NovelToon NovelToon

Mr. Haphephobia

BAB 01 - Prolog

Rayn Dean Anderson adalah seorang pelukis dengan nama pena Lotus yang terkenal. Karya lukisan Rayn sudah tak diragukan lagi dan sudah mendapat tempat dikalangan penikmat seni. Rayn menggunakan nama pena di setiap

karyanya bukan hanya untuk menyembunyikan identitasnya, namun karena dia seorang penderita Haphephobia. Sebuah phobia dimana ia memiliki ketakutan terhadap sentuhan.

Hal inilah yang memaksa Rayn untuk tinggal seorang diri di sebuah Villa yang tidak jauh dari kota setelah kembali dari Canada 10 tahun lalu. Tidak ada satupun dari penggemar karyanya yang mengetahui seperti apa sosok pelukis yang mereka kagumi itu.

Haphephobia Rayn bermula pada 17 tahun silam, saat dia masih tinggal di Canada dengan kedua orang tuanya. Tepatnya, saat Rayn berusia 10 tahun. Ia mengalami sebuah kecelakaan lalu lintas bersama ibunya dimalam perayaan Festival Honda Celebration of Light. Ibu Rayn meninggal dunia dalam kecelakaan itu, sementara Rayn yang selamat tidak sadarkan diri selama 2 minggu. Rayn kehilangan ingatan tentang semua yang terjadi pada malam itu, ia hanya mengingat waktu sebelum dirinya pergi bersama sang ibu ke acara festival itu.

Kecelakaan yang dialami Rayn dan ibunya pun masih menjadi misteri. Polisi mengatakan jika kecelakaan itu murni kecelakaan tunggal bahkan ada indikasi aksi bunuh diri yang sengaja dilakukan ibu Rayn. Hal itu dibuktikan dengan penyebab kecelakaan dimana mobil yang dikendarai Rayn dan ibunya menerobos lampu merah tanpa ada indikasi sabotase.

Ayah Ryan dan Rayn sendiri tidak percaya jika ibunya melakukan bunuh diri, karena dimalam yang sama ayah Ryan pun menerima ancaman dari seseorang tidak dikenal. Tentang apa yang terjadi, jawabannya ada pada ingatan Rayn yang hilang, ia menjadi satu-satunya saksi hidup pada kecelakaan malam itu.

Kejadian malam itu tentu menjadi pukulan besar bagi keluarga Anderson terutama ayah Rayn, Charles Dean Anderson. Bagaimana tidak, Charles harus kehilangan seorang istri yang dicintainya. Sementara Rayn putra satu-satunya yang periang kini berubah menjadi anak penyendiri dan memiliki ketakutan luar biasa setiap kali seseorang menyentuhnya.

Dokter belum bisa menemukan pemicu dari trauma yang membuat Rayn tidak bisa menerima sentuhan orang lain, termasuk sentuhan ayahnya sendiri.

Keluarga Anderson memutuskan tidak mengambil tindakan medis lebih lanjut untuk kesembuhan Rayn. Tuan Charles justru mengasingkan putra semata wayang nya dengan mengirim Rayn kembali ke negara asal mereka.

“Ibu, katakanlah jika pilihanku benar !. Aku tidak bisa berhenti membenci Ayah yang memilih untuk menyerah terhadap kondisiku, tapi aku juga tidak ingin terus menyakitinya dengan keberadaan ku meskipun dia mengasingkan diriku dari hidupnya. Biarkan ini menjadi hukuman untukku, karena telah membuatnya kehilanganmu untuk selamanya.”

Perkataan inilah yang terucap dalam hati pria yang kini menginjak usia 27 tahun, setiap kali ia memandang foto wanita berparas cantik dengan meneguk sebotol Wiski ditangannya.

.

.

***

Di sisi lain, tidak berbeda jauh dengan Rayn, dia adalah Lusia Alkeysha. Seorang gadis cantik yang juga memilki perjalanan hidup sulit. Diusianya yang kini sudah menginjak 25 tahun, Lusia tidak pernah sekalipun menjalin hubungan spesial dengan seorang pria. Tidak jarang, Lusia memimpikan memiliki seorang kekasih untuknya berkeluh kesah. Seorang kekasih yang akan selalu mendukungnya sepenuhnya.

Bagi Lusia, pergi berkencan, piknik, menonton film di bioskop berdua dan bergandengan tangan setiap waktu layaknya gadis-gadis lain hanyalah mimpi belaka.

Mimpi akan kehidupan romantis itu harus Lusia kubur dalam-dalam. Saat ini yang harus ia lakukan hanyalah bagaimana dia bisa berkerja dan mendapatkan uang untuk melunasi hutang yang ditinggalkan ayah tirinya. Lusia terus berjuang mengumpulkan uang demi bisa memberikan kehidupan yang layak bagi ibu, nenek dan adiknya tanpa harus memikirkan hutang.

Ayah kandung Lusia meninggal karena sakit ketika ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Ibunya menikah lagi setelah 2 tahun sepeninggal ayahnya dengan seorang kontraktor. Mereka sempat menikmati hidup berkecukupan, namun tidak lama ayah tirinya bangkrut dan memiliki banyak hutang. Ayah tiri Lusia meninggalkan keluarga kecilnya begitu saja saat sang ibu sedang mengandung adiknya 8 bulan.

Ibu Lusia menjual rumah mereka demi membayar sebagian hutang yang ditinggalkan ayah tirinya. Hal itu membuat ibu dan adiknya harus pindah meninggalkan kota dan tinggal bersama dengan nenek Lusia di pemukiman nelayan yang padat penduduk. Sementara Lusia memutuskan tetap melanjutkan sekolah dan tinggal di kota hingga saat ini.

Lusia yang tidak ingin membebani orang tuanya memilih untuk berkerja sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Setelah lulus sekolah, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya hingga kejenjang tinggi. Jangankan untuk melanjutkan kuliah, untuk memenuhi kebutuhan pribadinya saja dia harus berfikir panjang karena harus rutin setiap bulan mengirim uang kepada ibunya.

Lusia sadar, tidak melanjutkan pendidikan adalah keputusan yang salah. Namun, ia tidak memiliki pilihan karena kekurangan perekonomian menuntutnya untuk merelakan impiannya menjadi seorang Designer. Tidak hanya hutang ayah tirinya yang harus ia tanggung dengan ibunya, tetapi ia juga masih harus membantu membayar biaya sekolah adiknya. Ia memiliki tekat menjadikan adiknya orang yang sukses kelak.

.

.

****

Takdir seperti apakah yang akan menghampiri mereka?

Seorang gadis penuh perjuangan yang harus merelakan impian dan kehidupan romantis yang diidamkannya demi keluarga kecilnya.

Sementara disisi lain, seorang pria dengan phobia sentuhan yang tidak membiarkan orang lain mendekatinya. Ia harus berjuang mengingat kembali masa lalu kelam demi mengungkap misteri dibalik kecelakaan yang dialaminya dan ibunya.

Visual berdasarkan kehaluan Author haha...

Buat Readers bebas kalau punya gambaran sendiri yang lebih cocok...

Pilihanku Bersama Mr.Haphephobia

by Sella.Sung

Semoga suka ... Happy Reading ^_^

BAB 02 - Karena dia sahabatku

Ponsel Lusia terus berdering, panggilan masuk dari Reisa sahabatnya tiada henti membuatnya terpaksa untuk menjawab panggilan itu meskipun sedang mengemudi.

“Aku akan sampai dalam 15 menit lagi, jangan panik, tenangkan dirimu Reisa dan tunggu aku, hanya 15 menit ok!“ ucap Lusia singkat lalu mematikan telepon dan kembali fokus mengemudi.

“Wah, anginnya kencang sekali, apakah akan turun hujan?” gerutu Lusia melirik pepohonan yang dilewatinya tertiup angin bergoyang begitu cepat.

Seperti yang dijanjikan, bahkan tidak sampai 15 menit sebuah mobil box bertuliskan ‘Friends Cafe’ yang dikemudikan Lusia berhenti di area parkir Psithurism Art. Psithurism Art adalah sebuah Galeri lukisan tempat Reisa bekerja.

Lusia pun langsung bergegas turun dari mobil setalah meraih satu paper bag berisi baju dan sepatu hak tinggi milik Reisa dari bangku depan penumpang dengan terburu-buru. Bahkan, apron Cafe masih tergantung rapi ditubuhnya.

“Ah bodohnya…, kenapa juga aku masih memakainya” ucap Lusia sambil berusaha melepas apron itu dan masuk kedalam Galeri dengan langkah kaki cepat.

Alasan megapa Lusia berada disana karena sebelumnya ia menerima panggilan darurat dari Reisa, sahabat baiknya yang tiba-tiba membutuhkan bantuannya. Saat itu Lusia masih sedang berkerja shift malam di Cafe. Tanpa berat hati, Lusia rela menukar waktu istirahatnya untuk memenuhi permintaan Reisa.

“Selamat malam.“ sapa seorang petugas keamanan Psithurism Art membukakan pintu untuk Lusia. Lusia hanya membalas dengan menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia terus berjalan dengan langkah cepat tanpa henti sambil melakukan panggilan telepon.

“Kau ada dimana? kukira kau akan menyambutku di depan Galeri“ tanya Lusia dalam panggilan telepon dengan Reisa.

“Turunlah, aku sudah… .“ lanjut ucap Lusia lalu terhenti saat ia melihat Reisa sahabatnya berlari ke arahnya. Lusia pun langsung mengakhiri panggilan dengan Reisa.

“Oh… terima kasih Lusia, kau penyelamatku hari ini” ucap Reisa yang langsung memeluk Lusia.

Lusia melepas pelukan Reisa lalu memandangnya dengan tatapan serius. “Menurutku setelan pakaianmu saat ini tidak terlalu buruk” ucap Lusia seraya menatap Raisa dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Setelan kemeja berwarna putih dengan motif garis hitam vertikal, dipadukan dengan blazer hitam dan celana palazzo yang saat ini dikenakan Reisa seharusnya sudah sangat pantas untuk menghadiri sebuah acara kantor.

“Tapi ini penampilan yang terlalu formal dan Big Bos sudah sering melihatku dengan penampilan ini setiap hari, jadi aku harus tampil beda malam ini untuk menggetarkan hatinya” bisik Reisa ditelinga Lusia dengan memainkan alisnya tersenyum sambil perlahan meraih paper bag dari tangan Lusia.

“Apakah itu acara yang sangat penting?“ tanya Lusia.

“Tentu saja, kau tahu kan jika sebelumnya setiap Big Boss mengajakku ke beberapa acara perusahaan tapi selalu kacau. Selalu ada saja yang terjadi sehingga kita gagal pergi bersama“ ucap Reisa dengan nada merasa sangat bersalah.

“Dan itu karena kau sendirilah orang yang selalu mengacaukannya” celetuk Lusia.

Reisa pun tersenyum. “Karena itu, kali ini aku akan melakukan yang terbaik" ucapnya dengan penuh semangat. "Tapi, apa kau tau Luisa?“ lanjutnya bertanya kepada Lusia dengan penuh teka-teki seraya melirik ke sekeliling.

“Tidak tahu ! Katakanlah langsung apa yang ingin kau katakan tanpa basa-basi bertanya” jawab Lusia siap mendengarkan.

“Hufft… .“ Reisa menghela nafas pendek memikirkan apa yang ingin ia katakan.

Reisa memberi isyarat kepada Lusia untuk lebih mendekat pada dirinya. “Kau tahu, ini kali pertamanya jika Big Boss mengajakku menghadiri acara gathering tanpa pemberitahuan, tanpa pesan, tanpa basa-basi dan tanpa bertanya padaku dahulu jauh-jauh hari sebelumnya.“ ucap Reisa dengan nada sedikit kesal.

“Lalu, apa masalahnya dengan itu ? tinggal pergi saja ikuti dia” ucap Lusia dengan reaksi seolah itu bukan masalah.

“Yaaa...!" Teriak Reisa seketika tanpa sadar hampir memecahkan gendang telinga Lusia. Ia pun kembali melanjutkan ucapannya. "Kau tidak mengerti jika wanita harus memiliki persiapan. Jika tidak, lihatlah Lusia, tidak ada yang istimewa dengan penampilanku sekarang. Bahkan aku sampai harus merepotkan dirimu datang kemari" ucapnya dengan sedikit kekesalan namun juga tampak sangat bersemangat.

"Apa kau barusan menyindirku karena tidak memiliki pasangan, karena itu kau menganggap aku tidak memahaminya?. Lagipula situasi saat ini seperti kita sedang berada dalam sebuah drama cinta dimana kau pemeran utamanya dan aku hanya figuran. Jadi untuk apa aku harus memahaminya, cukup aku menjalankan peranku" sahut Lusia menggoda Reisa.

"Lusia, bukan itu maksudku" tegas Reisa dengan serius menatap Lusia.

Lusia pun tertawa kecil. “Hahaha. Baiklah, baiklah, aku hanya bercanda. Lagi pula sekarang kau sudah tidak perlu mengkhawatirkan apapun itu karena aku sudah ada disini dan sudah membawakan seeeemuuuanya tanpa melewatkan satupun yang kau minta” jelas Lusia menenangkan kekesalan Reisa.

“Kau benar, aku tahu kau adalah yang terbaik Lusia“ ucap Reisa tersenyum dengan memberikan simbol hati dari jarinya.

“Tentu, jadi sekarang kau sudah bisa tenang, berhenti panik dan pergilah bergegas mengganti bajumu Tuan Putri Reisa” ledek Lusia dengan menepuk kedua bahu Reisa.

“Lusia, sekali lagi maafkan aku sudah membuatmu kehilangan jam istirahatmu" ucap Reisa dengan wajah menyesal.

Lusia tidak merasa terbebani ataupun di repotkan, karena Reisa adalah satu dari tiga sahabat yang dimilikinya selama ini, mereka sudah saling mengenal sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Sifat Reisa yang kadang suka manja membuatnya selalu mengandalkan Lusia. Lusia juga sangat mengenal Reisa yang mudah panik dan suka memiliki kekhawatiran berlebih akan sesuatu.

"Tapi jangan khawatir Lusia, aku akan langsung menebusnya dengan memesankan online sandwich kesukaanmu, OK?” lanjut ucap Reisa. Lusia pun membalas dengan anggukkan dan tersenyum.

“Reisa, jangan khawatirkan aku. Pergilah, kau tidak ingin mengacaukannya lagi kali ini kan? karena itu cepatlah pergi ganti pakaianmu dan bersiap-siap!” jawab Lusia sambil meminta Reisa bergegas ganti baju.

Ditengah obrolan keduanya, datang seorang pria dengan pakaian dibalut jas rapi menghampiri mereka. “Lusia, kau ada disini?“ sapa pria itu sambil memberi kode menunjuk jam tangan yang dikenakannya kepada Reisa. Sebuah kode agar Reisa bergegas mengambil tas dan bersiap untuk pergi ke acara.

“Aku akan naik keatas, kau bisa menemani Lusia dahulu” pinta Reisa kepada pria itu lalu meninggalkan Lusia bersamanya.

“Reisa tidak mengatakan padaku jika kau akan datang” ucap pria itu.

“Hei... Big Boss” balas sapa Lusia dengan senyum lalu merubah raut wajahnya dengan mengerutkan kening. “Apa kau tidak merasa keterlaluan ?” lanjut tanyanya pada pria itu.

“Aku? Keterlaluan? Apa aku melakukan kesalahan? Itukah yang sedang kalian bahas baru saja? Apakah Reisa mengatakan sesuatu padamu?“ tanya pria itu kepada Lusia. Pria tampan yang mereka juluki dengan Big Boss.

Julukan Big Boss memang sangat cocok untuk pria bernama David karena dia adalah pemilik Psithurism Art Galery, yang tentunya dia adalah Bos dari perusahan tempat Reisa bekerja. Tidak hanya itu, David juga merupakan sahabat Lusia. David masih terlihat tampak bingung menanggapi sindiran Lusia baru saja.

“Bagaimana bisa kau mengajaknya ke acara gathering mendadak tanpa pemberitahuan, tanpa pesan, tanpa basa-basi dan tanpa bertanya padanya sebelumnya sehingga harus menyiksaku jauh-jauh kemari hanya demi baju dan sepatu hak tinggi agar terlihat sempurna didepan pria tak berperasaan ini” ledek Lusia secara tidak langsung menyampaikan keluhan Reisa kepada David. Tentu saja ia mengcopy semua perkataan Reisa terhadapnya.

“Jadi, kau datang kemari untuk membawakan baju dan sepatu untuknya?“ tanya David seolah masih tidak memahami situasinya.

“Jika bukan, apa kau pikir aku datang hanya untuk menyapamu? Hei, David haha” jawab Lusia tertawa untuk meledek pertanyaan David.

“Reisa tidak mengatakan apapun kepadaku jika dia membutuhkan sesuatu“ jawab David dengan lirih sambil menatap kearah Reisa yang menunggu pintu lift terbuka.

“Padahal aku sudah berencana untuk membawanya ke Butik dahulu sebelum pergi ke tempat acara, harusnya aku memberitahunya lebih awal“ ungkap David dalam hati dengan menghela nafas penyesalan.

“Aku rasa para wanita yang tertarik, tergila-gila dan terpesona padamu akan langsung patah hati dan kecewa karena impian mereka untuk menjadi Cinderella harus sirna. Bagaimana tidak, karena pangeran pujaan hati yang sangat di idamkan tidak peka dan tidak memahami isi hati wanita“ celoteh Lusia menyinggung David yang tidak romantis.

“Aku…? Apa menurutmu aku harus memahami setiap isi wanita yang memahamiku? Bolehkan aku melakukan pada wanita lain?" tanya David membalas.

"Lakukanlah! jika kau ingin melihatku membuat wajah tampanmu itu tak lagi berbentuk" sahut Lusia dengan wajah mengancam.

David pun tertawa. "Aku bukan tidak peka atau tidak berperasaan. Apa kau tidak tahu jika aku... ” ucap David tertahan sambil menatap tajam Lusia.

“Jika apa? Apa? Coba katakan pembelaanmu” tegas Lusia mendongakkan kepalanya ke wajah David dan menjadi semakin dekat. David membulatkan matanya melihat wajah Lusia yang begitu dekat dengannya. Ia pun terdiam sejenak menatap Lusia.

“Tek… !! David mengakhiri tatapannya dengan jentikkan jarinya yang dilayangkan ke kening Lusia.

“Hyaaaa… !!!“ teriak Lusia yang sedikit kesakitan karena ulah David. David pun seketika mengalihkan tatapannya disertai batuk kecil tertahan lalu melanjutkan ucapannya. “Tentu saja jika aku bisa menjadi pria romantis dengan caraku sendiri. Bahkan kau pun bisa sampai terpesona!” lanjutnya.

“Wahhh…, kau membuatku merinding.” Lusia menggosok kedua lengannya sendiri seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari pria berparas tampan dan tinggi yang saat ini berdiri dihadapannya.

Perbincangan mereka pun terus berlanjut, David masih menemani Lusia sembari menunggu Reisa selesai berganti pakaian dan berdandan. Lusia menatap David yang sedang berbicara kepadanya.

"Meskipun aku sering merasa iri dengan romantisnya pasangan lain, tapi untuk kalian aku justru merestuinya dan sangat bahagia. Kau adalah pria impiannya, dan aku bisa tenang melepaskan Reisa sahabatku untuk menjadi orang yang sangat istimewa bagimu. Aku percaya kau bisa menjaganya dengan baik dan menjadikannya wanita yang sangat beruntung tentunya. Aku sangat bahagia untuknya, karena dia adalah sahabatku“ ucap Lusia dalam hati dengan tersenyum memandang David.

.

.

***To Be Continued***

Hallo para pembaca setia Rayn & Lusia 👋😃

✅ Terus Dukung Karya ini dengan menjadikan FAVORITE yah..

❤ Berikan Like kalian hanya dengan klik Like pada symbol Love, GRATIS 😍

📝Lengkapi kehaluan Author dengan KOMENTAR kalian di setiap BAB nya ya…. ( saran dari kalian juga bisa menjadi inspirasi cerita Author)

🎀 PLEASE BERIKAN VOTE pada karya ini agar semakin di Up Up Up dan Up lagi oleh platform.

Terima Kasih atas semua dukungannya 🙆

BAB 03 - Lotus

Lusia yang masih berada di Psithurism Art melihat-lihat beberapa lukisan ditemani David. Sambil lalu keduanya masih saja saling meledek satu sama lain setiap ada celah. Kedekatan mereka bukanlah sebuah rahasia umum, karena David dan Lusia sudah bersahabat semenjak kedua nya menginjak bangku sekolah SMA bersama Reisa.

Di saat tengah melihat-lihat, seketika pandangan Lusia tiba-tiba teralih ke sebuah lukisan yang terpajang tepat dibelakang David. Lusia perlahan berjalan mendekat, menatap dengan penuh keseriusan sebuah lukisan yang menggambarkan pepohonan diselimuti oleh kabut gelap yang terpecah karena cahaya-cahaya kecil sinar matahari.

Lusia semakin mendekatkan wajahnya, membulatkan kedua bola matanya pada tulisan kecil yang berada diujung bawah kanan lukisan agar bisa membaca dengan jelas.

“Lotus… ?" tanyanya dalam hati dengan mengerutkan alis saat melihat inisial ‘#Lotus’ pada lukisan itu.

“David, benarkah ini karya lukisan Lotus?“ tanya Lusia kepada David memastikan.

“Kau benar, kau bisa melihat dari inisial yang tertulis pada lukisan itu” jawab David meyakinkan Lusia.

“Ayahmu membeli karyanya lagi ?“ tanya Lusia.

“Tentu saja ia membelinya, kau tahu jika ayahku tidak akan melewatkan kesempatan apapun jika soal lukisan” jawab David.

“Sungguh… ? Wahh... ” sahut Lusia kagum.

“Ayahku berencana meminta secara pribadi kepada Lotus agar dia membuatkan satu lukisan khusus untuk merayakan ulang tahun Galeri ini“ ucap David.

“Membuatnya secara khusus? Wah..., bukankah lukisan Lotus selalu bernilai tinggi." Lusia sangat tahu pasti bahwa karya Lotus selalu memiliki nilai jual tinggi dipasarnya.

“ Ayahku… .” jawab David tidak sampai menyelesaikan ucapannya sudah dipotong oleh pertanyaan Lusia yang lain.

“Tunggu... ! Apakah itu artinya ayahmu sudah pernah bertemu dengan Lotus? Jadi… ayahmu sudah mengetahui  identitas Lotus ?“ tanya Lusia dengan wajah penasarannya. “Lalu, apakah dia seorang pria atau dia seorang wanita ? kau bisa memberitahuku?” lanjut tanya Lusia tanpa henti.

Lusia kembali menatap lukisan itu. “Wah, aku sungguh masih tidak percaya. Mengagumkan, aku semakin yakin jika ayahmu penggemar beratnya.” Pertanyaan dan ocehan Lusia yang tanpa jedah sama sekali tidak memberi David kesempatan untuk menjawab. David hanya diam dan tetap mendengarkan.

Lusia yang masih penasaran membalikkan badannya kearah David sehingga mengejutkan pria yang sudah sedari tadi berdiri tepat dibelakangnya. “Ayahmu memang keren….!” ucapnya dengan lantang mengacungkan jempol kanannya ke arah Davis, ia memuji dan tersenyum kagum.

“Bukankah setiap pertanyaan diajukan untuk dijawab?” tanya David.

"Aaaa... maaf, haha” sahut Lusia dengan tawa malu.

“Jawaban apa yang kau harapkan dariku jika pertanyaanmu membabi buta seperti itu?“ tanya David menggelengkan kepala. Tapi dia sudah tidak heran dengan karakter wanita mungil yang dihadapinya ketika sudah mengaktifkan mode kepo.

Lusia tersenyum malu menyadari jika pertanyaannya sudah seperti gerbong kereta api yang panjang melaju dengan kecepatan penuh tanpa berhenti.

“Kini Galeri ayahmu sudah memiliki tiga karya lukisan Lotus, luar biasa" ucapnya kembali memandang lukisan itu.

“Apakah kau tau arti dari lukisan itu?“ tanya David sambil menatap lukisan karya Lotus yang dari tadi sibuk dibicarakan Luisa.

“Aku bukan pakar atau ahli dalam menilai sebuah lukisan, tapi melihatnya sungguh sangat menenangkan“ jawab Lusia dengan senyum kecil menunjukan jika dia sangat menyukai karya Lotus yang saat ini dilihatnya.

“Hanya itu yang bisa kau rasakan?“ tanya David kembali.

“Eemm… entah mengapa ketenangan itu sekilas seperti hanya sebuah ilusi, karena semakin dalam, aku seperti bisa merasakan sebuah kesedihan. Perasaan apa itu ?“ Lusia justru berbalik tanya kepada David.

“Kau sungguh bisa melihatnya?” tanya David dengan nada santai.

“Aku masih tidak yakin… ” jawab Lusia ragu.

“Tapi kau benar, meskipun kau akan terhanyut dalam ketenangan, semakin dalam kau akan merasakan sebuah kesedihan seolah mengharapkan datangnya kedamaian disaat dirimu sedang putus asa“ ucap David.

“Putus asa ?“ tanya Lusia.

“Seperti kau sedang terperangkap dan ingin berteriak ~ I'm here…!~ “ ucap David melanjutkan penjelasannya dengan melangkahkan kakinya mendekat hingga tepat berdiri disebelah Lusia.

David melanjutkan penjelasannya dengan menatap Lusia yang berdiri disampingnya. "Someone… please save me …! itu yang ingin disampaikannya" lanjut David.

“Jadi pada akhirnya itu hanya sebuah kesedihan" sahut Lusia lirih.

"Dari semua lukisan Lotus yang pernah kulihat, aku tidak pernah melihat lukisannya dengan makna yang lebih ceria” ucap Lusia semakin terbawa perasaan setelah mendengar penjelasan David.

“Lalu, apa mungkin dia akan memiliki sebuah karya seni yang lebih ceria?“ gumam Lusia dengan nada lirih sembari meraba kembali inisial ‘#Lotus’ pada lukisan.

“Setiap pelukis pasti memiliki gaya masing-masing yang juga merupakan bagian dari identitasnya.” Potong David yang mendengar gumaman Lusia.

Lusia semakin menatap tanjam inisia #Lotus pada lukisan. "Aku masih tidak mengerti, kenapa dia menyembunyikan identitasnya dibalik nama pena ini. Padahal karya nya luar biasa dan bahkan diterima dunia" gumam Lusia.

Di tengah percakapan mereka, Reisa yang sudah selesai berganti baju menghampiri keduanya serta memotong pembicaraan mereka. “Aku sudah siap, kita bisa pergi sekarang!“ seru Reisa.

“Tentu…” sahut David tersenyum.

"Lusia, jika kau masih memiliki waktu, kau bisa melanjutkan berkeliling melihat beberapa lukisan baru yang didatangkan ayahku minggu ini dilantai 2” ucap David kepada Lusia.

Reisa mendekat pada Lusia. “Oh ya Lusia, peri cantikku yang manis“ ucap Reisa dengan senyum manja menggandeng tangan Lusia lalu menyandarkan kepalanya di bahu kiri Lusia.

“Oh…“ jawab singkat Lusia yang sudah bisa menebak jika Reisa melakukannya pasti karena ada sesuatu.

“Acaranya kali ini mungkin akan lebih lama, Big Boss mengatakan jika akan ada jamuan khusus untuknya. Jadi bolehkah aku...!” ucap Reisa sambil mendongakkan kepalanya memandang wajah Lusia seperti bayi kucing. Ia mengharapkan izin dari sahabatnya untuk bisa pulang larut malam.

“Lihatlah, bayi kucing siapa ini. Meski aku mengatakan tidak boleh, apakah kau akan menurutinya Putri Kecilku?“ tanya Lusia dengan senyum meledek.

Reisa menjawab pertanyaan Lusia hanya dengan menggelengkan kepalanya dengan cepat tiga kali dan semakin erat merangkul lengan Lusia.

“Aku akan membawa kembali Putri Kecilmu ini dengan utuh dan selamat sampai rumah, bahkan Galeri ini bisa ku jadikan jaminannya“ sahut David tersenyum kepada Lusia sambil meraih tangan Reisa. Lalu ia menggandeng tangan kekasihnya itu. Ya, status Reisa saat ini adalah kekasih David.

“Aku pergi dulu babby… bye bye” ucap Reisa melambaikan tangannya kepada Lusia. “Oh ya, Jangan lupa makan makanan yang sudah aku pesankan untukmu, OK !. Dan hati-hati saat kembali ke Cafe” lanjut teriak Reisa berjalan meninggalkan Galeri.

Lusia membalas dengan senyuman dan lambaian. Lusia melihat kearah mereka yang berjalan dengan bergandengan tangan. Ia pun menunduk dan memandang telapak tangannya.

“Apakah suatu saat nanti ada seseorang yang juga akan menggenggam tanganmu Lusia?“ tanyanya dalam hati sambil menghela nafas dan berulang menatap dan memainkan kepalan tangannya.

Pacaran sudah seperti kemewahan bagi Lusia. Dia tidak memiliki waktu untuk menemukan kekasih atau pergi berkencan. Setiap harinya, Lusia menghabiskan waktu hanya untuk berkerja. Pagi hari, Lusia bekerja sebagai penjaga toko bunga ‘Mey Flowers’. Setelah itu ia harus lanjut bekerja shift malam di 'Friends Cafe' .

Bahkan, di hari liburnya Lusia juga masih menyisihkan waktunya bekerja menerima panggilan sebagai supir pengganti. Lusia tidak memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu hangout atau pergi berbelanja ke Mall bersama teman-teman layaknya gadis-gadis seusianya.

“Berhentilah mengharapkan yang tidak-tidak Lusia, tidak ada waktu untukmu memiliki asmara disaat kau harus berjuang untuk tetap bisa bertahan hidup. Lagi pula, siapa yang akan melirik gadis biasa sepertimu?. Tidak apa Lusia, tidak memiliki pacar tidak akan membuatmu sulit bertahan hidup atau mati“ ucapnya dengan suara kecil, disertai senyuman ringan berusaha memberi semangat kepada dirinya sendiri.

Lusia pun kembali memandang lukisan Lotus. “Lalu kehidupan seperti apa yang dimilikinya? Jika setiap lukisan milikmu adalah benar bagian dari dirimu, kenapa selalu melambangkan kesedihan. Bukankah harusnya kau orang yang beruntung? memiliki banyak karya yang disukai banyak orang. Jadi, pastikan suatu saat nanti aku bisa melihat karya lukisan yang menggambarkan keceriaan Tuan Lotus!” ucapnya menunjuk lukisan itu dengan tatapan tajam.

“Eemm…  bukan. Bukan Tuan tapi… Nona? Nona Lotus…?" tanyanya pada diri sendiri karena ia tidak tahu identitas asli pelukis dengan nama Lotus itu. Apakah dia seorang pria atua wanita. Bahkan bisa jadi orang yang sudah berusia.

"Ah iya, David tadi belum menjawabku. Apakah ayahnya sudah pernah bertemu secara pribadi dengan Lotus ?. Haisss, lupakanlah... !“ gerutu Lusia berbicara sendiri sambil meninggalkan berjalan kearah lift untuk naik ke lantai dua.

Sesampainya di depan lift, Lusia melihat dari pantulan pintu lift seorang pria mengenakan masker dengan kemeja panjang berwarna hitam dan topi motif buket. Pria itu menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan memandang ke arahnya. Sesaat Lusia menoleh kearah pria itu, namun pria itu beralih memainkan ponselnya seolah sedang sibuk.

“Ting… .“

Suara menandakan lift terbuka, Lusia bergegas memasuki lift. Lift pun perlahan tertutup, tampak jelas pria itu kembali menatap dirinya dari seberang sana hingga pintu lift tertutup.

“Apakah baru saja dia memperhatikanku ?" ucap Lusia lalu mengabaikan rasa penasarannya. Ia menganggap itu hanya kebetulan atau perasaannya saja.

*** To Be Continued***

Hallo para pembaca setia Rayn & Lusia 👋😃

✅ Terus Dukung Karya ini dengan menjadikan FAVORITE yah..

❤ Berikan Like kalian hanya dengan klik Like pada symbol Love, GRATIS 😍

📝Lengkapi kehaluan Author dengan KOMENTAR kalian di setiap BAB nya ya…. ( saran dari kalian juga bisa menjadi inspirasi cerita Author)

🎀 PLEASE BERIKAN VOTE pada karya ini agar semakin di Up Up Up dan Up lagi oleh platform.

Terima Kasih atas semua dukungannya 🙆

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!