NovelToon NovelToon

My Bos CEO

01

Kicauan burung di pagi hari menyambut datangnya sinar matahari, udara yang begitu segar di tambah dengan tetesan embun yang menyegarkan dan menambah energi semua orang.

Sinar matahari memancarkan cahayanya menembus dinding jendela rumah Della, ya Fredella Genoveva gadis cantik, pintar, konyol, cerewet, blak-blakan selalu pengen berlatih mandiri, tapi tetap jadi idaman semua cowok deh pokonya komplit ada di diri Della, yang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara keluarga tuan Geno dan ibunya yang bernama Geva. Merupakan salah satu keluarga terpandang dari negara Rusia.

Della pun membuka matanya perlahan dan meregangkan otot ototnya.

"Good morning world," kata Della yang masih menggeliat di atas kasurnya.

Hari ini tepat hari yang di tunggu tunggunya yap hari di mana ia pertama kali berkerja disalah satu perusahaan di negara Indonesia, walaupun keluarganya sudah memiliki kekayaan yang tujuh turunan tujuh tanjakan bahkan tujuh belokan gak bakal habis-habis tapi dia memilih untuk tetap bekerja di perusahaan orang lain. Alasannya cukup simpel karena dia ingin belajar hidup mandiri dan sudah nyaman tinggal di negara tersebut karena dulu ia juga kuliah disana, walaupun harus sekuat tenaganya ia meyakinkan orang tuanya yang menentang keras dirinya.

Della segera melakukan aktivitas paginya, beres-beres kamar, mandi dan kadang-kadang juga membantu pekerjaan Rina asisten rumahnya yang di tugaskan oleh ayah Della untuk membantunya mengurus rumah walaupun dapat tolakan keras oleh Della namun ayahnya tetap memberi ia asisten rumah tangga.

Della turun dengan menggunakan baju kantor pada umumnya yang tidak terbuka sama sekali.

"Morning Mbak Rina," sapa Della yang menuju meja makan.

"Pagi Non, silahkan Non sarapannya sudah siap." Della duduk di bangku yang biasanya ia duduki.

"Ehh Mbak Rina mau kemana? sini duduk disebelah aku. Kita sarapan bareng." Della mencegah Rina yang berniat untuk pergi meninggalkan ruang makan.

"Tapi Non, saya masih ada kerjaan di belakang," kata Rina.

"Tak apa nanti saja. Sekarang sarapan dulu, oke." Della menarik kursi kosong yang ada di sampingnya dan mempersilahkan Rina duduk. Mereka berdua makan dengan tenang tanpa bersuara.

"Mbak aku berangkat dulu ya," pamit Della seraya mengambil tas kantornya. Walaupun Rina orang luar dan menjadi asisten rumah tangganya, Della sudah menganggap Rina seperti kakaknya sendiri.

"Iya Non hati hati," Rina mengantar Della sampai depan pintu, Della masuk kedalam mobil pribadinya dan menjalankan tanpa sopir pribadi.

Sesampainya di kantor Della langsung menuju ke ruangan HRD untuk memastikan kembali posisi ia di kantor.

"Permisi. Selamat pagi Bu Desi, saya Fredella Genoveva atau biasa dipanggil Della yang beberapa hari lalu telah melakukan interview dengan perusahaan ini dan di terima. Saya mau memastikan kembali posisi saya di perusahaan ini sebagai apa ya Bu? Dan mohon bantuannya karena saya baru disini jadi belum mengerti dan belum tahu tata letak ruangan setiap posisi di kantor ini," kata della.

"Oh iya saya ingat. Bu Della akan ditempatkan di posisi sekertaris CEO di perusahaan ini karena satu bulan yang lalu sekretaris CEO mengundurkan diri. Maka ibu akan menggantinya, dan saya akan mengantarkan ibu ke ruang kerja ibu. Mari bu." Della dan Desi melangkah menuju ruangan kerja Della. Mereka menaiki lift dan menuju lantai paling atas gedung.

Ting, pintu lift terbuka mereka berdua berjalan tanpa bersuara. Kantor itu pun masih sepi karena jam kantor di mulai jam 8 pagi, hanya ada beberapa karyawan/karyawati yang memang sudah datang atau bahkan mengerjakan pekerjaan yang tertunda kemarin dan Della telah sampai di kantor pukul 7.

"Silakan Bu Della, ini ruang kerja anda, nanti akan ada asisten pribadi tuan yang menemui anda dan mengajari pekerjaan anda," kata Desi sesampainya mereka berdua di depan ruangan Della.

"Terimakasih banyak Bu Desi."

"Tidak perlu sungkan Bu Della. Oh ya sekarang masih jam 7 lebih 15 menit masih lama waktu untuk kerja. Silakan Bu Della menyesuaikan diri terlebih dahulu atau sarapan dahulu karena waktu masih banyak anda bisa santai-santai juga, dan anda bisa panggil saya Desi saja Bu Della. Saya rasa kita seumuran," kata Desi sambil tersenyum manis.

"Baiklah Desi. Kamu juga tak perlu sungkan dengan saya. Panggil Della saja oke, anggap saja aku teman mulai sekarang." Della mengulurkan tangannya dengan senyum yang mengembang dan disambut dengan tangan Desi.

"Baiklah berarti sekarang teman ya," ucap Della.

"Hhhe iya, ya sudah aku pergi dulu ya, masih banyak pekerjaan yang terbengkalai yang harus aku kerjakan sekarang. Bye teman," ucap Desi sambil berjalan meninggalkan Della. Mereka berdua sama sama orang yang mudah diajak bergaul jadi tidak terlalu sulit untuk menerima orang lain sebagai teman, karena menurut Della dan Desi banyak teman banyak wawasan dan banyak tali persaudaraan yang akan terjalin.

Jam 8 tepat seluruh karyawan/karyawati perusahaan sudah mulai mengotak-atik pekerjaan mereka. Suara ketikan keyboard pun saling bersautan. Semua mata telah fokus ke layar di hadapannya masing masing. Terdengar langkah kaki mendekati ruangan Della, Della yang sedari tadi melihat karyawan lain dari ruangannya yang hanya dibatasi dengan kaca saja pun segera berdiri dari duduknya.

"Selamat pagi Pak," sapa Della sembari memberi bow ke pria yang berada di depannya.

"Selamat pagi juga Della. Perkenalkan saya Reiki asisten pribadi tuan Aiden, saya akan mengajari apa saja yang akan kamu kerjakan nanti dan seterusnya," kata Reiki yang merupakan tangan kanan Aiden sang CEO dan pemilik perusahaan AWA group yang saat ini Della tempati untuk bekerja.

"Baik Pak Reiki mohon bantuannya."

Dengan kepintaran yang tak perlu di ragukan lagi, tak perlu waktu lama bagi Della untuk menguasai apa saja yang di ajarkan Reiki kepadanya.

"Apakah kamu sudah paham semua atau ada yang belum paham bisa di tanyakan lagi ke saya?" tanya Reiki memastikan.

"Sudah Pak. Terimakasih atas bantuannya."

"Baiklah kalau begitu saya tinggal dulu. Kalau ada apa-apa atau ada yang masih belum mengerti atau lupa bisa anda tanyakan ke sekertaris saya. Ruangannya di sana tepat lurus di ruangan ini dan jika anda membutuhkan saya, silakan anda keruangan saya yang berada disebelah ruangan asisten saya karena untuk sementara waktu semua dokumen yang anda kerjakan akan diserahkan ke saya. Kalau begitu saya mohon undur diri, dan selamat bertugas." Della berdiri dari duduknya memberi bow sebelum Reiki meninggalkan ruangan Della.

"Sekali lagi saya ucapkan terimakasih Pak Reiki telah mengajari saya," ucap Della.

"Itu sudah menjadi tugas saya, saya permisi." Pria tersebut pergi menuju ruangan ia bekerja.

02

Beberapa jam telah berlalu kini waktu menunjukkan pukul 11:30 WIB, Della meninggalkan pekerjaannya untuk sementara waktu dan segera pergi ke kantin yang ada di kantor tersebut yang berada di lantai bawah. Ting, lift terbuka Della keluar dengan santai.

"Hai Del," sapa Desi yang kebetulan ingin ke kantin.

"Hai Des, mau ke kantin juga?" tanya Della sesudah Desi sampai di sampingnya.

"Iya nih, yuk bareng aja." Desi langsung menggandeng tangan Della menuju kantin.

"Kamu gak sama temen kamu yang lain?" tanya Della heran.

"Mereka udah pada janjian sama gebetannya, ya kali aku ganggu mereka," jawab Desi.

"Emang kamu gak janjian juga sama gebetan mu?" kata Della yang masih di gandeng Desi di sampingnya.

"Boro-boro punya gebetan, yang deketin aja gak ada. Hmmm nasib orang jelek ya gini, jomblo terus," keluh Desi.

"Siapa yang bilang kamu jelek? Kamu tuh cantik tau, hanya belum ada seseorang yang tepat untukmu," kata Della sambil mengacak-acak poni Desi.

"Ih jangan di berantakin lah Del, lama tau benerinnya." Desi membenarkan poni sambil mengerucutkan bibirnya.

"Hahaha kamu tuh lucu tau Des kalau manyun gitu jadi gemes akunya pengen cubit jantungmu."

"Gak lucu Del," kata Desi yang masih cemberut.

"Hahaha baiklah Desi sayang, jangan manyun gitu lah jelek banget tau dan buat tebusannya sekarang aku ambiln makanan buat kamu dan kamu tinggal duduk manis disini gimana," bujuk Della sambil mendudukkan tubuh Desi disalah satu kursi yang masih kosong.

"Baiklah aku tunggu kamu disini, tapi emang kamu tau dimana ambilnya?" tanya Desi.

"Tuh disanakan, tunggu bentar disini jangan kemana-mana tar ilang gue juga yang repot."

"Haisss gue bukan anak kecil juga kali Del, masih tau arah kalau disini mah. Eh btw kita ngomongnya gini aja ya gak usah aku kamu formal banget, belibet juga lidah gue kalau harus ngomong aku kamu terus. Di kantor harus formal masak sama teman sendiri juga harus formal gak enak banget tau," cerocos Desi.

"Iya-iya Des, kalau lo ngajak gue ngomong terus kapan guenya ambil makannya," kata Della.

"Hehehe ya maaf, dah sana lo ambil makan dulu keburu dah habis waktu makannya," usir Desi sambil mendorong pelan tubuh Della.

"Haisss lu tadi yang ngajak gue ngomong dasar." Della pun pergi meninggalkan Desi.

Tak berselang lama Della menghampiri Desi dengan membawa dua kotak makan.

"Nih makan!" Della duduk di depan Desi sambil menyerahkan makanan.

"Thanks cantik." Mereka pun langsung melahap sampai habis tak tersisa dan bergegas untuk kembali ke pekerjaan masing masing.

...*****...

Beberapa bulan telah berlalu pekerjaan Della semakin sibuk namun masih bisa ia kendalikan, dan persahabatan Della dan Desi semakin dekat layaknya keluarga.

Mereka berdua sekarang sedang menikmati makan siangnya di kantin kantor seperti biasa.

"Del, sabtu jalan yuk, kan Jum'at nya kita gajian," ajak Desi di tengah-tengah mereka menikmati makanannya.

"Kemana?" tanya Della mengalihkan pandangannya ke Desi di depannya.

"Ke mall. Mau beli baju gue, sekalian refreshing biar otak gue gak ngebul mulu karena urusan kantor," keluh Desi.

"Hahaha kasihan sekali sih banyak kerjaannya sampai sampai buat otak ngebul," ledek Della.

"Haisss emang lo gak banyak kerjaan."

"Lo tanya sama gue?"

"Gak, gue tanya sama bakso bukan sama lo," ucap Desi sembari melahap bakso.

"Hahaha, ya gitu lah kerjaan gue banyak, ngumpul, numpuk, tapi masih aman-aman aja buat gue," ucap Della.

"Ya ya ya orang pinter mah beda. Sesulit apapun sebanyak apapun gas aja gak ada gangguan," jawab Desi yang sambil mengunyah baksonya.

"Gue gak pinter-pinter banget kali Des. Gue juga masih tahap belajar."

"Merendah untuk meroket ya Mbak ya," timpal Desi.

Mereka pun kembali makan tanpa pembicaraan lagi sampai makanannya habis.

"Jangan balik dulu deh Del, ngobrol-ngobrol lagi masih ada waktu 20 menitan ini. Gue kalau balik sekarang makanan nih, yang ada di perut gue keluar semua gara-gara liat dokumen yang antri minta pertanggung jawaban gue." Desi mengambil nafas panjang dan menghembuskan dengan kasar.

"Gue juga belum mau balik kali Des. Disana paling masih belum ada orang paling-paling cuma asistennya pak Reiki yang super duper sibuk. Oh iya Des gue mau nanya sama lo," ucap Della sambil membenarkan posisi duduknya.

"Nanya apa?"

"Lo pernah liat CEO perusahaan ini gak sih?" tanya Della penasaran.

"Ha, lo tanya gimana tadi?"

"Isss, gue tanya lo pernah gak liat mukanya bapak CEO AWA grup tempat gue dan lo kerja saat ini? Bolot banget sih jadi orang," kata Della sembari menyangga dagunya menggunakan kedua telapak tangan.

"Kurang ajar ngatain gue bolot kualat lo tar sama orang tua baru tau rasa." Desi menoyor kepala Della pelan.

"Kita cuma beda beberapa bulan aja kali," timpal Della sambil membalas toyoran kepala ke Desi.

"Tapikan sama aja tuaan gue."

"Baiklah Mbak Desi maafkan kata-kata gue yang sebenarnya kenyataan, dan sekarang lo jawab pertanyaan gue! Lo pernah gak liat orangnya, masalahnya gue yang sekertarisnya aja gak pernah liat, malah semua dokumen disuruh nyerahin ke pak Reiki terus ruangan CEO juga gak pernah ada orangnya. Heran gue tuh sebenarnya perusahaan ini punya CEO gak sih atau jangan-jangan CEO-nya pak Reiki tapi dia nyamar gitu jadi asisten pribadi, terus nama aslinya pak Reiki tuh Aiden bukan Reiki," cerocos Della.

"Ha, masak lo gak tau sama gak pernah liat orangnya sih lo kan sekertarisnya, harusnya kan setiap hari tatap muka."

"Gue tau namanya doang Des, kalau mukanya gak tau sama sekali gue bener deh. Malah gue ngerasa kalau gue bukan sekertaris CEO tapi sekertarisnya pak Reiki," jelas Della.

"Atau jangan-jangan bener kata lo. Kalau pak Reiki tuh sebenernya CEO berkedok asisten pribadi. Masalahnya gue kerja disini hampir 2 tahun gak pernah ketemu juga sama pak Aiden, seujung jarinya aja gak pernah liat. Gue dulu mikirnya kalau pak Aiden tuh orangnya tertutup banget gitu jadi gak pernah nampakin batang hidungnya, dan gue juga cuma beberapa kali liat wajah pak Reiki ganteng banget uyy pengen gue nikahin tapi gue sadar posisi. Pak Reiki bagaikan pangeran dan gue upik abu. Susah gapainya nyesek dihati, saingan banyak, cakep-cakep pula, orang berada semua, barang-barang yang mereka pakai branded semua, kalau di bandingin sama gue kan jauh dan kalau gue bersanding sama pak Reiki jadinya gak imbang berat di pak Reiki-nya ringan di gue. Hiks ngenes banget ya," ucap Desi panjang lebar. (Merendah untuk meroket Desi mah).

"Lah kenapa lo jadi curhat. Gue-kan tadi tanyanya pak Aiden kenapa jadi lo bahas masalah suka lo sama pak Reiki. Hadeh, dah lah gue mau balik bye." Della melangkah pergi dari kantin.

"Haisss, tungguin lah Del." Desi pun bergegas menyusul Della.

03

Hari demi hari pun telah berlalu kini hari yang di nanti-natikan oleh Della dan Desi pun tiba. Yap hari weekend pastinya. Sesuai dengan janji mereka hari selasa lalu, Della dan Desi berniat untuk pergi kesalah satu mall terbesar di kota CX.

Dering telepon membangunkan tuan putri yang masih meringkuk di atas kasur miliknya. Ia meregangkan otot tubuhnya dan dengan mata yang masih terpejam meraih ponsel miliknya.

"Ya hallo," jawabnya dengan suara khas bangun tidur.

📞 : "Della bangun! Sekarang udah jam 8 molor mulu, jadi gak ke mallnya." suara nyaring Desi berhasil membuat mata Della terbuka dan segera ia menjauhkan ponsel dari kupingnya.

"Astaga. Lo tuh bisa gak sih gak teriak-teriak sakit tau kuping gue," protes Della.

📞 : "Salah siapa dari tadi gue Whatsapp, gue sms, gue telepon gak lo baca maupun lo angkat, dan juga anak perawan tuh gak boleh bangun siang jodohmu di patok ayam baru tau rasa."

"Ya kalau di patok ayam lari lah atau ayamnya di tangkap terus kasih ke gue. Gue masak tuh ayam buat lauk, lumayankan gak nambah pengeluaran buat makan," jawab Della santai.

📞 : "Haisss lo tuh ya kalau di bilangin jawab terus. Mandi sekarang juga Del! Jadi gak sih ke mallnya," kata Desi.

"Iya-iya gue mandi sekarang. Lo tunggu aja sekitar 2 jam tar gue jemput bye."

"Apa? Nunggu 2 jam gue keburu kering, jamuran, kusam, gak can..." Tut Tut Tut panggilan terputus.

"Punya temen gitu amat sih cerewetnya amit-amit ngalahin emak gue," gumam Della dan segera beranjak ke kamar mandi.

Sedangkan dirumah Desi dia sedang ngomel ngomel dengan Della.

"Kurang ajar nih anak. Gue belum selesai ngomong udah di matiin aja. Bener-bener bule gak ada akhlak. Hih gue pites tar tuh anak seenaknya aja matiin telepon gue, awas lo Del," tutur Desi sambil nunjuk wajah Della di wallpaper ponselnya yang ada foto mereka berdua.

1 jam telah berlalu. Desi masih menunggu dengan setia kedatangan sahabat bulenya. Tin tin tin suara klakson mobil tepat di depan pagar rumah Desi. Desi bergegas keluar dan menghampiri mobil Della, lalu ia masuk, duduk di bagian samping kemudi.

"Lama bener, sampai ubanan nih nunggu lo," gerutu Desi sambil memasang seat belt.

"Hehe ya maaf tadi gue lupa kalau ada janji sama lo," ucap Della sembari melajukan mobil perlahan.

"Janjiannya jam berapa berangkat jam berapa, ternyata gak cuma orang Indonesia aja yang suka ngaret ternyata bule juga suka," kata Desi memanyunkan bibirnya beberapa senti.

"Heh gue juga masih ada darah indo kali. dlDah ah jangan manyun gitu tar tuh mulut di cium bebek lho tambah monyong tar," rayu Della.

"Bodo amat," jawab Desi cuek.

"Uluh-uluh, jangan ngambek dong. Gue janji gak bakal ngaret lagi entar kalau mau jalan sama lo." Della mencubit gemas pipi sahabatnya itu.

"Aw, sakit tau Del. Tar kalau bengkak pipi gue gimana? Gede sebelah kan jelek di pandang." Desi mengusap pelan pipinya.

"Makanya jangan cemberut mulu."

"Iya-iya, tapi dengan syarat," ucap Desi.

"Haisss, apa?"

"Mana parfum lo, gue mau minta. Gue tadi lupa gak pakai parfum hehehe." Desi meringis memperlihatkan deretan gigi rapinya.

"Nih lo cari sendiri. Kalau gak ada berarti gue tadi lupa bawa. Kalau gak cari di dashboard tuh biasanya gue juga naruh parfum disitu." Della melempar tasnya di pangkuan Desi. Desi terus mengobrak abrik isi tas Della, setelah menemukan Desi segera membuka tutup parfum dan menyemprotkan keseluruhan badannya dan kembali menaruh ke dalam tas sesudah di gunakan. Sepanjang perjalanan mereka berdua saling bercerita dan sesekali tertawa.

Mereka berjalan masuk kedalam mall mewah tersebut.

"Del, tar mampir kesitu ya setelah lo dan gue beli keperluan kita dulu," ucap Desi sambil menunjuk ke arah toko perhiasan.

"Mau ngapain kesana," ucap Della.

"Mau beli pecel Del, kayaknya enak tuh pecelnya."

"Ish, maksud gue tuh gini, kan lo jarang tuh pakai perhiasan, mubasir Des, atau jangan-jangan lo mau beliin gue ya, wah makasih banget lho ya," kata Della.

"Mak gue nitip suruh beli liontin yang lope lope katanya, dah lah kita beli baju dulu." Desi menarik tangan Della.

Jam menunjukkan pukul 4 sore sudah hampir lima jam mereka memutari seluruh mall. Tanpa rasa lelah sekalipun. Maklum cewek kalau udah belanja lupa waktu, lupa tenaga, juga lupa dompet yang sudah menangis meratapi nasib uangnya berhamburan keluar. Habis itu kalau udah sampai rumah baru kerasa, nangis tuh dalem ati. Mereka berdua memasuki toko perhiasan.

"Mbak, tolong keluarin dong liontin yang bentuknya lope lope selera emak-emak," kata Desi sesampainya di dalam.

"Bentar ya Kak, saya carikan dulu," ucap pelayan toko yang di balas anggukan kepala Desi.

Della yang berada disamping Desi mengedarkan pandangannya sampai ia menghentikan pandangannya kesalah satu kalung dengan lionti snow yang ditengahnya terdapat berlian berwarna biru yang memikat hati Della ketika melihatnya. Della pun berjalan mendekatinya tak disangka sangka ada satu orang pria juga mendekati kalung yang sudah ia incar.

"Mbak saya mau yang ini," ucap Della dengan pria tersebut kompak. Della menatap wajah pria yang ada disampingnya. Tampak pelayan toko bingung mau menyerahkan kalung itu kesiapa.

"Berikan ke saya Mbak," kata pria itu.

"Eh enak aja gak bisa. Berikan ke saya Mbak! Jangan dengerin orang ini, itu dari tadi udah saya incar," ucap Della.

"Serahkan ke saya! Saya akan bayar sekarang juga." Pria itu mengeluarkan black cardnya

"Heh, saya juga mau bayar sekarang. Anda kira saya gak mampu bayar." Della tau mau kalah ia mengeluarkan kartu kredit biasa.

"Terima kartu saya dan lakukan pembayaran untuk kalung ini kalau tidak, toko ini akan saya tutup selamanya," ancam pria tersebut. Pelayan itu langsung mengambil kartu tanpa batas milik pria itu dan segera melakukan transaksi. Della yang masih tersulut emosi menatap tajam pria yang tidak mau kalah darinya.

"Apa?" tanya pria itu membalas tatapan Della yang tak kalah tajam.

"Dasar, sama perempuan tidak mau mengalah. Gak gentle banget sih jadi laki," cibir Della.

Disisi lain Desi yang sedari tadi menunggu pelayan toko tetap setia di tempat duduknya sambil mendengarkan musik lewat earphone.

"Ini Kak, silahkan di pilih." Pelayan toko memperlihatkan beberapa koleksi liontin. Dengan senyuman Desi memperhatikan satu persatu liontin dihadapannya.

"Menurut lo yang bagus yang mana Del?" tanya Desi yang tidak menyadari sahabatnya tidak lagi berada disampingnya.

"Del, hoy Del, jawab napa." Desi masih tidak menyadari dan belum juga mencopot earphone di telinganya.

"Fredella Genoveva bantuin milih lah malah diem bae." Desi mencopot salah satu earphone di telinganya, menengok ke sebelah kiri tempat dimana Della tadi berdiri.

"Lah kemana tuh anak?" Desi terlihat celingukan sampai ia menemukan sosok yang ia cari sedang adu mulut dengan pria tampan di sampingnya.

"Astaga, Della." Desi beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Della. Sampai di tengah jalan Desi balik ke tempat yang tadi ia tempati.

"Mbak saya ambil yang menurut Mbak bagus buat emak-emak. Ini kartu kredit saya, saya tinggal dulu sebentar ya Mbak, selagi Mbak melakukan transaksi." Desi berlari kecil kearah Della.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!