NovelToon NovelToon

The Second Prince

Awal

Azka Leon Remanov. Adik satu-satunya dari seorang Axila Lian Remanov, wanita cantik yang jenius dan dingin.

Axila menceritakan tentang siapa sebenarnya dirinya pada Azka, namun Azka tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh kakaknya.

Bagaimana mungkin ia percaya, jika yang dikatakan oleh kakaknya itu sama saja seperti fiksi. Melakukan perjalanan waktu? omong kosong!

Namun Axila membuktikannya, ia memperlihatkan elemen yang ia punya, namun tidak dengan ruang dimensi yang ia miliki.

Perlahan Azka percaya, namun itu masih membuatnya ragu.

Axila sudah menikah dua setengah tahun yang lalu dengan suaminya, Levi Alexander.

Mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang sangat lucu dan pintar, anak itu juga mewarisi kemampuan ibunya. Yaitu membaca pikiran seseorang. Namanya adalah Adelia Putri Alexander.

Kini, mereka sedang berlibur di Sanghai, China.

Azka juga sudah menjadi seorang pemuda tampan yang sama seperti kakaknya. Pandai dan pupuler.

Azka menjadi seorang pengusaha dan juga aktor, membuat banyak wanita menyukainya.

Namun tak ada satupun yang masuk kedalam daftar calon pacar ataupun calon istri untuknya.

"Azka, aku dan Rose kebawah dulu. Kau masih ingin disini?" tanya Axila yang sudah memakai pakaian santainya dan siap turun ke lantai bawah lalu bermain di kolam renang dengan putrinya.

"Ya, Nonna." balas Azka.

"Baiklah, jika bosan susul saja kebawah." sambung Axila lagi.

Azka mengangguk, matanya tertuju pada kalung yang selalu dikenakan oleh kakaknya. Kalung berbentuk teratai dengan giok yang menghiasinya dibagian tengah.

"Noona tak memakai kalung mu?" tanya Azka ketika Axila hampir sampai di pintu.

"Tidak, kau simpan sajalah dulu." balas Axila dan menghilang dibalik pintu.

Azka tak menyimpannya, ia malah mengenakan nya dan berkaca di layar ponselnya.

"Bagus juga." gumamnya pelan.

Setelah beberapa menit, ia berjalan kearah balkon, melihat dari atas bagaimana pemandangan di kolam renang.

Tatapannya tertuju pada sang kakak dan ponakan, Mereka terlihat senang ketika bermain air. Namun setelah itu Axila beranjak keatas, meletakkan putrinya diatas tempat duduk lalu berjalan menjauh. Sepertinya ia ke toilet sebentar.

Namun hal yang membuat Azka menegang adalah ketika ponakannya berusaha turun dari tempat ia duduk, lalu merangkak kearah kolam lagi.

"Adel jangan kesana!... Adel berhenti!... Adel!..." Azka panik, ia berteriak pada siapapun yang berada dibawah sana, namun sepertinya tak ada siapapun. Sepertinya kakaknya lagi-lagi menyewa kolam renang untuk hari ini agar ia puas bermain dengan putrinya.

Azka semakin kalang kabut ketika melihat Adelia semakin mendekat lalu.

Byurrr!!

"Adel!!.. Adel!!" pekik Azka, ia langsung menaiki batas balkon dan melompat dari sana tanpa berfikir panjang. Tangan kirinya entah mengapa malah memegang kalung sang kakak.

Namun Azka kalah cepat dengan salah seorang office girl yang menceburkan diri kedalam kolam lalu berenang dan mengambil Adelia keatas.

Telat saat itu juga Azka masuk kedalam kolam renang.

BYURRR!!!!

Mata Azka terpejam, kepalanya mengenai lantai dasar kolam lalu berdarah.

Pandangan Azka mengabur seketika, dan perlahan mulai sedikit gelap dengan keadaan masih memegang erat kalung milik kakaknya.

Axila yang kembali dari toilet melihat bagaimana Adiknya terjatuh kedalam air, ia langsung melompat kedalam kolam dan menyelamatkan Adiknya.

Axila membawa Azka keatas permukaan, melihat ada darah yang keluar dari kening Adiknya.

"Azka! Azka kau mendengar ku?" Axila menepuk pipi Azka pelan, berusaha agar Adiknya membuka mata.

Matanya tertuju pada office girl dan putrinya yang saat itu sedang menangis dan memanggilnya, merentangkan tangannya agar digendong oleh Axila.

"Panggil kan orang untuk membawa adikku kedalam kamarnya." ujar Axila panik, dia mengambil putrinya dari wanita itu dan membiarkan wanita itu memanggil orang untuk membawa Adiknya kedalam kamarnya.

Dilain sisi, kesadaran Azka kembali. Membuat pria tampan itu segera membuka matanya namun sepertinya ada yang aneh.

Dia masih berada dalam air, membuatnya segera berusaha agar segera kepermukaan.

Dia malah melihat kolam yang terbuat dari kayu. Dan pemandangan yang lain dan bukan berada di hotel lagi.

"Huhh.. dimana ini?" gumamnya pelan, saat Azka akan beranjak dari sana kepalanya berdenyut dengan sangat keras, membuat keseimbangan tubuhnya goyah sehingga membuat pria itu terjatuh.

Bruggg!!

Suara yang ditimbulkan membuat pelayannya segera masuk kedalam kamar mandi dan melihat tuannya sedang terbaring.

"Pangeran!" pekiknya, ia segera membangunkan tuannya dengan memanggilnya, namun tak mendapatkan jawaban. Ia langsung memapah Tuannya keluar dari kamar mandi, membawanya ke kasur dan membaringkan nya.

Azka justru kehilangan kesadaran saat bayangan itu datang.

Ingatan seseorang yang sebenarnya bukanlah miliknya.

Ingatan dimana seorang pemuda yang mengenakan pakaian biru langit itu dituduh oleh salah seorang penjaga, didukung oleh selir agung dan putra nya. Yang sebenarnya adalah orang yang sudah merencanakan semua ini untuk mengambil ahli kekaisaran itu.

Kekaisaran dimana dipimpin oleh ayahnya yang adalah seorang kaisar yang dingin dan tak berperasaan.

Selir Agung itu adalah selir dari ayahnya, wanita yang sama sekali tak membuat ayahnya tertarik, bahkan pada ibunya saja yang adalah permaisuri, juga tak dapat membuat hati ayahnya luluh.

Dan malah tertarik pada selir kehormatan.

Dimana ketika hari itu terjadi perjamuan makan malam antar anggota kerajaan, namun pangeran kedua tak hadir dan malah sedang membaca buku di perpustakaan. Lalu tiba-tiba seorang pria yang berpangkat sebagai Jendral beserta para pengawalnya datang lalu menyeretnya ke aula istana.

Dengan perasaan yang masih bingung, ia malah dituduh meracuni saudara kembarnya yang adalah seorang putra mahkota.

Semua bukti mengarah padanya, bahkan pelayan yang selama ini bersamanya adalah seorang mata-mata dari pihak lawan.

Dimana pelayan itulah yang menaruh bubuk racun tikus dibawah kasurnya.

Hal itu membuat kaisar sangat kesal dan kecewa, memerintahkan pengawalnya untuk menyeret pangeran kedua ke istana dingin.

Dan disanalah awal kepedihan hidupnya dimulai.

Setiap hari ia selalu saja mengerjakan semua pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pelayan, memasak, membersihkan istana, dan mendapatkan perlakuan kasar dari adik tirinya, pangeran ketiga.

Pangeran ketiga selalu saja menyiksanya dengan elemen yang dimiliki oleh pria itu, menyiksanya dengan elemen petir.

Kaisar juga membatasi akses yang bisa diterima oleh pangeran kedua, memberikannya bahan makanan yang sangat tak layak, dan masih banyak lagi.

Hingga tiba dihari itu, hari dimana pangeran ketiga dan selir agung mengakui semua rahasia mereka padanya, kemudian membunuhnya dengan cara yang sangat kejam.

Meminumkan racun yang sama padanya dengan putra mahkota.

dalam keadaan itulah pangeran kedua berdoa pada yang pencipta.

Agar ia bisa mengulangi semua ini, ia tak ingin keluarganya berakir seperti ini, penuh dengan penghianatan dan penyiksaan. Yang juga diterima oleh anggota kerajaan lainnya.

Dan disaat nyawanya sudah tak tertolong, badan nya sudah mulai dingin akibat jantung yang tak berdetak lagi. Disaat itulah, daun-daun berhenti bergerak, yang sudah terjatuh kembali melayang dan menempel pada ranting-ranting pohon.

Saat itulah sang pencipta mengabulkan permintaannya.

Bertemu Louis

Mata Azka mulai terbuka, dia mengerjap matanya sebentar untuk menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya.

"Mimpi yang buruk." gumamnya, ia bangun dari pembaringannya, melihat sekitar yang berbeda dari kamarnya di rumah ataupun di hotel tempat terakhir kali ia berada.

"Heii.. ada apa dengan ruangan ini?" tanya Azka namun tak mendapati siapapun disana. Ruangan itu kosong hanya ada dirinya disana.

"Mengapa tempat ini seperti dalam mimpiku? Haiss... ini pasti hari yang buruk." ujarnya lagi.

Saat melangkah, kakinya terasa sangat berat.

"What happen?" ujarnya lagi, tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang pria.

"Yang mulia, anda sudah sadar?" ujarnya, membuat Azka mengalihkan pandangannya pada pria yang berpakaian pelayan itu. Ia terlihat bahagia melihat tuannya yang sedang berdiri, namun memandang nya dengan kebingungan.

"Apa ada yang terasa sakit, Yang mulia?" tanyanya sambil berjalan mendekat.

"Siapa kau?" tanya Azka dengan penuh kebingungan.

"Ya-yang mulia tak mengingat hamba? Ini aku, Yu Chen. Pelayan anda." ujarnya dengan raut wajah yang sedikit sedih.

"Hei!....

Apa-apaan ini?!" bentak Azka kesal.

Tunggu sebentar, itu artinya ia sedang melakukan perjalanan waktu? Sama seperti kakaknya yang pergi ke masa depan?

"Cermin!... Aku butuh cermin. Dimana cermin?" tanya Azka cepat, dia juga melihat sekelilingnya.

Yu Chen segera beranjak dan mengambilkan cermin untuk Tuannya.

"I-ini, Yang mulia." ujarnya sambil memberikan cermin yang terbuat dari Kuningan pada Azka.

Azka melihat pantulan wajahnya yang kabur, meskipun begitu tetap saja masih bisa dilihat.

"Arghh!! Sialan!!" pekik Azka kaget.

Jadi benar, ia melakukan perjalanan waktu kemasa lalu, dan sialnya lagi ia tak tahu apapun.

Tapi tunggu sebentar, bukankah ingatan itu melekat padanya? Meskipun hanya bermula ketika pangeran dituduh sampai pangeran meninggal saja.

"Hari yang sial!" gumam Azka kesal.

"Hei, dimana kita berada?" tanya Azka.

"Ini di kediaman anda, Yang mulia. Kediaman Bulan." balas pelayan yang berdiri tepat dibelakangnya.

Sepertinya, pelayan ini sangat setia pada tuannya. Pikir Azka.

"Lalu namaku?" tanya Azka, "ah tidak. Aku mengingat namaku." sambung Azka cepat. Kala ingatan dimana pangeran ketiga memanggil namanya dan mengejeknya.

"Apa, Yang mulia menginginkan sesuatu?" tanya Yu Chen dengan ragu.

"Tidak. Pergilah." balas Azka.

"Hamba pamit undur diri, Yang mulia." ujarnya sambil memberikan hormat dan berlalu dari sana.

Azka berjalan dan duduk diatasnya pembaringan miliknya, "ini kasur atau batu? Keras sekali." gumamnya.

Namun semua itu tak penting untuk saat ini, yang terpenting adalah. Bagaimana caranya ia bisa tiba disini? Bukankah ia sedang berada di Sanghai?

Ia mengingat kembali bagaimana caranya sampai, ia terjatuh kedalam kolam renang dari kamarnya karena ingin menolong keponakannya, namun malah berpindah dimensi.

Ia juga ingat, jika sebelum itu ia mengenakan kalung milik kakaknya.

Yah, kalung. Segera ia meraba dadanya, ia menemukan sesuatu.

Disana, melingkar kalung yang sama dengan milik kakaknya.

"Apa kalung ini yang membawaku kesini?" gumam Azka.

Tiba-tiba kalung itu bercahaya, lalu keluarlah seorang pria yang sepertinya familiar Dimata Azka.

"Kak Louis??!" pekik Azka.

Yah, Louis. Makhluk yang dikontrak oleh Axila dan menjaga ruang dimensi miliknya.

"Huhh.. jadi ternyata benar, jika aku kembali ke masa ini." ujar Louis sambil memperhatikan sekitar kamar Azka.

"Kak, bagaimana kau bisa berada di sini?" tanya Azka bingung, syukurlah ia menemukan seseorang yang ia kenal.

"Kau, bagaimana bisa kau membawa ku juga kesini?" balas Louis sambil memijit pelipisnya.

"Hei! Pertanyaan ku belum kau jawab, Yah!" balas Azka, yang ia tahu, Louis adalah teman dari kakaknya.

Bukannya menjawab, Louis malah bergumam sendiri.

"Sepertinya kalung dimensi milik nona adalah kunci. Itulah sebabnya bocah ingusan ini bisa tiba disini dan menempati tubuh itu." gumamnya, meskipun begitu Azka masih bisa mendengarnya.

"Ka-kalung dimensi? Kunci? Apa maksudmu?!" Oh, ayolah. Azka bukan orang yang sabaran.

"Kau tak tahu? Kalung yang kau kenakan itu adalah kunci untuk menghubungkan dua dunia ini. Itulah sebabnya kau bisa berada disini, dan Nona juga bisa pergi ke masa depan." balas Louis.

Oh tidak. Azka menjambak rambutnya dengan frustasi, apakah itu artinya ia tak akan bisa kembali lagi kemasa depan?

Tidak! Ia harus kembali!.

"Kalau begitu, aku harus kembali saja." ujar Azka menatap Louis serius.

"Itu tidak mudah. Seperti hal nya Nona yang pergi kemasa depan untuk melakukan tugasnya. Aku juga sepertinya mempunyai tugas tersendiri." ujar Louis.

"Maksud mu?" tanya Azka tak paham.

"Tugas Nona adalah menjagamu dan membalaskan dendam pemilik tubuh, atau kakakmu yang asli pada mantan tunangan dan mantan sahabatnya.

Begitu juga kau, kau mempunyai tugas tersendiri.

Apa ada ingatan yang masuk kedalam otak kecilmu itu? sama seperti mimpi bagimu."

Kini Azka paham. Hal terakhir yang diucapkan oleh pemilik tubuh terngiang-ngiang di otak dan ingatannya.

"Aku paham sekarang. Lalu, apa aku juga akan kembali setelah tugasku selesai?"

"Sepertinya begitu. Asalkan kau tak pernah melepaskan kalung teratai milik Nona dan selalu menyembunyikan kalung itu." ujar Louis menjelaskan.

"Baiklah." balas Azka, namun wajahnya terlihat sangat kusut tak seperti dia di zaman modern.

"Dan sepertinya, kau bisa menggunakan ruang dimensi milik Nona. Semua kebutuhan mu berada di sana, namun ketika di masa depan saja." Ujar Louis.

"Sungguh?" sambung Azka semangat. Ia langsung saja mendekati Louis.

"Em, bagaimana cara aku bisa pergi ke dalam sana?" tanya Azka dengan tatapan berbinar.

"Pegangan tangan ku." ujar Louis, Azka segera memegang tangan Louis lalu mereka menghilang dari sana.

Didalam ruang dimensi milik Axila, semuanya terlihat sangat indah.

Ada rumah dua lantai yang sama persis seperti didunia nyata.

"Ini, bagaimana mungkin?" ujar Azka tak percaya. Rumah yang sama persis dengan milik kakaknya.

"Tentu saja mungkin, karena apapun yang diinginkan oleh Tuan, hewan kontrak harus memberikannya." balas Louis.

"Aku masih tak mengerti, namun aku akan belajar untuk mengetahui Dunia yang saat ini aku tempati." ujar Azka.

"Harus. Karena aku hanya akan sedikit membantu mu saja, kau ini bukanlah Tuanku." ujar Louis.

"Kalau begitu, kau ini hewan kontrak jenis apa?" tanya Azka polos.

"Aku bukanlah hewan, namun seorang Dewa yang dikutuk dan diturunkan ke dunia bawah.

Aku bisa berubah menjadi tumbuhan langka, maupun naga.

Aku ditempatkan untuk menjaga ruang dimensi Teratai emas, namun sebelum itu aku harus bertemu dengan tuanku terlebih dahulu.

Saat dimana kakakmu tiba di zaman modern, hari itu pula aku bertemu dengannya. Sebenarnya ia yang menemukan ku." ujar Louis panjang lebar.

Azka memang melihat banyak bunga Teratai yang berwarna emas mengapung diatas permukaan danau, dan ada air terjunnya juga.

"Aku merasa nyaman disini." ujar Azka, ia membaringkan tubuhnya diatas rumput tanpa mau masuk kedalam rumah.

Tiba-tiba lolongan serigala membuat Azka tersentak, ia melihat ada serigala yang sedang mendekat.

"Kak Louis, tolong aku..." Azka menjerit, ia berlari ketika serigala itu berjalan kearahnya.

Louis tertawa terbahak-bahak, Azka terlihat sangat ketakutan.

"Even, hentikan itu. Nona akan marah jika mengetahui keusilan mu itu." ujar Louis.

Mendengar teguran Louis, Even si serigala itu menghentikan langkahnya, ia malah berbalik arah dan tidur dibawah salah satu pohon yang rindang.

Azka sangat takjub pada Louis yang bisa memerintah serigala itu untuk berhenti, Azka segera berlari kearah Louis dan berlindung dipunggung Louis.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Louis bingung.

"Hewan itu sangat berbahaya, bagaimana bisa dia menuruti ucapanmu?" ujar Azka keheranan.

"Namanya Evan, serigala kesayangan kakakmu. Sudahlah, lebih baik kau berlatih lalu menyerap aliran Qi yang berada disini.

Oh yah, sebelum itu kau harus berendam di bawah air suci terlebih dahulu." ujar Louis lalu menghilang.

Azka bingung, namun ia menurut juga. Sesekali matanya melirik ke arah Evan, memastikan serigala itu tak mendekat kearahnya.

Azka juga merasa jika tubuhnya terlalu berat, ia menuruti ucapan Louis untuk membersihkan tubuhnya dibawah air terjun itu.

"Sepertinya sangat menyegarkan jika aku berenang disana." ujar Azka, ia melepas beberapa helai baju yang ia kenakan.

Lalu memasukkan kakinya kedalam pinggiran air terjun. Terasa dingin dan menyegarkan.

Azka bukan berendam, namun berenang bebas didalam sana. Tubuhnya juga terasa mulai meringan tak sama seperti sebelumnya.

Azka teringat drama China yang pernah ia tonton.

Apakah ia harus mengikuti apa yang ia tonton?

Sepertinya ia. Dunia ini tak ia mengerti, Bukan?

Dan sepertinya, ia juga memiliki elemen sama seperti kakaknya.

Azka melihat ada batu yang berada persis ditengah danau, ia pergi kesana dan mulai memposisikan tubuhnya. Duduk diatas batu itu, kakinya saling silang sama seperti sedang yoga, dan mulai menutup matanya.

Dimulai

Azka kembali ke dunia nyata tepat ketika makan siang, saat pelayannya masuk kedalam kamar untuk mengantarkan makan siang nya.

"Yang mulia, makan siang anda." ujar Yu Chen.

"Letakkan saja disana." Balas Azka, Yu Chen segera meletakkan makan siang tuannya diatas meja, menyusunnya dengan rapi dan tak menimbulkan suara yang keras.

"Silahkan, Yang mulia." lajut Yu Chen lagi setelah selesai menyiapkan semua itu.

Azka menatap makanan yang terletak diatas meja dengan kilas, ia berjalan mendekat lalu duduk disana.

"Yu Chen, kemari sebentar." panggil Azka, pelayannya segera mendekat.

"Ya, Yang mulia." balas Yu Chen, ia duduk disamping kanan Azka sambil menundukkan kepalanya.

"Makanlah. Aku tak berselera pada makanan ini." ujar Azka tanpa menyentuh apapun disana.

Yu Chen mengangkat wajahnya dan menatap Azka, "maaf, Yang mulia?"

"Habiskan makanan itu. Aku tak berselera." ujar Azka lagi untuk kedua kalinya.

"Tapi, Yang mulia-"

"Habiskan!" potong Azka cepat.

Yu Chen menundukkan kepalanya, ia mengambil sumpit yang berbeda dengan milik Tuannya, ia mulai mengunyah makanan yang ada.

Sementara Azka, sebenarnya ia sudah kekenyangan. Sebelum ia keluar dari dalam ruang dimensi, ia sempat memasak mie instan dengan campuran dua telur mata sapi, plus kimchi yang tersedia didalam kulkas milik kakaknya.

Ia sungguh terpesan dengan isi rumah itu, semua kebutuhannya tersedia. Mulai dari makanan, koin emas, senjata yang adalah milik Axila saat menjalankan tugasnya, ditambah dengan ponsel dan laptop milik Axila yang lama namun masih sangat bagus, elektronik dan masih banyak lagi.

Hanya satu yang kurang.

Pakaian nya.

Axila tak menyimpan pakaiannya disana, memang ada namun sangat sedikit. Itupun hanya lima Hoodie berbeda warna, 6 baju dan 4 celana serta beberapa pasang dalaman saja.

Sungguh, kakaknya benar-benar ajaib.

Pantas saja ia memiliki semuanya, karena semua itu berasal dari dalam sini.

Jika tak ada uang, tinggal menjual berlian dan beberapa kristal saja serta emas entah dalam bentuk koin atau batangan.

Sejak ia berusaha untuk mengikuti apa yang ia tonton di drama, tak ada apapun yang ia rasakan. Bahkan sudah berjam-jam, ia malah dikejutkan dengan Louis yang menertawakan nya dan mengatainya bod0h.

Tentu saja, karena memang ia tak mengetahui apapun tentang begituan. Hingga akhirnya Louis menjelaskan bagaimana cara berkultivasi, menyerap aliran Qi dan lain sebagainya.

Bahkan pria itu mengajari Azka menguji elemen yang ia punya, dan hasilnya.

Ternyata Azka memiliki dua elemen sekaligus.

Yaitu Es dan petir.

Azka bahkan bukan lagi terkejut, ia malah kebingungan lalu melompat dan bersemangat.

"Daebak....

Aku mempunyai kekuatan nya Elsa? Ice? Frozen?

Ouch.. I like it!"

Azka berputar dan sangat gembira mengetahuinya, dan semua itu diluar dari dugaan Louis.

Ia pikir Azka akan pingsan atau apalah. Sungguh diluar dugaan bocah itu.

Tentu saja bagi Louis Azka masih bocah, terlalu kekanak-kanakan dan lain sebagainya.

Ia beralasan jika ia membantu Azka hanya karena anak itu adalah adik dari tuannya.

Jika tidak, mungkin sudah ia lemparkan keluar angkasa atau melemparnya kedalam lautan Pasifik.

Kembali pada Azka, kesadaran kembali saat Yu Chen mengatakan ia sudah kenyang, Azka membiarkan pria itu pergi dan meninggalkan kamarnya.

"Aku masih sangat penasaran dengan dunia ini. Aku tak tahu apapun disini, siapa saja keluarga ku, orang yang berpihak padaku atau lainnya.

Setidaknya, aku harus mengetahui semua itu.

Tapi dimana aku harus mencari tahu semuanya?" gumam Azka, otaknya terus berfikir sampai suara seorang pria mengatakan kedatangan Kasim Han, Kasim sang kaisar.

"Biarkan dia masuk." ujar Azka, entah mengapa tapi ia tiba-tiba saja melihat topeng yang berada dimeja, tempat dimana semua barang-barang pangeran kedua diletakkan.

Azka mengambil dan dengan cepat mengenakan topeng itu. Ia merasa tak ingin menunjukkan wajahnya pada siapapun, apakah ini reaksi dari tubuh yang ia tempati?

Entahlah, ia hanya mengikuti saja.

Saat pintu terbuka dan kemunculan Kasim Han, pria itu melihat punggung Azka yang sedang membelakanginya.

"Salam hamba pada, Yang mulia pangeran kedua." ujar Kasim Han sambil membungkuk memberikan hormat.

"Hmmtt.... bangun." ujar Azka.

Kasim mengangkat kepala, "Yang mulia. Hamba datang membawa pesan dari yang mulia Kaisar."

"Katakan." ujar Azka lagi, ia merasa harus bermain peran saat ini. Yah, ia mulai berakting sama seperti yang sering ia lakukan saat di zaman modern, berakting dan memerankan perannya dengan baik, namun sepertinya ini akan berbeda. Karena ia tak menggunakan naskah, namun mengarangnya sendiri.

"Yang mulia Kaisar meminta anda untuk datang keperjamuan makan malam, malam ini. Yang mulia." ujar Kasim Han.

'Astaga!

Aku hampir melupakan hal yang paling penting, untung saja kau mengingatkan aku.' batin Azka.

"Kau tahu jawabannya" balas Azka dengan refleks. Omo, ini diluar kendalinya. Tidak, ini bukan yang ingin dikatakan olehnya.

"Baik, Yang mulia. Kasim ini undur diri. Salam." setelah memberikan hormat, Kasim itu berlalu dari hadapan Azka.

"Omo! Apa yang aku katakan? Apa mungkin ini kebiasaan dari pangeran ini? Huhhh... sepertinya begitu.

Aku harus mengetahui kebiasaan nya dan semua yang ada disini.' ujar Azka, untung saja pelayannya tak ada disana.

Dan satu, Azka mulai bertindak. Karena seperti yang berada dalam ingatannya, selir itu dan anaknya mengatakan jika salah satu pelayannya adalah orang mereka.

Azka mulai mengeluarkan kamera tersembunyi miliknya, ia memasangnya disekitar kamarnya lalu melihat hasilnya dalam smartphone yang sekarang ini ia miliki.

Semua ini telah dimulai. Azka harus berakting dengan sempurna.

Bahkan tak lupa, ia juga menyembunyikan penyedap suara disekitar sana, entah dikamar mandi sampai kamar tidurnya.

Azka meminta bantuan Louis untuk mengakses sekitar istana, siapa saja orang yang menjadi musuhnya.

Azka mengambil tindakan secara sembunyi-sembunyi untuk pergi ke kediaman selir agung dan kediaman pangeran ketiga.

Tak ada yang luput dari pengawasan Azka, ia begitu cepat sehingga tak diketahui oleh para pengawal ataupun pelayan disana.

Azka memasang peredam suara, kamera tersembunyi agar mempermudah mengetahui sampai dimana rencana kedua anak dan ibu itu.

Azka melakukan semua itu hingga hari mulai menjelang sore, ia duduk di dalam kamarnya sambil menonton dan mendengarkan apa saja rencana mereka.

Tiba malam harinya.

Didalam ruang perjamuan anggota keluarga kerajaan, telah berkumpul semuanya, Mulai dari Permaisuri, Pangeran Mahkota, Selir Agung, Selir kehormatan, Pangeran ketiga dan putri pertama.

Hanya Kaisar dan pangeran kedua saja yang belum hadir.

"YANG MULIA KAISAR AGUNG DAN YANG MULIA KAISAR TERDAHULU MEMASUKI RUANG PERJAMUAN...!" Suara dari salah satu Kasim membuat semuanya sontak berdiri, mereka menundukkan kepalanya saat mendengar langkah kaki memasuki ruangan itu.

"Salam kepada Yang Mulia kaisar dan kepada Yang mulia Kaisar terdahulu." Salam mereka sambil memberikan hormat.

"Duduklah." balas Kaisar Xian, ia mendudukkan dirinya di bangku utama, sebagai pemimpin, dan didepannya terdapat ayahnya atau bisa dibilang Kaisar terdahulu. Sedangkan disamping kiri maupun kanan terdapat anggota kerajaan yang lainnya, semua kursi sudah diduduki oleh tuannya hanya satu saja yang belum dan masih kosong.

Bangku milik pangeran kedua.

Melihat itu, Kasim Kaisar ingi mengatakan sesuatu namun dipotong oleh pangeran ketiga.

"Maaf, Yang mulia. Sepertinya kakak kedua tak akan datang sama seperti biasanya, tak menghadiri perjamuan makan malam, lagi." ujar Pangeran ketiga, Lu Guo Feng. Anak angkat dari Selir Agung, Lu Mei Lan.

Sepertinya itulah yang diketahui oleh semua orang.

Namun tidak dengan Azka yang sudah mengetahui semuanya.

"Mulai!" Satu kata yang keluar dari bibir pria nomor satu itu segera dilaksanakan, para pelayan mulai memasuki ruang perjamuan lalu meletakkan nampan berisi makanan diatas meja, semuanya dilakukan dengan tenang tanpa bicara.

Kaisar Xian mulai mengambil sumpitnya, pelayan pribadi kaisar secara langsung mengambil kan makanan untuk junjungan nya.

Saat pertengahan makan malam, pintu tiba-tiba terbuka. Kaisar Xian menghentikan makannya, begitupun dengan yang lainnya. Melihat seorang pria bertopeng yang memasuki ruang perjamuan itu.

Tak ada pengumuman seperti biasanya, semuanya hening dan tak bersuara.

Langkah kaki Azka memasuki ruangan, ia melihat satu-satunya kursi yang masih kosong, ia berjalan mendekat. Azka tahu, itu pasti bangkunya.

"Salam kepada Ayah Kaisar, Kakek Kaisar dan yang lainnya." ujar Azka dengan intonasi yang dingin.

Hening, tak ada yang mengatakan apapun.

"Duduk." Ujar Kaisar Xian dingin, Azka tak membalas lagi, ia terus berdiri.

"Apa yang kau lakukan? Apa kau tak mendengarkan perintah kaisar?" Ujar Selir Agung Lu, namun Azka masih terus berdiri dan tak menanggapi ucapan wanita itu.

"Apa kau tuli?!" sambung pangeran ketiga. "Kau bahkan dengan lancar tak menghormati kaisar." sambungannya lagi.

"Dimana aku harus duduk, jika tempatku sudah diduduki oleh orang lain?" balas Azka dingin, matanya menatap tajam pada pangeran ketiga.

"Pindah!" satu kata yang keluar dari bibir pria tua itu sontak membuat semuanya menatapnya. Yah, itu adalah Xian Guo. Kaisar terdahulu.

Ia menyadari jika tempat Cucunya sudah diduduki oleh orang lain, yang adalah pangeran ketiga.

Semuanya masih bingung, namun tidak dengan Putra Mahkota yang menyadari hal itu.

"Kau masih berani duduk ditempat adikku, pangeran ketiga?"

Ucapan itu sontak membuat semua orang sadar, mereka dengan serempak menatap kearah para pangeran itu.

Dengan kesal pangeran ketiga bangun dari duduknya, ia berpindah ke tempatnya dan membiarkan bangku itu kosong namun sang tuan masih terus berdiri.

"Sekarang apa lagi?" Ujar pangeran ketiga pada Azka yang masih berdiri.

"Pengawal!" pekik Azka, semua orang menatapnya dengan bingung termasuk Kaisar Xian yang menatapnya dengan datar.

"Untuk apa kau memanggil pengawal, Putraku?" tanya Permaisuri angkat bicara.

"Aku tak akan pernah mau mengambil bekas orang lain, termasuk tempat dimana aku harus duduk.

Aku merasa sangat jijik terhadap hal itu." ujar Azka tajam, bilang saja ia tak mau duduk di bangku yang sama dengan yang diduduki oleh pangeran ketiga.

"Kau!!!"

"Diam!" bentak Kaisar Xian, semua orang langsung mengunci mulutnya dan tak mengeluarkan suara lagi, hanya terus bicara dalam batin mereka saja.

Tentu saja semua orang tahu, jika Kaisar mereka tak ingin ada keributan saat sedang berhadapan dengan makanan.

Pria itu terlalu dingin dan kejam pada siapapun

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!