NovelToon NovelToon

Abraham Dan Asyila 2

Pagi Yang Merepotkan

Asyila menghela napasnya sembari berisitirahat sejenak di sofa ruang keluarga. Napasnya terengah-engah setelah mengejar putra pertamanya yang sangat sulit dipakai kan pakaian.

“Kenapa duduk disini?” tanya Abraham sembari mendaratkan bokongnya di sofa dan menyalakan televisi.

“Arsyad semakin hari semakin aktif, Mas. Padahal usianya baru 5 tahun,” ucap Asyila dan menyandarkan kepalanya di bahu sang suami yang tengah mencari siaran TV.

“Sangat berbeda dengan Ashraf yang banyak diamnya, bukan?” tanya Abraham.

Asyila mengembungkan pipinya mendengar ucapan dari suaminya itu.

“Mereka tidak bisa disamakan, Mas.” Asyila melipat kedua tangannya di dada tanpa memperhatikan suaminya.

Abraham tertawa kecil melihat reaksi istri tercintanya.

“Iya, Mas tahu. Sekarang berikan Mas senyum Syila!” pinta Abraham.

Asyila menggelengkan kepalanya dan tetap tak ingin melihat wajah suaminya yang sedang menunggu mata mereka saling bertemu.

“Ayah, Bunda!” Arsyad berlari menghampiri kedua orangtuanya dengan setengah panik.

“Ada apa sayang?” tanya Asyila penasaran.

“Adik Ashraf sudah bangun,” jawab Arsyad.

Asyila terkesiap dan berlari untuk segera menghampiri putra kecilnya yang sedang berada di dalam kamar seorang diri.

Abraham pun tak tinggal diam, ia ikut berlari menuju kamar.

“Ayah!” Arsyad memanggil sang Ayah yang berlalu begitu saja tanpa mengajak dirinya.

Arsyad memanyunkan bibirnya dan memutuskan kembali bermain bersama mainannya.

“Hiks... hiks...” Ashraf terus saja menangis di atas tempat tidur dengan posisi tidur tengkurap.

“Kesayangan bunda sudah bangun? Kenapa menangis?” tanya Asyila sembari mengangkat tubuh putra kecilnya.

Prut... prut..

Asyila terdiam sejenak dan melirik ke arah suaminya yang sudah berada di sampingnya.

Prut... Prut.. Lagi-lagi putra kecil mereka mengeluarkan angin alias kentut.

“Haha..hahaha..” Asyila dan Abraham tak bisa lagi menahan tawa mereka. Hampir setiap pagi, buah hati mereka kentut.

“Sepertinya ini sudah menjadi hobi putra kecil kita, istriku,” ucap Abraham dan kembali tertawa.

“Huwa... huwa...” Ashraf kembali menangis dan bahkan tangisannya semakin keras karena ejekan dari sang Ayah.

“Mas, jangan menggoda Ashraf!”

Asyila menggendong buah hatinya yang masih menangis. Dengan penuh keibuan, Asyila mencoba menenangkan putra kecilnya.

“Kesayangan Bunda tidak boleh menangis. Kalau menangis, bukan kesayangan Bunda,” ucap Asyila.

Seakan terhipnotis, Ashraf langsung diam dan tak menangis lagi.

Abraham yang melihatnya bahkan terkagum-kagum dengan apa yang dilakukan oleh sang istri.

“Loh si tukang kentut tidak menangis lagi?” tanya Abraham yang kembali mengejek putra kecilnya.

Napas Ashraf langsung memburu mendengar ejekan dari Ayahnya yang artinya ia ingin kembali menangis.

“Mas ini,” ucap Asyila yang tak habis pikir dengan kebiasaan sang suami mengganggu putra kecil mereka. “Ayo sayang, Bunda mandikan!” Asyila bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk memandikan Ashraf.

Disaat yang bersamaan, Arsyad datang ke kamar dengan membawa salah satu mainannya yang ternyata sudah rusak karena ulahnya sendiri.

“Ayah! Mainan Arsyad rusak,” ucap Arsyad sembari memperlihatkan mainannya dan dengan mata berkaca-kaca.

Arsyad tertunduk lesu sembari memegangi mainannya.

Abraham menghela napasnya dan menuntun putra pertamanya duduk bersama dirinya di sisi ranjang.

“Coba Ayah lihat!” Abraham mulai mencari titik di mana mobil mainan putra pertamanya rusak.

Tak berselang lama, Abraham akhirnya tahu bahwa mobil mainan putra pertamanya rusak.

“Sepertinya tidak bisa diperbaiki, Ayah belikan yang baru ya!’’

Arsyad dengan cepat menggelengkan kepalanya tanda bahwa ia menolak usulan dari sang Ayah.

“Kenapa tidak mau?” tanya Abraham melihat respon penolakan dari Arsyad.

“Mainan Arsyad masih banyak,” jawab Arsyad dengan begitu polosnya.

Abraham terdiam dan di detik berikutnya, ia tersenyum lebar ketika mendengar Jawaban bijak dari Arsyad.

“Anak pintar,” puji Abraham.

Asyila keluar dari kamar mandi sembari menggendong putra kedua mereka.

“Anak Bunda dan Ayah sudah wangi. Waktunya pakai baju biar tidak kedinginan.” Asyila berkata dengan menirukan suara anak kecil.

Ashraf tertawa lepas mendengar Bundanya berbicara yang menurut sangat lucu.

“Bunda, Arsyad mau minum susu!” pinta Arsyad mendekati Bundanya yang masih menggendong sang adik.

“Sebentar ya sayang! Bunda akan membuatkan Arsyad susu setelah memakaikan adik Ashraf baju.”

Arsyad mengangguk dan kembali mendaratkan bokongnya di sisi ranjang sembari memperhatikan sang Bunda memakaikan pakaian kepada adiknya, Ashraf.

Beberapa saat kemudian.

Arsyad dan Ashraf bermain kejar-kejaran membuat Asyila harus ekstra memperhatikan kedua putra kecilnya.

Bruk!

“Huwa... huwa...” Ashraf tiba-tiba jatuh dengan kepala yang terlebih dulu membentur lantai.

Asyila panik dan segera menghampiri Ashraf yang terus saja menangis.

“Astagfirullahaladzim, kenapa bisa jatuh?” Asyila mengangkat tubuh putra keduanya dan mencoba menenangkan Ashraf yang terus menangis kesakitan.

Bagaimana dengan Arsyad? Tentu saja Arsyad ketakutan. Ia berdiri mematung sembari menundukkan kepalanya tanda bahwa dirinya menyesal membuat adiknya terjatuh.

“Hiks.. hiks...” Tak butuh waktu lama, Arsyad pun menangis karena takut jika orangtuanya memarahi dirinya.

Asyila semakin panik ketika Arsyad menangis dan dengan cepat ia membelai rambut putra pertamanya agar berhenti menangis.

“Jangan nangis ya sayang! Bunda tidak marah dengan Arsyad.” Asyila berkata dengan begitu lemah lembut agar Arsyad segera berhenti menangis.

Arsyad menghentikan tangisannya dan meminta maaf karena tak sengaja membuat adiknya terjatuh. Sementara Ashraf masih saja menangis karena dahinya yang masih terasa sakit.

Abraham yang tengah berada di luar rumah sedang menyiram tanaman sang istri, bergegas masuk ke dalam ketika mendengar suara buah hatinya menangis.

“Ashraf kenapa Syila?” tanya Abraham dan mengambil alih untuk menggendong serta menenangkan putra kecilnya, Ashraf.

Asyila menjelaskan apa yang terjadi tanpa menyalahkan Arsyad.

Saat Abraham mencium kening putra kecilnya, ia terkejut mendapati dahi Ashraf yang sudah bengkak dan membiru. Asyila pun ikut terkejut dan dengan cepat ia berlari mengambil minyak oles.

“Ayah, Arsyad minta maaf,” ucap Arsyad mengetahui dahi Adiknya memar.

“Sudah tidak apa-apa, Arsyad sudah menghabiskan susu?”

“Belum, ayah.”

“Ya sudah, Arsyad ambil susu dan habiskan!”

Arsyad mengiyakan dan bergegas menuju meja ruang makan untuk segera menghabiskan susu yang dibuat oleh sang Bunda.

“Ini minyak olehnya Mas!” Asyila menyerahkan minyak oles kepada sang suami.

“Terima kasih,” ucap Abraham dan mulai mengoleskan minyak ke dahi putra kecil mereka.

Pyar! Tiba-tiba suara pecahan kaca dari ruang makan.

Abraham dan Asyila yang mendengar suara tersebut, berlari kecil untuk melihat apa yang terjadi.

“Jangan disentuh sayang!” perintah Asyila ketika melihat pecahan gelas kaca yang sudah berserakan di lantai dan hampir disentuh oleh putra pertama mereka.

Arsyad terdiam dan terus menunduk.

“Arsyad sama Ayah ke ruang keluarga ya! Pecahan gelas kaca biar Bunda yang bersihkan,” ucap Asyila sembari memeriksa kaki serta tangan putra pertamanya barangkali terkena pecahan gelas kaca.

”Sini sayang!” panggil Abraham dan mengajak Arsyad menuju ruang keluarga.

Kini Asyila seorang diri di ruang makan sembari membersihkan pecahan gelas kaca yang berserakan di lantai.

Tak ada rasa kesal sedikitpun di hati Asyila, karena ia tahu hal seperti itu wajar dilakukan oleh anak seusia Arsyad maupun Ashraf.

“Pagi ini memang sedikit merepotkan. Akan tetapi, semuanya bisa aku dan Mas atasi dengan baik,” ucap Asyila.

Di ruang keluarga.

Abraham menenangkan Arsyad dan Ashraf secara bergantian. Ia bahkan, memberi pesan dan petuah kepada kedua putra kecilnya dengan penuh kasih sayang tanpa membuat mereka ketakutan ataupun merasa bersalah.

“Sekarang kita nonton kartun ya!”

“Baik, Ayah!” seru Arsyad dan menyandarkan kepalanya di sofa dengan cemilan sehat di tangannya.

*****

Abraham 💖 Asyila kembali lagi. Jangan lupa like ❤️ komen 👇

Oya, pembaca Absyil dari mana aja?

Komen ya!

Kedatangan Dayat

Abraham yang sedang berbaring di tempat tidur bersama istri dan kedua putra kecilnya tiba-tiba dikejutkan dengan suara ponsel Abraham yang begitu nyaring.

Tanpa berpikir panjang, Abraham segera mengambil ponselnya dan menerima sambungan telepon dari sahabatnya yang sudah beberapa bulan tidak lagi menghubungi dirinya.

“Tidur lagi ya sayang!” Asyila membelai lembut kepala Ashraf agar buah hatinya itu kembali tidur.

Diluar kamar, Abraham mulai melakukan perbincangan dengan sahabatnya, Dayat.

“Siang ini aku tidak kemana-mana,” balas Abraham pada sahabatnya yang menanyakan jadwal pekerjaannya di rumah.

“Baiklah, Insya Allah kami berkunjung ke rumah tuan Abraham sore nanti,” ucap Dayat dari seberang telepon.

“Baik,” balas Abraham singkat dan mengakhiri sambungan telepon.

Asyila membuka pintu kamar menghampiri suaminya.

“Siapa Mas?” tanya Asyila sembari memeluk tubuh suaminya.

“Dayat,” balas Abraham dan mengecup kening sang istri.

Asyila mengernyitkan keningnya ketika tahu bahwa Dayat kembali menghubungi suaminya.

“Apa ada sesuatu hal yang akan kembali Mas lakukan bersama Pak Dayat?” tanya Asyila penasaran dan semakin mempererat pelukannya.

“Entahlah, sudah beberapa bulan terakhir Dayat tak pernah menghubungi Mas. Terakhir kali membantu mereka saat usia Ashraf baru 7 bulan,” jawab Abraham.

Asyila melepaskan pelukannya dan mengajak sang suami untuk kembali menemani dirinya serta kedua putra kecil mereka untuk tidur siang.

“Jika ada hal yang mendesak, pergilah bersama Pak Dayat dan yang lainnya. Asyila sangat senang dan juga bangga memiliki suami berhati malaikat.”

Senyum Abraham mengembang sempurna mendengar pernyataan dari sang istri.

“Ayo kita lanjutkan tidur siang kita yang sempat tertunda!” ajak Abraham dan kembali membaringkan tubuhnya bersama sang istri tercinta.

Sebentar lagi Asyila akan datang untuk ikut membantu Mas.

Tanpa sepengetahuan Abraham, sebenarnya sang istri diam-diam berlatih ilmu bela diri. Bahkan, Asyila mendatangkan guru wanita yang ahli dalam ilmu bela diri pencak silat.

“Ada apa?” tanya Abraham karena sang istri terus memainkan jari telunjuk ke arah dadanya.

“Tidak ada,” balas Asyila dan memutuskan untuk segera tidur.

****

Asyila tengah sibuk memasak di dapur, sebentar lagi sang suami akan kedatangan tamu dari Jakarta.

Tamu tersebut adalah Dayat yang sudah beberapa terakhir tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di perumahan Absyil.

“Perlu suamimu bantu?” tanya Abraham yang telah mendekap punggung sang istri.

Asyila menggeliat merasakan geli di area tengkuk lehernya karena napas sang suami yang berhembus di tengkuk lehernya.

“Lepas Mas! Nanti Arsyad dan Ashraf melihat kita,” ucap Asyila.

“Biarkan saja,” sahut Abraham santai dan meletakkan dagunya di pundak Asyila.

“Ayah sakit?” tanya Arsyad yang tiba-tiba datang ke dapur dan mengira bahwa sang Ayah sedang sakit karena menyandarkan dagu di pundak Bundanya tercinta.

Abraham terkesiap dan segera bergeser menjauh pada Istrinya.

“Tidak,” jawab Abraham sembari menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.

“Terus tadi kenapa dagu Ayah di pundak Bunda?” tanya Arsyad penasaran sembari menyentuh pundaknya sendiri.

Abraham menghela napasnya dan berjongkok mensejajarkan dirinya pada putra pertamanya.

“Kenapa kesayangan Ayah ini sudah tumbuh sepintar ini? Ayah hanya ingin bermanja-manja dengan Bundanya Arsyad dan Ashraf.”

“Ayah, 'kan sudah besar,” celetuk Arsyad.

Kini Abraham terdiam seribu bahasa, bagaimana anak seusia Arsyad bisa berpikir seperti itu.

“Mas sebaiknya bantu Asyila memotong timun,” ucap Asyila meminta bantuan sang suami sekaligus menyelamatkan sang suami yang terlanjur malu dengan perkataan putra pertama mereka.

“Terima kasih,” balas Abraham lirih dan segera mencari timun di dalam kulkas.

Arsyad yang melihat orangtuanya sibuk akhirnya memutuskan untuk kembali menjaga sang adik yang sedang bermain di ruang keluarga.

Beberapa saat kemudian.

Arsyad yang sedang bermain bersama adiknya di teras depan di kejutkan dengan suara klakson mobil.

“Adik tunggu disini ya! Kak Arsyad akan masuk ke dalam memanggil Ayah dan Bunda.” Arsyad pun berlari masuk ke dalam rumah dan membiarkan adiknya di teras depan seorang diri.

Mobil itu berhenti tepat di depan rumah tanpa masuk.

“Ashraf!” Seorang pria yang baru saja keluar dari mobil nampak senang melihat salah satu putra kecil dari sahabatnya, Abraham.

Pria itu dengan cepat berlari menghampiri Ashraf dan menggendongnya.

“Masih ingat dengan Paman Dayat?” tanya Dayat sembari mengacak-acak rambut Ashraf.

Ashraf langsung cemberut ketika rambutnya berantakan.

“Nakal,” celetuk Ashraf dan menggerakkan tubuhnya tanda bahwa dirinya ingin turun dari gendongan Dayat.

Disaat yang bersamaan, Abraham dan Asyila keluar dari rumah untuk menyambut kedatangan Dayat.

Ashraf yang melihat kedua orangtuanya bergegas menghampiri mereka dan mengadukan apa yang dilakukan oleh Dayat kepada rambutnya.

Abraham dan Asyila tentu saja terkejut dengan apa yang dikatakan oleh putra kecil kedua mereka, Ashraf sendiri memang tidak suka jika rambutnya berantakan apalagi sengaja diacak-acak oleh orang lain.

Dayat pun merasa bersalah dan meminta maaf kepada Ashraf yang semakin terlihat menggemaskan menurut Dayat.

“Assalamu’alaikum,” ucap Dayat ketika memasuki rumah.

“Wa’alaikumsalam!” seru mereka.

Dayat tersenyum dan memeluk sekilas tubuh sahabatnya, Abraham.

“Apa kabar Tuan Abraham?” tanya Dayat.

“Alhamdulillah aku baik. Bagaimana denganmu?” tanya Abraham balik.

“Bisa Anda lihat sekarang! Saya begitu sehat dan baik-baik saja.”

Asyila meminta izin ke dapur dan mempersilahkan suami dan Dayat untuk berbincang-bincang.

“Jangan terlalu formal!” pinta Abraham.

Dayat menggelengkan kepalanya, “Biarkan saya berbicara seperti ini,” balas Dayat santai.

“Baiklah, senyaman kau saja.”

“Sudah lama saya tidak berkunjung kemari. Sebenarnya, saya datang kemari karena ada sesuatu hal yang bisa dikatakan penting. Beberapa hari yang lalu kami menerima kabar bahwa gadis-gadis di bawah umur telah diculik dan dibawa ke daerah terpencil di Bandung,” terang Dayat dan melanjutkan ceritanya.

Abraham mendengarkan apa yang dikatakan oleh Dayat dengan sangat serius. Kedatangan Dayat ke rumahnya pastinya begitu penting dan butuh bantuan dari dirinya.

“Mas, makanan sudah siap,” ucap Asyila yang tiba-tiba datang.

Abraham mengangguk dan mengucapkan terima kasih karena telah menyiapkan makan sore.

“Ayo kita makan bersama!” ajak Abraham pada Dayat.

Dayat mengiyakan, perjalanan dari Jakarta ke Bandung cukup membuat perutnya lapar.

“Mas, Asyila permisi ke kamar. Ashraf diatas sedang ngambek,” ucap Asyila lirih.

“Siap istriku. Kalau Ashraf sudah tidak ngambek, ajak dia turun!”

“Baik Mas.” Asyila pun bergegas menghampiri putra keduanya yang sore itu sedikit ngambek.

Arsyad yang melihat Bundanya menaiki anak tangga memutuskan untuk menyusul.

Sesampainya di dalam kamar, Asyila terkejut melihat Ashraf yang sudah tidur terlelap.

“Adik Ashraf sudah tidur,” ucap Arsyad.

“Sudah jam segini, apakah Ashraf harus kita bangunkan?” tanya Asyila pada Arsyad.

“Jangan Bunda. Kasihan jika adik Ashraf dibangunkan.

Senyum Asyila mengembang sempurna ketika mendengar jawaban dari putra pertamanya.

“Baiklah, Bunda akan menuruti keinginan Arsyad. Sekarang kesayangan Bunda mandi ya! Apa mau Bunda mandikan?”

“Tidak usah Bunda. Arsyad sudah besar,” balas Arsyad sembari masuk ke dalam kamar mandi.

Asyila berjalan melangkah ke almari pakaian. Ia membuka almari pakaian itu dan mencari pakaian yang cocok untuk dikenakan oleh putra pertamanya, Arsyad.

“Bunda...” Ashraf memanggil Bundanya dengan begitu lirih tanpa membuka matanya.

Asyila tak langsung menjawab serta menghampiri Ashraf karena sedang mencari pakaian untuk Arsyad.

“Bunda!” panggil Ashraf lagi karena Bundanya tak kunjung menghampiri dirinya.

“Sebentar sayang!” seru Asyila dan segera menghampiri Ashraf.

Asyila ikut merebahkan tubuhnya dan menciumi pipi sang buah hati.

“Ada apa sayang?” tanya Asyila.

Ashraf membuka matanya dan mencium pipi kanan sang Bunda.

“Bunda mau mandi,” ucap Ashraf.

Asyila mengiyakan dan mendudukkan sang buah hati.

“Bunda mandiin ya sayang!”

Ashraf mengiyakan dan dengan cepat turun dari tempat tidur. Disaat yang bersamaan, Arsyad keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

Beberapa menit kemudian.

Asyila bersama kedua putra kecilnya baru saja turun dari anak tangga.

Ternyata Abraham dan Dayat telah selesai menikmati makan sore mereka.

“Sudah selesai makannya?” tanya Asyila.

“Alhamdulillah sudah,” jawab Abraham.

“Masakan nona Asyila sangat lezat,” puji Dayat jujur.

“Tentu saja, karena semua masakan ini dimasak langsung oleh istriku,” sahut Abraham memperjelas status wanita yang memasak semua makanan di meja.

Dayat mengangkat kedua alisnya dan tertawa kecil.

“Iya saya tahu,” balas Dayat.

Prut! Prut!

Semua hening ketika mendengar suara kentut, sementara Ashraf lari secepat mungkin menjauhi mereka yang telah mendengar suara kentutnya.

“Ashraf, kamu kentut lagi?” Arsyad mengejar adiknya karena kelakuan sang adik yang selalu kentut di sembarang tempat.

“Suara tadi saya sama sekali tidak mendengarnya,” ucap Dayat sembari menahan tawanya. 😅🤣

Abraham 💖 Asyila

Semuanya jangan lupa like 💖 komen 👇 dan Vote.

Akan ada hadiah 50 RB untuk 3 orang yang memberikan poin sebanyak-banyaknya di novel Abraham dan Asyila 2 . Berakhir sampai akhir bulan April.

Eits.. Jangan lupa rate bintang 5 dan tambahkan favorit 💖

Makan Siang Bersama

Ema tengah sibuk menyiapkan makanan untuk keluarga kecilnya serta keluarga kecil sahabatnya, Asyila.

“Mama, aku mau itu!” pinta Kahfi sambil menunjuk sosis goreng yang di goreng oleh Ema.

“Ini sayang, makannya pelan-pelan saja!” perintah Ema sembari memberikan sosis goreng pada Kahfi.

“Terima kasih, Mama.”

Setelah mendapatkan sosis goreng keinginannya, ia pun duduk dan mulai menikmatinya.

Setelah habis, ia memutuskan untuk menghampiri Ashraf yang hanya bersebelahan rumah.

“Mau kemana sayang?” tanya Ema ketika melihat Kahfi melangkah menjauh.

“Mau main sama Ashraf,” jawab Kahfi dan melanjutkan langkahnya.

“Jangan lari-lari, kalau main jangan nakal ya sayang!” teriak Ema pada buah hatinya yang terus berjalan keluar.

“Iya Mama!” seru Kahfi.

Ashraf dan Kahfi memang lahir di hari dan tahun yang sama. Hanya beda waktu saja diantaranya keduanya. Ashraf lagi disiang hari sementara Kahfi di malam hari.

Ketika mereka bermain bersama, banyak yang mengira Ashraf dan Kahfi anak kembar.

“Kak Arsyad, Ashraf mana?” tanya anak laki-laki yang usianya sama dengan usia Ashraf 3 tahun 4 bulan.

“Ada di dalam, sini kakak antar!” Arsyad memegang tangan Kahfi dan membawanya masuk ke dalam.

Kahfi tak lupa mengucapkan salam sebelum masuk ke rumah. Hal itu sudah diajarkan oleh kedua orangtuanya sedari dia belum bisa berbicara.

Arsyad masih memegangi tangan Kahfi untuk mencari adiknya dan akhirnya mereka menemukan Ashraf yang tengah berada di ruang keluarga bersama Asyila.

“Kahfi!” Ashraf yang tak sengaja melihat Kahfi beranjak dari duduknya dan mendekati Kahfi, “Mau?” tanya Asyila Ashraf dan dengan senangnya memberikan permen rasa strawberry kepada Kahfi.

“Terima kasih,” balas Kahfi setelah mendapatkan permen dari Ashraf.

“Arsyad tolong jaga Ashraf dan Kahfi ya! Bunda mau ganti baju dulu,” ucap Asyila.

“Baik, bunda.”

Asyila pun bergegas menuju kamar untuk segera berganti pakaian karena akan makan siang bersama Ema.

“Akhh!” Asyila menjerit ketika tubuhnya tiba-tiba ditarik baru saja memasuki kamar, “Mas selalu membuat Asyila terkejut,” ucap Asyila yang tak habis pikir dengan hobi suaminya yang selalu mengejutkan dirinya.

“Mau bagaimana lagi? Arsyad dan Ashraf pasti akan kesal kalau Mas mengangetkan mereka,” balas Abraham dengan santainya.

“Apakah Mas senang?”

“Tentu saja, apalagi melihat ekspresi wajah natural Asyila!”

Asyila memanyunkan bibirnya dan mencubit kedua pipi sang suami dengan sedikit kencang.

“Apakah sakit?” tanya Asyila setelah mencubit pipi sang suami.

“Tidak,” jawab Abraham singkat dan menggendong sang istri menuju ranjang.

“Mas, jangan sekarang. Siang ini Ema mengundang kita untuk makan siang bersama.”

Abraham menepuk jidatnya karena baru ingat bahwa Yogi pun mengundangnya untuk makan siang bersama.

“Melihat Mas seperti ini, pasti Mas sudah ingat, 'kan?”

Abraham mengiyakan dan menarik tubuh istri kecilnya agar segera bangkit dari ranjang.

“Sudah hampir jam 1, kalau begitu ayo kita ganti pakaian!”

***

Abraham dan Asyila sudah mengganti pakaian mereka. Senyum mereka mengembang sempurna ketika melihat bagaimana Arsyad menjaga Ashraf dan Kahfi.

“Sayang, ayo berangkat!” ajak Abraham memanggil Arsyad dan Ashraf.

“Baik, Ayah!” seru Arsyad. Arsyad pun menggandeng tangan Ashraf dan Kahfi layaknya seorang kakak yang menjaga adik-adiknya.

“Arsyad memang bisa diandalkan,” ucap Abraham berbisik di telinga sang istri.

Sebelum pergi meninggalkan rumah, Abraham terlebih dulu mengunci pintu. Kemudian, barulah mereka pergi menuju kediaman Yogi dan Ema.

“Papa!” Kahfi berteriak kegirangan ketika melihat mobil Yogi baru saja tiba.

“Kahfi jangan lari!” perintah Arsyad yang masih menggenggam tangan Kahfi.

Kahfi yang ingin berlari akhirnya mengurungkan niatnya dan tetap berjalan mengikuti Arsyad dan juga Ashraf.

“Assalamu’alaikum,” ucap Abraham dan Asyila ketika melihat Yogi baru saja turun dari mobil.

“Wa’alaikumsalam,” balas Yogi dan memeluk tubuh sahabatnya sekilas.

Ema berlari kecil ketika mendengar suara mobil milik suaminya. Senyumnya semakin mengembang ketika melihat keluarga kecil dari sahabatnya telah tiba.

“Abang,” ucap Ema sembari menghampiri sang suami. Kemudian, ia mencium punggung tangan suaminya yang baru saja tiba.

“Ini aku membawakan baby crab untukmu,” ujar Asyila sambil menyerahkan paper bag yang berisi baby crab crispy.

“Terima kasih, beberapa hari yang lalu aku menginginkannya. Dan ternyata, kamu membawakannya untukku. Karena kalian sudah datang, mari masuk dan kita akan makan siang bersama!” ajak Ema.

Arsyad melepaskan genggamannya dan dengan cepat Kahfi menghampiri Papa nya yang siap untuk menggendongnya.

“Kahfi hari ini tidak nakal, 'kan?” tanya Yogi.

“Tidak,” balas Kahfi.

Mereka tidak langsung menikmati makanan. Mereka terlebih dulu berbincang-bincang di ruang tamu membahas hal-hal yang menurut mereka pantas untuk diperbincangkan.

“Oya Syila, apakah kamu serius dengan keinginan Arsyad?” tanya Ema penasaran.

“Aku tidak bisa melarang keinginan Arsyad. Lagipula Arsyad tinggal bersama nenek buyutnya,” jawab Asyila.

Beberapa hari yang lalu, Arsyad tiba-tiba mengutarakan keinginannya untuk tinggal dan bersekolah di Jakarta.

Ia ingin tinggal bersama nenek buyutnya serta kedua orang tua dari bundanya.

Abraham dan Asyila menghormati keinginan putra kecil pertama mereka.

“Bunda!” panggil Ashraf dan dengan santainya naik di atas pangkuan Asyila.

Melihat Ashraf duduk di pangkuan Bundanya, membuat Kahfi ingin merasakannya juga. Ia pun dengan cepat naik di pangkuan mamanya, Ema.

“Kalian ini seperti anak kembar,” celetuk Ema.

“Aku setuju!” seru Asyila dan tertawa kecil.

Melihat dan mendengar perbincangan mereka semakin seru, membuat Yogi memutuskan untuk masuk ke kamar. Ia harus mengganti pakaiannya yang mulai terasa gerah.

“Ayah, Arsyad mau dipangku seperti Ashraf dan Kahfi,” bisik Arsyad pada sang Ayah.

Abraham menatap putra pertamanya dan mengiyakan keinginan Arsyad.

“Terima kasih, Ayah,” tutur Arsyad senang.

Beberapa saat kemudian.

Yogi telah selesai mengganti pakaian dan tak menunggu lama, ia mengajak istri dan yang lainnya untuk segera menikmati makan siang.

“Ada apa, Mas?” tanya Asyila ketika melihat wajah sang suami berubah serius setelah menerima pesan.

Terlalu cepat untuk memberitahu Asyila tentang apa yang terjadi.

“Apa pesan itu dari Pak Dayat?” tanya Asyila semakin penasaran dan juga yakin bahwa Dayat lah yang mengirim pesan singkat tersebut.

Ema dan Yogi saling melirik kemudian, kembali melangkahkan kaki mereka menuju ruang makan bersama Arsyad, Ashraf dan juga Kahfi.

“Mas...” Asyila menatap mata suaminya dengan begitu serius.

“Besok Mas harus pergi ke Jakarta,” terang Abraham.

“Asyila ikut ya Mas!” pinta Asyila.

“Iya, kita akan kembali ke Jakarta bersama-sama. Hmm.. Mas lupa memberitahukan Syila kalau nenek sangat rindu dengan kita.”

“Terima kasih, Mas.”

Sepasang suami istri itu pun bergegas menuju ruang makan untuk menikmati makan siang bersama.

“Wah... Makanannya sangat banyak. Apakah kamu yang memasaknya, Ema?” tanya Asyila penasaran ketika melihat macam-macam hidangan di meja makan.

“Tentu saja. Aku harap kamu dan yang lainnya menyukai masakan ku,” balas Ema malu-malu dan sedikit tak percaya diri dengan rasa masakannya yang masih harus banyak belajar.

“Soal rasa sebenarnya tidak terlalu penting. Yang terpenting bagaimana kita berusaha memasaknya,” sahut Yogi sembari menatap istrinya, Ema.

Pipi Ema semakin merah merona ketika mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya, Yogi.

“Ehemm...” Asyila berdehem dan tertawa kecil melihat wajah sahabatnya yang begitu merah.

“Jangan menatapku seperti itu, Asyila. Aku sangat malu,” balas Ema dan menyembunyikan wajahnya di bahu suaminya.

Abraham 💖 Asyila

💖💖💖💖

Tinggalkan jejak dan like 💖🤗

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!