NovelToon NovelToon

KISAH TIO DAN BIBI LUNA

EPS. 1

Pagi hari. Dermaga kecil sepanjang seratus meter menjorok kelautan. Burung camar berteriak teriak menggugah  ikan yang bermain dalam air.

Haris fokus menatap senar pancingnya. Dinginnya angin lautan coba diusirnya dengan menghisap asap rokok dalam dalam lalu melepaskannya perlahan.

“Kapten Haris.” Sebuah suara wanita berteriak dikejauhan.

“Haish, aku ini ambil cuti biar bisa memancing dan bersantai Luna selalu menggangguku.” Gerutu Haris setelah mengetahui siapa yang memanggilnya.

“Hai kapten.” Sosok wanita muda berusia dua puluh dua tahun dengan memakai seragam polisi lengkap menyapa ramah.

“Ada apa Luna? Tak bisakah kau biarkan pamanmu ini cuti dengan santai tanpa mendengar suara bawelmu?”  Yang diomeli itu hanya terkekeh.

“Tadi kebetulan patroli diarea ini paman. Lalu kuingat spot memancing faforit paman.” Jawab wanita berseragam

polisi yang bernama Luna sambil cengengesan.

“Hmm…”  Haris menyalakan sebatang rokok, padahal baru saja dia membuang puntung rokoknya.

“Kurangi merokoknya paman.” Luna memperingatkan Haris yang merupakan kepala di kantor polisis tempat Luna bertugas.

“Sudah bawel… paman sudah mengurangi rokok paman. Tuh lihat tadi pagi waktu berangkat masih utuh,

sekarang udah berkurang.” Haris menunjukkan bungkus rokoknya dan terlihat isinya tinggal separuh. Luna memutar matanya malas mendengar jawaban konyol Haris.

“Eh paman, sepertinya ada yacht yang lumayan besar disana ya?” kata Luna sambil menunjuk kearah lautan.

“Iya paman tahu, yacht itu milik Joni Widodo.”

“Oo… milik konglomerat kaya itu ya paman? Tapi… kayanya ada yang aneh deh dengan yacht itu.” Luna berkata lirih

“Udah, lanjutin patrolimu sana. Ato kamu mau paman potong operasional kamu hah?”

Tapi Luna diam, matanya terus memandang kearah lautan. “Paman… sepertinya yacht itu melaju kearah sini deh?”

Matanya masih menatap kelautan. Haris juga tak menghiraukan keponakannya. Sepuluh menit berlalu keduanya focus dengan pandangan masing masing. “Paman…” Luna memanggil pamannya lagi “Apa yacht itu kalo udah dekat dengan dermaga layarnya masih terkembang?”

“Hmmm… ga” Haris masih cuek dan focus pada senar pancingnya.

“Tapi… itu.” Kini Luna menepuk nepuk bahu Haris dengan keras. “Itu paman… yacht itu sepertinya melaju kesini

dengan cepat.” Nadanya mulai sedikit panik.

Haris menoleh.

"Hei kenapa kau ga bilang dari tadi. Itu sudah telalu dekat dengan dermaga ini.” Haris buru buru menggulung senarnya. “Luna, cepat kau evakuasi pemancing lainnya agar keluar dari dermaga ini.” Perintahnya lagi.

Luna segera berlari dan berteriak teriak pada para pemancing yang masih santai sambil tangannya menunjukk kearah yacht yang meluncur deras.

“HOOIII cepat menyingkir!”

Sementara Haris ikut berlari dibelakang Luna.

Benturan keras badan yacht itu merobohkan ujung dermaga yang menjorok dilautan. Namun yacht tak juga berhenti. Masih meluncur deras dan mulai menghancurkan satu persatu tiang dermaga. Pemancing pemancing yang tak sempat berlari menjauh panic melompat menceburkan diri kelaut. Setelah menghancurkan lebih dari tiga perempat dermaga yacht itupun berhenti.

“Luna lapor kekantor. Aku akan memeriksa kedalam.”

“Siap Kapten.”

“Oh ya kamu jaga dipintu masuk yacht. Amankan TKP jangan sampe TKP rusak.”

“Siap Kapten.” Luna lalu menghubungi kantor polisi dan melaporkan kejadian. Kemudian dia berhenti di pintu belakang yacht. Dan berdiri disana. Dia memerintahkan warga untuk menolong pemancing yang tadi tercebur kelaut.

Haris memasuki yacht. Dilihat ada banyak cairan merah tersaput dilantai dan dinding yacht. Ada tiga mayat disana.

Setelah diperiksa, Haris menyimpulkan itu adalah mayat para pengawal. Dia menyentuh satu cairan merah yang lumayan menggenang. Kental. “Darah, belum terlalu mengering.” Katanya pada diri sendiri dengan lirih.

Dikeluarkannya pistol untuk berjaga jaga. Haris tak pernah meninggalkan pistolnya meskipun berlibur. Karena tugas kepolisian dituntut siaga dalam kondisi apapun. Dia sadar akan hal itu.

Haris masuk ke kabin kemudi.Tampak seorang lelaki memakai celana pendek dan kemeja putih tertelungkup

diatas kemudi yacht yang besar. Tampaknya dia adalah kapten atau juru mudi yacht ini. Haris meraba leher lelaki itu, mencoba merasakan nadinya. Mati, batinnya. Darah terlihat mengalir. Kejadiannya belum lama. Piker Haris  dalam hati.

Haris terus memeriksa sampai kabin terdalam. Dia telah menemukan beberapa mayat laki-laki dan perempuan.

Tapi dia belum menemukan mayat pemilik yacht ini. Haris kenal dan tahu pemilik yacht ini. Joni Widodo. Konglomerat kaya dengan gurita bisnisnya. Dulu mereka kuliah dikampus yang sama dan pernah berteman dekat. Karena Joni bukan tipikal laki-laki sombong karena hartanya. Haris turun ke dek bawah. Dia tahu dibawah ada suite mewah, karena pernah diajak berkeliling naik yacht dan memancing bersama dengan Joni W.

“Ya Tuhan Joni!.” Pekik Haris setelah menemukan jasad temannya itu bersimbah darah bersebelahan dengan Maya sang istri.

Dilihatnya jasad dua orang yang dikenalnya itu. Jam tangan mahal masih melingkar ditangan Joni. Perhiasan mahal pun masih melekat ditubuh Maya.

Ini bukan perampokan. Sepertinya ini pembunuhan terencana atau lebih tepat sipembunuh ingin mengatakan ini adalah akibat perang mafia.

“Paman, beberapa petugas sudah datang dan aku telah menyuruh mereka untuk membuat parimeter keamanan.” Luna datang menghampiri. Haris mengangguk paham.

“Kamu periksa kedalam, hati-hati jangan sentuh sembarangan. Jangan rusak TKP.” Perintah Haris.

Mereka lalu berpencar. Tak beberapa lama. Luna berteriak.

“Paman cepat kedapur.”

Haris berlari menuju kabin dapur. Dilihatnya Luna jongkok didepan seorang anak laki-laki berumur tiga belas

tahun. Tio Alberto Widodo. Putra Joni Widodo itu masih hidup. Tetapi tatapan matanya kosong, mungkin dia syok.

Haris yang sudah berpengalaman melakukan analisa terhadap opsi opsi motivasi dari pelaku, dari kerutan dahinya

yang makin terlihat, menunjukkan dia sedang berpikir keras, kalau ini adalah perang mafia, yacht ini pasti ditenggelamkan dilaut bukan dihanyutkan dan diarahkan kepantai. Sepertinya ini perebutan kekuasaan internal keluarga Widodo. Yacht dibiarkan utuh sebagai bentuk pengumuman kepada media. Jika seperti itu Tio Alberto Widodo ini akan menjadi target berikutnya. Keberadaannya harus dirahasiakan. Haris menyimpulkan secara cepat.

“Luna, kau amankan anak ini. Bawa mobilku tempatkan dikabin tengah hutan tempat aku dan papamu sering memancing dan berburu. Jaga dia.”

“Siap paman.”

“Hati hati, ada kemungkinan komplotan pembunuh menyamar di sekitar TKP. Pastikan kau tak diikuti.”

“Siap paman.”

Luna melihat ada beberapa mobil ambulans datang dan tim forensik dan DVI. Dengan sigap Luna mendatangi salah satu ambulans dan meminta sebuah selimut. Setelah didapatnya, dia pun segera mendatangi remaja yang masih syok disamping Haris. Diselimutkannya sampai menutupi kepala lalu menuntun remaja itu menuju mobil Haris yang terpakir sedikit jauh.

Keren juga mobil baru paman ini, batin Luna. Remaja yang syok atau Tio tadi disuruhnya masuk dan duduk dikursi

depan. Kemudian Luna bergegas memutar dan masuk ke bagian kemudi. Segera dijalankannya mobil sport milik Haris. Baru beberapa ratus meter Luna sudah mencurigai dengan sebuah jeep hitam dengan kaca depan hitam. Sepertinya jeep itu mengikuti aku sejak keluar dari parkir dermaga tadi. Benar kata paman, anak ini dalam bahaya. Batin Luna.

 

Bersambung...

EPS. 2

Segera mobil sport warna merah itu dihelanya hingga kecepatan penuh. Jalanan yang tak terlalu ramai  membuat  Luna bisa cepat meninggalkan penguntitnya. Akan tetapi tak sampai lama lalu lintas sudah mulai memadati jalanan. Penguntit bisa mendekat lagi. Luna sedikit mengurangi laju mobil sport tunggangannya. Mobil sport dan jeep itu  sekarang berjalan beriringan. Kaca belakang pengemudi jIp terbuka, Luna melihat ada lelaki besar mengeluarkan  senjata, tiba tiba Luna membanting kiri stir mobilnya memotong jalan jeep. Pengemudi jeep yang kaget dengan  maneuver mendadak Luna, otomatis membuang stir kekiri. Tapi tanpa memperhitungkan trotoar jalan, jeep itu  menabraknya sehingga terbang dan berputar diudara lalu terbanting ke aspal dan hambir saja menyebabkan  kecelakaan karambol. Segera Luna tancap gas meninggalkan lokasi tersebut.

Mobil sport merah itu mengarah keluar kota setelah Luna merasa tidak ada lagi yang mengikutinya.

Flashback On

Lima belas jam sebelum kejadian.

Sebuah yacht mewah melabuhkan sauhnya tak jauh dari garis pantai. Kemudian turun kapal karet bermesin. Ada

beberapa orang yang menaiki perahu karet itu.

Perahu karet berhenti di bibir pantai. Turun seorang lelaki setengah baya diikuti lelaki muda dan seorang wanita cantik. Dia adalah Joni Widodo, salah satu konglomerat terkaya di negeri ini. Dia turun dari perahu karet itu diikuti oleh putra semata wayangnya Tio Alberto Widodo dan istrinya yang masih terlihat cantik diusianya tak lagi bisa

disebut muda, Maya Harun Widodo.

Pulau kecil ini separuhnya telah dibeli oleh Joni Widodo, dan digunakan sebagai resort pribadinya. Sudah hampir

satu minggu Joni dan keluarganya berlibur menikmati indahnya lautan dengan yacht mewahnya.

Beberapa saat kemudian, dua buah perahu karet berhenti di dekat perahu karet yang ditumpangi Joni dan keluarga

tadi. Dalam perahu karet itu terlihat beberapa orang gagah dengan setelan jas mewah dan kacamata hitam. Mereka adalah pengawal. Lalu ada dua orang yang membawa beberap kota besar.

Kotak-kotak itu diturunkan. Payung-payung pantai dikembangkan, keluarga joni ingin menikmati indah lautan saat matahari terbenam. Sesekali Joni memeluk tubuh dan mencium istrinya. Sementara anaknya berlari kearah resort  mewah. Anaknya sudah akrab dengan peduduk local yang ada disana. Dan Joni membebaskan putranya untuk bergaul dengan siapa saja yang disuka.

Sunset menyajikan pemandangan indah, Joni dan Maya tampak begitu menikmatinya. Tio berlari mendekati,

bersamanya ada seorang anak lelaki sebaya.

“Siapa itu Tio?” Joni bertanya pada anaknya.

“Doni pih. Dia aku ajak untuk ke yacht nanti malam pih. Boleh ya pih?” Tanya Tio. Joni hanya mengangguk. “Doni

kenalkan ini papih Joni dan itu bunda Maya. Papi, bunda kenalkan teman baruku Doni.” Dengan hangat Joni dan Maya menyalami Doni. “Oh ya pih, bunda bolehkan Doni kuajak untuk tinggal di mansion? Dia sekarang yatim piatu pih. Kata Pak Sardi penjaga villa, ibunya Doni meninggal waktu melahirkan dan bapaknya sekitar dua bulan lalu meninggal karena kapal ikannya terbalik dihajar badai. Boleh ya pih?”

“Oh, kasihan banget kamu Doni” Maya mengusap lembut ujung kepala Doni. “Sayang ijinkan Tio membawa Doni ke

mansion untuk tinggal ya. biar dia punya teman.”

“As you wish my love…” Kata Joni mengabulkan.

Tio berteriak kegirangan. Dan mengucapkan terima kasih pada orang tuanya. Doni pun ikut bahagia.

Mereka kembali ke yacht mewah ditengah lautan. Doni sekarang juga merupakan tamu di yacht itu.

Tio mengajak Doni untuk kekamarnya dan menyuruhnya mandi lalu memberikan bajunya untuk dipakai Doni.

Tio anak yang baik, diusianya yang masih 13 tahun sudah punya rasa sosial yang tinggi. Ini tak lepas dari gaya mendidik Joni dan istrinya.

Malam itu laut begitu tenang. Yacht pun melaju meninggalkan pulau tadi menuju ke marina untuk bersandar lagi.

Joni memutuskan waktu liburan sudah selesai.

Jam sebelas malam. Yacht mewah melaju pelan memecah ombak. Marina yang dituju hanya tinggal beberapa mil saja. Tapi malam itu entah mengapa Joni dan keluarga seperti enggan tidur. Mereka terus saja bercengkerama di dek bawah. Tio dan Doni bermain play station dengan serunya. Sementara Joni dan Maya duduk disofa menyaksikan game yang dimainkan putranya.

Joni yang saat itu memakai kaos polo warna coklat tua dipadu dengan celana pendek krem dan sepatu pantofel

putih.

“Sayang, aku akan menemui Tejo. Kamu pergi tidur duluan ya. sebentar lagi  aku menyusul.” Joni berkata lembut pada istrinya. Lalu mengecup lembut keningnya. Kemudian dia menoleh kearah Tio dan Doni. “Ayo Tio ajak Doni tidur sekarang.” Kedua anak remaja itu segera bangkit sambil cengengesan lalu segera berlalu menuju suite nya.

“Cepetan balik ya… aku pengen tidur dalam pelukanmu.” Maya berkata sambil melangkah. Jony menjadi ragu akan

menemui Tejo si kapten yacht atau batal dan mengikuti langkah istri menuju suite mewahnya.

Dipandanginya istrinya dari belakang. Istrinya yang hanya memakai kimono bermotif bunga berwarna merah,

membiarkan bagian atasnya sedikit melorot. Sehingga pundak dan punggung putihnya terekspos jelas memancarkan godaan. Joni hanya menelan ludahnya.

Tiba-tiba terdengar suara berisik dari atas. Joni bergegas menuju dek atas. Begitu pintu dibuka, mata Joni silau oleh cahaya terang lampu sorot dari arah atas. Deru angin kencang memukul kearah bawah. Joni menyadari ada helikopter berada dia atas yachtnya. Setelah matanya mulai beradaptasi dengan cahaya lampu sorot dari heli diatasnya, dia menemukan tiga pengawal terbaiknya telah terkapar bersimbah darah. Sejenak kemudian terlihat dua buah tambang berwarna hitam diturunkan tepat dimukanya.

Joni sadar bahaya yang mengancam. Dia pun teringat anak istrinya. Joni bergegas menuju suite Tio. Ketika hendak

membuka pintu suite, Tio muncul dari arah dapur dengan membawa segelas susu coklat. Tanpa banyak kata, Joni menyeret Tio kembali kedapur. Dia membuka satu almari rahasia yang hanya bisa diisi satu orang. Disuruhnya Tio untuk masuk kedalam almari rahasia itu dan memakaikan sebuah kalung dengan bandul emas bermata berlian biru. tanpa banyak kata ditutupnya pintu almari oleh Joni dari luar.

Joni pun bergegas menuju suitenya sendiri untuk mengingatkan istrinya dan mengambil senjata. Baru saja tangannya menyentuh knop pintu, Joni merasa punggungnya basah dan panas. Sebuah peluru baru saja bersarang dipunggung kanannya.

“Ugh.” Joni menoleh. Dilihatnya lima lelaki dengan setelan hitam hitam. Ditangan mereka tergenggam senapan

otomatis buatan Rusia. “S-siapa kau? bang…” belum sempat Joni meneruskan kalimatnya sebuah peluru telah melesat dan tepat mengenai jantungnya. Darah tersembur. Joni pun terjengkang kebelakang. Tubuhnya menabrak pintu suite hingga terbuka.

Maya menjerit. Dirinya yang saat itu masih duduk dan menikmati minuman coklat panas terkaget melihat suaminya

tergeletak ditengah pintu bersimbah darah. Dia segera berlari menghambur ketubuh suaminya. Dengan menangis sejadinya Maya berusaha menyeret masuk tubuh suaminya.

“Cepat habisi yang lainnya. Kita harus segera menyelesaikan ini.” Kata laki-laki yang menembak Joni kepada komplotannya.

“Siap.” Kemudian komplotan lelaki itu bergerak menyebar.

Lelaki itu melangkahkan kaki memasuki suite Joni. Dilihatnya sang istri yang begitu mencintai seorang suami

berusaha mengamankan jasad sang suami. Tanpa ingin berlama lama lelaki itu menembakkan senapan otamatis berperedam kedada Maya.

Bersambung...

EPS. 3

“Ugh.” Tubuh Maya roboh disebelah suaminya, dia meninggal dengan satu tangan masih terkepal memegang kaos polo suaminya.

Sementara itu. Tio yang berada ditempat persembunyian langsung teringat teman barunya. Dia yang masih belum paham dengan bahaya yang ada keluar bermaksud mengejar papinya. Tetapi dia melihat beberapa orang turun  ditangga dengan menenteng senjata, Tio pun sembunyi dibalik nakas kecil. Dia melihat papinya ditembak waktu  akan membuka pintu, lalu ditembak lagi tepat didada. Tio terhenyak, takut menderanya. Dia perhatikan lagi sosok yang menembaknya.

Lelaki gagah dengan pakaian hitam-hitam. Potongan rambut cepak mirip tentara. Tio tersadar dari takutnya, dia segera berlari merunduk menuju tempat persembunyian. Panik. Dia terlupa pada Doni yang tertidur di suite miliknya.

Ketika sudah berada di almari tersembunyi, Tio mendengar pintu dapur dibuka. Tio mencoba memberanikan untuk

mengintip dari lubang angin yang sempit. Ditempat itu Tio hanya bisa duduk. Dia hanya melihat seorang yang masuk. Itupun hanya tangan yang menenteng senjata. Tio melihat ada tato berwarna merah berbentuk seperti capit kepiting berwarna merah. Tato itu samar terlihat karena tangan itu memakai sarung tangan karet tipis.

Tio menggigil ketakutan dalam almari. Disembunyikan wajahnya didalam lutut. Menggigil.

Sesaat kemudian terdengar percakapan.

“Jimi, kau sudah periksa suite itu.”

“Sudah bos, ada anak sekitar usia smp tertidur disana. Dan sudah kuhabisi.”

“Baiklah. Aku akan lapor ke bos. Kalian bersiaplah naik ke heli sekarang.”

“Siap.”

Hening…

Flashback Off

Mobil sport merah itu mengarah keluar kota setelah Luna merasa tidak ada lagi yang mengikutinya. Luna  menghentikan mobil sport itu dipinggir hutan. Dia lalu turun dan berjalan menuju sebuah tumbuhan semak yang  rimbun dan banyak daunnya yang mongering. Luna memutari semak semak itu, lalu menyeret dan memindahkan  dahan semak satu persatu. Dan lalu terlihatlah jalan yang cukup dilewati satu mobil. Jalan itu terbuat dari tanah.

Luna mengarahkan mobil masuk kejalan tanah itu. Setelah beberapa meter berhenti lagi. Luna turun lagi dan mulai mengembalikan tumbuhan semak keposisi semula. Ternyata tumbuhan semak itu dipakai sebagai kamuflase untuk menutupi jalan kecil yang dilewati Luna.

Butuh waktu untuk mencapai pondok yang dimaksud Haris untuk dipakai sebagai persembunyian sementara.  Karena mobil sport yang ditunggangi bukan kualifikasi jalan tanah yang tak rata. Hampir satu jam mereka baru  sampai di sebuah area yang terbuka. Satu pondok kayu kecil.

Luna turun dan langsung masuk kedalam pondok. Dilihatnya pondok dengan tiga kamar tidur dan satu kamar lagi

yang terbesar sebagai ruangan multifungsi. Ruang makan, dapur, dan gudang. Dibelakang ada sungai kecil mengalir. Sungai itu bermata air dari bawah akar pohon tua yang besar seratus meter dari pondok.

Luna terpaksa kembali kemobil karena Tio belum juga turun. Dilihatnya Tio sedang tertidur pulas.

Kasihan juga anak ini. Harus menyaksikan orang tuanya dibunuh. Batin Lena mengamati wajah polos berkulit putih berhidung mancung itu. Pakaian Tio masih sama.

Luna pun membiarkan saja Tio. Dia lalu kembali kekabin. Perutnya lapar. Dibukanya nakas dekat kompor gas lalu diambilnya mi instant dan dua kaleng corned beef. Diperiksanya tabung elpiji, penuh. Luna pun segera memasak.  Setelah matang dia mempersiapkan piring dimeja, dan bergegas membangunkan Tio.

Tio terbangun setelah Luna menggoyang bahunya dengan keras. Sambil mengumpulkan kesadarannya dia  menatap lekat kearah Luna, cantik gumamnya dalam hati.

“Cepat bangun jangan bengong. Oh ya nama kamu Tio Kan? Aku Luna yang akan menjaga keselamatan kamu.”

\===o0o===

Haris memijit dahinya. Dia berpikir keras. Kemudian dia masuk mencari dokter forensik paling senior disitu.

“Burhan, jangan sampai ada yang terlewatkan. Kumpulkan semua bukti yang kau bisa. Aku tunggu laporan forensik secepatnya.”

“Siap Kapt.” Haris lalu mengambil hapenya dan menelepon pengacara keluarga Joni. Yang kebetulan juga adalah teman Haris.

“Halo, selamat pagi Yeni.” [Haris]

“Halo Haris, ada apa kau telepon sepagi ini?” [Yeni]

“Joni dan keluarga dibunuh. Dimana aku bisa menemuimu?”

“HAH!?! APA?!?” [Yeni berteriak kaget]

Haris menjauhkan gagetnya. Kupingnya mendengung mendengar teriakan keterkejutan Yeni. Pengacara ini adalah sahabat SMA Maya. Terasa sekali kalau Yeni begitu terpukul mendapat telepon dari Haris.

“Baiklah, satu jam lagi kita bertemu dikantor. Ada hal yang ingin aku tanyakan.” [Harirs]

“O-oke…” [Yeni]

“Sampai jumpa nanti Yen.” Lalu telepon ditutup haris.

Haris naik ke deck paling atas. Dia mengawasi kerumunan warga dan wartawan. Mereka tertahan garis polisi yang

dibentangkan anak buah Haris. Dia mengamati orang-orang itu. Meskipun dia tak bisa memastikan apa yang  dicarinya disana.

Haris turun lagi dan menemui Iptu Darwin, bawahan kepercayaannya.

“Darwin kau handle tkp ini. Aku balik dulu. Kutunggu laporan secepatnya. Perhatikan dengan detail hal yang bisa

dijadikan bukti.”

“Siap Kapt.” Iptu Darwin menjawab sambil melakukan hormat.

Haris meninggalkan TKP dan meluncur kerumahnya menggunakan mobil patroli yang tadi digunakan Luna.

Sesampainya dirumah Haris langsung mandi. Setelah mandi dia berganti baju bebas, Haris adalah polisi reserse tidak harus selalu berseragam saat dinas. Tanpa sarapan Haris langsung kekantornya.

“Maaf terlambat Yen.” Kata Haris setelah melihat Yeni sudah duduk dalam ruangannya. “Kau mau kopi atau teh?”

Lanjutnya.

“Kopi cream aja Ris.” Yeni memanggil kapten polisi dengan memanggil nama panggilan saja. Karena mereka memang berteman sejak lama.

Setelah memberikan kopi cream pada Yeni, Haris menceritakan kejadian tadi pagi. Yeni yang mendengarkan langsung memotong dengan pertanyaan.

“Aku tahu, Joni dan keluarganya pergi berlibur dengan yacht. Tak kusangka kematian mereka sungguh tragis. Aku

sangat sedih mengetahui Maya meninggal dengan tidak wajar Ris.” Mata Yeni terlihat sembab menahan air mata  saat menyebut sahabatnya Maya. “Kamu katakan tadi ada mayat anak lelaki tak dikenal?”

“Iya. Mayat itu belum diketahui identitasnya. Dia meninggal dalam suite yang berbeda dengan Joni dan Maya diketemukan.”

“Apa kamu yakin itu bukan Tio. Putra semata wayang Joni dan Maya?” Tanya Yeni menegaskan.

Haris menggelengkan kepala. Dia belum menceritakan keseluruhan cerita pada Yeni. Dimana Tio diketemukannya

masih hidup. Dan sekarang dalam pengamanan kepolisian meski belum secara resmi.

“Terus, Tio dimana Haris?”

Belum sempat Haris menjawab. Pintu ruangan diketuk. Haris mempersilahkan masuk pada orang yang mengetuk

pintu.

“Ada laporan sebuah jeep terbalik dijalan XX Kapt. Menurut saksi mata, Jeep terbalik setelah dipotong jalannya

oleh mobil sport warna merah, tetapi seluruh penumpang jeep itu membawa senapan laras panjang, kondisinya selamat lalu kabur membajak mobil lain. Kami menduga itu ada hubungannya dengan kejadian di dermaga Kapt.”

“Bagus. Cepat ketemukan mereka. Kejar dan tangkap.” Haris bersyukur Luna begitu ahli mengendarai mobil dan tanggap dengan situasi. Insting keponakannya itu sebagai polisi sangat tajam. Haris tersenyum dalam hatinya.

“Cepat bikin laporannya, dan serahkan padaku copy nya. Berkas asli tolong kamu gabungkan nanti dengan berkas laporan dari forensik.”

 

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!