"Abang makan dulu ya, biar cepat sembuh. Baby mau lihat abang sehat kembali" air mata Baby mengalir dengan sendirinya. Marvel yang melihatnya pun merasakan kesedihan dan penderitaan yang dialami adiknya itu
"Jangan menangis, Abang janji untuk segera sembuh. Abang tidak bisa melihat kamu menangis."
"Janji ya?"
Marvel menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Ia sangat bangga dengan adiknya itu. Di usia nya yang 23 tahun, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai pengobatannya.
"Kalau begitu, ayo buka mulut abang. Baby suapin"
Marvel mengacak acak rambut Baby dengan gemas, kemudian membuka mulutnya lebar lebar untuk menerima suapan bubur dari adiknya. Baby menyuapi buburnya pada Marvel. Hanya satu suapan, karena sebelum Baby sempat menyuapinya Marvel langsung mengatakan sesuatu.
"Maafkan Abang Dek, seharusnya Abang yang membiayai hidup kita. Seharusnya saat ini kamu masih bersenang senang dengan teman sebayamu. Bukan banting tulang seperti ini"
Baby menaruh mangkok buburnya pada Nampan yang ada di meja. Kemudian ia mengambil tangan Marvel dan mengelus tangannya. "Abang jangan bicara seperti itu? Lagian Baby bahagia kok. Baby sudah tidak bisa berbakti sama Mama papa, tapi Baby masih punya abang. Jadi Baby mau berbakti sama Abang"
Senyum Marvel semakin lebar mendengarkan jawaban Baby. Ia merentangkan tangannya dengan lebar. "Peluk engga?"
Baby terkekeh kemudian Baby memeluk Marvel sekuat mungkin, Marvel mengecup kening Baby dengan cepat.
.
.
Leon Pradipta xington, turun dari mobilnya dan berjalan menuju ke ruangannya. Sepanjang ia berjalan banyak karyawan wanita yang membicarakan karena ketampanannya. Bahkan sampai ada yang berani memotretnya.
Leon melepas kaca matanya dan menatap mereka dengan datar, Leon tidak suka jadi pusat perhatian. Apalagi bagi kaum hawa seperti mereka. "Jangan pernah menatap saya lebih dari dua menit kalau masih ingin gaji utuh. Wajah saya Mahal, sekali kalian menatapnya maka gaji kalian yang akan dipertaruhkan"
Selepas mengatakan itu Leon dengan cepat melangkahkan kakinya, sedangkan karyawan wanita yang tadi sedang menatap dan membicarakannya kini hanya misuh misuh tak jelas.
Leon masuk ke dalam ruangannnya dan menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya. Leon menyibukkan diri dengan memikirkan sesuatu. Entah sesuatu itu apa, biarkan menjadi rahasia Leon.
Tok tok tok
Suara ketukan mengalihkan perhatian Leon. Leon memperbaiki posisi duduknya dan menyuruh orang itu masuk. "Masuk!"
Orang yang mengetuk pintu itu tak lain adalah orang kepercayaannya. Leon berusaha menetralkan wajahnya agar terlihat dingin dan cuek di hadapannya.
"Ada apa? Jika ini sesuatu yang penting cepat katakan, namun bila tidak lebih baik tidak usah dikatakan saja. Saya tidak mau menghabiskan waktu hanya dengan pembicaraan yang tak penting" ucap Leon dengan nada datar.
Bobi mengganggukan kepalanya, ia sudah biasa mendengar jawaban seperti itu. Jadi ia sudah kebal. Dulu pada awalnya Bobi sempat sakit hati karena perkataan Bos nya yang ceplas ceplos.
"Ini tentang pencarian sekretaris buat Bapak, saya sudah membuka lowongannya. Dan saya ingin bertanya, apakah nanti bapak yang akan meng interview nya?'
Leon mengangkat kaki sebelah kanannya dan diletakkan di atas paha sebelah kirinya. Ia menyandarkan tubuhnya. "Iya, saya yang akan melakukannya nya. Saya tidak ingin mendapatkan sekretaris yang otak nya otak udang"
"Pak, itu mulut apa cabe. Pedas ama kek nya" batin Bobi.
Bobi menggangguk. "Kalau begitu saya akan mengurus semuanya pak"
"Harus, kamu tahu kan saya tidak bisa percaya pada siapa siapa selain kamu? Jadi lakukan tugasmu dengan baik"
"Baik pak"
.
.
Baby mengoleskan bedak yang tipis di wajahnya, kemudian memasangkan lipstik berwarna pink cerah di bibirnya. Setelah semuanya selesai Baby menyemangati diri sendiri.
"Semangat Baby" ucapnya di depan cermin.
Baby mengambil tas dari dalam kamarnya kemudian segera bergegas keluar dari rumah dan mengunci pintunya. Baby akan pergi bekerja sebagai pelayan di sebuah cafe. Gaji nya memang tidak cukup banyak tapi masih bisa untuk memenuhi kebutuhannya dan Marvel.
Baby membayar ongkos taksi dan segera masuk ke dalam cafe. Ia tersenyum ramah pada semua orang yang menatapnya. Baby masuk ke dalam cafe dan bersiap untuk mulai bekerja.
Namun tiba tiba langkahnya dicegat oleh Miska, sang pemilik cafe. "Kamu ngapain disini?" tanya nya sambil mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.
Baby kebingungan, mengapa Miska berbicara seperti itu. "Bukan kah saya harus bekerja Bu?"
Miska bersedekap dada dan menatap wajah Baby dengan angkuh. "Kamu tidak baca email dari saya, saya sudah memecatmu. Gaji bulan ini juga sudah saya kirimkan. Jadi tidak ada lagi alasan kamu untuk datang ke cafe ini lagi"
Mendengar ia dipecat, Baby sangat terkejut. "Tapi Bu, apa salah saya? Kenapa saya harus dipecat. Tolong jangan pecat saya Bu, saya benar benar membutuhkan pekerjaan ini"
"Saya tidak ingin memberi tahumu alasannya Baby dan kamu juga tidak perlu tahu, yang perlu kamu tahu saya sudah memecatmu dan sudah mendapatkan karyawan pengganti dari kamu yang tentunya juga lebih baik dari kamu" setelah mengatakan itu Miska segera pergi tanpa harus mengatakan apa apa lagi.
Baby menundukkan kepalanya, ia sangat bergantung dengan pekerjaan ini tapi malah dipecat. Baby tidak tahu harus mencari pekerjaan dimana lagi. Karena mencari pekerjaan di sebuah kota besar itu sangat sulit baginya.
.
.
.
"Jadi kamu dipecat tanpa alasan?" Suara itu adalah suara Sierra, sahabat Baby.
"Iya begitu lah, Aku gak tahu harus mencari pekerjaan dimana lagi. Kamu tahu sendiri kan Sier aku harus membiayai hidupku dan Bang Marvel"
Setelah dari Cafe Baby memang datang pada rumah sahabatnya, tujuannya untuk menceritakan masalah yang ia alami.
Sierra menatap sahabatnya dengan prihatin. "Kamu tenang saja, temanku ada yang bekerja di sebuah perusahaan. Kalau tidak salah namanya Xington group, dan disana sedang membuka lowongan pekerjaan. Mungkin kamu bisa melamar pekerjaan disana"
"Kamu..beneran Sier?'
Sierra mengangguk mantap. Baby turun dari kasur milik sahabatnya dan meloncat loncat kegirangan. Baby juga memeluk Sierra dengan kencang. "Terima kasih Sier"
"Sama sama, nanti aku tanyain alamatnya dulu. Ntar malam ku kirim lewat whatsapp" lanjut Sierra. Baby yang terlanjur bahagia hanya mengangguk saja.
.
.
"Jalan Keraton no 17, itulah alamat perusahaannya. Lakukan yang terbaik, tetap optimis. Kamu pasti bisa. Fighting sahabatku
Baby tersenyum saat membaca pesan dari sahabatnya itu. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan memandang langit langit kamarnya. "Aku harap besok aku bisa melakukan yang terbaik" Baby memejamkan matanya dan tidur dengan wajah yang masih tersenyum.
Jangan pernah menyerah karena sesuatu yang memang bukan untukmu
Tapi coba lah menerima sesuatu yang memang tuhan memberikannya padamu dan bersyukurlah karena hal itu.
-Baby Grezyca Aurora
Jam masih menunjukkan pukul 5 pagi, tapi Baby sudah bangun. Biasanya ia akan bangun pukul 6 pagi. Tapi khusus hari ini ia bangun lebih pagi dari sebelumnya. Karena hari ini ia akan melamar pekerjaan di perusahaan Xington.
Baby bersenandung Kecil sambil membuatkan bubur kesukaan Abangnya. Ia mencicipi buburnya, setelah dirasa pas Baby mematikan kompornya dan mengambil rantang makanan dan menaruh buburnya ke dalamnya.
"Sarapan buat Abang sudah siap, aku harus segera ke rumah sakit. Karena habis ini aku akan melamar pekerjaan"
Baby menaruh rantang makanannya di atas meja makan kemudian ditinggalkan begitu saja. Baby pergi ke kamarnya untuk mandi dan menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan ketika melamar pekerjaan nanti.
Baby menyiapkan semuanya sebelum ia benar benar masuk ke dalam kamar mandi. "Perfect" puji nya pada dirinya sendiri.
Baby mengambil handuk lalu mulai membersihkan dirinya. Tak butuh waktu lama bagi Baby untuk mandi dan bersiap siap. Saat ini Baby menatap penampilan dirinya di cermin.
Baby tidak tahu nanti ia akan diperkerjakan sebagai apa. Jadi dia hanya menggunakan kemeja berwarna hitam dan celana nya. Baby mengurai rambutnya dan sedikit membuatnya bergelombang.
Setelah dirasa semuanya siap Baby mengambil tas nya dan mengambil rantang makanannya untuk diantar pada Marvel, di rumah sakit.
Baby pergi ke rumah sakit dengan menaiki ojek online. Ia tak lagi menggunakan taksi, karena ia harus hemat.
Setibanya di rumah sakit, Baby turun dari atas motor ojek online mya kemudian membayar ongkosnya.
"Makasih neng"
"Iya bang"
Baby menoleh kanan kiri untuk menyebrang. Saat kendaraan mulai sepi Baby dengan cepat menyebrang jalan. Baby berjalan di koridor rumah sakit. Ia melangkahkan kakinya ke ruangan Marvel.
Baby membuka pintu ruangan itu dan masuk ke dalamnya. Dilihatnya Marvel yang sedang menonton televisi. Baby menaruh tas nya di nakas kemudian berjalan menghampiri Marvel.
"Good morning Abang" sapa nya pada Marvel.
Marvel yang mendengar suara Baby dengan cepat menolehkan kepalanya. Marvel melihat jam di ponselnya yang masih pukul 05. 20.
"Morning too dek, Tumben kamu jam segini udah datang. Biasanya kan kamu jam 6 aja masih bangun tidur" ucap Marvel kepada Baby.
Baby hanya menanggapinya dengan senyuman. "Hari ini Baby mau melamar pekerjaan di sebuah perusahaan, Doain ya Bang semoga Baby diterima"
Marvel mengangkat alisnya heran. "Bukan kah kamu masih bekerja di cafe itu? Kenapa melamar pekerjaan lagi"
Baby memutuskan untuk duduk di samping Marvel sambil menyiapkan buburnya. "Maaf, Baby belum cerita sama abang. Sebenarnya kemaren Baby dipecat"
"Kok bisa? Memangnya kamu melakukan kesalahan?"
Baby menggelengkan kepalanya. "Baby juga tidak tau apa kesalahan Baby. Tapi ya sudah lah jangan dipikirkan toh nanti Baby mau melamar pekerjaan lagi"
Marvel mengangguk sambil mengelus kepala adiknya dengan sayang. "Baby bawain abang bubur lagi nih, abang makan ya?"
"Aye aye captain" ucap Marvel yang membuat Baby tertawa karenanya.
.
.
.
Leon memandangi tumpukan berkas berkas yang ada si hadapannya. Pikirannya sedang kacau, karena sejak kemarin Papa dan Mama nya terus memaksa nya agar cepat cepat menikah. Mereka mengancam akan menjodohkan Leon dengan anak dari sahabat mereka jika belum mendapatkan pasangan.
Leon menyentak berkas berkas itu dengan kasar. Tiba tiba seseorang mengetuk pintu. "Masuk!" Orang itu yang tak lain dan tak bukan adalah Bobi langsung masuk dan menutup pintunya kembali.
"Maaf Pak, ini data data orang yang melamar sebagai sekretaris bapak. Mereka sudah menunggu di luar."
"Oke, suruh mereka masuk satu persatu. Dan tetap awasi mereka"
"Baik pak" Bobi menunduk hormat pada Leon. Sedangkan Leon kini membaca identitas orang orang yang melamar pekerjaan di perusahaannya.
"Kalian bisa masuk secara bergantian, jangan sampai ada keributan." Ucap Bobi pada semua orang yang juga akan melamar di perusahaan itu. Baby menghela nafasnya gugup, ia memilih untuk jadi yang terakhir saja. Dengan begitu ia tidak perlu bersusah payah mengantri seperti yang lain.
Saat semuanya sudah selesai, kini tiba giliran Baby. Baby menarik nafas yang dalam dan menghembuskannya. Hal itu ia lakukan agar menghilangkan rasa gugupnya.
Membuka pintunya kemudian menutupnya kembali. Dilihatnya seorang laki laki yang tengah memeriksa berkas berkas perusahaan.
Leon menatap Baby sekilas kemudian mengalihkan pandangannya. "Cepat duduk, saya tidak punya banyak waktu untuk kamu" ucapnya.
Baby pun menarik kursi yang ada di depan Leon dan mendudukinya. "Kamu sudah memenuhi syarat yang saya minta?"
"Sudah pak" jawab Baby dengan tegas. Kemudian ia mengambil sesuatu dari dalam tas nya. Kemudian menyerahkannya pada Leon. Leon menerimanya kemudian membukanya.
"Jadi pendidikan terakhir kamu di SMA?" tanya nya.
"Iya pak"
Leon melemparkan ijazah dan surat surat yang lainnya ke mejanya. "Bawa pulang semua ini, saya tidak butuh sekretaris yang hanya lulusan SMA."
Baby merasa orang yang ada di depannya ini sangat angkuh. Sehingga ia tertarik untuk melawan keangkuhannya itu. "Memangnya bapak pikir orang yang hanya lulusan SMA tidak bisa menjadi sekretaris begitu?"
"Berani sekali dia melawanku" batin Leon.
Leon menatap Baby dengan tajam. "Kamu pikir saja sendiri, perusahaan mana yang akan menerima karyawan yang hanya lulusan SMA apalagi untuk menjadi sekretaris." ucap Leon.
Baby merasa geram dengan Leon. Ingin rasanya ia mencakar wajah tampannya itu. Tapi ia menahan dirinya. "Bapak pikir bapak siapa? Yang bisa mengatur masa depan seseorang. Di luar sana masih banyak perusahaan yang menerima karyawan yang hanya lulusan SMA. Karena apa? Mereka sadar
Pintar bukan berarti harus bersekolah tinggi. Mereka tidak seperti bapak, Muka saja yang ganteng tapi sifatnya jelek"
Wajah Leon memerah, bukan karena malu melainkan karena marah. Leon bangkit dari duduknya kemudian mencengkram tangan Baby kemudian memojokkannya di dinding.
"Sebelum kamu mengatakan hal itu, harusnya kamu mengaca dengan siapa kamu berbicara. Saya bisa menghancurkan kamu dalam sekejap dan saya juga bisa membuatmu tidak diterima bekerja dimana pun"
Baby tertawa remeh, ia tidak takut sama sekali dengan Leon. Baby bersedekap dada dan menatap Leon. "Memangnya saya takut sama ancaman bapak? Tolong garis bawahi ya pak. SAYA TIDAK TAKUT SAMA SEKALI DENGAN BAPAK. Bapak bisa melakukan apa saja pada saya. Saya tidak masalah. Saya masih punya tuhan yang bisa membantu saya."
Perkataan Baby membuat Leon bungkam. Baby tersenyum smirk. Ia akan pergi tapi sebelum itu, Sepatu indahnya harus berkenalan dengan sepatu milik Leon. Baby menginjaknya kemudian pergi begitu saja.
"Baby Grezyca Aurora" gumam Leon. Ia melepas sepatu yang baru saja diinjak oleh Baby. Kemudian melemparnya pada tong sampah.
Baby keluar dari ruangan Leon dengan mulutnya yang terus mengumpati Leon. Ia tidak sadar jika kelakuannya dilihat oleh orang orang kantor.
"Aku berharap tidak akan bertemu dengan pria angkuh itu lagi. Cukup hari ini saja, tidak boleh ada hari hari yang lain" ucapnya pada dirinya sendiri.
Dari jauh, Leon tersenyum sinis melihat Baby berbicara pada dirinya sendiri. "Sepertinya aku tahu apa yang harus aku lakukan denganmu, Baby"
Tepat saat Leon melempar sepatunya, ia segera mengambil koleksi sepatu lainnya di ruangannya itu. Kemudian berjalan keluar dan saat itu ia mendengar apa yang dibicarakan Baby pada dirinya sendiri.
"Selamat datang di Dunia Leon Pradipta Xington, Baby" Leon tersenyum smirk. Lalu segera pergi.
Leon tersenyum sinis sambil menatap sebuah foto dari gadis yang sempat mencaci makinya tadi, siapa lagi kalau bukan Baby.
Leon mengambil telepon kantornya kemudian menekan beberapa angka dan menghubungi nomor tersebut "Cepat ke ruangan saya, saya beri kamu waktu satu menit"
Bobi, yang mendapat telepon seperti itu langsung saja berlari. Tapi S*al nya ia saat ini berada di lantai satu sedangkan ruangan Leon ada di lantai lima.
Bobi masuk ke dalam lift sambil mengatur nafasnya yang tersengal sengal karena berlari.
Leon mengetukkan tangannya pada meja sambil melirik jam tangannya. Sepuluh detik lagi, jika Bobi masih belum hadir, maka gajinya akan dipotong 10%.
"Saya disini pak haahh hahh" Bobi langsung menerobos masuk ruangan Leon tanpa mengetuk pintu seperti yang biasa ia lakukan. Tanpa memberi waktu Bobi untuk bernafas Leon langsung melemparkan foto Baby pada Leon.
"Apa ini pak?" tanya Bobi sambil menatap Leon dengan tanda tanya di kepalanya. Leon memberinya tatapan mengerikan. "Sepertinya kamu tidak terlalu bodoh untuk mengetahui nama barang itu" ucap Leon
"Ini foto" polos Bobi.
"Bodoh, cepat kamu cari tahu segalanya tentang dia. Jangan sampai ada yang terlewati satu pun."
"T..."
"Jangan banyak tanya, cepat lakukan, dan berikan pada saya" Leon tahu apa yang akan dikatakan Bobi.
"B..baik pak"
Setelah keluar dari ruangan Leon, Bobi bernafas lega. "Pantes aja namanya Leon wong orangnya galak kayak Lion(singa)" Gumamnya.
.
.
Baby saat ini sedang mengadukan kelakuan Leon pada Marvel. Mulutnya terus nyerocos sedari tadi membuat Marvel jadi bosan mendengarnya.
"Abang dengerin Baby gak sih" kesal Baby ketika melihat wajah Marvel yang menahan rasa bosannya.
"Iya Abang dengerin Kok. Kalau abang jadi kamu mungkin abang juga akan melakukan hal yang sama" ucap Marvel sambil menatap Baby.
"Tapi Bang, sekarang Baby bingung harus melamar pekerjaan dimana lagi. Padahal satu satunya harapan Baby cuma di perusahaan itu tapi malah kayak gini kejadiannya"
Marvel menatap wajah sang adik yang kini mulai murung. Marvel mengulurkan tangannya pada wajah Baby sehingga mata mereka bertatapan.
"Semangat dong, masa gini aja nyerah. Abang yakin di luar sana ada pekerjaan yang sedang menunggumu. Yang tentunya bisa menghargai kamu" ucap Marvel berusaha memberi semangat untuk Baby.
Baby tersenyum cerah. "Abang benar, Baby tidak boleh menyerah. Apapun yang terjadi Baby akan terus mencari pekerjaan sampai dapat"
"Nah itu baru adik abang"
Baby memeluk Marvel dengan erat kemudian melepasnya. "Terima kasih ya Bang, Baby sangat beruntung memiliki kakak seperti Abang."
Marvel terkekeh. "Abang juga beruntung punya adik seperti kamu" keduanya saling tersenyum.
.
Beberapa jam kemudian, Leon sudah memegang data data Baby. Leon membukanya dan membacanya satu persatu. Keningnya mengerut sama melihat nama Marvel pratama. kenapa nama sahabatnya ada dalam daftar riwayat hidup Baby. "Mungkin dia Marvel yang lain" pikir Leon.
Leon meletakkan kembali kertas yang berisi semua fakta mengenai Baby Grezyca Aurora. Ia tersenyum puas dengan cara kerja Bobi yang dengan cepat dan begitu mudahnya mendapatkan itu semua.
Leon melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Leon memutuskan untuk pulang, sebelum pulang ia memasukkan kertas itu ke dalam tas miliknya dan membawanya pulang.
.
.
Hari ini Leon tidak akan pulang ke rumah orang tuanya, Melainkan ke Apartemennya sendiri. Leon tidak betah jika harus berada di rumah orang tuanya karena mereka pasti akan menanyakan sesuatu yang sangat dibenci Leon. Seperti, sudah dapat pasangan atau belum? Mau mama jodohin dengan anak teman mama? Dan masih banyak lagi.
Selama ini Leon memang tidak pernah berhubungan dengan wanita, karena dirinya hanya ingin fokus mengembangkan perusahaannya yang kini telah berkembang.
Leon menuliskan paswordnya untuk membuka Apartemennya. Kemudian ia masuk ke dalam.
Leon menghempaskan tubuhnya di atas kasur dengan keadaan masih memakai sepatunya.
Kemudian saat teringat sesuatu, Leon buru buru menegakkan badannya dan mengambil sebuah kertas dari dalam tasnya.
"Permainan baru saja dimulai" ucapnya.
.
.
Baby baru saja pulang dari rumah sakit, ia menaruh sepatunya di tempat sepatu dan segera ke kamarnya. Baby memilih untuk mengistirahatkan dirinya terlebih dahulu daripada langsung membersihkan diri.
Saat Baby sedang tiduran di atas kasur, ia tiba tiba memikirkan tentang Leon. Kemudian baru lah ia sadar tentang pikiran konyolnya itu. Baby mengetahui nama Leon karena ia sudah diberi tahu oleh Sierra tadi pagi.
"Haiss otakku mulai gila karena si Leon itu, kenapa pula aku harus mikirin laki laki itu" Baby mengeyahkan pikirannya tentang Leon.
Tiba tiba ponselnya bergetar, Baby mengambil dan membuka ponselnya.
Mata Baby membelalak melihat isi pesannya. Ini bukan pesan biasa. Melainkan keajaiban. Bagaimana bisa disebutkan keajaiban? Tentu karena Leon yang mengiriminya pesan. Terlebih lagi ia menerima Baby menjadi sekretarisnya.
"Haha gara gara mikirin si Leon nih pasti aku, makanya halu" Baby mengucek matanya dan kembali melihatnya. Tapi yang dilihat tetap sama, hanya pesan dari Leon.
Baby tidak tahu harus senang atau sedih. Di sisi lain ia sangat membutuhkan pekerjaan itu dan di sisi lainnya lagi adalah Baby tidak suka dengan Ceo nya yang sombong itu.
Baby membalas pesan Leon dengan stiker wajah seseorang yang sedang memeletkan lidah. Biarlah ia melepas pekerjaan itu, lebih baik ia memilih bekerja di tempat lain daripada dengan singa galak itu.
Leon yang mendapat balasan seperti itu sangat geram dengan Baby. Selama ini tak ada wanita yang berani berbuat seperti ini selain Baby. Karena setiap kali ia melihat wanita, pasti mereka memuji dan menyukainya.
"Dalam 5 menit, jika kamu tidak menjawab pertanyaan saya. Saya akan mendatangi rumah kamu besok" Leon menekan tombol send dan melempar ponselnya ke atas kasur.
"Dia bilang begitu kayak tahu rumahku dimana saja" ucap Baby. Ia tak lagi membalas pesan Leon. Baby memutuskan untuk segera mandi dan menyegarkan tubuhnya yang seharian ini harus tersengat matahari.
.
.
.
Keesokan harinya, Baby tak lagi bangun pagi seperti kemarin. Kali ini ia bangun pada jam enam pagi seperti kebiasaannya yang dulu. Hari ini Baby tidak membuat makanan untuk Marvel karena semalam Marvel menyuruhnya untuk tidak memasak untuknya. Marvel menyuruh Baby istirahat saja.
Baby hanya menurut saja, tapi ia tetap akan mengunjungi abangnya di rumah sakit. Bagaimana pun sehari tanpa melihat abangnya
Di depan Mata bikin Baby tidak tenang. Tapi setelah melihat abangnya baru Baby tenang.
Baby memakai rok selutut dan kemeja seperti pakaian ketika ia bekerja di cafe dulu. Setelah itu ia memakaikan bando di rambut panjangnya. Setelah puas dengan penampilannya Baby segera keluar dari rumah dan bersiap untuk pergi.
Baby mengunci pintu rumahnya kemudian menyimpan kuncinya di dalam tas nya. Saat Baby berbalik, ia melihat sebuah mobil Lamborgini dengan pemilik mobilnya yang tengah bersender di halaman rumahnya.
"Kenapa dia ada disini?" batin Baby.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!