya tombol lift keras dan dingin. Tapi yang ia rasakan sekarang kenapa terasa kenyal dan hangat.

Saat jarinya mencoba menekan itu kembali, lift kembali menyala. Terlihat sesuatu yang ditekan Gema dengan jarinya bukanlah tombol emergency lift. Melainkan itu adalah harta dan kehormatan wanita yang telah ia jaga sejak lama, tetapi sekarang Gema telah menyentuhnya.

PLAKK!

Sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Gema. Saat bersamaan pintu lift terbuka, dan wanita itu meninggalkan Gema. Gema hanya terdiam sambil memegangi pipinya dengan tatapan yang kosong.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!