NovelToon NovelToon

Sugar

Prolog : Meeting

Suara gelas terdengar berdenting dari segala arah. Kebiasan orang yang sedang melakukan cheers di tengah pesta. Suara itu beradu dengan alunan musik jazz dan gosip. Membentuk kebisingan yang berkelas, membuatku ingin menghela nafas.

Bukannya aku tidak suka itu. Pesta adalah tempat untuk bisa bersenang-senang atau sekedar bercengkerama dengan orang yang lama tidak berjumpa. Jika sedang beruntung, deal juga bisa tercapai disini. Namun semua itu sedang tidak menarik bagiku.

Aku tidak suka aroma kuat di tempat ini. Parfum yang bertindihan dengan bau alkohol Dan tembakau. Membuat bingung udara Mana yang lebih baik untuk dihirup. Apalagi hidungku sangat sensitif. Bau sekecil apapun akan terasa sampai kepalaku. Dan aroma pesta ini yang Paling membuatku muak.

Aku juga tidak suka kewajiban untuk memasang senyum sepanjang acara. Berputar mengelilingi seisi ruangan untuk menyapa orang satu persatu. Terkadang berhenti untuk bertukar basa basi. Semua juga saling tersenyum. Padahal aku tahu, semua orang di ruangan ini sama sepertiku. Hanya memasang topeng palsu.

Kami hanya tersenyum sebagai kewajiban. Menyembunyikan diri kami yang sebenarnya. Beberapa memang Ada yang memilih mengekspresikan diri, tetapi pasti Akan berakhir dengan perseteruan. Yang hanya Akan menjadi makanan bagi media. Untuk yang cinta damai sepertiku, lebih baik memilih diam. Larut dalam arus.

Yang terburuk dari semua ini adalah gaun Dan sepatu yang harus kupakai Hari ini. Semua pilihan stylist-ku. Mini dress dengan potongan yang terlalu rendah membuatku harus beberapa Kali menariknya turun. Tidak nyaman jika Ada yang memperhatikan pahaku. Kadang aku juga harus berbicara sambil menutup bagian dada yang sedikit terekspose.

Aku juga merutuk siapapun penemu high heels. Bagian dari kecantikan wanita yang menyakitkan. Rasanya tumitku Akan pecah Dan jariku tersayat rasa sakit. Aku tidak mengerti kenapa rasa sakit semacam ini yang harus menjadi standar kecantikan. Tetapi aku masih harus menjaga agar tidak menampakkannya saat berjalan. Bisa-bisa aku Akan menjadi bahan pembicaraan disini.

Beberapa kali aku melirik arloji gelisah. Berharap waktu cepat berlalu dan aku bisa segera membuat alasan untuk pamit. Hingga mataku menangkap tatapan seseorang sedang memperhatikanku. Tangannya sedang menggoyang-goyang gelas

berisi wine merah di genggamannya. Sedangkan tangan satunya berada di dalam saku.

Jas hitam keluaran Armani dan rambut yang disisir rapi ke belakang memperlihatkan kesan elegan padanya. Sosoknya saja akan membuat banyak wanita rela berhenti sebentar untuk meliriknya.

Aku sudah biasa mendapat perhatian. Dan tahu betul Cara menanganinya. Namun kali ini terasa berbeda. Hingga mataku beradu dengannya, aku merasa bahwa itu tidak biasa. Dia sempat menghantarkan senyum simpul lalu mengalihkan pandangannya pada teman-teman ngobrolnya.

Aku sebenarnya tahu siapa dia. Hanya tahu namanya. Di pesta ini, aku mungkin sudah mengenal semua tamu. Tetapi hanya sekedar pernah mendengar namanya. Dari yang aktor, aktris, penyanyi, produser atau orang lain yang terkenal di industri hiburan.

"Apa kau sudah bosan disini?"

Suara lembut casey berbisik padaku. Mengaburkan lamunanku. Seperti biasa, dia bisa membaca kegelisahanku.

Aku hanya tersenyum dan segera merapatkan badanku padanya. Dia adalah perlindungan bagiku di saat-saat seperti ini.

Casey segera meletakkan gelasnya dan menarikku keluar dari kerumunan, mencarikan tempat perlindungan sebenarnya bagiku.

Balkon adalah tempat Paling umum untuk melarikan diri saat jemu dengan pesta. Aku bisa menghirup udara segar. Menghapus aroma parfum, alkohol Dan tembakau yang kudapat tadi.

Aku bisa melepas topengku sejenak. Mengganti semua kepalsuan dengan pemandangan indah Los Angeles di malam Hari. Yang penuh dengan nyala warna warni lampu. Dan aku bisa menikmatinya semua dengan kesunyian. Menghilangkan seluruh kebisingan di dalam Sana.

Casey sudah memelukku dari belakang. Menghalau angin malam yang dingin dengan tubuh besarnya.

"Aku rasa pemandangan semacam ini tidak buruk juga untuk pesta pernikahan Kita nanti"

Bisik Casey. Menghangatkan hatiku.

Akhir-akhir ini kami memang sedang membahas pernikahan. Kami sudah bersama cukup lama Dan Casey sudah cukup matang untuk menjadi suami.

Casey selalu mengungkapkan detail pernikahan impiannya. Seperti apa aku, seperti apa dia, seperti apa pestanya. Kami sudah membahasnya. Mungkin aku hanya perlu menunggu dia melamarku secara resmi. Memikirkannya saja sudah membuatku bahagia.

"Ehem..ehem..apa aku boleh mengganggu sebentar?"

Tanya Rhodes, teman Casey yang ternyata sudah di belakang kami.

Kami hanya tertawa kecil Dan Casey melepaskan pelukannya.

Mereka berbincang sebentar. Rhodes memiliki aksen inggris yang kental, sehingga aku tidak bisa menangkap dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Lalu Casey pamit untuk pergi dengan Rhodes Dan memintaku menikmati pesta sambil menunggunya.

Aku memilih tinggal. Bayangan kembali ke lantai pesta adalah Hal terburuk yang tidak kuinginkan. Tidak Tanpa Casey di sampingku.

Aku masih menikmati udara segar Nan dingin balkon. Berpikir akan seperti ini sampai Casey mengajakku pulang. Tetapi tiba-tiba bayangan Dua orang yang muncul disana sambil berciuman panas membuatku panik.

Mereka sempat melirikku, namun lalu melanjutkan cumbuan mereka. Memang tidak Ada yang salah dengan yang mereka lakukan di pesta ini, di negara bebas ini. Yang Ada aku yang merasa Tak nyaman. Sehingga memilih mundur secara sukarela kembali ke dalam.

******

Aku terpaksa menghabiskan waktu di salah satu sudut pesta. Hanya Dian Tanpa Ada Hal yang bisa kulakukan. Aku bukan tipe orang yang suka masuk dalam kumpulan. Aku lelah memasang senyum palsu. Apalagi jika mendengarkan mereka membahas gosip sesama rekan. Kadang Ada Hal yang lebih baik tidak diketahui anak bawang sepertiku.

Tempatku juga terlalu jauh untuk mengambil kudapan. Dan semua minuman yang disediakan tempat ini beralkohol. Minuman yang sama sekali tidak boleh kukonsumsi.

Aku hanya bisa duduk Dan bersabar, agar bisa segera pergi dari pesta ini.

Waktu beranjak malam, dan pesta semakin meriah. Musik jazz yang lembut mulai digantikan dengan musik yang beat-nya lebih kencang. Sebentar lagi mungkin akan muncul DJ dan menghentakkan lantai dansa. Orang-orang Akan lebih sibuk menari Tanpa memperhatikan sekitarnya.

Inilah waktu yang kutunggu. Bukan untuk ikut dansa gila-gilaan, tetapi layaknya pukul 12 malam bagi Cinderella. Sudah waktunya pulang. Aku sudah bersiap untuk mencari Casey yang tadi pergi dengan Rhodes.

"Ah..aku sudah mencarimu"

Suara seseorang menghentikanku. Sapaan yang paling aku benci di saat seperti ini. Aku ingin menghindar Dan pura-pura tidak tahu. Hanya saja mustahil jika orang itu tepat berada di belakangku. Namun perasaan itu mereda ketika aku tahu siapa yang memanggilku.

Orang yang tidak akan pernah bisa aku acuhkan. James Park, sutradara berdarah Kanada-Korea. Orang pertama yang membawaku masuk ke industri ini. Perannya sudah seperti seorang Bapak untukku.

"aku juga tidak melihatmu..."

Sambutku langsung memeluknya. Suara tawanya terkekeh.

Aku masih merasakan kehangatan seorang bapak asuh darinya.

"Oh ya...ada yang ingin kukenalkan padamu.."

Sambung James tanpa memberiku celah berbasa basi.

Seseorang muncul di baliknya. Rambut dan pakaian rapi yang familiar bagiku.

"kau pasti tahu, dia Drey.."

James mengenalkan orang itu. Orang yang beradu pandang denganku beberapa jam yang lalu itu mengulurkan tangannya dan dengan senyumnya yang ramah memujiku.

"Luna ya? kau terlihat cantik sekali malam ini"

Pujian itu benar-benar merasuk dalam hatiku. Sebuah metode perkenalan yang aneh. Tanpa menungguku mengenalkan diri dengan benar namun sudah membuatku bersemu malu.

"Terima kasih"

Aku biasanya pandai menyembunyikan perasaanku. Entah mengapa Kali ini pujian Drey membuatku mengeluarkan reaksi spontan. Pasti sudah Ada semu merah muncul di pipiku.

Drey sepertinya menyadarinya. Dia lalu membalasku dengan senyumannya yang daripada manis, lebih condong pada manly.

Aku juga langsung canggung. Tidak tahu harus mengatakan apa. Untungnya James mulai berceloteh dengan cerita kesukaannya, perkenalan pertama kami. Aku sudah bosan mendengarnya, tapi Drey justru sangat tertarik mendengarnya. Aku jadi harus ikut mendengarnya.

Beberapa kali aku menangkap Drey yang diam-diam melirikku. Tatapan yang membuatku salah tingkah. Dia punya Mata biru menawan khas orang Eropa. Memberikanku tatapan intens. Tentu saja bisa membuat hatiku berdesir. Sekaligus memaksaku bersikap pura-pura tidak tahu.

Aku tahu Drey, aku tahu gosip tentangnya, aku juga tahu reputasinya.

Wanita standar sepertiku akan memilih jauh-jauh dari tipe sepertinya.

Aku berharap cerita James Akan segera menemui ujungnya. Karena dia suka bercerita dari awal sampai akhir Tanpa satu detailpun tertinggal. Drey pun sepertinya tidak keberatan mendengarnya.

"Aku benar-benar bangga bisa menemukan permata sepertinya"

Aku sedikit lega ketika James sudah mengucapkan kalimat penutup favoritnya. Sepertinya aku bisa segera mundur dari pembicaraan ini.

"Aku sudah menantikan film kedua ini. Aku adalah fans Breakthrough"

Sambut Drey menyebut film yang tadi diceritakan James.

"Senang mendengarnya"

Jawabku singkat. Berusaha mengakhiri percakapan ini dengan sopan.

Aku sudah hendak berpamitan saat Drey masih mengajukan pertanyaan lainnya.

"Bagaimana proses syutingnya? Apakah sulit untukmu?"

"Tidak, pemain lain Dan kru banyak membantuku"

"Apa kau tidak bisa memberikan spoiler untukku? Apa saja adegan penting di film kedua ini?"

Drey masih belum berhenti. Aku berharap Drey Akan bertanya pada James saja. Dia sangat suka berbicara. Pasti Akan bersedia menanggapi Drey.

Namun James hanya tersenyum saat aku mengirim isyarat padanya bahwa aku bingung bagaimana harus menjawab Drey.

Akhirnya aku hanya bisa menjawab dengan senyuman juga.

Tadinya aku mengira bahwa Drey akan memasang wajah kecewa. Sebaliknya dia justru tertawa seolah kami sedang bercanda. Lalu kembali menatapku dengan matanya yang indah.

Sungguh, yang Paling membuatku takut bukanlah pembicaraan dengannya, tetapi caranya menatap Dan sikap manisnya. Dia sepertinya menyadari bahwa aku tidak terlalu nyaman dengan topik yang dibawanya, Dan dia tidak bertanya lebih jauh.

Dia sungguh persis seperti yang digambarkan orang-orang. Sulit bagi seorang wanita menolak pesonanya.

"Aku selalu menyadari jika gadis Asia selalu punya pesona yang berbeda, Bukankah begitu James?"

Belum selesai aku menguasai diri, Drey sudah melontarkan pujian lain. Sepertinya mudah baginya untuk mengambil hati siapapun yang dikehendakinya. Karena aku juga sedikit terbuai.

Baik tutur katanya, maupun tatapan matanya, semua memang diciptakan untuk menggoda kaum Hawa.

Untungnya, mataku menangkap Casey yang berjalan menghampiri kami. Sepertinya dia sudah selesai dengan urusannya. Dan keberadaan Casey cukup untuk menjaga kesadaranku.

Casey masih sempat menyapa Dan berkenalan dengan Drey. Mengejutkan. Drey juga tahu Cara bersikap pada pria. sedikit basa basi yang mereka ucapkan satu sama lain. Sebelum Casey membawaku pamit untuk pulang.

Untuk terakhir kalinya di malam itu, aku sempat bertukar pandangan terakhir dengan Drey. Hanya beberapa menit kami bicara Dan dia telah meninggalkan kesan yang cukup mendalam bagiku.

Meskipun begitu aku yakin ini Akan jadi yang terakhir bagi kami bertemu. Kami bekerja di bidang yang berbeda. Pesta ini hanya sebuah kebetulan. Dan kami sungguh Dua orang yang berbeda. Aku hanya tidak tahu jika gadis manapun yang sudah tertangkap oleh sepasang Mata biru itu tidak Akan lagi bisa lari darinya.

*****

Casey sibuk bicara di balik kemudi. Kebanyakan bercerita mengenai Rhodes Dan kekonyolan teman-temannya di pesta. Meski terdengar lucu, aku tidak bisa menangkap seluruh ceritanya. Pikiranku lebih sibuk dengan Hal lain.

Mataku berat oleh Rasa kantuk. Sedangkan bayangan pekerjaan besok pagi sudah menghantuiku. Ini sudah lewat dari jam 12 malam. Mungkin hanya Ada 4-5 jam lagi waktu tidur sampai manajerku menjemputku besok.

"Apa kau mendengarku?"

Tanya Casey yang sepertinya menyadari mataku yang tidak lagi fokus.

"Ya, tentu saja"

Jawabku berbohong. Lalu melempar senyuman manis. Aku baru sadar jika aku menghadapi Casey dengan Cara yang sama seperti saat aku berbicara dengan orang-orang di pesta tadi.

Aku terpaksa melakukannya. Casey selalu mengatakan padaku bahwa dia sangat suka dihargai. Terutama ketika sedang bicara. Aku hanya takut ekspresi kecewa Akan keluar dari wajahnya jika tahu aku mengacuhkannya. Untung Casey tidak pernah curiga.

"Aku tadi berbicara dengan Joe, dia bilang menikah dengan suasana adat cukup berkesan. Sepertinya aku jadi tertarik. Bukankah di tempat asal ibumu juga masih menggunakan adat?"

Mendengar Casey menyinggung pernikahan, seketika mataku langsung terbuka lebar. Rasa antusias langsung mengaliri diriku.

Belum lama ini, teman Casey memang menikah dengan Artis India Dan menggelar upacara pernikahan di tanah kelahiran istrinya. Aku juga mengagumi pernikahan itu. Terlihat sakral.

"Ya, tentu saja. Menurut orang tuaku, memang upacara pernikahan sebaiknya dilakukan di tempat mempelai wanita"

Jawabku cepat.

"Mungkin Kita bisa mempertimbangkannya"

Dalam hati aku bersorak. Awalnya aku berpikir pembicaraan mengenai pernikahan Akan rumit. Tetapi ternyata kami memiliki pikiran yang sama. Semua kesepakatan bisa tercapai dengan mudah.

Sekarang aku hanya perlu menunggu Casey melamarku. Memintaku menjadi istrinya, lalu berbicara pada orang tuaku. Mulutku gatal sekali ingin menanyakannya sekarang. Namun aku menahan diri. Takut melukai harga diri Casey sebagai seorang pria.

"Kapan syuting film-mu selesai? Mungkin kita bisa membicarakannya lagi nanti"

Seolah membaca pikiranku, Casey sudah lebih dulu bertanya.

"Satu bulan lagi. Aku hanya perlu melakukan retake untuk beberapa adegan"

Casey hanya menjawab dengan anggukan. Aku sudah bahagia sekali. Bukankah itu artinya Casey sedang meninggalkan clue untukku? Dia mungkin Akan melamarku setelah pekerjaanku selesai. Lagipula aku tahu, Casey juga sibuk dengan pekerjaannya.

Aku sudah membayangkan berbagai macam kemungkinan adegan Casey melamarku. Dia orang yang sederhana Dan praktis. Jadi mungkin tidak Ada lamaran romantis yang wah. Tetapi Casey selalu tahu Cara melakukan yang terbaik.

Obrolan kami terhenti disana. Bersamaan dengan Mobil yang berhenti oleh lampu merah. Di depan Sana aku bisa melihat deretan gedung dengan papan reklame yang besar. Di  Salah satu layar Ada diriku yang menjadi bintang iklan parfum sedang ditayangkan. Aku jadi penasaran, apakah berita pernikahan kami juga Akan ditayangkan di antara deretan gedung ini?

Reminiscing

The scariest things in the world is time.

It keeps moving on whether you want it or not

Mataku menatap kosong ke langit-langit kamarku. Tubuhku rasanya tidak ingin bergerak. Sudah delapan jam aku begini sejak merebahkan diri di kasur semalam.

Aku terjaga sepanjang malam, tanpa merasa lelah ataupun kantuk. Mungkin seperti inilah yang dibilang orang mati tapi hidup. Aku benar-benar tidak memiliki sedikitpun keinginan untuk melakukan sesuatu. Hanya diam begini adalah sebuah kedamaian bagiku.

Suara dering smartphone memecahkan keheningan kamarku. Ini adalah telfon pertama sejak suara pesan masuk yang sudah berbunyi berkali-kali sejak semalam. Walau tidak membacanya, aku tahu pasti isinya adalah kata-kata basi seperti “apa yang kau lakukan?”, “kau baik-baik saja kan?”, atau “apa ada yang kau inginkan?”. Pesan untukku terbatas pada kata-kata itu saja akhir-akhir ini. jadi Meski aku hanya perlu bergerak lima senti untuk mengambilnya, aku tidak melakukannya. Aku masih melakukan kegiatan membosankanku tadi.

Setelah telpon yang kelima, barulah aku bangkit dari tempat tidur dan dengan sengaja menekan tombol reject. Itu adalah cara lain menyuruh si penelpon berhenti selain mengangkatnya.

Pagiku yang indah dan hening sudah terganggu, jadi dengan perasaan manusiawiku yang tersisa aku segera pergi ke kamar mandi. Setelah mencuci muka aku pindah dinas ke ruang tamuku. Setidaknya tidur di sofa masih memberiku rasa hangat matahari, lebih baik daripada terkurung di kamar.

Dari ruang tamuku, setiap orang bisa melihat sebuah foto besar yang dipasang di salah satu sudut dinding. Ukurannya memenuhi seluruh dinding dan pasti tidak akan terlewatkan oleh apapun. itu adalah fotoku, tiga tahun yang lalu. Aku melihat senyum ceria yang tergambar disana. Matanya berbinar ceria dan terlihat bak seorang gadis yang baru melihat dunia pertama kalinya. Penuh kebahagiaan. Sepertinya waktu berlalu begitu cepat hingga diriku tiga tahun yang lalu itu terasa seperti orang asing bagiku.

Dan benar, saat aku mengambil foto itu, tidak pernah terpikir olehku bahwa hidupku akan berubah seperti ini. tanpa sengaja, lamunanku kembali ke masa lalu.

Aku terlahir di Amerika, tepatnya di Kota Seattle. Orang tuaku cukup berada, namun ketika aku berusia 3 tahun, usaha ayahku gulung tikar. Kamipun ber-imigrasi ke Indonesia, tanah air ibuku.

Keuangan kami tidak cukup baik setelahnya. Ayahku harus kembali memulai semua usahanya dari nol. Ibuku bahkan harus bekerja di sebuah redaksi majalah. Namun dari situlah karirku berawal.

Saat aku menemani ibuku, aku diminta menjalani pemotretan menggantikan model yang mendadak tidak bisa hadir. Mendapat bayaran yang sebenarnya tidak seberapa membuatku melanjutkannya.

Aku terjun secara serius dalam dunia modelling. Dari yang kompetisi antar sekolah, menjadi antar daerah, Dan aku memenangi kompetisi model untuk remaja secara nasional.

Uang hasil bekerja sebagai model Dan kompetisi kukumpulkan Dan digunakan untuk membiayai segala macam Les yang tidak bisa dibiayai oleh orang tuaku.

Aku akhirnya mencoba kompetisi di tingkat Asia tahun berikutnya. Dan memenangkannya juga. Mungkin itulah yang dinamakan takdir. Aku mengalami fase yang lebih baik sejak itu. Di kompetisi inilah aku bertemu James Park.

James adalah seorang sutradara film di Hollywood. Dia bilang melihatku di kompetisi model itu. dia langsung jatuh hati pada pandangan pertama. Ada sosok ideal yang keluar dari pikirannya setelah melihatku. James sedang mempersiapkan filmnya waktu itu. begitu melihatku, dia langsung mengganti skenario, memasukkan karakter protagonis perempuan di naskahnya. Karakter itu dibuat untukku. sehingga sehari setelah naskah selesai James langsung menghubungi agensiku, menawari kasting untuk peran itu.

Tawaran peran di film hollywood awalnya membingungkanku. Aku belum pernah mencoba akting, dan hollywood itu jauh dari rumah. jadi sebenarnya menolak adalah keputusan terbaik pada saat itu.

Tuhan hanya mengaturnya berbeda. Karena pada waktu tawaran itu datang aku baru saja libur panjang dari sekolah. Serta suara semua orang mengatakan bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali, aku akhirnya pergi. Kasting pertamaku itu menjadi fenomenal, karena banyak kandidat tersingkir olehku, termasuk artis yang sudah punya nama.

Mungkin dari cerita awal semua akan berpikir itu berkat obsesi James padaku. tapi itu salah. James bukanlah orang yang mengambil keputusan mengenai pemeran. Juri mengatakan bahwa aku sudah melakukan yang terbaik dan diriku saat itu adalah kanvas putih yang siap untuk diwarnai dan dibentuk.

Semua terjadi begitu cepat. Demi mendukung syuting film yang memakan waktu lama, aku pindah ke sekolah ke California dengan menggunakan uang pinjaman dari agensi. James meminjamkan apartemennya untuk aku tinggal. Karena orang tuaku tidak bisa mengeluarkan biaya untuk semua itu.

Dan aku mengalami cerita itu, debut di industri film Hollywood. Tetapi semua tidak berakhir dengan mudah. Semua baru saja dimulai.

Hidup di negara orang di usia muda, tentu tidak akan mudah. Aku harus beradaptasi dengan sekolah Dan lingkungan baru. Apalagi selama tahun pertama aku menjalani proses syuting yang berat. Belum lagi aku juga masih melanjutkan pekerjaan sebagai model.

Aku menjadi tertekan. Hal itu berimbas buruk pada penampilanku Dan aktingku. James yang menyadari Hal itu mencoba untuk membantu. Dia kemudian mempertemukanku dengan orang ini, aktor asal Australia, Casey Dauner.

Casey adalah orang yang hangat dan menyenangkan. Dia banyak bercerita tentang pengalamannya untuk menghiburku. Dia bukan cinta pertamaku, atau pacar pertamaku, tapi orang pertama yang begitu kucintai. Terkadang kami memang harus berjauhan ketika dia pulang ke negaranya. Namun, jarak itu bukan sebuah masalah.

Casey juga yang memberi saran untuk bergabung dengan komunitasnya. Aku bisa bertemu dengan banyak orang. Yang sama-sama berasal dari Indonesia, Dan yang sama-sama merajut mimpi disini. Semua itu membantuku mengatasi tekanan. Dan aku bisa keluar dari penampilan burukku.

Dua tahun yang lalu, film-ku “Breakthrough” akhirnya dirilis. Dengan genre action, film itu cepat disukai orang. Apalagi James memang merupakan salah satu sutradara papan atas disini. Masuk box office, mendapat pujian kritikus dan di-review banyak media.

Aku bukan pemeran utama, namun punya cerita tersendiri di dalamnya. Karakterku, June, putri seorang menteri pertahanan yang berubah menjadi kriminal akibat dendam pada ayahnya meraih popularitas tertinggi.

Penggemarku di sosial media saat itu langsung membludak. Ada banyak fanpage baru untukku dibuat. Tawaran untuk iklan, atau sekedar jadi cover di majalah fashion kenamaan langsung berdatangan padaku bak air banjir. Namaku tiba-tiba ada dimana-mana. Popularitas itu makin membesar setelah aku mulai rajin menghadiri acara talk show  dan membuka cerita yang tak pernah kuperlihatkan di film.

Empat tahun sejak aku datang kemari terasa berlalu dengan cepat, dan hidupku terlihat begitu sempurna. Aku menyelesaikan SMA ku dengan baik, popularitas, kekayaan, serta cinta. Sayangnya itu berlaku hanya empat tahun itu. kini semua seperti sebuah cerita di masa lalu. Ketika lamunanku telah sampai di masa ini, aku baru menyadari bahwa waktu dengan cepatnya berlalu. Aku baru melihat sisi gelap dari kehidupanku itu.

Sebagian kekayaanku kupakai untuk membantu mendanai usaha orang tuaku di Indonesia, agar mereka tidak lagi bekerja. Ayahku yang mengelolanya. Dan awal tahun ini mendadak ibuku yang selama ini tinggal denganku ingin pulang ke sana, membantu ayahku.

Meski sudah hampir berusia 19 tahun, aku tidak bisa jauh darinya. Aku sempat mengajukan pilihan agar semua usaha di Indonesia dikelola-kan pada orang lain. Ayah bisa tinggal dengan kami disini. Namun beliau menolaknya. Ingin menghabiskan waktu tua di rumah. ibuku yang sudah terpisah selama tiga tahun lebih kini memilih untuk bersama. Beliau berpikir aku sudah cukup dewasa untuk menjalani kehidupanku sendiri.

Memang Sudah tidak Ada masalah keuangan lagi, aku juga sudah mapan dengan pekerjaanku. Aku bahkan bisa membeli apartemen yang sekarang kutinggali. Tetapi tanpa keluarga, dan kesibukan membuatku sulit bertemu dengan Teman-teman. Aku mulai merasakan kembali rasa kesepian.

Satu hal yang tetap sama adalah popularitasku yang masih terus meroket. Hari ini saja adalah libur pertamaku selama tahun ini. aku menghabiskan hari-hari di lokasi syuting dan pekerjaan lainnya. film pertamaku dulu sangat laris sehingga dibuat sekuel-nya. Jadwal perilisannya adalah minggu depan.

Dua minggu lalu aku juga baru menerima penghargaan bergengsi. Tawaran pun datang semakin banyak.

Dampak negatif yang kudapatkan dari popularitas yang terus bergerak menuju puncak itu adalah tidak punya privasi. Segalanya tentang diriku diberitakan. Bahkan hanya tentang wallpaper smartphoneku.

Instagram yang baru kubuat juga terus mendapat follower yang bertambah tiap harinya. Tentunya tidak semua adalah fans. Ada haters juga disana. Mereka tidak henti mengirim komentar pedas dan kritikan tak berdasar. Aku bisa mengacuhkannya karena aku tidak biasa membaca kolom comment.

Tetapi ada haters yang paling kubenci, paparazzi. Aku menyebut mereka haters sejak merasa terancam. Kebebasanku, ruang gerakku, semua hilang karena mereka. dan itulah, harga mahal dari segala yang kumiliki.

Aku baru tahu, titik tertinggi dalam hidupku rupanya juga yang terendah. Dan kini fotoku yang sedang tersenyum di depanku itu malah terlihat seperti mengejekku. 

Suara pintu depan membuyarkan lamunanku. Seseorang membukanya dan aku bisa menebak siapa. Hanya beberapa orang punya akses ke apartemen ini dan tahu password apartemenku. Jadi, aku tidak beranjak dari posisi nyamanku. Tetap tergolek di sana tak berdaya melawan kemalasanku. Aku bisa mendengar suara langkah keras dan terburu-buru mendekat ke sofaku. Suara yang familiar.

“kenapa tidak menjawab telponku?”

Suara berat seorang pria 30 tahun-an menggema di seluruh ruang tamu bebarengan dengan suara tas yang dijatuhkan begitu saja menghantam meja.

“kau tahu aku baik-baik saja”

Jawabku malas. Orang itu mendengus mendengar jawaban acuh tak acuhku.

“bagaimana aku bisa tahu? Kau tidak menjawab telponku”

Suaranya lebih keras dari yang tadi, membuat penekanan pada ‘aku tidak menjawab telponnya’.

Akhirnya aku menoleh. Rasa bersalah langsung muncul di hatiku, pada manajer yang telah menemaniku sejak empat tahun yang lalu. Pemuda hitam manis blasteran Jakarta-New Jersey. Dia menetap di Amerika sejak 15 tahun yang lalu bersama ayahnya yang kutahu berkulit hitam.

Hal yang kusukai darinya adalah dia fasih dengan bahasa indonesia dan inggris. Itu penting untuk berkomunikasi di antara kami. Dia selalu tampil rapi demi aku, tetapi pagi ini terlihat awut-awutan dengan lingkaran hitam di matanya. itu bahkan pakaian yang dipakai kemarin hanya dilapisi cardigan abu-abu yang kusut. Dia mungkin mengkhawatirkanku semalaman. Hal terbaik yang bisa kuberikan padanya adalah senyuman. Itu cukup untuk membuatnya mengeluarkan nafas lega.

Setelah itu Daniel pergi ke dapur. aku mendengar suara kulkas dibuka, diikuti dengan suara berisik saat mengobrak-abrik isinya.

“kau makan apa?”

Tanya daniel sedikit tidak jelas karena mulutnya sedang mengunyah roti kering.

“aku tidak lapar”

Jawabku jujur, meski aku tahu dia tidak akan menerimanya.

“mau masakan china, fast food atau pesan masakan Italia saja?”

Tanyanya tidak menyerah.

“Ada sayur asem sama pepes ikan nggak?”

Tanyaku balik dengan tujuan membuatnya berhenti bertanya. Tidak ada jawaban darinya.

Memangnya dimana  bisa mendapatkan makanan itu disini?

Tapi aku memang anti mainstream. Kalau tidak begini Daniel tidak akan berhenti.

“Pulang aja ke Indonesia”

Candanya tidak lucu. Sekarang aku yang bungkam. Tentu saja aku mau pulang. Aku ingin bertemu ibuku, makan masakan rumahan, menghirup udara segar disana. Aku pasti ingin. Tapi tidak bisa.

Setelah menghabiskan roti di kulkasku daniel menghampiriku. Wajahnya kelihatan serius. Ekspresi paling tidak kusuka darinya.

“Kamu gimana?”

Tanyanya tanpa basa basi. Aku tahu kemana arah pembicaraan itu. tetapi aku tidak ingin membicarakannya.

Aku hanya diam dan menghindari tatapan mata Daniel. Tanganku meremas bantal di atas perutku. Dadaku terasa sesak, sulit bernafas. Aku bahkan tidak merasa sedih ketika melamunkan masa-masa sulitku tadi. Tetapi air mata langsung berkumpul di pelupuk mataku jika membicarakan ini.

“mungkin ini yang terbaik untuk kalian, kamu nggak boleh sedih”

Kata Daniel mengakhiri pertanyaannya. Dia kemudian beranjak dan entah sibuk melakukan apa karena melihat air mataku sudah mulai jatuh.

“Bagaimana mungkin ini yang terbaik? Dan bagaimana aku nggak sedih?”

Pertanyaan itu terasa seperti amarah di dalam hatiku.

*********

- 2 Minggu yang lalu -

Aku mematut diri di depan cermin. Aku rasa penampilanku sudah cukup cantik. Hari ini aku Akan menghadiri acara penghargaan Paling bergengsi bagi para seniman di industri perfilm-an. Ini Akan menjadi Kali pertama aku berjalan di atas karpet merah-nya. Sehingga aku ingin tampil sebaik mungkin.

Kebahagiaanku semakin besar karena film ku "The Whisper of The Wall" mendapat banyak nominasi. Termasuk aku. Jadi aku sudah tidak sabar menantikannya.

Sambil menunggu Casey yang akan menjemput, aku sibuk melakukan selfie untuk diposting di sosial media. Aku sebenarnya bukan orang yang suka melakukan ini, tetapi kata Daniel, semua demi penggemarku yang selalu menunggu kabar terbaru dariku.

Baru beberapa detik fotoku diposting, langsung dibanjiri oleh like Dan komentar. Aku tidak sempat membaca isinya saat Casey yang kutunggu akhirnya datang.

Casey selalu tampil rapi dan itu membuatnya tampan. Pantas banyak wanita yang iri aku bisa menjadi kekasihnya. Aku juga bisa bangga dengan itu.

Ada yang berbeda dari Casey hari ini. Tangannya membawa sebuket bunga, membuat jantungku mulai berdebar. Dua bulan yang lalu, sepulang dari pesta Casey bilang ingin membicarakan pernikahan. Menungguku menyelesaikan syutingku. Dan aku mengira bahwa hari itu adalah Hari ini.

Casey mungkin Akan melamarku. Dia tidak pernah membawakan bunga sebelumnya. Dan Hari ini Casey bahkan tidak menyembunyikannya.

Jantungku Makin berdetak tidak karuan saat Casey menyuruh semua orang di ruangan itu pergi meninggalkan kami berdua.

Casey mendekat padaku,

"Kau sangat cantik Hari ini"

Pujinya. Aku rasanya hampir meledak hanya karena kata-kata itu.

Casey kemudian menyodorkan buket bunga di tangannya untukku. Aku benar-benar tidak bisa menutupi senyum yang mengembang di wajahku. Aku sempat mengkhawatirkan hubungan kami beberapa Hari ini. Namun sepertinya semua berjalan dengan baik.

"Ada Hal penting yang harus kukatakan padamu"

Mata kami berdua saling bertatapan. Sudah lama jantungku tidak berdetak sekeras ini. Aku sudah merangkai kata dalam benakku, jawaban apa yang mesti kuberikan pada Casey jika dia memintaku untuk menikahinya.

"Kita sudah lama bersama, jadi..em.. aku rasa Kita tidak cocok Dan lebih baik jika Kita berteman saja mulai dari sekarang"

Aku hanya diam mematung. Rasanya Ada yang salah. Bukan kata-kata itu yang kuharapkan. Jadi aku merasa bahwa mungkin aku salah dengar.

"Huh? Apa?"

*********

Harusnya Hari itu menjadi Hari Paling membahagiakan dalam hidupku. Film-ku menerima banyak penghargaan, bahkan aku menjadi "Best Supporting Actrees". Nyatanya itu jadi Hari Paling buruk.

Casey memutuskan hubungan kami. Dengan alasan yang belum bisa kuterima. Dia mengatakan padanya bahkan tepat sebelum acara besar untukku dimulai.

Alhasil, bahkan aku tidak bisa menangis Hari itu. Aku tidak bisa merusak dandananku dengan air Mata. Atau tiba-tiba batal datang ke acara itu saat aku sudah mengabari bahwa aku pasti hadir.

Meski kami sudah bukan kekasih lagi, Kami bahkan masih berjalan di atas red carpet berdua. Bergandengan Dan bahkan tersenyum di hadapan ratusan kamera. Duduk berdampingan sepanjang acara. Seolah tidak terjadi apa-apa. Karena gosip di industri ini Akan menyebar dengan cepat.

Puncaknya, ketika namaku dipanggil menjadi pemenang, pidato kemenangan yang sudah kupersiapkan sejak kemarin pun buyar. Aku ingin sekali mendeklarasikan cintaku pada Casey, namun kata putus itu menghancurkannya.

Justru saat berdiri di atas panggung, aku bisa melihat Casey. Aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Akhirnya aku menangis. Aku menutupinya sebagai air Mata kebahagiaan. Sambil mengucapkan terima kasih pada siapapun yang namanya terlintas begitu saja di kepalaku.

Aku bahkan tidak bisa merayakan kemenanganku. Air mataku sulit untuk tidak lagi jatuh, jadi aku absen dari Met Gala dengan alasan sakit. Dan menghabiskan seluruh perjalananku pulang dengan menangis. Membiarkan dandanan cantikku awut awutan. Sampai Daniel yang harus memposting piala-ku di sosmed.

Hingga Hari ini, tidak Ada kelanjutan pembicaraan antara aku Dan Casey. Sepertinya dia telah menganggap semua benar berakhir. Dia pulang ke Australia sehari setelah putus dariku, Dan tidak memberi kabar apapun. Tidak juga memberi kesempatan bagiku meluruskan hubungan kami.

Membuatku kehilangan diriku. Tenggelam dalam kesedihan selama beberapa Hari ini.

Broken Wings

Love is poison. A sweet poison.

Yes, but it will kill you all the same

(George R.R. Martin)

------

Pagi ini aku memulai hariku dengan berbeda. Pukul sembilan kurang mobil Ferrari F12 Berlinetta yang kubeli hanya karena suka dengan modelnya itu sudah melaju melintas di jalanan US 101 North South Highway. Jalanan tidak seramai tempatku tinggal. Aku bisa berkendara begitu santai ditemani dengan Up&Up milik Coldplay.

Sementara di sebelahku, Daniel tertidur dengan pulasnya setelah menyetir selama enam jam lebih. Dia bahkan menutup wajahnya dengan selimut kasmir yang dicomotnya begitu saja dari apartemenku.

Kemarin aku membuat permintaan tidak masuk akal. Meminta daniel yang sudah cukup lelah untuk membawaku ke ujung California. Ada tempat yang begitu ingin kudatangi. Dan hanya tempat itu yang akan menghilangkan kemalasanku untuk bergerak.

Kami harus berdebat panjang dan lama mengingat acara premiere minggu depan. Daniel khawatir jika aku akan mengacaukan jadwal dan membuat kerja kerasku selama setahun setengah ini menguap. Namun, aku berhasil membujuknya atau lebih tepat mengancamnya jika aku akan pergi sendirian. Itu akan menjadi lebih buruk.

Mobilku mulai melaju pelan setelah memasuki tujuanku. Sehabis melewati pintu keluar 753, kami akhirnya sampai di sana. Tidak ada pengunjung lain karena hari yang masih pagi dan bukan weekend. Aku familiar dengan tempat ini meskipun mungkin sudah beberapa bulan tidak datang kesini.

Aku memarkir mobilku dan tanpa membangunkan Daniel langsung keluar. Hawa sejuk langsung membelaiku. Aku suka udara segar disini. Anginnya, cahaya mataharinya, bau embunnya, aku tidak akan pernah bosan padanya. Aku melihat sekeliling. Beberapa tulisan mengingatkan dimana aku sekarang. Redwood National and State Parks, Tempat yang memberi kesejukan pada badan dan hatiku.

Daniel yang terbangun dari mimpinya dengan cepat menyusulku keluar mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya mengucek mata. Berbanding terbalik denganku, Daniel sangat tidak suka kegiatan seperti ini. dia lebih suka tempat yang hingar bingar ketimbang hutan yang hanya berisik oleh suara daun diterpa angin.

Tetapi aku tidak peduli. Kakiku sudah melangkah penuh semangat untuk masuk. Aku sengaja datang pagi karena banyak fenomena alam hanya bisa dinikmati sebelum matahari terlalu tinggi. Dan lagi tempat ini baru buka pukul 09.00.

Tujuan pertamaku adalah pusat informasi. Di tempat ini ada banyak kegiatan bisa dinikmati. Mendaki, eksplorasi, bermain di pantai, kemah, tetapi favoritku adalah bersepeda. Aku suka bagaimana angin menerpaku ketika kukayuh sepedaku. Suka saat mataku bisa menikmati hamparan pemandangan yang indah tanpa lelah. Aku terlalu lelah untuk mendaki, waktu terlalu sempit untuk eksplorasi, dan tidak terlalu mood bermain di pantai. Tapi dengan bersepeda, aku bisa menikmati semuanya dengan cara yang lebih sederhana.

"sudah lama aku tidak melihatmu"

Seseorang berlari menyambutku begitu aku sampai di depan pusat informasi. Aku hanya tersenyum menyambut pelukannya. Seorang gadis 27 tahun-an dengan seragam ranger.

"Nat..kau makin cantik saja"

Suara sapaan Daniel memotong reuni kami. Natalie, si ranger itu melepaskan pelukanku dan menyambut Daniel. Berbagai sapaan hangat langsung terdengar dari mereka berdua. Daniel mungkin benci kegiatan alam begini, tetapi dia tidak bisa menolak apapun jika ada Natalie di sana.

"Bisa pinjam sepeda?"

Tanyaku tanpa basa basi. Gantian aku yang memotong reuni mereka. Natalie tertawa renyah, merasa aneh dengan ketergesaanku.

"Kenapa tidak minum kopi dulu?"

Tanyanya menahanku. Dia langsung menarik tanganku dan membawaku masuk ke pusat informasi.

"Aku akan melewatkan banyak hal karena secangkir kopi"

Tolakku mengisyaratkan penolakan halus. Natalie kembali menjawabnya dengan tertawa. Dia tidak lagi bertanya. Dia mengenalku betul dan tahu bahwa aku tidak akan menunggu.

Setelah meminjam sepeda dan meninggalkan Daniel yang lebih memilih minum kopi dengan Natalie, aku langsung menyusuri ruteku.

Redwood sangat luas tetapi tidak semua rute bisa dilalui dengan sepeda. Aku biasa pergi berkendara di Little Bald Hill. Sebuah jalanan yang membawa waktuku kembali mundur.

*********

"Liburan kemana?"

Tanyaku pada Casey yang sedang makan pastanya.

"Redwood, tempat yang pernah kuceritakan dulu"

Jawabnya masih sibuk memutar garpunya mengumpulkan pasta di piring.

Aku mengernyitkan kening. Casey mungkin pernah cerita, tetapi aku sudah lupa, atau tidak mendengarkannya waktu itu.

"Kapan syutingmu selesai?"

Tanya casey yang pada akhirnya melihat ke arah mataku, namun belum menangkap kebingunganku.

"Jam lima"

Casey hanya mengangguk mendengar jawabanku. Dia kembali melanjutkan makannya.

Sementara dengan cepat tanganku segera mengetik di layar smartphone kata "Redwood". Mesin pencari online bisa mengerjakan jawaban yang kubutuhkan. Tetapi yang muncul disana ada bermacam-macam. Terlalu banyak yang menggunakan kata redwood di dunia ini. aku meletakkan kembali ponselku, menyesal tidak mendengarkan dengan baik cerita Casey.

Mataku langsung terbelalak begitu melihat secara langsung "redwood" yang dimaksud Casey. Kantukku akibat syuting sampai jam 5 pagi langsung hilang. Kelelahanku untuk perjalanan 3 jam dari lokasi syutingku juga tidak bisa lagi kurasakan. Aku terlalu takjub. Bukan sensasi seperti orang melihat tempat impiannya untuk pertama kali. Tetapi lebih kepada "what?!". Ini adalah liburan pertama kami, dan tempat pilihannya adalah hutan.

Impianku tentang tempat romantis, candle light dinner dengan musik jazz, bercanda tawa di atas bianglala, atau bergandengan tangan menyusuri pantai, semuanya buyar. Tubuhku langsung lemas menghantam kursi mobil.

Aku hanya mendengarkan Casey ngobrol dengan pemandu. Dia memilih paket "liburan" kami. Aku lebih sibuk dengan wajah cemberutku.

Aku baru menyelesaikan syutingku yang penuh adegan perkelahian. Aku bahkan harus melakukan pemeriksaan rutin atas memar yang kadang kudapatkan dari benturan secara tidak sengaja. Dan sekarang Casey akan membawaku melakukan kerja keras lainnya, mendaki, berkemah, berpetualang untuk liburan 3 hari yang kudapat dengan susah payah. Otakku sudah suram membayangkannya.

Aku Cuma bisa melongo ketika Daniel tiba-tiba muncul. Dengan senyum lebar dia mengantar satu tas penuh perlengkapan berkemah dan mendakiku. Wajahnya berkata 'good luck' dengan sedikit ejekan.

Sama saja dengan teman beberapa teman komunitas yang diundang Casey. Menurutnya berkemah tentu semakin seru jika dilakukan ramai-ramai. Yang bisa bersimpati denganku hanya pacar para mereka yang terpaksa ikut. Mereka sama lelahnya dengan rencana ini.

Pukul 10 pagi Casey membawa rombongan kami untuk melakukan aktivitas pertama kami, bersepeda. Badanku yang masih pegal semua membuatku mengayuh pelan. Aku memilih berada di barisan paling belakang, layaknya anak penyendiri. Casey yang memimpin jalannya rombongan akhirnya melambatkan sepedanya dan mengayuh di sampingku. Dia mungkin baru melihat kekecewaan di wajahku.

"Kalau mengayuh seperti itu kau baru akan sampai besok pagi"

Candanya, atau sindirnya.

"Liburan yang menyenangkan"

Aku juga berkata sarkasme. Untuk pertama kalinya semenjak jadian, aku menunjukkan kemarahan.

"Yeah..memang menyenangkan..kita bisa menikmati kesegaran alam setelah sesak dengan kepenatan kota"

Jawabnya kemudian. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Aku bingung apakah dia sedang menjawab sarkasmeku karena menangkap amarahku atau malah menganggapnya sebagai pujian.

Namun satu hal yang pasti, dia adalah pria baik yang membuatku harus menelan lagi kekesalanku. Bagaimana bisa aku berkata buruk padanya. Aku menyerah dengan kemarahanku dan melanjutkan kayuhan sepedaku mengikutinya.

Aku mencoba mengambil sisi positif dari semua ini. rasa penatku memang sedikit hilang seperti yang dikatakan Casey. Bald Hill Roads yang kami lewati dikelilingi hamparan padang rumput yang hijau. Udaranya sangat sejuk dihasilkan dari pepohonan yang mengelilinginya. Matahari yang hampir berada di atas kepala juga terasa hangat. Badanku mungkin semakin lelah, namun pikiranku menjadi lebih segar.

************

Sepedaku berhenti di sepertiga perjalanan. Aku meninggalkannya di pinggir jalan dan berjalan ke hamparan padang rumput yang masih sedikit basah oleh embun. Aku langsung merebahkan tubuhku. Rasa dingin merasuk ke kulitku. Mungkin ada kerikil dan hewan kecil di sana membuat ketidaknyamanan. Tetapi aku merasa ini sensasi yang lebih menyenangkan ketimbang kasurku. Silaunya matahari juga terasa lebih lembut daripada cahaya lampu kamarku. Hatiku berdesir mendengar suara angin yang lewat.

Akhir-akhir ini aku sulit tidur dan makan tidak teratur. Dan sekarang kantuk menggelayut di mataku. Aku juga baru ingat jika hanya menelan sepotong sandwich pagi ini. aku baru ingat belum melakukan pemeriksaan rutinku ke dokter, tidak pergi olah raga, dan aku juga kelupaan minum vitaminku. Hidupku sangat kacau beberapa waktu ini. Aku baru menyadari semua itu.

Semua kesadaranku kembali sama seperti kerinduan di hatiku. Hamparan hijau di mataku hampir sama dengan ladang di dekat rumahku di Indonesia. Kesejukan yang kudapatkan disini sama dengan segarnya udara di sana. mungkin kenyataannya memang aku berada terlalu jauh dari rumah. bahwa sebenarnya aku masih terlalu muda untuk menjalani kehidupan di sini. Hingga ketika jatuh dan membentur sisi kehidupan yang paling bawah, sulit bagiku untuk bangun lagi.

Aku bangkit dari tidurku. Sudah saatnya aku bangun dan mulai mencari tahu bagaimana mendapatkan diriku yang biasanya. Kukeluarkan smartphone-ku. Sudah lama sejak aku membersihkan isinya. Kubuka galeri fotoku. Aku bukan orang yang terlalu suka mengambil foto. Namun di dalam galeri itu penuh dengan kenangan. Yang banyak mengisinya hanya satu orang, pemilik senyuman sehangat matahari itu.

***********

"Berhenti mengambil foto"

Protesku pada Casey yang tidak hentinya membunyikan kamera smartphoneku. Dia hanya tersenyum dan seperti biasa selalu menjawab bahwa mengambil fotoku adalah sebuah hobi baru baginya.

Aku benar-benar sudah lupa dengan kemarahanku tadi. Semua hilang ketika kami duduk di rerumputan yang masih berbau tanah basah ini. aku mulai bisa menikmati angin Bald Hill yang tidak terlalu kencang dan dingin. Mendengar bagaimana angin itu menggoyangkan rerumputan. Mengingatkanku pada lagu Ebiet, Berita Kepada Kawan. Orang tuaku suka sekali memutar lagu itu. disana ada lirik mengenai 'rumput yang bergoyang'. Cukup nge-tren di Indonesia.

"Ada rusa.."

Teriak casey membuyarkan lamunanku. Dia sudah bergerak lebih dulu untuk mengambil foto. Aku dan yang lain langsung ikut berlari menyusulnya.

Ini bukan pertama kalinya aku melihat rusa, tetapi kalau yang sebesar itu baru sekarang ini. Casey bilang memang sebuah keberuntungan bisa melihat rusa di sini. Itu juga salah satu alasannya melalui jalur ini. tetapi dia melarang kami mendekat. Meski bukan bianatang buas, rusa disini masih liar. Aku hanya bisa mengaguminya dari jauh dan hasil jepretan Casey.

Tempat kemah kami di Area kemah yang lumayan bagus, tetapi tidak ada listrik disana. Kami menghabiskan sisa waktu kami di sore hari dengan membangun tenda.

Kami membawa persediaan makanan langsung jadi untuk malam ini, jadi tidak perlu memasak. Seperti layaknya kegiatan kemah yang lain, kami menghabiskan malam dengan bermain api unggun.

Aku sudah bisa mengambil sisi positif lain dari liburan ini. Aku menjadi dekat dengan Teman-teman komunitas yang diundang Casey kemari.

Aku juga baru ingat cerita lama casey yang tidak kudengarkan tentang redwood. Ini adalah tempat favoritnya menghabiskan waktu sejak datang ke California. Awalnya Casey kemari karena penasaran dengan pohon tertinggi. Tetapi setelah itu dia jadi ketagihan untuk kembali.

Dia kembali menceritakan pengalamannya di sana malam itu. tidak ada rute pendakian di redwood yang belum pernah dicobanya. Mendengar cerita itu membuatku sadar, inilah dunia Casey yang harus kukenali.

Kami memulai pendakian esok paginya pukul 8.00 pagi. Casey menunggu seorang ranger yang akan memandu kami. Meski sudah berpengalaman, Casey tidak mau ambil resiko membawa 7 orang sendirian.

Tidak seperti yang kubayangkan, yang akan memandu kami adalah seorang wanita. Masih di usia 20-an dengan mata berwarna almond dan rambut pendek kemerahan. Tingginya mungkin hampir 175 cm dengan badan yang tak terlalu kurus. Logatnya sangat halus dan lugas. Aku paling suka lesung pipitnya yang terasa begitu ramah ketika tersenyum.

"Namaku Natalie, aku akan menjaga kalian hari ini"

Dia memperkenalkan dirinya dengan gayanya. Dan kata-kata itu membuatku bisa bergantung padanya.

Rute yang dipilih Casey untuk pendakian adalah Coastal Trail. Untuk kesana, kami diantar lebih dulu dengan RV. Kata casey hanya butuh 6-9 jam untuk pulang pergi. Dan lagi, rute ini berada di sepanjang pantai. Rutenya tidak terlalu sulit dengan banyak view.

Semua itu bukan sebuah rayuan belaka dari Casey. Kami melewati anak sungai, pantai dan juga old-growth redwoods yang terkenal itu. tetapi bukan berarti aku melalui pendakian bertamaku ini dengan penuh cerita bahagia. jalan di sana licin dan berkabut. kondisiku yang tidak fit karena kelelahan membuatku harus berhenti beberapa kali. Natalie juga terus menjagaku untuk menyodoriku coklat atau gula ketika wajahku mulai pucat. Aku jadi akrab dengannya karena itu. Setelah kembali ke tenda, aku langsung tidur dan bangun saat kami pulang keesokan harinya. Aku bahkan tidak bisa bergerak selama seharian di apartemen.

Kukira liburan pertamaku di redwood akan membuatku kapok. Aku sudah mengalami banyak kesulitan di sana. aku salah. Setelah itu aku dan casey selalu menghabiskan liburan kesana. Casey mengajakku mencoba rute pendakian lainnya. baru kusadari jika Coastal Trail adalah rute tersulit. Dan dari semua petualanganku di sana, favoritku adalah bersepeda di Bald Hill Roads. Namun, kenyataannya adalah karena di sana ada Casey.

***********

Tanganku berhenti menggeser layar smartphone ketika melihat fotoku yang menunjukkan ekspresi cemberut. Foto yang diambil ketika pertama kali aku datang kemari. Mungkin usianya sudah 2,5 tahun.

Aku sudah merasakan perubahan itu. bagaimana ketika aku menganggap ide berlibur ke hutan lindung seperti ini sangat tidak masuk akal hingga tiba-tiba pergi kesini sendiri. Aku mungkin menjadi berbeda tanpa kusadari. Semuanya karena 2,5 tahun ini, tidak, mungkin lebih lama dari itu, ketika aku mengenal Casey.

Sesak di dadaku akhirnya membuncah. Aku mendekap smartphoneku dan mulai menangis. Kukeluarkan hingga suaranya memenuhi hamparan padang rumput yang tenang ini. aku terus menangis sendirian membiarkan air mataku membasahi rumput layaknya embun. Rasanya perih di hatiku ikut terbasuh dengannya. Makin terasa sakit ketika aku ingat waktu selama tiga tahun ini akan terhapus begitu saja.

Tanpa kusangka, kisah cinta antara aku dan casey memang telah berakhir. Ketika semua kenangan indah milik kami kembali berputar di otakku, rasanya hanya perih yang tersisa.

Casey adalah pria terbaik yang pernah kutemui. Dia cukup dewasa untuk menasehatiku, mengarahkanku pada pilihan yang terbaik. Casey tidak pernah bicara dengan nada tinggi padaku, selalu penuh kesantunan. Sifatnya yang hangat dan penuh perhatian membuatku selalu bergantung padanya. Aku yang sudah kehilangan sosok Ayah karena harus tinggal berjauhan, menemukan sosok itu dalam dirinya. Sesuatu yang kubutuhkan.

Aku bahkan sudah membayangkan pernikahan dengannya. Menyangka dia Akan segera melamarku. Dan menjadi suami terbaik yang bisa kumiliki.

Tetapi tidak ada yang sempurna di dunia ini. Casey memang baik, tetapi terlalu baik. aku selalu mengikutinya karena tidak cukup mampu menjadi jahat untuk melawan keinginannya. Kami tidak pernah bertengkar. Sekalipun walau hanya beradu argumen. Dia selalu memikirkan yang terbaik untukku tanpa pernah menyadari bahwa dari sudut pandangku itu tidak terlalu baik. yah, itulah celah dalam hubungan kami. Bukan saling memahami, melainkan memaksakan pemahaman yang sama.

Selama bersama Casey, aku hanya pernah berlibur ke satu tempat, Redwood, tempat favoritnya. Kami selalu makan siang steak dan dinner di restauran Italia langgananannya. Band favoritnya adalah Coldplay yang musiknya selalu diperdengarkan di mobil berulang-ulang. Dia tidak akan membawaku nonton di bioskop. Jika ada film yang ingin kulihat, kami menunggu DVD-nya keluar. Bahkan untuk ulang tahunku, kami selalu merayakannya di tempat yang sama, agensiku. Casey tidak suka dengan pemberitaan tentang hubungan kami, sehingga membuatnya menjadi tidak terlihat sebisa mungkin. Menurutnya, itulah yang terbaik bagi kami.

Ketika akhirnya hubungan yang mulus ini bertemu batu sebesar kerikil di jalan, goncangan yang terasa begitu hebat. Kami tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Dia tidak tahu harus bersikap apa saat aku mulai mengajukan argumen padanya saat aku didera kepenatan oleh popularitasku. Dimulai dari aku menyiapkan liburan ke Hawaii untuk kejutan ulang tahunnya, dan akhirnya dibatalkannya. Lalu rengekanku mencoba menu baru untuk makan. Kemudian ketika aku mencoba berbagi musik favoritku yang menggantikan suara Coldplay di mobilnya. Dari hubungan satu arah dimana aku harus menerima apapun yang disiapkannya, menjadi dua arah. Perubahan itu ternyata tidak bisa kami hadapi.

Hingga untuk pertama kalinya dia berteriak padaku, mengatakan bahwa sikapku membuatnya lelah. Untuk pertama kalinya dia mengatakan bahwa aku tidak bisa memahami keinginannya yang berusaha memberikan semua yang terbaik untukku. dan pertengakaran pertama itu menjadi yang terakhir juga.

Padahal aku sudah meminta maaf untuk Hari itu. Casey meminta untuk putus dariku. Tepat di Hari Paling penting dalam hidupku. Melupakan 3 tahun yang sudah kami jalani. Aku masih tidak mengerti mengapa hubungan sempurna itu akhirnya berakhir karena sebuah pertengkaran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!