Disebuah pemakaman umum, ditengah hujan rintik - rintik terlihat sesosok pria tampan berbadan tegap, dengan setelan jas berwarna hitam tertunduk lesu memandang sebuah batu nisan yang tertulis nama Irene Putri Wiriantara.
Meski sudah delapan tahun lamanya Irene meninggalkan dunia, tapi Alfredo masih belum bisa melupakannya. Sosok Irene begitu kuat melekat didalam hatinya. Nama dan semua kenangannya masih terpatri kuat disana.
Dalam hati kecilnya Alfredo masih belum rela wanita yang telah menghabiskan hidup bersamanya selama empat tahun tersebut meninggalkannya dan anak semata wayangnya Samuel untuk selama - lamanya.
Diusapnya makam yang terukir nama istrinya tersebut dengan mata nanar. Masih teringat jelas senyum indah dan kebahagiaan yang terpancar dari wajah Irene saat dirinya dinyatakan hamil.
Meski kehamilan tersebut harus dilaluinya dengan berbaring ditempat tidur karena lemahnya kondisi kandungan tidak membuat Irene bersedih hati.
Senyuman yang selalu terpancar dari wajahnya, membuat keluarga semakin mensupport Irene untuk selalu kuat selama kehamilan yang tidak mudah tersebut.
Dengan terisak Alfredo memeluk makam Irene. Air hujan yang jatuh membasahi tubuhnya tidak dia perdulikan. Saat ini Alfredo hanya inggin mencurahkan rasa rindu yang ada dihatinya.
Dengan suara parau dia mulai berkeluh kesah kepada sang istri, menceritakan berbagai macam kegundahan yang menganjal dalam hatinya, seperti yang selama ini dia lakukan saat Irene masih hidup.
Alfredo baru beranjak ketika hari mulai gelap. Dengan langkah gontai dia menuju ke mobil yang diparkirnya di depan area pemakaman.
Dipandanginya lagi makam tempat Irene beristirahat, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan tempat pemakaman.
Sementara itu, disebuah rumah mewah terlihat seorang wanita berusia tiga puluh delapan tahun, dengan rambut ikal pendek sebahu menggunakan gaun merah tanpa lengan terlihat berjalan mondar - mandir didepan pintu sambil sesekali pandangannya mengarah keluar jendela dengan perasaan gelisah.
Dia adalah Vera, istri kedua Alfredo penganti Irene. Vera merasa sangat senang saat mendengar suara mobil Alfredo memasuki halaman rumah.
Tapi senyum yang terukir diwajahnya tersebut tidak bertahan lama saat dia melihat baju suaminya basah kuyup.
Dengan penuh amarah, Vera segera memberondong Alfredo dengan berbagai macam pertanyaan.
Bukannya menjawab, Alfredo hanya diam dan berjalan melewati Vera begitu saja tanpa berbicara maupun menoleh. Hal tersebut tentu saja membuat Vera semakin naik pitam.
Dihancurkannya seluruh isi meja makan yang telah ditatanya apik. Malam ini rencananya Vera inggin memberikan Alfredo kejutan dengan menyiapkan makan malam yang romantis.
Bahkan dari pagi Vera sudah berjibaku didapur guna menyiapkan sendiri berbagai macam makanan kesukaan suaminya tersebut.
" Ini semua pasti gara - gara wanita s****n itu ", umpat Vera
" Sudah mati saja masih merepotkan ", teriaknya geram.
Vera yang masih belum puas melampiaskan amarahnya segera menyusul Alfredo kedalam kamar dan membanting beberapa barang yang ada di dalam kamar sebagai pelampiasan.
Alfredo yang sudah terbiasa dengan tingkah laku Vera hanya diam tidak menanggapinya. Dia segera masuk kedalam kamar mandi, melepaskan bajunya, dan berendam didalam bath up yang berisi air hangat untuk menenangkan tubuh dan otaknya.
Sedangkan Samuel, anak semata wayangnya yang memiliki kamar bersebelahan memilih memasang headsheet dan mendengarkan lagu - lagu favoritnya dibandingkan dengan mendengarkan jeritan dan teriakan mama tirinya tersebut setiap kai bertengkar dengan papanya.
Dikamar lainnya, Mia, maminya Alfredo hanya bisa menghela nafas panjang setiap hal tersebut terjadi. Sebenarnya Mia sempat menentang pernikahan antara Alfredo dan Vera, mengingat Vera bukanlah sosok wanita yang baik menurut pandangan Mia. Tapi karena Alfredo bersikeras untuk melaksanakan surat wasiat dari Irene, menantu kesayangannya tersebut akhirnya Mia dan suaminya terpaksa memberikan restu, dengan harapan sifat Vera bisa berubah.
Tapi seiring berjalannya waktu sikap Vera bukan berubah menjadi baik, tapi malah sebaliknya, semakin bertambah buruk dan semena-mena.
Setiap dia bertengkar dengan Alfredo, Vera selalu melampiaskan kekesalannya tersebut kemertua dan anak tirinya.
Mia yang sakit - sakitan semenjak ditinggal mati oleh suaminya tidak bisa berbuat apa - apa saat melihat cucu tersayangnya tersebut disakiti.
Dia hanya bisa menarik nafas panjang dan mengelus dada menanggapi kekejaman menantunya tersebut.
Mia sempat mengadukan hal tersebut kepada anaknya, Alfredo, tapi yang terjadi malah semakin buruk.
Vera semakin kejam dalam menyiksa Samuel. Sehingga, sejak saat itu Mia tidak pernah lagi memberitahukan perbuatan Vera kepada Alfredo, dengan harapan cucunya bisa menjalani kehidupan dengan tenang.
Untungnya Samuel termasuk anak yang penurut dan tidak macam - macam serta sudah bisa mandiri. Sehingga dia tidak terlalu bergantung dengan mama tiri ataupun pembantunya. Hal tersrbut sedikit banyak melegakan Mia, karena sang cucu tidak harus selalu berinteraksi dengan mama tirinya tersebut.
Setelah pertengkaran orang tuanya semalam, pagi ini Samuel harus menerima pukulan dan teriakan caci maki dari mama tirinya.
Vera yang sangat kesal dengan Alfredo mula semalam memukul Samuel secara membabi buta. Anak kecil tersebut hanya bisa menangis sambil telungkup dilantai merasakan pukulan dan tendangan yang dilakukan oleh Vera.
Setelah puas melampiaskan amarahnya, Vera segera keluar kamar menuju mobilnya dan meniggalkan rumah. Dengan kondisi seperti ini bisa dipastikan bahwa Vera untuk beberapa hari kedepan tidak akan pulag kerumah.
Hal ini tentunya cukup bagus bagi Samuel, karena beberapa hari kedepan dia tidak akan bertemu dan merasaka amarah dari mama tirinya tersebut.
Mia dan beberapa pembantu segera menuku kamr Samueal selepas kepergian Vera, dan segera merapikan barang - barang yang berserakan serta berusaha menenangkan anak kecil yang masih telungkup di lantai sambil menangis sesenggukan tersebut.
Sambil berlari kecil, Mia segera menghampiri dan memeluk cucu semata wayangnya yang masih berada di lantai tersebut sambil berlinangan air mata.
Hatinya terasa teriris - iris setiap kali mendengar tangisan Samuel, sedangkan dirinya tidak bisa berbuat apa - apa terhadap kekejaman yang dilakukan oleh menantunya tersebut.
" Kalau mama tidak sayang sama aku, kenapa aku dilahirkan nek..?", ucap Samuel sambil sesengukan didalam dekapan sang nenek.
" Mama itu sebenarnya sayang banget sama Sammy, cuma cara pengungkapannya saja mama yang salah ", ucap sang nenek berusaha menenangkan.
" Maafin mama ya sayang", ucap Mia sambil mengecup pucuk kepala Samuel.
Samuel mengiyakan ucapan sang nenek sambil tersenyum, meski hatinya masih menangis, tapi dia juga tidak mau melihat kesedihan dimata sang nenek.
Dengan tubuh yang masih terasa sakit akibat pukulan tersebut, Samuel berusaha tetap tegar dan mulai berdiri menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap - siap berangkat ke sekolah.
Seharian ini Samuel tidak konsentrasi belajar, badan dan hatinya terasa sakit kalau mengingat perlakuan mamanya tersebut.
Selama ini Samuel selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik, baik itu secara akademis maupun perilaku.
Jangankan mendapatkan hadiah, hanya sekedar ucapan " selamat " saja tidak pernah dia dapatkan keluar dari mulut sang mama.
Sore itu, seperti biasa Samuel diantar ketempat kursus oleh supir. Bukannya masuk kedalam kelas, Samuel malah berbelok kearah sebuah taman yang ada disamping tempat kursus.
Di sebuah bangku putih dibawah pohon rindang, Samuel menatap langit yang berwarna biru cerah.
Diatas pohon terlihat seekor induk burung yang lagi menyuapi anaknya dengan cacing tanah yang baru saja dia dapatkan.
Melihat hal tersebut hati Samuel terasa sakit dan tanpa terasa air matanya mulai jatuh dengan derasnya.
Felicia sedang berjalan menuju cafe miliknya dengan wajah berseri - seri penuh kebahagiaan, sebab proposal skripsinya sudah mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbingnya yang terkenal killer tersebut menghentikan langkahnya saat mendengar suara tangisan anak kecil.
Diedarkan pandangannya kesegala arah tapi tidak ditemui sosok sumber suara. Diapun mulai mempertajam pendengarannya untuk mencari dimana suara tersebut berasal.
Setelah merasa yakin akan suara yang didengarnya adalah nyata, dia mula berjalan pelan mendekati semak yang didepannya.
Felicia cukup terkejut dengan pandangan yang ada didepannya. Terlihat seorang anak kecil laki - laki berusia sekitar delapan tahunan sedang duduk disebuah bangku kecil putih dengan muka yang dibenkan diatas kedua lutut kakinya sambil menangis.
Terlihat beberapa luka lebam ditangan dan kakinya. Perlahan - lahan Felicia berjalan mendekat sambil mengamati keadaan anak yang ada didepannya dengan seksama, mulai dari pakaian yang dikenakan, sepatu, tas, dan jam tangan, semuanya merupakan barang branded yang harganya boleh dibilang cukup mahal, sudah jelas dia adalah anak orang kaya.
Tapi kenapa dia disini sendirian, mengingat tidak ada siapapun ditaman tersebut selaon dirinya dan anak kecil itu.
Apa anak ini habis berkelahi, mengingat banyaknya luka lebam dan memar dikaki dan tangannya. Berbagai pertanyaan berkecamuk dikepala Felicia.
Untuk menjawab rasa penasarannya tersebut, Felicia kemudian berjongkok di sepan anak kecil tersebut.
Dengan suara lembut dia bertanya aambil mengelua kepala anak laki-laki tersebut. Merasa ada yang menyentuhnya, anak laki -laki tersebut segera mengangkat kepalanya. Feliciapun segera memberikan senyuman termanisnya agar anak tersebut tidak takut pada dirinya.
Namun saat dirinya hendak mengulurkan tangan, tiba - tiba anak lelaki tersebut menangis dengan keras. Hal tersebut tentu saja membuat Felicia kaget dan spontan memeluk sang anak dan mengelus kepalanya agar merasa tenang.
Setelah dirasa anak kecil tersebut mulai tenang, Felicia segera mengendong anak laki - laki tersebut dan berjalan menuju cafenya karena dia mendengar suara perut anak tersebut berbunyi yang menandakan dia sedang kelaparan.
Ajeng, pegawai kepercayaan Felicia yang sudah dianggap seperti kakaknya tersebut merasa heran saat si bos datang ke cafe dengan membawa anak kecil. Seingat Ajeng Felicia adalah yatim piatu dan tidak memiliki sanak saudara dikota ini. Saat ini hanya dia dan keluarganyalah yang menjadi keluarga Felicia dikota ini.
Diruangannya, Felicia segera menyuruh Ajeng untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk anak kecil yang ternyata bernama Samuel tersebut, tidak lupa untuk mengambil kotak P3K guna merawat luka - luka Samuel.
Setelah kenyang dan semua luka diobatu, dengan wajah sendu Samuel menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya.
Entah kenapa Samuel lancar bercerita kepada Felicia, padahal mereka baru saja berkenalan.
Mendengar cerita Samuel yang cukup menyedihkan, tidak terasa airmata Felicia menetes di pipi.
Dia segera memeluk Samuel denga erat, dan mengatakan padanya bahwa dia sekarang memiliki kakak yang bisa diandalkan. Jadi kalau ada apa - apa Samuel bisa mencari dan menghubungi Felicia kapanpun Samuel membutuhkannya.
Kata - kata Felicia terasa hangat di dada, Samuel merasa dia sekarang memiliki seseorang yang bisa melindungi dan memberikan semangat kepada dirinya.
Sementara itu, Ajeng yang sedari tadi mendengar pembicaraan Felicia dengan Samuel dari balik pintu juga meneteskan air mata. Dia tidak menyangka anak sekecil itu sudah harus menangung derita hidup seperti itu.
Dia merasa malu sendiri, karena selama ini selalu berkeluh kesah terhadap segala macam permasalahan yang datang. Sedangkan Samuel, anak yang baru berusia delapan tahun tersebut sudah bisa menyikapi permasalahan yang ada dihidupnya secara dewasa.
Samuel segera pamit saat supir pribadinya menghubungi untuke menjemputnya. Karena tempat les Samuel dan cafe Felicia terletak diruko yang berada disatu kawasan. Tak lupa dia juga meminta nomor handphone Felicia agar bisa menghubunginya saat dia merasa kesepian. Felicia tentu saja memberikannya dengan senang hati, karena sekarang dia baru saja mendapatkan seorang adik laki - laki yang yampan dan lucu.
Sesampainya dirumah, Samuel segera berlari menuju kamar neneknya. Dia menceritakan pertemuannya dengan Felicia dengan wajah gembira.
Sang nenek merasa bahagia saat melihat senyuman merekah diwajah cucu kesayangannya tersebut.
Sejak pertemuannya dengan seorang anak kecil bernama Samuel, kehidupan Felicia menjadi lebih berwarna.
Hal positif juga terjadi pada kehidupan Ajeng. Karena rasa sayangnya terhadap Samuel, dirinya sekarang menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Samuel dan neneknya.
Semenjak dekat dengan Felicia dan Ajeng, kesedihan yang ada dalam hatinya karena kurangnya kasih sayang dari kedua orang tuanya sedikit terobati.
Jika Samuel dan neneknya saat ini sedang berbahagia, tapi hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi Alfredo.
Akhir - akhir ini hati dan pikirannya terasa sangat letih. Banyak pekerjaan yang memusingkan dan penuh tekanan memburunya.
Alfredo membenci segala macam bentuk nepotisme dan kecurangan yang terjadi dalam dunia akademis.
Jika hal tersebut terjadi didepan matanya, maka dia tidak akan segan untuk bertindak sesuai aturan yang berlaku.
Tidak perduli siapa orang besar dan berpengaruh yang berada dibelakangnya.
Sikap tegas dan beraninya tersebut sering mendapatkan banyak pujian, tapi dilain sisi juga banyak yang menghujat dan mengatainya munafik.
Vera selaku istri yang seharusnya mendukung, malah mendorongnya untuk keluar dari ideologi yang dianggapnya kolot tersebut.
Ditambah lagi perusahaan yang didirikannya mulai dari nol hampir saja bangkrut akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh kolega sekaligus sahabat karibnya.
Bahkan rumah tangganya dengan Vera, istri keduanya yang sudah dibina selama delapan tahun tersebut saat ini berada diujung tanduk.
Setiap hari rumah tangga mereka selalu diwarnai dengan percekcokan. membuat Alfredo semakin stres.
Disaat demikian, Alfredo merasa kesepian. Dia merindukan sosok Irene, istri pertamanya, ibunda Samuel, yang penyayang dan pengertian.
Tidak pernah sekalipun Irene membantah suaminya. Irene selalu mendukung dan mempercayai setiap keputusan yang diambil oleh Alfredo.
Hal ini berbeda sekali dengan Vera yang egois dan mau menang sendiri.
Jika bukan karena surat wasiat yang ditinggalkan oleh Irene yang mempercayakan Samuel untuk dirawat Vera dan keingginan Irene agar Alfredo menikahi Vera, maka sampai detik ini bisa dipastikan bahwa Alfredo masih menduda.
Alfredo keluar kantor dengan pikiran kacau. Sambil melonggarkan dasinya dia masuk kedalam mobil dan segera memacunya keluar dari kantor.
Rasa kesepian yang begitu dalam dia rasakan. Rumah yang seharusnya bisa dia jadikan tempat beristirahat dan menenangkan pikiran malah menjadi neraka baginya.
Jika tidak ingat Samuel, anak semata wayangnya, Alfredo tidak akan sudi untuk pulang kerumah.
Akhirnya disinilah Alfredo berada, sebuah club malam ternama, menjadi tempat pelarian Alfredo setiap dia menghadapi masalah yang cukup pelik.
Saat ini yang dibutuhkannya hanyalah minuman untuk melupakan semua permasalahan yang ada, meski hanya sejenak.
Alfredo segera duduk dan memesan minuman kebartender.
Walaupun banyak wanita cantik yang berusaha merayunya, mulai dari melemparkan senyuman genit, sentuhan, bahkan ada yang menawarinya sebagai penghangat ranjang, tapi Alfredo sama sekali tidak tertarik
Alunan musik yang cukup keras membuat Alfredo tanpa sadar mulai menggerakkan badannya, meski tak beranjak dari tempat duduknya.
Saat mengedarkan pandangan, tanpa sadar tatapannya jatuh kepada sekelompok remaja yang sedang berkumpul tidak jauh dari tempat duduknya.
Kelompok remaja tersebut tampaknya sedang menyelenggarakan sebuah pesta ulang tahun, hal tersebut terlihat dengan adanya kue tart diatas meja.
Tatapan mata Alfredo berhenti ke sosok gadis belia tinggi semampai, berkulit putih, hidung mancung, bulu mata lentik, dengan rambut pirang ikal sebahu.
Selain cantik dan sexy, segala gerak gerik gadis itu berhasil mencuri perhatian Alfredo.
Pandangan matanya terus mengikuti setiap gerak - gerik gadis yang bernama Felicia tersebut.
Alfredo mengepalkan tangannya geram saat ada seorang lelaki, salah satu teman Felicia merangkulnya.
Sedangkan Felicia yang sudah berada dibawah pengaruh alkohol, terus meneguk minuman yang disodorkan laki - laki disampingnya tersebut sampai habis sambil sesekali mengoyangkan badannya mengikuti alunan musik yang ada.
Alfredo tersenyum sendiri saat melihat Felicia melakukan sesuatu yang dianggap konyol. Segala tingkah laku Felicia malam ini menjadi hiburan tersendiri bagi Alfredo.
Rasa penat yang ada pun berangsur mulai menghilang. Hatinya terasa hangat setiap melihat senyuman yang tercetak dibibir manis Felicia, meski senyuman tersebut bukan untuknya.
Tiba - tiba Felicia beranjak dari tempat duduknya menuju toilet dan tanpa disadarinya, Brian, lelaki yang ada disamping Felicia tadi membuntutinya.
Melihat hal tersebut, Alfredo juga bangkit dari tempat duduknya dan mulai mengikuti kemana arah Felicia pergi.
Saat keluar dari toilet, tiba - tiba kepala Felicia terada pusing, dia berjalan sempoyongan hingga hampir jatuh.
Brian yang memang sudah menunggunya diluar toilet langsung menolong Felicia yang hampir jatuh dan menyandarkannya ke tembok.
Felicia yang merasakan gelagat aneh dari Brian mulai panik. Apalagi saat Brian berusaha untuk melecehkannya, Felicia yang kaget dengan tindakan teman laki - lakinya tersebut secara spontan mendorong tubuh Brian, tapi tidak berhasil, mengingat tenaga Brian lebih besar darinya.
Felicia terus berteriak minta tolong sambil menangis, berharap ada orang yang lewat dan menolongnya.
Alfredo yang sempat terkecoh dengan adanya tanda dilarang masuk yang dipasang Brian diarea jalan menuju toilet segera berlari saat mendengar suara minta tolong dari Felicia.
Alfredo merasa geram saat melihat Brian berusaha untuk mencium Felicia dan segera menghajarnya agar melepaskan gadis itu.
Brian yang merasa terpojok dengan wajah penuh luka akibat pukulan Alfredo segera melarikan diri.
Sedangkan Felicia yang berada di bawah pengaruh alkohol mulai tidak sadarkan diri.
Alfredo yang melihat hal tersebut segera melepaskan jasnya guna menutupi tubuh Felicia dan mengendongnya keluar dari club menuju parkiran mobil.
Sesampainya di parkiran, Alfredo segera membawa Felicia masuk kedalam mobil.
Alfredo berusaha mencari identitas gadis tersebut didalam tas kecil yang dibawanya. Namun dia tidak menemukan apapun.
" Dasar gadis b***h, bagaimana bisa dia tidak membawa tanda pengenal sama sekali. Masa cuma ada uang dan ponsel. Itupun ponselnya dipasword lagi, jadi tidak bisa dibuka ", batin Alfredo geram.
Dipasangkannya sabuk pengaman kebadan Felicia dan segera memacu cepat mobilnya menuju apartemen pribadi miliknya.
Karena tidak mungkin baginya membawa gadis itu kerumah atau meninggalkannya begitu saja di jalan.
Sesampainya di apartemen, Felicia segera dibawah kekamar.
Tiba - tiba Felicia memuntahkan semua yang ada diperutnya.
Alfredo yang melihat baju Felicia basah karena terkena muntahan segera melepaskan baju tersebut dan kemudian menyelimuti tubuh Felicia dengan selimut tebal agar hangat.
Sedangkan dia sendiri segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya yang kebetulan terkena muntahan tersebut.
Cukup lama Alfredo berendam didalam bath up sambil berusaha menenangkan gejolak yang ada. Tapi tampaknya hal tersebut tidak terlalu berpengaruh.
Bagaimanapun juga Alfredo adalah laki - laki normal, melihat lekuk tubuh dari gadis yang membuat hatinya berdebar tersebut tentunya membuat sesuatu dari dalam tubuhnya bergejolak.
Keluar dari kamar mandi, Alfredo segera berganti pakaian dan menuju ruang tamunya.
Diambilnya sebotol minuman keras dari dalam kulkas, agar pikirannya teralihkan.
Entah berapa banyak botol yang dia habiskan, sampai akhirnya mulai masuk kedalam kamar dan terlelap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!