NovelToon NovelToon

I'M Stuck In You

Prolog

Laura Agatha Veronica, cewe yang biasa dipanggil Ara. Dia cukup terkenal dikalangan sekolahnya. Hampir seluruh murid Evergreen International School pasti mengetahuinya. Terlebih lagi, berita mengenai 'Laura sedang mencari sosok cowo yang pas untuknya' yang membuat namanya semakin dikenal. Para cowo saling berlomba untuk menjadi kekasihnya Laura.

Kedatangan murid baru di Evergreen International School membuat seluruhnya penasaran akan sosok murid itu. Tapi, tidak dengan Laura. First impression yang Laura dapatkan adalah sombong dan menyebalkan.

Kehidupan Laura di sekolah dengan diluar sekolah sangat lah berbeda. Bertolak belakang. Dia memiliki banyak permasalahan, setelah kepergian ayahnya. Laura harus menerima kalau ibunya akan menikah dengan orang lain, dan juga dia harus menghadapi kakak tirinya yang bermuka dua. Entah apa kesalahan yang dibuat oleh Laura, kakak tirinya selalu iri padanya. Apa yang dimiliki oleh Laura, selalu perlahan diambil. Termasuk Nathan.

~Dia mengajarkan bagaimana rasanya jatuh cinta dan juga bagaimana rasanya mengalah.

Setiap perkataan manis dan perkataan pahit kamu akan selalu aku ingat. Tidak akan pernah terlupakan~

🥀

Cahaya matahari masuk melalui cela-cela jendela kamar, membuat seorang cewe tersadar dari alam mimpinya. Dia adalah Laura Agatha Veronica.

"Hoaammm..." Perlahan dia membuka kedua matanya yang masih sulit untuk terbuka lebar. Laura merubah posisi tidurnya menjadi duduk.

Laura menoleh ke arah jam yang terletak di dinding, diatas televisinya. Pukul 06:12. Masih cukup untuk bersiap-siap. Sebelum menuju kamar mandi, dia meraih ponselnya lalu menghubungkan dengan kabel charger miliknya.

Selesai mandi dan berpakaian seragam sekolah, Laura tidak lupa menyemprotkan parfum kesukaannya dan dilengkapi dengan polesan lip tint dibagian bibirnya. Rambutnya dia biarkan terkuncir satu dengan sisa rambut-rambut halus dibagian dahinya. Setelah itu, dia bergegas menuju sekolah menggunakan mobil *M*ini Cooper-nya.

"Ra, lo dicariin tuh sama Erik," ucap seorang cewe bernama Claretta Zeline--salah satu teman dekat Laura di sekolah.

Laura menaikkan alis kanannya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya wajah datar yang dia tunjukkan.

"Kenapa lagi? Ga cocok?" Claretta sudah memahami situasi ini. Pasti Erik, entah cowo keberapa itu, dia lagi memohon kepada Laura agak tidak memutuskan hubungan mereka.

Laura menghela nafasnya. "Gue samperin dia dulu. Lo duluan aja ke kelas."

Dari kejauhan, Laura sudah melihat ada Erik yang sedang bersandar di tembok samping kelasnya. Ada rasa malas yang terlintas dipikiran Laura. Erik sangat membosankan baginya.

"Kenapa?" tanya Laura yang hanya menoleh sekilas kepada cowo disebelahnya.

Erik dengan cepat memperbaiki posisi berdirinya. Dia menatap lekat kedua mata Laura. "Lo serius mau putus? Gue salah apa?"

"Ga ada salah. Gue emang mau putus. Kita ga cocok."

Erik meraih kedua tangan milik cewe dihadapannya. Matanya masih menatap lekat kedua mata Laura. "Coba bilang, apa yang bikin gak cocok? Gue bakal perbaiki itu."

Perlahan Laura melepas genggaman tangan Erik. Kini matanya membalas tatapan cowo itu. "Sorry, gue udah gak bisa. Kita gak cocok. Jangan dipaksa."

Tanpa menunggu respon dari Erik, Laura berjalan menuju kelasnya. Dia sedang malas untuk berbicara.

"GUYS.. KITA JAMKOS NIH," teriak salah satu murid di kelas XII-Ips 2, membuat seisi ruangan membangkitkan semangatnya.

"ASIKKK!!!" balas murid lain yang tidak kalah senang mendengar kabar itu.

"Katanya ada murid baru loh di kelas kita. Kalo jadi, hari ini dia bakal masuk," bisik Nadine Isabella, yang juga teman dekat Laura di sekolah.

"Nambah koleksi baru, ahay," seru Claretta sambil membayangkan wajah cowo yang dilihatnya beberapa hari yang lalu. Tentu saja, Claretta sudah ngestalk duluan. Bahkan sudah follow instagram milik murid baru itu.

Laura tidak menghiraukan perkataan teman-temannya. Dia memilih untuk tidur saja. Perlahan, Laura menaruh kepalanya diatas meja. Tidak butuh waktu lama, dia terbawa ke alam mimpinya.

"Shhh.. weh diemm.. itu ada murid barunya dateng sama bu Ani," ucap ketua kelas sambil mendiamkan teman-teman sekelasnya.

Cewe satu ini masih saja berada di alam mimpinya. Masih pulas, dan nyaman dengan tidurnya.

"Pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru, pindahan dari kota Malang," sapa bu Ani sambil tersenyum lebar. Guru ini masih belum menyadari kalau ada salah satu murid yang menghiraukan mereka.

"Perkenalkan, nama saya Nathan Aldorino." Suara berat itu masih belum mampu membuat Laura bangun dari tidurnya.

"Mayan juga," gumam Claretta kepada dua temannya, Nadine dan Kaila. Kaila Aurora juga teman dekat Laura di sekolah. Mereka berempat tidak pernah terpisahkan, walaupun masing-masing memiliki sifat yang sangat berbeda.

Bu Ani memperhatikan setiap murid di kelas. Kini matanya terhenti pada sosok cewe yang sedang menaruh kepalanya diatas meja.

"LAURA!!" teriak bu Ani sambil berjalan cepat menuju meja Laura.

Laura mengedipkan matanya berkali-kali, menyesuaikan penglihatannya yang masih buram. Tiba-tiba, ada rasa nyeri pada telinganya. Yap, telinganya ditarik kencang oleh bu Ani.

"Sakit bu," rintih Laura sambil mendorong tangan milik bu Ani agar lepas dari telinganya.

Melihat itu membuat Nathan tersenyum tipis.

"Siapa suruh kamu tidur?! Keluar kamu!"

Tanpa menjawab, Laura melangkahkan kakinya menuju luar kelas. Sebelum itu dia menatap kedua mata Nathan, dan dibalas juga oleh cowo itu. Mata mereka bertemu. Nathan tersenyum miring dan menggelengkan pelan kepalanya, nyaris tidak terlihat. Songong banget nih cowo - batin Laura.

"Keluar kamu, Laura!" teriak bu Ani membuat Laura sedikit tersentak.

Lagi-lagi, Nathan memberikan wajah songongnya. Karena sudah diusir dua kali, Laura pun melangkahkan kakinya keluar kelas, sebelum suara yang kayak toa itu terdengar lagi.

Tidak bisa bohong, Nathan akui kalau Laura cantik. Ada rasa penasaran yang muncul.

"Silahkan duduk, nak. Kursi disana kosong," suruh bu Ani sambil menunjuk kursi dibelakang tempat duduk Laura.

Nathan berjalan menuju kursi yang ditunjuk oleh bu Ani, sambil merapikan sedikit tatanan rambutnya.

Melihat Nathan dengan jarak dekat, membuat Claretta memainkan sisi kanan rambutnya. Dengan niat untuk menarik perhatian si cowo.

"Baik anak-anak, saya tinggal dulu. Jangan berisik ya. Diem aja di kelas," kata bu Ani yang sudah berjalan untuk pergi meninggalkan kelas XII-Ips 2.

Setelah memastikan bu Ani keluar dari kelas, Claretta membalikkan tubuhnya. Dia mengulurkan tangannya ke murid baru.

"Gue Claretta Zeline, biasa dipanggil Retta." Claretta memberikan senyumnya, menunggu sampai cowo itu merespon balik tangannya.

Nathan meraih tangan Claretta, tanpa memberikan senyum sedikit pun. "Nathan Aldorino."

Nadine dan Kaila hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah temannya. Claretta memang sudah biasa seperti ini. Selalu mencari perhatian kepada cowo-cowo yang bisa dibilang tampan.

Disamping itu, Laura masih berdiam sendiri diluar kelas sambil memainkan kaki kanannya. Menggeser kekiri-kekanan.

"Silahkan masuk ke kelas. Lain kali jangan diulangin!" Bu Ani sedikit meninggikan suaranya. Dia sudah cape menghadapi murid seperti Laura, yang sulit dibilangin.

"Iya, bu," gumam Laura sambil memutar kedua bola matanya.

Dengan rasa malas, Laura melangkahkan kakinya menuju kelas. Hampir dia sampai ke mejanya, seorang cowo yang duduk dibelakang membuat kedua mata Laura fokus kepadanya.

"Ngapain liat-liat?" tanya Nathan sambil menaikkan alis sebelahnya.

Laura mengerutkan alisnya sebentar, setelah itu membalikkan ekspresi wajahnya kembali. "Kepedean lo!"

Nathan terkekeh. Lucu juga nih cewe.

Haii.. semoga suka ya🥰, masih belajar hehe.

Di tunggu episode berikutnya.

Jangan lupa like sama komen.

Makasih.

Kenalan

Seusai menghadapi 3 mata pelajaran yang membosankan, akhirnya suara yang ditunggu-tunggu oleh seisi Evergreen International School pun berbunyi.

Kring kring

"Kantin, skuy," ajak Claretta sambil berdiri dari kursinya. Lalu dia meregangkan otot-otot badannya, seperti sudah bertahun-tahun tidak berdiri.

"Gue di kelas aja," jawab singkat Laura membuat ketiga temannya menoleh.

"Lo kenapa sih hari ini! Gue ga suka kalo lo lagi badmood gini. Ga jelas sumpah!" Claretta memang selalu marah kalau temannya bersikap beda dari biasanya. Jadi sudah tidak heran mendengar perkataannya.

"Hmm, gc nih.. mau kantin ga? Kalo enggak, gue mau ke ayang bebeb," respon Nadine sambil senyum-senyum gak jelas.

"Gue baca buku dulu lah. Lama," dumel Kaila. Dia mengambil novelnya dari kolong meja, lalu membuka, mencari pembatas bukunya untuk melanjutkan baca yang sempat tertunda.

Laura masih terdiam di tempat. Hari ini sangat menyebalkan. Tidak ada alasan untuk bersemangat.

Claretta yang sudah kesal, akhirnya dia berjalan menuju kantin. Dan diikuti oleh Nadine dan Kaila. Tidak dengan Laura yang masih duduk di kursi tempat duduknya.

"Ehem," deham seseorang membuat Laura sadar dari lamunannya.

Laura menoleh ke asal suara itu, tanpa merespon balik.

"Ga kantin?" tanya Nathan yang baru saja duduk disebelah Laura.

Mata Laura melotot. Dia menegakkan tubuhnya. "Ngapain lo?!"

"Sans, kayak mau diapain aja lo," ucap Nathan sambil mengalihkan pandangannya ke jendela sebelah tempat duduk Laura.

Posisi tempat duduk Laura sangat beruntung. Dia bisa melihat pemandangan kota Jakarta dari sana. Hampir setiap proses pelajaran, Laura pasti memandangi jalanan dibawah.

Laura tidak merespon cowo disebelahnya. Moodnya sedang tidak bagus. Padahal biasanya kalau ada cowo yang mendekatinya, pasti akan direspon. Eh, tunggu. Emang Nathan mau deketin dia?

"Nama lo siapa?" Lagi-lagi Nathan mencari topik agar bisa berbicara dengan cewe itu.

Laura menatap Nathan dengan sinis. "Siapa? Gue?"

"Menurut lo aja gimana."

"Panggil Ara aja," jawab singkat Laura, lalu dia mengalihkan pandangannya ke jendela.

"Gue nanya nama lo, bukan nama panggilan lo." Nathan mulai kesal. Ternyata, mengajak Laura ngobrol adalah salah satu hal yang sulit untuk dilakukan.

"Laura Agatha Veronica." Laura sama sekali tidak menoleh ke arah Nathan. Dia masih fokus melihat jalanan yang macet.

Nathan tersenyum tipis. Lalu dia berdiri dan pergi meninggalkan Laura tanpa berbicara apa pun.

"Freak banget, ****," gerutu Laura. Dia menaruh kembali kepalanya ke atas meja.

*

Tanya hati-pasto, menemani Laura dalam perjalanan. Mini Cooper miliknya terhenti didepan Starbucks yang jaraknya tidak jauh dari sekolahnya.

Wangi kopi-kopian membuat Laura mengembangkan sedikit senyumnya. Sudah beberapa minggu, dia tidak kesini.

"Mas, caramel frappuccino satu ya," ucap Laura sambil menarik uang dari dompetnya.

"Itu saja?"

Laura mengangguk, lalu memberikan selembar uang berwarna pink. Setelah menerima kembalian, dia menggeserkan tubuhnya, menunggu sampai minumannya jadi.

Setelah memasukkan sedotannya, dia menyeruput minuman itu. Rasanya masih sama. Dia tidak pernah bosan memesan caramel frappuccino dari 4 tahun yang lalu. Tiba-tiba, terlintas kenangan dulu.

Flashback on.

"Kamu gak suka kopi?" tanya Anto, seorang ayah yang terlihat masih gagah.

Anak kecil yang berusia 12 tahun, menggelengkan kepalanya. "Gak suka, pa. Pahit, huek!"

"Ada kopi yang enak loh.. mau coba gak?" tanya Anto dengan semangat. Dia menggandeng tangan anaknya menuju ke arah Starbucks.

"Boleh. Tapii.. kalo aku gak suka, papa yang abisin ya." Laura terkekeh sambil menggaruk lehernya yang tidak terasa gatal.

Anto tertawa kecil. Dia yakin, setelah membawa anaknya ke Starbucks, pasti anak itu akan menyukai kopi. Pasti.

Flashback off.

Senyuman tipis terlihat di wajah Laura. Dia masih mengingat kenangan itu. Laura mengaduk-aduk minumannya dengan sedotannya. Rasanya masih sulit untuk menerima kenyataan ini.

Karena waktu sudah menunjukkan pukul 17:08, Laura memutuskan untuk pulang.

Dert dert

Pandangannya masih fokus ke arah jalanan didepannya. Tangan kirinya meraih ponsel yang ada didalam tasnya.

"Ara, maaf ya tadi gue marah-marah," ucap seorang cewe dari seb'rang sana.

"Iya. Tadi gue lagi gak mood banget."

"Nanti malem ikut gue yuk.."

"Ke?"

"Club. Mau gak? Lagi jomlo kan?" Claretta terkekeh.

"Boleh.. sama siapa aja?" Laura mengembangkan sedikit senyumnya. Siapa tau abis ini dia ketemu sama cowo, terus bisa pacaran kan?

"Nanti gue ajak Nadine sama Kaila."

"Kaila? Gila ya lo. Kasihan, dia masih alim." Laura terkekeh sambil fokus mengendarai mobilnya.

"Gapapa udah.. sekali-sekali."

"Yauda. Nanti kabarin aja ya. Bye."

Tut tut

*

Langkah kaki Laura kini terhenti karena seorang cewe menatapnya tajam. Sudah menjadi santapan sehari-hari untuk menghadapi kakak tirinya yang selalu berbuat seenaknya.

"Nanti malem gue pinjem mobil lo," ucap Olin dengan kedua tangan yang dilipat didepan dadanya. Olin tidak pernah menganggap Laura sebagai adiknya. Sampai kapan pun tidak akan. Dia seperti ini, karena ada alasan yang tidak bisa dijelaskan.

"Gabisa. Nanti gue pake. Ada janji sama temen," jawab Laura yang hanya menoleh sekilas, dan melanjutkan langkahnya ke kamar.

Dengan cepat, olin melangkahkan kakinya untuk meraih tangan Laura. "Gue bilang gue mau pake! Ga usah ngebantah kek!"

Mendengar teriakan Olin, membuat Alma menghampiri mereka. Alma adalah ibu kandungnya Laura. Setiap melihat wajah Alma, Laura selalu merasa kecewa. Bagaimana bisa ibunya menikah dengan orang lain setelah ayahnya meninggal?

"Ada apa? Jangan ribut dong," reda Alma sambil berdiri diantara keduanya.

"Aku mau pinjem mobil Laura, ma. Tapi, Laura malah bentak-bentak aku," ujar Olin dengan nada manjanya. Seakan-akan Laura yang membentaknya tadi. Padahal, sebaliknya.

"E-enggak. Aku gak bentak dia ma-"

"Laura, ngalah dong sama kakak."

Gak salah? Ngalah sama kakak? Dimana-mana kakak yang ngalah sama adiknya. Itu lah yang dipikiran Laura sekarang.

"Tapi, aku nanti mau pergi, ma. Udah janji sama temen," kata Laura sambil memohon agar Alma bisa mengerti.

Olin menarik-narik tangan milik Alma. Seperti anak kecil yang ingin meminta sesuatu. "Ma.. aku kan belom pernah pake mobil Laura. Aku mau nyoba."

Alma menghela nafasnya. "Ara, kamu ngalah ya. Kamu pake mobil papa aja."

Rasa kecewa terlintas lagi dipikiran Laura. Belakangan ini, Alma selalu membela anak tirinya itu.

"Yauda, ma." Laura langsung saja membalikkan tubuhnya. Dia berjalan menuju kamarnya dengan wajah yang sedih.

Tas sekolahnya dilempar begitu saja ke atas kasurnya. Dia memilih untuk ke balkon kamarnya sebentar. Menikmati pemandangan sore menjelang malam.

"Seandainya masih ada papa, mungkin aku gak bakal kesepian."

*

Laura melihat dirinya di cermin. Malam itu dia memakai dress diatas lutut berwarna hitam. Tidak lupa, dia menyemportkan parfumnya. Setelahnya, dia memakai sepatu heels berwarna senada dengan dressnya.

Laura mengurungkan niatnya untuk membawa mobil papa tirinya. Lebih baik kalau dia minta temannya saja yang menjemput.

Mygirls🤙🏻

Claretta : Ara, gw ud didpn rmh lo.

Setelah melihat pesan dari temannya, Laura bergegas menuruni anak tangga rumahnya, menghampiri temannya dihalaman depan rumahnya.

"Ma, pa, aku pergi ya," pamit Laura yang melihat ke arah Alma dan Arief bergantian.

"Iya. Hati-hati, nak."

Sejujurnya, ada rasa sedih didalam hati Laura. Kenapa mereka gak nanyain kemana dia pergi? Dengan siapa dia pergi? Sama sekali gak nanyain. Apa mereka gak peduli?

"Kaila mana?" tanya Laura yang menyadari kalau tidak ada Kaila didalam mobil temannya.

"Dia gak ikut. Mana mau dia," respon Nadine sambil terkekeh.

Laura ikut terkekeh. "Iya sih. Yauda ayuk, otw."

Terimakasih yang udah baca❣️

Ditunggu episode berikutnya.

Jangan lupa like dan komen.

Club

Warna-warna lampu yang bergantian sangat cepat, suara lagu yang sangat kencang, itu lah suasana Laura sekarang. Ini kedua kalinya dia ikut Claretta ke salah satu club ternama di Jakarta. Ketiganya duduk disalah satu sofa, dan menikmati beberapa botol minuman keras.

"Gila lo, minum udah berapa banyak?" heran Nadine melihat Claretta yang tidak berhenti minum.

"Gapapa. Kan gak sering," jawab Claretta setelah meneguk minuman ditangannya.

Laura hanya merhatikan sekitar. Dia berharap akan bertemu seorang cowo. Sebandel-bandelnya Laura, dia tidak berani untuk minum minuman keras sebanyak yang Claretta minum. Paling sekalinya Laura minum, hanya satu atau dua teguk saja.

"Ra, lo ga nyari cowo? Banyak tuh yang cakep," ucap Claretta yang sudah sedikit mabuk.

Laura menggelengkan kepalanya. "Gak ada yang srek."

Nadine terkekeh. "Tipe lo kayak gimana sih? Jadi penasaran nih gue. Kayaknya dari kemarin gak ada yang cocok. Lo udah ganti hampir tujuh kali loh dalam sebulan ini."

"Gatau. Ngerasa gak nemu yang gue cari. Belom ada yang bisa bikin gue nyaman, Nad."

"Itu tuh, ada yang ganteng," gumam Claretta sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Hah?!" teriak Laura yang tidak mendengar ucapan Claretta.

"Itu, ganteng." Claretta masih saja berbicara dengan suara yang kecil. Mana bisa kedengaran. Suara lagu disana kan kencang banget.

"Lo ngomong apaan sih?!" Nadine pun ikut kesal.

Claretta menunjuk seorang cowo. Ketika Laura dan Nadine menoleh, disana ada seseorang sedang bersandar di meja bar dan menoleh ke arah mereka.

"Lo mah, dongo! Ngapain nunjuk segala sih! Malu tau. Malah dia juga liat kesini," dumel Nadine dengan wajah betenya. Claretta sangat memalukan kalau sudah mabuk seperti ini.

Mata Laura masih terkunci pada sosok cowo itu. Sama seperti yang Laura lakukan, cowo diseberang sana juga terus menatap mata Laura.

"Woi! Kesambet lo!" Nadine melambaikan tangannya tepat didepan wajah Laura.

"Mending kita bawa Retta pulang. Dari pada nanti makin ngerepotin." Laura berdiri menghampiri Claretta, lalu meraih tangannya dan menaruh ke atas leher Laura. Nadine pun mengikuti apa yang Laura lakukan.

Dengan susah payah, Laura dan Nadine membawa Claretta keluar dari club. Sebelumnya, Laura menatap kembali ke arah cowo tadi. Cowo itu melambaikan pelan tangannya dengan senyumnya, yang membuat Laura ikut tersenyum kepadanya.

*

"Abis dari mana lo?" tanya Olin yang melihat kepulangan Laura. Waktu menunjukkan pukul 22:31, dan Laura baru saja pulang.

"Bukan urusan lo." Laura melanjutkan langkahnya. Tidak menoleh ke arah Olin sama sekali.

Olin melempar kunci mobil milik Laura dengan begitu saja. Kuncinya jatuh tepat disamping kaki Laura, yang membuat Laura harus menghentikan langkahnya.

"Gak bisa kasih baik-baik emang?" tanya Laura dengan nada seperti orang yang sedang menahan amarahnya. Sebenarnya, iya. Laura sedang menahan amarahnya. Siapa sih yang gak marah kalau diperlakukan seperti itu?

Olin terkekeh. "Mau banget gue perlakuin baik-baik?"

Laura menghela nafasnya, lalu menundukkan tubuhnya, meraih kunci mobilnya. Setelah itu, dia berjalan menuju kamarnya.

Sampai di ruangan bernuansa hitam-putih, Laura membaringkan tubuhnya diatas kasur. Dia memejamkan matanya sejenak.

"Sampe kapan gue biarin dia injek-injek harga diri gue terus? Harusnya gue marah aja tadi."

*

Gedung bernuansa hijau sudah terlihat ramai. Murid-murid berlari kecil karena bel sudah berbunyi. Salah satu dari murid itu adalah Laura. Dia kesiangan, karena semalam tidak bisa tidur.

Tok tok

"Misi." Laura membuka gagang pintu kelasnya, dan melangkah masuk. Disana sudah ada bu Ani yang duduk di kursi guru.

"Maaf bu saya-"

"Kamu bikin masalah mulu yaa!!" teriak bu Ani membuat Laura memejamkan sebelah matanya.

"Ya maaf, bu. Saya kesiangan," jawab Laura membela dirinya.

"Kamu harus saya hukum. Sini ikut saya." Bu Ani berjalan keluar kelas. Dengan pasrah, Laura mengikuti guru yang terkenal bawel itu.

Laura menoleh kesana-sini ketika melihat ruangan yang penuh dengan buku. Dia jarang sekali kesini. Perpustakaan bukan lah tempat yang dia sukai.

"Ngapain ke sini bu?" tanya Laura yang masih sibuk melihat sudut-sudut perpustakaan.

Bu Ani mengarahkan Laura ke arah buku-buku yang berantakan di lantai. "Beresin ini. Rapiin, sesuai jenis bukunya. Itu sebagai hukuman kamu."

"Ih.. gamau." Laura berusaha menolak hukuman itu. Seperti tidak ada hukuman lain saja. Dia mana bisa ngebedain jenis buku.

"Lauraa..." teriak bu Ani tepat disamping telinga Laura.

"Iya iya. Ibu ke kelas aja gih, nanti saya beresin," kata Laura sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sudah malas mendengarkan ocehan bu Ani.

"Yauda. Awas ya kamu kalo kabur dari hukuman!" Bu Ani pun pergi meninggalkan Laura.

Setelah memastikan bu Ani pergi, Laura pun melangkahkan kakinya ke salah satu kursi dipaling ujung. Dia duduk disana sambil melihat pemandangan dari kaca yang menuju ke jalanan bawah.

"Woi," teriak seseorang membuat Laura menoleh ke asal suara.

"Dihukum ya lo?" Lanjut Nathan dengan tawa kecilnya.

Laura memutar bola matanya malas. "Ngapain lo ke sini? Sono, balik ke kelas!"

"Galak banget, et dah. Mau dibantu gak?" Nathan melangkahkan kakinya mendekat ke arah Laura. Dia juga ikut memandangi jalanan dibawah.

"Gak usah."

Nathan menggeser tubuhnya ke arah Laura. Dia menatap wajah Laura yang terlihat natural. Awalnya, Nathan kira kalau Laura adalah salah satu cewe yang cantik karena make up. Tapi, ternyata dia salah. Laura cantik tanpa make up.

"Kok lo cantik sih?" Iseng Nathan yang masih setia menatap wajah Laura.

Laura pun akhirnya ikut menoleh ke arah Nathan. Dia menyipitkan sedikit matanya. "Apa sih lo?! Lagi gombal? Ga mempan!"

Dengan cepat, Nathan menggelengkan kepalanya. "Enggak. Gue serius."

"Basi!"

Laura meninggalkan Nathan begitu saja. Dia memilih untuk balik ke kelasnya, melupakan hukuman yang harus diselesaikan.

Untung saja bu Ani sudah keluar dari kelas XII-Ips 2. Kalau tidak, Laura sudah diocehin lagi.

"Udah kelar hukumannya?" tanya Nadine dengan tawanya.

Kaila dan Claretta pun ikut tertawa. Mereka heran. Kenapa Laura tidak pernah cape untuk berurusan dengan bu Ani?

"Belom. Ngapain juga gue kerjain," dumel Laura sambil duduk di kursinya.

Claretta memiringkan tubuhnya ke arah Laura. "Ra, gue punya temen yang jomlo nih. Mau gak gue kenalin?"

Nadine dan Kaila menoleh ke belakang, tempat duduk Laura dan Claretta.

"Boleh. Pulang sekolah ya?" Laura mengembangkan senyumnya.

"Ra, lo serius? Baru juga putus," heran Kaila sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Tau nih. Gonta-ganti mulu," sambung Nadine yang tidak kalah heran.

Laura tersenyum lebar seperti tidak punya dosa. Sampai detik ini, dia belum menemukan orang yang cocok dengannya. Selalu ada konflik yang membuat Laura merasa tidak nyaman.

*

Mata Laura sangat sulit untuk terbuka lebar. Pelajaran pkn adalah salah satu pelajaran yang dibencinya. Tidak pernah tidak ngantuk kalau proses pembelajaran pkn.

Laura menopang kepalanya dengan kedua tangannya. Dengan penuh perjuangan, dia menahan ngantuknya. Tapi.. saat ini sudah diujung usahanya. Sudah tidak bisa ditahan. Laura tertidur saat itu juga.

"Lauraa!!" teriak pak Budi membuat seisi kelas menoleh ke arah Laura.

Dengan rasa malas, Laura menegakkan tubuhnya. Matanya masih sayup.

"Kebiasaan ya kamu! Sini kamu!" suruh pak Budi sambil berkacak pinggang.

"Ra, Ra, ada-ada aja lo mah," ucap Claretta sambil menggelengkan kepalanya.

Laura berjalan gontai menuju pak Budi. Seluruh pandangan terarah kepada Laura. Sudah tidak heran melihat Laura yang diomeli guru-guru.

"Berdiri kamu disini. Tarik telinga kamu!"

Kedua tangan Laura menarik telinganya sendiri. Dia berdiri didepan kelas, menjadi sorotan.

Mata Laura mengarah kepada Nathan. Cowo itu tersenyum tipis membuat Laura merasa sebal.

Nih cewe bandel uga ya. Tadi bu Ani, sekarang pak Budi.

Makasih buat yang sudah membaca.

Ditunggu episode selanjutnya.

Like dan komen ya😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!