NovelToon NovelToon

Kekasihku, Asisten Adikku

Amukan Cowok Ganteng

"Kau pikir apa ini semua?" Excel melayangkan tatapan penuh amarah kepada adiknya, asistennya dan juga Tanna. "Apa tujuanmu melakukan semua ini, ha?"

Suasana resto yang semula hangat kini berganti mencekam. Saat Excel membalik meja resto setelah tahu bahwa Jen mengatur acara makan siang dengan Tanna.

"Maaf Kak!" Cicit Jen yang baru pertama kali mendapat amukan semengerikan ini dari Kakaknya. "Jen hanya membantu Kakak melupakan-"

Excel berkacak pinggang, menggulirkan sorot mata penuh amarah, "Aku tidak perlu bantuanmu, Jen! Aku tak akan pernah melupakan dia, asal kau tahu itu!"

Excel berganti menatap Naja, asisten Jen yang menyusun semua rencana ini. "Dan kau," telunjuk Excel melayang tepat di samping tubuh Jen. Dimana sebelah tubuhnya terlihat, Naja hanya menyembunyikan wajahnya yang sudah tak karuan rupanya. Gemetar dan pucat.

"Kak, Naja tidak salah! Aku yang memintanya, dia hanya mengusulkan saja makan siang kali ini!" Jen melindungi Naja dengan tangannya. Penuh permohonan Jen menghiba di depan kakaknya.

"Ya, dan itu semua salahnya! Siapa dia hingga dengan berani mencetuskan ide gila semacam ini?" Lagi, gelegar Excel menggema memenuhi seluruh resto yang kosong. Sebab Tanna memesan secara khusus tempat itu.

"Kak, Naja sudah bersama kita sejak lama! Dia temanku, bukan orang lain!"

"Dia hanya temanmu, tapi kau memilih membela dia dari pada aku yang menghabiskan seluruh hidupku bersamamu, iya?"

Excel merapatkan giginya, dibalik rahang yang mengeras. Diraup bibirnya dengan kasar, seiring napas yang menderu.

"Dan kau," Excel menunjuk Tanna yang membeku dalam ketakutan, melihat Excel yang bukan seperti dirinya saat ini.

"Sampai kapanpun aku akan ingat ini! Aku tidak suka caramu yang seperti wanita tak punya malu! Kau seperti perawan tua yang tidak laku!"

Tanna meremas sisi gaun berwarna ungu pastel lembut menyatu dengan kulitnya. Bibirnya terkatup rapat menahan segenap sakit akibat hinaan Excel. Bahkan genangan air mata tak lagi mampu ia bendung. Lolos begitu saja.

Tatapan tajam Excel begitu menusuk relung hatinya. Sekalipun angkuh dan dingin, Tanna belum pernah mendengar Excel berbicara sebanyak ini, dan sesakit ini.

"Jen, Kakak tidak mau tau, pecat asistenmu sekarang juga! Trik kalian sangat licik dan kekanak-kanakan! Apa kau pikir, Kakakmu ini mainan?"

Jen menggeleng cepat, "Kak, Jen mohon, maafkan Jen! Dan jangan meminta Naja dipecat! Naja tidak salah kak!"

"Terserah kau, jika mau ku maafkan, pecat dia! Dan jangan biarkan wanita ini," Excel menunjuk wajah Tanna, tanpa mengalihkan perhatiannya dari Jen, "memperlihatkan wajahnya di depanku lagi!"

Excel membuang muka, dia begitu geram hingga darahnya seakan mendidih. Excel berjalan keluar resto dengan perasaan kesal. Tak habis pikir dengan sikap adiknya yang sudah melampaui batas. Tak masalah jika selama ini, Jen mengatainya bujang lapuk, perjaka tua, atau cogantala.

Tetapi, mengatur kencan seperti ini, apalagi dengan Tanna. Excel sangat terluka. Mengobati sakit hati dengan hati yang baru bukan cara yang tepat menurutnya. Hanya Mikha yang bisa menyembuhkan semuanya. Hanya jika Mikha mau memberinya alasan pasti, dia -mungkin- bisa menerimanya. Hanya kedatangan Mikha yang membuat hatinya lembut kembali.

Rega membuka pintu mobil saat Excel berjalan dengan cepat dan rahang mengetat. Ekspresi yang sangat akrab baginya.

"Kembali ke kantor," perintah Excel pada Rega, asistennya. Rega tahu apa yang terjadi di dalam. Dia tak menyalahkan Excel atas tindakannya, benar, Jen berlebihan kali ini.

Begitu Excel duduk, Rega segera menutup pintu dan memutari mobil menuju kursi kemudi. Tanpa banyak bicara Rega segera melajukan mobilnya.

Ketiga wanita tanggung itu saling pandang begitu Excel keluar dari restoran, dimana seharusnya Tanna dan Excel makan siang bersama.

Menguras kantong demi Excel, rela di lakukan Tanna. Wanita 24 tahun itu sangat menyukai Excel, tapi kenyataan bahwa Excel memang tak pernah melihat dirinya apalagi ucapanya barusan melukai harga dirinya.

"Jen, aku pulang dulu dan segera berkemas!" Lirih Naja, dia tak mampu menyembunyikan air matanya. Semua ini salahnya, demi sejumlah uang dia mau mengikuti keinginan Tanna. Demi ambisinya akan uang dan demi mengangkat derajat orang tuanya, dia tak berpikir panjang.

"Ja, jangan begitu! Kau harus tetap sama aku! Siapa yang akan mengurus rambutku, bajuku, dan jadwalku? Kau tega meninggalkan aku setelah bersama sekian lama!" Ucap Jen penuh permohonan. Hati gadis itu sangat gundah. Dan juga di penuhi rasa bersalah. Sebegitu inginnya dia melihat kakaknya melupakan Mikha, move on dari perasaan sakit yang membuat kakaknya menjadi sekeras batu, sedingin es.

"Tapi Jen, aku juga tidak mau kau dan kakakmu bermusuhan hanya karena aku. Kak Excel benar, aku hanya orang lain yang kebetulan dekat denganmu. Dan kakakmu, sudah menghabiskan seluruh hidupnya denganmu! Ini tak adil baginya, Jen!" Naja berkaca-kaca. Ia tak tahu lagi bagaimana membujuk Jen, selain melemahkan dirinya seperti itu.

Jen terlihat bingung, semua penting baginya. Naja seperti separuh hidupnya, bersama Naja, Jen tak perlu lagi mengungkapkan isi hatinya, Naja sudah tahu. Naja bagai air jernih bagi Jen, di mata Naja, Jen melihat dirinya. Semangatnya.

"Ja, jika kau pergi, kau juga melukaiku! Kita sahabat kan?" Jemari Jen meraih pertengahan lengan Naja. Sedikit menekan, menunjukkan betapa serius ucapanya barusan.

"Maaf Jen. Tapi kali ini aku benar-benar harus pergi." Naja melepas genggaman tangan Jen. Dia beringsut ke depan Tanna yang masih memaku penglihatannya pada pelataran parkir yang tampak jelas dari balik kaca restoran ini.

"Tanna, maaf semua harus menjadi kacau karena aku! Aku pikir Kak Excel suka kejutan dengan menghadirkanmu, ternyata aku salah!" Di genggamnya jemari Tanna yang masih terkepal. Membantu melerai bentuk nyata sebuah kekesalan, kekecewaan dan sakit hati.

Tanna yang masih terpaku menahan setumpuk amarah dan kekecewaan, mengabaikan Naja. Hanya manik mata yang berlapis soft lens cokelat terang, bergerak mengikuti kemana Naja berjalan. Naja dia bergegas keluar resto, tanpa menoleh lagi. Meski berat hati meninggalkan dua orang yang sangat berarti baginya, dalam perjalanannya mencari rupiah.

"Naja..." panggil Jen sambil memburu Naja keluar resto. Akan tetapi, langkahnya terurung saat didengarnya suara berdebum lirih. Tanna ambruk di lantai, seakan tak mampu menopang tubuhnya. Jen segera berbalik dan mendekati Tanna, "Hei, jangan bersedih! Maafkan kakakku ya! Mungkin suasana hatinya sedang buruk tadi!"

Jen meraih Tanna dalam pelukannya. Wanita ini memang berhati lembut, tapi dia punya tekat sekuat baja. Tanna sudah menyukai Excel sejak masuk bangku kuliah, sejak dia berteman dengan Jen, hingga sekarang, Jen tahu, perasaannya tak pernah berkurang.

Pelukan dari Jen membuat Tanna sedikit tenang, meski dia belum bisa melupakan rasa sakit hatinya. Entahlah, Tanna tidak tahu harus seperti apa nanti ke depannya. Wanita ini belum memutuskan, melanjutkan atau pupus sampai disini.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Haii👋

Simpan di rak saja dulu yak, tunggu banyak, baru kebut baca...🥰

Beri dukungan untuk Author ya...agar semangat dan ngga pindah ke lain hati...🤭😊

Oh ya, budayakan tulis komentar yang membangun...Author yang baik tercipta dari pembaca yang bijak dan smart😊

Apalah aku nih....ngga penting banget juga😂

Pertama 4 bab ya...besok2 nyusut ngga papa lah ya...jujur saja menulis bab awal adalah tantangan...sebuah tanggung jawab, yang harus di selesaikan🤭

Thanks yang sudah mampir... jangan lupa simpan di rak ya✌

Sumpah Membawa....?

Terik matahari terasa begitu menyengat kulit, tapi tak membuat wanita berparas manis itu menghentikan langkahnya. Sneakers putih bersol tinggi menendang udara kosong di depannya. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai macam bayangan.

Sesekali dia mendongak memandang langit yang begitu biru, bersih, seakan sengatan matahari adalah teman bermainnya setiap hari. Bersanding, tanpa saling menyakiti. Bahkan membiarkannya melintasi, memberi ruang bahkan menaungi. Ah, langit mengingatkannya pada seseorang.

Setelah ini apa lagi yang akan dia lakukan untuk menyambung hidupnya dan hidup keluarganya di kampung? Entahlah, sebegitu inginnya dia menaikkan derajat keluarganya, hingga dia dengan angkuh memboyong adiknya menempuh pendidikan di sini. Demi membungkam mulut orang yang telah meremehkannya, dia menjadi gelap mata.

Seakan kehilangan fokusnya, Naja membiarkan beberapa taksi melintasinya begitu saja. Naja menepuk keningnya, "Astaga," gumamnya lirih.

Naja berlari kecil menuju sebuah taksi yang baru saja menurunkan penumpang tak jauh dari tempatnya berdiri. Begitu si penumpang menjauh, Naja langsung menggantikannya. Mendaratkan tubuhnya di jok mobil yang langsung bergoyang saking kerasnya hempasannya.

"Forest City Villa's, Pak!" Ucapnya pada sopir taksi yang langsung mengangguk dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Naja membuang napasnya kasar, mendaratkan kepalanya di sandaran jok mobil. Wajahnya berpaling meneliti jalanan siang kota selalu ramai ini. Seakan berkejaran seperti ingatannya ke masa lalu.

***

"Naja," tutur lembut seorang wanita berusia sebaya ibunya menyapa Naja, "kau dan Syailendra itu berbeda!" Wanita yang melahirkan pria yang amat dicintainya itu, mengukir senyum yang sangat manis. "Kau tahu bukan, kami keluarga terpandang di kota ini! Dan, kamu tidak sebanding dengan kami! Apa kau mengerti?"

Naja menunduk meremas ujung kemeja seragam kerjanya di sebuah mini market. Namun disini, baju itu menunjukkan perbedaan kasta yang begitu mencolok. Menahan airmata yang menumpuk diujung matanya. Sakit karena ucapan itu, membuat tubuhnya bergetar.

"Maaf lama nunggunya, Ja!" Suara yang begitu hangat merembet ke telinga Naja. Segera, Naja membuang luka, dan mengangkat wajahnya, tak lupa senyum termanis disematkan disudut bibirnya.

"Ah, putranya Bunda yang paling ganteng sudah pulang," Linda bangkit menyambut anaknya yang masih mengenakan kaos tim futsal kebanggaannya. Lengkap dengan sepatu dan tas menggantung di pundaknya.

Dia menyalami Bundanya setelah meletakkan tas di sofa single, dan duduk di sebelah Naja. "Hei, kenapa kau terlihat murung?"

Ai, begitu Naja akrab menyebutnya, mengulurkan tangannya mengusap pipi Naja. Membuat Naja memundurkan kepalanya, tanpa berani menatap Ibu dan anak itu.

"Tidak apa-apa, hanya lelah menunggumu!" Sekilas Naja menoleh ke arah Ai, dan menunduk menatap ujung kaki telanjangnya. Yang sudah gatal ingin meninggalkan tempat ini.

"Ayo Ja, diminum jusnya! Tante sendiri lho yang buat tadi!" Linda bangkit dari duduknya. "Lendra, nanti malam jangan lupa, temani Bunda ke rumah Shifia, Bunda ada janji dengan Mamanya!"

Tanpa menunggu jawaban putranya, Linda meninggalkan ruang tamu. Lendra hanya tersenyum menanggapi permintaan Bundanya.

"Bunda tidak mengerikan seperti yang kamu pikirkan bukan?" Naja menoleh secepat kilat, namun, ucapannya berhenti diujung lidahnya. Kelu. Saat melihat Lendra mengulas senyum yang selalu melumpuhkannya. Tatapan teduh pria itu membuatnya lemah. Ah, apa cinta selalu seperti ini? Dia hampir gila saat Lendra menggodanya dengan alis yang terangkat, mata sayu dan seakan memanggilnya mendekat.

Lendra meneliti setiap inci wajah gadis yang sangat disukainya ini. Sekali lagi, tangan itu mengulur dan menyibak surai Naja yang menutupi pipi, "Kau kenapa? Apa ada masalah? Ada yang mengganggumu?"

Naja menggeleng, namun mimik wajah penuh keraguan nampak jelas di sana, "Apa kau benar-benar tulus menyukaiku, Ai?"

"Hei, pertanyaan macam apa ini?" Lendra menggeser duduknya mendekati Naja, "harus berapa kali kubilang kalau hanya Naja seorang yang Ai sayangi!"

Lendra membingkai pipi Naja, menempatkan pada fokus matanya. "Ai sangat mencintai Nana!"

Manik mata keduanya saling meneliti, Lendra tak pernah menunjukkan keraguan, tapi Naja sekarang mulai goyah. Ucapan Bunda Lendra begitu menyiksa batinnya. Lembut tapi mengoyak.

Naja menarik sudut bibirnya, lalu menurunkan tangan Lendra. "Kau bau keringat, mandilah, katanya mau ngajak aku jalan hari ini?"

Lendra tertawa, "Hei keringatku wangi, ya!" Lendra mendekatkan tubuhnya ke arah Naja yang beringsut menjauh, hingga tersudut di ujung sofa besar ini. Tubuh Lendra kini tepat diatas tubuh Naja, dengan tangan langsing tapi berotot miliknya menumpu lengan sofa.

Entah sihir apa yang membuat keduanya saling terpikat, hingga Lendra perlahan berlabuh di atas bibir mungil Naja. Naja mengerjap, pertama kalinya, Lendra melakukan ini padanya. Naja begitu gemetar, saat gemuruh dadanya bergelora. "Ini tidak benar," batinnya saat mengingat ucapan Bunda Lendra.

Sekuat tenaga, Naja mendorong tubuh Lendra. Manik mata Lendra terbuka, "Kenapa, Na? Apa kau tidak suka?"

"Bukan!" Naja mengibaskan tangannya, "Bagaimana jika ada yang melihat?"

Lendra tertawa, "Kau sangat manis, Nanaku!" Sekali lagi Lendra mengusap kepala Naja dengan gemas. Membuat Naja kembali terbakar.

"Tunggu sebentar ya, aku mandi dulu!" Lendra tersenyum lalu bangkit meraih tasnya. Naja tersenyum mengantar kepergian Lendra.

"Kau masih belum mengerti dengan ucapan Tante, Ja?" Linda muncul dari tempatnya berlalu tadi. "Kau sungguh tak tahu malu ya! Merayu putra Tante dengan tindakan murahan seperti itu?"

"Apa maksud Tante?"

"Heuh, kau pasti melakukan hal yang sama pada pria lain yang mendekatimu bukan?" Suara Linda tak lagi ada kelembutan. "Dengar Naja! Jangan pernah kau mendekati Lendra lagi. Tante akan menjodohkan dia dengan Shifia. Lebih baik sekarang kau pergi dari sini! Kau tidak diharapkan di rumah ini!"

Naja perlahan berdiri, api di wajah wanita muda ini, menyala dengan hebatnya. "Tante, saya memang orang tidak mampu, tapi, saya tidak pernah  melakukan hal rendah seperti yang Tante tuduhkan! Saya dan Lendra sama-sama saling mencintai, Tante! Jika Tante memisahkan kami, Tante sendiri yang bakalan rugi, bukan saya!"

Naja berkaca-kaca meninggalkan rumah mewah keluarga Syailendra. Wanita bak dewi itu akhirnya menunjukan taringnya. Kepalan kecil jemarinya mendobrak dadanya. Hingga akhirnya, dia tak kuasa menahan bulir-bulir sakit hati yang terlahir sempurna. Basah dan hangat.

"Ai, aku bersumpah, akan kembali kepadamu dengan derajat yang sama! Hingga hari itu tiba kuharap kita tak pernah bertemu lagi."

***

"Maaf Mbak, taksi tidak diperkenankan masuk! Kecuali mendapat izin!" Suara sopir taksi membuyarkan lamuan Naja. Membawanya kembali ke masa kini.

Naja membuka kaca mobil dan mengulurkan kepalanya keluar, "Pak ini Naja!"

Si petugas jaga kompleks seketika bangkit, "Maaf Mbak Naja, bapak ngga tau kalau itu kamu!"

"Ngga apa-apa, Pak! Makasih Pak!" teriak Naja saat petugas jaga itu membuka portal masuk.

Samar terdengar suara penjaga saat kaca mobil kembali naik, merapat sempurna. Hanya isyarat tubuhnya yang menjauhkan telapak tangan dari pelipis menandakan bahwa dia mengerti.

.

.

.

.

.

.

.

Menurutnya Aneh

Excel memasuki ruang kerjanya dengan perasaan gusar, kesal dan marah. Rega yang mengikutinya tampak kelelahan, sehingga dengan segera dia menenggak air mineral yang tersedia di kulkas kecil di sudut ruangan.

Excel sejak berusia 25 tahun sudah mulai di beri tanggung jawab mengurus Star Media, melanjutkan misi tertunda dari papa sambungnya. Meski dengan menjadi pimpinan perusahaan ini, dia harus rela mengubah alur hidup yang sudah di rencanakan sejak memasuki bangku SMA. Dokter, atau ilmuwan adalah mimpinya sejak kecil. Dia tak mampu menolak permintaan Papa sambungnya, Papa yang sudah memberinya segala kemudahan. Kasih sayang dan cinta untuknya, Mama, dan adik-adiknya.

"Masih menolak jika aku bilang kau mencintai Mikha?" Rega membawa botol air mineralnya ke arah sofa berbentuk L di tengah ruangan. Rega melirik sekilas pada pria yang begitu teguh pada pendiriannya.

Excel masih enggan berbicara, dia memilih memejamkan mata, dengan kepala bersandar di kursi kebesarannya, menelisik ke dalam relung hatinya. Setakut ini kah dia pada cinta?

Mikha, satu-satunya wanita yang menjadi temannya. Satu-satunya wanita yang beruntung mendapatkan kesempatan mendampingi Excel. Sebagai calon istrinya.

Apa karena cinta? Bukan tentunya. Dia hanya tidak mau membuat orang tuanya khawatir, lagipula Mikha sudah mengenalnya sejak bangku kuliah, juga putri dari salah satu rekan kerja Harris Dirgantara. Lebih baik daripada harus mencari wanita diluaran sana yang harus melalui proses panjang sebuah perkenalan. Excel tidak mau membuang waktunya untuk hal seperti itu.

Mikha mengatakan bahwa dia sangat senang Excel menerimanya, sebagai calon tunangan. Selama dua tahun lamanya mereka menjalin hubungan, selama itu pula Excel berusaha bersikap layaknya pasangan. Jujur saja, Excel bahagia. Namun, selangkah lagi menuju pertunangan, Mikha memilih pergi, meninggalkan Excel tanpa pamit.

Mengingat ini, mendadak Excel mendidih, tidak terima perlakuan Mikha padanya. "Aku kesal karena dia pergi tanpa berpamitan padaku! Setidaknya kami harus mengakhiri dengan cara yang lebih baik!"

"Oke fix, kau mencintai Mikha! Kau hanya menyangkalnya. Jika kau benci, kau bisa mencarinya, membalaskan dendam, bukan menantinya seperti ini!" Rega memberikan penilaian akan isi hati sahabatnya ini. Yang paling enggan mengakui perasaannya pada Mikha.

Excel menghela napas, lalu menegakkan tubuhnya, "Kembali bekerja, Ga! Kau mau makan gaji buta?"

"Mulai nih, si entong kalau terpojok, larinya ke pekerjaan! Kau harus jujur dengan perasaanmu, itu lebih melegakan daripada harus berpura-pura dan bersembunyi dibalik bayang-bayang dendam dan kebencian." Tegas Rega seraya bangkit meninggalkan ruangan Excel.

Excel meraup wajahnya hingga mengacak rambutnya yang tersisir rapi. Gelombang rambutnya membuatnya berbeda dengan pria lain yang cenderung berambut lurus. Tampan dan berwibawa, meski tubuhnya tak kekar, namun langsing dan tinggi.

Netra indah itu menatap jendela kaca yang menampakkan pemandangan luar gedung. Tak ada yang masuk kedalam penglihatannya, hanya menatap saja. Menjabarkan satu persatu perasaannya yang sulit sekali dipisahkan.

"Inilah mengapa aku benci terperosok dalam perangkap bernama cinta! Menyesatkan dan menyakitkan!" Gumamnya dalam hati.

Hembusan napas frustrasi begitu akrab terdengar, Excel mengalihkan pandangannya mengelilingi ruangan kerjanya. Bayangan Mikha malah lekat berada diantara kosongnya ruangan ini. Dua tahun bersama, masih terasa begitu nyata baginya. Satu tahun perpisahan tak mampu menghilangkan semua kenangan indah akan cantiknya paras wanita itu.

Dan siapa mereka yang berani menggusur memori indah Mikha yang begitu meraja dihati dan pikiran Excel? Perlahan senyum yang membubung tinggi di kedua sudut bibir Excel luruh. Berganti muram yang semakin pekat.

"Gadis bodoh, manja dan tak tahu apa-apa itu sok-sokan mau menggantikan Mikha! Mikhaku yang sempurna!" Kali ini tak mampu terlisan bahkan hanya sekedar gumaman.

Seakan sembilu menggores hatinya. Mikha adalah dua sisi yang membuatnya bahagia dan kecewa, suka dan luka, cinta dan benci juga rindu dan dendam.

Seketika mood pria ini hancur berkeping-keping. Kacau. Sampai sekarang dia bahkan tak bisa melupakan dua sisi perasaannya, bahkan dia harus bertengkar dengan adiknya yang begitu di sayanginya. Hanya demi perasaan aneh pada Mikha.

"Rapat hampir dimulai Cel, masih mau melamun saja?" Rega mengulurkan kepalanya, mengingatkan Excel rapatnya yang sudah tertunda hampir satu jam lamanya.

Terperangah, Excel meraih tabletnya dan beranjak ke ruang rapat. Dibuntuti Rega, Excel mulai membaca lagi point penting rapatnya kali ini.

"Tumben dia sudah bawa model sendiri?" Celetuk Excel saat permintaan si klien diluar kebiasaan para pemakai jasa Star. Star adalah perusahaan periklanan besar, tinggal tunjuk bintang mana yang sesuai dengan konsep iklan, dan, si klien pasti puas dan hasilnya menakjubkan. Produk melejit dan laku keras. Tujuan akhir tercapai.

"Kekasihnya sendiri katanya! Dia juga ingin lokasi pembuatan iklannya di rumahnya sendiri!" Rega kini sudah sejajar dengan Excel.

Excel mencebikkan bibirnya. "Definisi bucin! Cari pemeran pria paling keren, Ga! Kita lihat saja, apa kekasihnya itu bisa berpose dengan baik atau malah merusak iklannya sendiri?!"

Rega mulai sibuk mencari pemeran pria yang sesuai dengan produk milik kliennya. Sambil terus mengikuti Excel.

"Selamat sore, Tuan Tristan!" Sapa Excel dari ujung ruangan. Dengan langkah dari kakinya yang jenjang langsing, Excel berjalan tegap menghampiri Tristan.

"Ini masih siang, Tuan!" Tristan berdiri menyambut uluran tangan Excel dan menjabatnya erat.

"Ah ya, anda benar, saya bahkan belum lama menyelesaikan makan siang!" Dengan lihai Excel menutupi kesalahannya. Terlalu lama mengarungi masa lalu membuat Excel lupa, baru saja jarum jam tergelincir melewati angka satu.

Dengan gerakan tangan, Excel mempersilakan Tristan duduk lagi. "Apa kemauan saya terlalu berat, hingga anda butuh waktu untuk berpikir ulang?"

"Ah, bukan begitu, Tuan!" Sekali lagi Excel dibuat salah tingkah sendiri mendengar penuturan pria berwibawa di depannya. "Kebetulan tadi adik saya mengajak saya makan siang, dan lokasinya jauh dari sini! Jadi, ya," tangan dan kepala Excel bergerak seirama seolah berkata "ya begitulah" atau "anda tau sendiri".

"Adik atau kekasih?" Tristan menyelidik, hingga kepalanya sampai miring ke kanan.

"Saya single abadi, Tuan! Selain Mama dan kedua adik saya, hanya ART yang dekat dengan saya!" Jawab Excel lirih. Sehingga membuat Tristan tergelak.

"Saya paham, anda pasti tak punya waktu untuk memikirkan wanita! Toh, anda tinggal menunjuk satu dari ribuan, dan anda akan mendapat yang paling baik tentunya!" Excel membenarkan ucapan Tristan dengan jemari membentuk pistol.

Bang.

Meski semua itu tidak benar. Dan, Excel menggerutu dalam hati, sebab harus setuju dengan ucapan yang sama sekali tak mencerminkan dirinya. Dia tak suka, sebenarnya, tapi semua demi kejayaan Star.

"Baiklah, mari kita segera mulai! Lebih cepat, lebih baik bukan?" Excel mulai menyalakan tabletnya, dan mulai berdiskusi tentang konsep iklan yang diminta.

Tristan adalah pemilik brand perhiasan yang cukup terkenal. Hampir setiap bulan, dia membuat iklan untuk produk terbarunya. Boleh dibilang, Tristan adalah langganannya, tapi baru kali ini, dia mau menunggu Excel. Pasti demi kekasihnya, cibir Excel dalam hati.

Sesuatu yang menurutnya aneh.

.

.

.

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!