NovelToon NovelToon

Ikrar Cinta Rumi

prolog

Cinta tidak pernah bisa memilih pada siapa kita akan memberikannya, bukan pula karena rupa, ataupun bahkan karena kasta dan garis keturunannya. Namun hati akan memilih langsung, dimana tempat paling pas untuknya berlabuh.

- Rumi Al Fatih -

POV: Rumi Al Fatih...

Kisah ku di mulai di sini, dimana aku tumbuh dari keluarga yang bisa di bilang kental dalam urusan agama.

Aku terlahir dari pasangan suami istri Ustad Irsyad Fadillah dan Rahma Qurrata Aini. di mana Abi ku adalah putra dari seorang kyai, yang memiliki pondok pesantren di daerah Jawa tengah.

Beliau memang memiliki sikap yang tegas namun penyayang keluarga. itu lah Abi ku, Irsyad Fadillah pria paling ku jadikan panutan dalam hidup ku. serta pria yang paling aku hormati.

kenalkan juga wanita paling cantik di Dunia. Umma ku, Rahma... Dia ini dari golongan biasa, bukan anak seorang Gus atau kyai. Hanya putri dari keluarga biasa, namun dia tetap taat kok beribadah.

Satu lagi gadis cantik nomor dua dalam kehidupan ku, duh... Semoga si pecicilan itu tak mendengar aku bicara dia cantik ya... Dialah Nuha Qanita adik ku. Iya kami kembar.

Bersama saudara kembar ku, kami Sedari kecil di didik untuk taat serta disiplin. Seperti saat ini, saat di mana aku mendapatkan sabetan rotan di betis ku karena aku melalaikan kewajiban ku untuk solat berjamaah di masjid.

Dia tetap membantu ku, menyapuhkan obat di betis ku yang memar. Abi memang seperti itu kalau sudah menyangkut masalah Agama, beliau akan tegas. Tidak hanya aku, Nuha pun pernah namun tak sebanyak aku. Dia hanya mendapatkan sabetan satu kali... Kalau aku, sudah pasti lebih dari itu. Ya, tiga kali sih maksimal hehehe.

Dan hari ini, adalah hari ku di rumah, sebelum kembali ke Bandung esok hari. Benar... Aku kuliah di Institut teknologi Bandung. Mengambil S2 di sana... Kenapa aku memilih Bandung sedangkan banyak teman ku yang lebih memilih Kairo Mesir.

Bukan aku tidak minat, namun aku salah satu anak yang mungkin bisa di bilang tidak bisa jauh terlalu lama dari seorang ibu.

Dan aku mudah sakit juga kalau terlalu lama jauh dari Umma... Hahaha kalian benar aku anak manja, melebihi adik ku Nuha. Namun aku tetap mandiri kok. Tenang saja, siapapun kau yang menjadi istri ku aku tetap akan memanjakan mu juga, jadi jangan khawatir ya.

Malam ini ada satu gadis yang cukup membuat ku gugup... Datang menemui adik ku. Sebenarnya kita bisa di bilang saudara, namun jauh. Karena ibunya hanya adik angkat dari Abi ku. Namanya Baitus Shafa. Gadis yang soleha? kalau kata aku sih.

baik hati, dan lemah lembut juga tutur katanya.

ya... dia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam, dan sekarang mengajar sebagai guru madrasah.

Sifatnya yang halus dan pendiam memang membuatnya banyak di kagumi pria salih lainnya. Namun entahlah... Sampai saat ini belum ada pria yang ia terima niat baiknya. Kau ini menunggu siapa sih Shafa? Hehehe.

Ada lagi, gadis lain. Haruskah aku bercerita tentang gadis itu? Tapi baiklah....

Dialah Debby, atau nama lengkapnya Debora Aruan. Gadis itu non muslim, seorang katolik yang keluarganya sangat taat, terlebih-lebih ayahnya adalah seorang pendeta,Keturunan Chinese pula.

namun akhir-akhir ini dia seperti ingin mempelajari Agama Islam lebih dalam. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan niatnya itu.

Namun tingkahnya... MashaAllah, membuat ku gemetaran. Sempat bingung aku, sebenarnya dia itu tipe wanita jenis apa? aku tidak tahu. Yang ku tahu, dia itu terang-terangan sekali mengungkapkan kekagumannya terhadap ku.

Dalam hati ku, apakah dia memang seperti itu? Atau mungkin hanya dengan ku. Hmmm (Rumi tersenyum.)

Ah... Sudah lah. yang pasti, cukup sampai di situ aku mendeskripsikan sedikit kisah ku.

Hingga sebuah pilihan di berikan, ketika Hatiku mulai merasa tertarik dengan salah satunya, namun perjodohan dengan salah satu yang lainnya seolah membuat ku tidak bisa menolak itu.

Jujur aku tidak mau menyakiti salah satu dari mereka, terlebih saat aku tahu isi hati kedua wanita itu. Entah mana yang harus ku pilih...? Dan siapapun itu semoga saja, yang terbaik untuk ku.

🍓

🍓

🍓

Assalamualaikum warahmatullahi wabbarokatuh ❤️🤗...

akhirnya, Kembali dalam sekuel Ikrar cinta ya.

Kali ini Peran utamanya, yaitu anak sulung dari Ustadz Irsyad Fadilah. Rumi Al Fatih.

Sebelum itu, aku cuma mau bercerita sedikit. jujur ambil kisah beda agama itu sebenarnya aku takut...

Takutnya apa? Kadang pesan yang ku sampaikan tak sesuai dengan apa yang orang lain tangkap. Dan akhirnya menyebabkan sesuatu yang mengandung sebuah ujaran kebencian. Padahal aku nggak niat untuk melakukan itu. Apalagi ini karya fiktif ya, sama sekali tidak ada unsur-unsur menjelek-jelekkan suatu kaum ataupun golongan-golongan tertentu.

Jadi, aku si Picisan Imut mohon kebijakan serta kedewasaan kalian dalam membaca. Dan kalian boleh kok kasih tahu aku bagian mana yang seharusnya ku perbaiki, inshaAllah kalau itu nggak kasar aku nggak akan baper hehehe malah dengan senang hati langsung ku ubah.

Semoga konfliknya nggak nyesek ya, 😅 dan semoga nggak membosankan juga.

Udah gitu aja lah... Selamat membaca teman-teman.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabbarokatuh 🤗🤗

(Ku sarankan baca, Ikrar cinta Ustadz Irsyad bagian bab Rindunya saja, dan Ikrar cinta sang Hafizh Qur'an dulu ya buat yang baru baca. Tapi kalau nggak mau nggak papa sih... Hhhh)

pria Alim pujaan gadis non muslim.

maaf teman-teman di sini kisah berawal dari pertemuan Rumi dan Debora lalu menyusul awal Shafa mengagumi sosok Rumi.

jadi ini kisah sebelum Nuha menikah dengan Faqih.

seperti flashback sih, tapi nanti tetap melompat langsung ke ending di Ikrar cinta sang Hafizh Qur'an. setelah tuntas kisah masa lalu mereka 😘🙏

🍂

🍂

🍂

Selamat pagi Dunia...

Rumi menyambut pagi itu dengan senyum secerah mentari pagi ini. Dengan motor matic milik seorang wanita, dia menyusuri jalan yang sudah mulai ramai kendaraan berlalu lalang.

Dia baru saja selesai menambal motor tersebut.

Ya... Benar, semalam entah bagaimana dia bisa sepercaya itu bertukar motor dengan seorang wanita tak berhijab, yang baru dia kenal, hanya karena iba ketika ban motornya bocor.

Tidak sih, dia lebih percaya Karena tahu gadis itu satu fakultas dengannya jadi ya tidak apa lah membantu adik tingkat. Begitu pikirnya

Kini dia mulai memasuki gerbang kampus, ada beberapa yang dia sapa menggunakan klaksonnya yang di balas dengan seruan mereka saat tahu bahwa itu adalah Rumi.

Dia terus membawa laju motor tersebut hingga sampailah dia di parkiran yang lumayan ramai anak-anak yang baru saja tiba. Ada yang sedang mengobrol dengan teman yang lainnya di atas motor masing-masing, ada yang hanya diam saja sibuk menggulir layar ponsel di tangannya, dan ada pula yang berjalan santai sembari bercerita.

Itulah hiruk pikuk yang ia bisa rasakan di kawasan kampus.

Rumi berdiam diri, dia menunggu seseorang di sana tanpa kepastian kapan datangnya. Yang jelas pagi ini dia sudah mengatur janji, akan bertemu gadis bernama Deby untuk kembali bertukar motor dengannya.

Sesekali dia lirik jam tangannya, hanya untuk berjaga-jaga saja agar tidak telat masuk kelas. Hingga suara motor yang ia kenal membuatnya merasa lega.

Rumi memalingkan wajahnya langsung, ketika gadis itu berhenti tepat di sebelahnya. Bagaimana tidak, dia menggunakan rok pendek apalagi pakai motor CBR, sudah pasti bagian pahanya sedikit nampak.

'astagfirullah al'azim. Aurat.' Rumi beristighfar. Dia benar-benar tidak berani menatap kearah wanita itu, hingga gadis pun turun dari atas motor.

"Hai kak... Maaf ya, aku tadi kesiangan." Ucap Debby ceria, dia pun melepaskan kunci yang masih terpasang itu, lalu mengulurkannya pada Rumi. "Ini kak." Kata dia.

Rumi yang gemetaran hanya mengulurkan kembali kunci milik Debby tanpa menoleh ke arah gadis itu.

Sedikit aneh sih memang bagi Debora, pantas jika saat ini dia sampai terkekeh melihat kelakuan pria di hadapannya. Perlahan ia letakkan kunci milik Rumi di atas tangan yang menengadah, lalu meraih kunci motor miliknya, yang tergantung di jari telunjuk pria itu.

"Kemarin habis berapa kak? Biar ku ganti biaya tambalnya."

"Tidak usah... Nggak mahal kok. Aku permisi dulu." Rumi langsung pergi begitu saja.

"Tunggu–" seru Debby sehingga menghentikan langkah kaki Pria jangkung di hadapannya. "Nggak mau ngecek dulu kak? Soalnya, bodi depannya sedikit lecet." Gumam Debby lirih. Rumi yang mendengar itu langsung balik arah, menghampiri motornya. Berjongkok sedikit untuk memastikan.

'ya Allah kesayangan ku lecet.' batin Rumi dalam diamnya, seraya menyentuh bagian yang lecet itu.

"Maaf ya kak, sungguh aku tidak sengaja saat masuk ke halaman rumah, dan ada mobil ayah ku yang menghalangi jalan jadi ke gores tembok pagar deh." Debby nyengir. "kakak sendiri yang bilang, percaya sama saya Kalaupun saya nggak mengembalikan inshaAllah ikhlas, begitu kan, kata kakak? Dan ini hanya tergores sedikit, pasti lebih ikhlas lagi, dong?"

'hiks... Ikhlas ya? astagfirullah al'azim... Ikhlas.' entah seperti apa dia saat ini yang masih diam meratapi motornya yang lecet.

"Kak, aku ada Kuis, aku jalan duluan. Sekali lagi makasih banyak ya." Tutur Debora tanpa dosa lalu melenggang begitu saja.

Rumi geleng-geleng kepala, "sedikit katanya, ini mah tidak tergores sedikit namanya. Ya Allah. Kesayangan," gumam Rumi yang lantas beranjak lalu melanjutkan tujuan awal dia. Menuju kelasnya.

Ya... Itu adalah awal pertemuan Debby dan Rumi.

Yang menurutnya tidak meninggalkan kesan apapun, namun entah mengapa wanita itu seperti mengejar dia setelahnya.

Dari yang sering mengikuti pengajian, selalu ada di manapun Rumi berada. Seperti saat ini contohnya, dia merasakan Debby tengah duduk di kursi perpustakaan, namun pandangannya tak lepas dari Rumi.

Jelas siapa saja yang sedang di perhatikan pasti akan menyadari dan sedikit risih bukan?

Itu pula yang di rasakan Rumi, dia melirik ke arah Debby wanita itu hanya melambaikan tangan sedikit seraya tersenyum.

"Astagfirullah al'azim." Gumam Rumi yang langsung saja beranjak. Dari tempat itu, kembali dia letakkan buku ke tempatnya dan pergi dari sana.

Seperti tidak mau kalah, Debby pun sama mengembalikan buku di tangannya lalu berjalan keluar menyusul Rumi.

"Kak... Kak Rumi. Kemarin pengajiannya keren, nanti ngaji lagi kan?" Tanya Debora.

"Maaf, aku ngadain kajian hanya di setiap hari Jumat." Jawab Rumi. Dia pun belok mendadak membuat Debby kebablasan lalu kembali balik menyusul Rumi.

"Kok seminggu sekali sih, bukankah enak kalau nanti lagi. Asik ceramah kakak tahu." Kata Debby mempercepat langkahnya saat tahu Rumi yang semakin cepat pula jalannya.

'duh... Dia ngapain sih ngikutin terus.' batin Rumi yang semakin risih.

"Kak, bisa ajarin aku ngaji nggak?"

"Nggak bisa. Kamu kan non-muslim. Apalagi saya laki-laki, kamu perempuan."

"Ishhh kenapa sih, aku juga pengen belajar agama Islam tahu kak. Ya... Ya..."

"Maaf nggak bisa." Rumi melihat ada toilet dia pun langsung berbelok dan masuk ke dalam toilet pria itu. Lalu menghela nafas. "Alhamdulillah, untung ada Toilet." Tersenyum tipis merasa lega setelah terlepas dari Debora.

Sementara yang di luar pun hanya terkekeh. "Duh kok gemes sama dia ya, cowok Alim memang luar biasa." Gumam Debby terkekeh.

Dia pun memutuskan untuk pergi dari sana, andai saja tidak ada tugas? Pasti sudah betah dia berdiri di sana menunggu sampai pria alim pujaannya keluar.

***

Di sebuah gereja...

Debby dan keluarganya baru saja keluar, setelah melakukan kebaktian di sana. Debby yang asik bermain ponsel masih berdiri di dekat mobil, sembari menunggu ayah dan ibunya yang masih ada di dalam.

Samar-samar dia mendengar suara seorang pria yang sedang berdakwah di salah satu masjid menggunakan pengeras suara.

Sepertinya tidak jauh dari Greja itu, rasa penasaran Debby bertambah saat ia meyakini sangat familiar dengan suara ustadz yang sedang memulai kajiannya.

Dia pun menoleh sejenak ke arah pintu masuk Greja. "Ku Rasa mamah dan Papah masih lama." Debby tersenyum, dan memutuskan untuk kabur sejenak menuju masjid yang memang tak jauh jaraknya dari sana.

harapan

Langkah Debora terhenti, di depan gerbang masuk masjid. Ia melirik sejenak ke pakaian yang sedang ia gunakan, dress yang hanya sebatas lutut?

masa iya dia mau masuk ke dalam masjid dengan pakaian sedikit terbuka ini?

Ada fikiran yang membuatnya urung untuk masuk. karena tidak etis saja, masuk ke masjid dengan penampilan seperti itu.

Padahal dia sendiri sebenarnya sudah sangat penasaran dengan pria yang sedang berdakwah di dalam masjid itu. Hingga membuat Debby terdiam cukup lama dengan fikiran berkelana, memikirkan tentang apakah dia akan diam diri di sana, atau tetap masuk. Tapi?

Seorang wanita dewasa di belakang tiba-tiba saja menyentuh pundaknya. Membuat gadis itu reflek menoleh.

"Neng, Lagi apa? Kok diam di sini?" Tanya wanita itu.

"Anu...? Pengen masuk Ceu, tapi saya pakai pakaian seperti ini. Jadi nggak enak." Jawab Debby.

"Owh, boleh atuh kalau mau masuk mah. Nanti di dalam kan bisa pakai mukenah. Hayu lah masuk... Ustadznya masih muda, kasep lagi." Ucap ibu-ibu itu. Debby pun terkekeh.

"Beneran saya boleh masuk?" Tanya Debby meyakinkan lagi.

"Bener neng, ini kan rumah Allah. Siapa saja boleh masuk." Ajaknya yang langsung menggandeng tangan Debby. Keduanya pun masuk, mereka jalan memutar menuju pintu samping, tempat para jamaah wanita berkumpul. Namun sebelum itu Debby menghentikan langkahnya, mengintip Ustadz yang masih berdiri di atas mimbarnya.

"Kak Rumi?" Gumam Debby, senyumnya seketika langsung mengembang sempurna, benar dugaannya. Dia memang hafal betul suara Rumi, dan tidak menyangka saja jika pria itu sedang mengadakan kajian di masjid dekat Gereja tempatnya beribadah.

"Ayo atuh neng," ajak wanita itu lagi. Debby pun terkesiap, sehingga membuatnya langsung kembali melangkahkan kaki mengikuti wanita yang sudah berjalan tergopoh-gopoh itu, masuk ke dalam masjid.

Sempat sih dia jadi pusat perhatian karena tak berhijab, namun dengan cepat wanita itu langsung memberikan mukenah kepadanya, serta menyuruhnya untuk memakai itu cepat.

"Makasih Ceu." Ucap Debby.

"Sama-sama, neng." Mereka pun duduk bersebelahan sembari mendengarkan ceramah ustadz Rumi, sebagai Ustadz pengganti karena Ustadz yang biasanya ngisi kajian di sana sedang berhalangan hadir.

Di sana Rumi masih berbicara, membahas tentang keistimewaan Doa.

"Allah SWT itu, senang sekali loh pada para hamba-Nya yang gemar berdoa. Itu serius, ada salah satu Nabi yang paling banyak berdoa, tahu siapa namanya?" Tanya Rumi, yang di sana masih diam saja menerka-nerka ada yang menyebut Nabi Muhamad Saw, ada pula yang menjawab semua Nabi.

"Iya semua Nabi, memang senang berdoa ya. Tapi ada satu Nabi yang sampai Allah puji dia dengan kalimat, senang berdoa. Yaitu Nabi Ibrahim as." Jawab Rumi kemudian.

"Nabi Ibrahim as itu memiliki julukan hamba yang Awwahun Halim. Apa itu awwah? Awwahun dalam bahasa tafsirnya yaitu Da'an atau dalam artian bisa disebut orang yang banyak berdoa. Kalau pernah berdoa itu namanya Da'in. Orang yang menyerukan juga Da'in atau yang biasa kita dengar dengan sebutan Da'i. (ujibu da'watad da'in) begitu ya bunyinya? 'Aku mengijabah atau memperkenankan orang yang berdoa' itu kalau doanya sesekali? Tapi kalau doanya sudah sering, pakaiannya tasydid, tasydid itu artinya penegasan. Bukan lagi Da'in tapi sudah Da'an."

"Arti Da'an, itu berarti doanya sudah sering sekali, sudah panjang sekali. Dan Nabi Ibrahim doanya itu udah seperti kita membaca Qur'an dua juz. Sedangkan kita baca Qur'an yang kaya do'a, singkat dan padat, tapi nggak jelas ya?"

Semua terkekeh.

"Kaya orang di kejar maling... Baru bismillahirrahmanirrahim, mentok-mentoknya Al Fatihah, itu saja cepatnya ngalahin kereta cepat, nggak jelas lagi, tau-tau, Aamiin! Paling kenceng."

Jamaah tertawa lagi.

"Allah itu tidak suka kita yang berdoa tapi terburu-buru. Apalagi yang tidak pernah berdoa, merasa bahwa dia mampu melakukan apapun sendiri, tanpa berdoa. Itu sudah lain julukannya, namanya sombong. Tidak membutuhkan Allah."

"Padahal Nabi Muhammad Saw, pun memerintahkan kita untuk meminta apapun sama Allah SWT walaupun hanya garam. Hanya garam ya...? Itu kan sepele sekali tuh, garam saja minta sama Allah apalagi, jodoh." Rumi senyum-senyum. "Jomblo begini, bahasannya jodoh Mulu ya."

Terkekeh lagi yang di sana.

"Jadi jangan pernah, kita kaya meremehkan Allah. Karena apa? Allah itu malah justru malu jika ketika hamba-hamba-Nya menengadahkan kedua tangannya, berdoa? tapi Allah tidak mengabulkan. Yang penting apa? Sabar... Bukan berarti doa sekarang, 'ya Allah saya minta uang satu juta buat bayar utang.' brukkk langsung di jatohin uang satu juta. Nggak gitu ya? Tapi melalui perantara, entah suaminya yang kerja, atau istrinya... Atau mungkin kita lagi main tahu-tahu ada yang ngasih uang satu juta? Uang kaget ya hahaha."

"Pokoknya, Allah pasti kabulkan setiap doa hamba-Nya. Minimal sama dengan apa yang kita minta, atau bahkan lebih dari yang kita minta, asalkan permintaan kita itu baik. Kalau tidak terkabul berarti permintaan kita itu tidak baik atau jatohnya nanti akan merugikan kita, makannya kenapa kita harus lebih banyak berprasangka baik kepada Allah, supaya apa? Kita itu mendapatkan hal-hal baik setelahnya."

Ceramah Rumi masih berjalan sampai beberapa menit kemudian, sementara Debby mulai merasakan ponselnya bergetar. Dia pun mengeluarkan itu dari dalam tasnya.

'astaga, mamah telfon?' batin Debby, sebenarnya dia masih betah di sana namun karena dia datang ke tempat itu bersama ayah dan ibunya, dia pun harus pulang.

Dia melipat cepat mukenahnya lalu berlari kecil keluar dari masjid itu.

Di sisi lain, hanya sekilas saja Rumi Seperti melihat sekelibat wanita yang melintas dari jendela samping tanpa mengenakan hijab.

Namun ia segera menggeleng dan kembali fokus pada ceramahnya.

Debby yang di luar terus berlari kecil menghampiri sang ibu dan ayahnya yang sudah berdiri di depan mobil mereka.

"Ya Tuhan... Dari mana sih kamu?" Tanya sang ibu yang dengan gerakan pelan menurunkan ponsel di telinganya, pada gadis yang hanya cengengesan berjalan menghampiri.

"Maaf mah, tadi Debby haus. Jadi cari minum." Jawab Debby yang tanpa di suruh sudah membuka pintu Cabin tengah, lalu masuk ke dalam mobil itu dengan nafas yang tersengal-sengal.

Sementara kedua orangtuanya hanya geleng-geleng kepala, turut masuk ke dalam mobil itu kemudian.

Hari yang semakin senja, memunculkan sinar mentari berwarna oranye yang lumayan menyilaukan karena menembus kaca depan.

Debby tersenyum sendirian di sana, ia benar-benar sangat mengagumi pria itu. Bahkan sampai ada impian dia bisa masuk kedalam agamanya dan hidup bersama pria yang sudah ia tetapkan menjadi calon imam dia, ya... Walaupun itu hanya khayalan dan harapan dia semata.

Selebihnya, semua tergantung di Rumi, juga Tuhan.

'sungguh calon imam. Kau benar-benar sempurna.' batin gadis itu sembari menyentuh dadanya yang berdebar kencang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!