Riana terlihat membereskan meja kerjanya yang masih berantakan. Tubuhnya sudah sangat lelah hari ini, matanya pun sudah sangat mengantuk.
Diliriknya jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, ternyata sudah menunjukkan pukul 21.00. Pantas saja tubuhnya sudah pegal bukan main, dari pagi ia bekerja kemudian lembur sampai jam segini.
Timnya akan mengerjakan sebuah project baru senin besok, oleh karena itu mereka harus menyelesaikan semua persiapan sebelum hari senin. Kalau bukan karena nilai project dan bonus fantastis ia tidak akan rela untuk lembur di jumat malam seperti ini. Harusnya ia bisa hangout bersama teman-temannya di malam weekend seperti ini.
"Mey, yuk pulang. Sudah selesai kan?" ajak Riana pada Mey, teman satu timnya.
"Sudah, tapi gue pulang sama Mas Heru" ujar Mey sambil menunjuk seorang lelaki berkacamata yang masih fokus di depan layar komputernya.
"Ya sudah kalau begitu gue pulang duluan ya, gue capek banget, pengin tidur" jawab Riana sambil menyambar kunci mobilnya.
Kemudian Riana pun pamit dengan teman-teman satu timnya yang lain yang beberapa masih terlihat berkutat di depan layar komputer masing-masing.
"Na, pulangnya jangan belok ke Mr.Black lho," celetuk Leo yang menyebutkan nama salah satu club malam. Kemudian disusul suara gelak tawa rekannya yang lain mendengar celetukan Leo.
Riana hanya manyun sambil berlalu. Dirinya sudah tidak kuat lagi kalau harus meladeni keusilan rekan-rekan kerjanya yang tidak ada habisnya.
Ia pun bergegas turun ke parkiran dan masuk ke dalam mobilnya. Tak lama kemudian mobil H*nda Jazz abu-abu metalic itu pun melaju dan meninggalkan halaman kantor.
Riana bekerja di PT. Graha Abadi yang bergerak dalam bidang properti. Ia bekerja di bagian keuangan di perusahaan itu sejak lima tahun lalu. Sejak lulus kuliah S1 nya ia langsung bekerja di sana. Sekitar dua tahun kemudian ia melanjutkan pendidikan S2 nya dengan masih sambil bekerja dan ia selesaikan tepat waktu. Oleh karena itu kini tiap hari sabtu atau minggu ia mempunyai jadwal mengajar di salah satu kampus swasta.
Mengisi waktu dengan mengasah ilmu menjadi kegiatannya tiap weekend. Apalagi dapat pendapatan tambahan, itu membuatnya makin bersemangat menjalani dua profesinya saat ini.
Akhirnya Riana sampai di parkiran kos-kosannya. Ia segera memarkirkan mobilnya dan cepat-cepat masuk ke kamarnya.
Kos-kosan mewah bertema cottage ini sudah di tempati Riana sejak awal bekerja. Dengan gaji di atas rata-rata membuatnya mampu untuk membayar biaya sewa perbulannya. Ia sudah terlanjur jatuh hati dengan tempat ini.
Sebuah area dengan kamar-kamar bertemakan cottage dan pepohonan rindang yang membuat tempat ini semakin nyaman. Ditambah lagi dengan kolam renang berukuran 8x3m khusus penghuni kos yang terdapat di tengah2 area sebagai fasilitas membuatnya makin betah dan tak ingin pindah dari sini.
Riana membuka pintu kamarnya yang terbuat dari kaca yang tertutup gorden putih untuk menambah kesan mewah dan luas dari kamarnya. Buru-buru ia masuk dan melemparkan tasnya ke atas sofa.
Riana langsung menuju kamar mandi untuk bersih-bersih sejenak. Tak lama kemudian ia keluar dari kamar mandi dengan menggukan bra dan ****** ***** seperti yang sudah biasa ia lakukan setiap malam. Setelah itu ia langsung merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur, menutupi tubuhnya yang hanya berbalut bra dan ****** ***** dengan selimut kemudian tertidur.
Malam itu ia tidur dengan lelapnya tanpa terbangun sedikitpun. Hingga pagi dengan cahaya matahari yang mulai masuk ke kamarnya melalui pintu dan jendela kaca besar di kamarnya barulah ia terbangun dari tidurnya.
Riana mengulet sambil merasakan nikmatnya tidurnya tadi malam.
"Aaaaaaaaaaak" teriaknya sambil melihat ke arah kanan tempat tidurnya dengan wajah terkejut.
Di lihatnya seorang lelaki yang bertelanjang dada sedang tidur dengan pulas di tempat tidurnya, yaitu tepat di sampingnya.
Mendengar teriakan Riana lelaki itu terlihat kaget dan terbangun. Kemudian lelaki itu memijit dahinya seperti orang yang sedang sakit kepala. Sepertinya ia belum mencerna apa yang sedang terjadi.
Tak lama kemudian ia terlihat memperhatikan sekelilingnya dan tak kalah keheranan. "Siapa kamu?" tanyanya sambil masih melihat ke sekitar kamar.
"Aku yang harusnya bertanya!! Kamu siapa? Kenapa tiba-tiba tidur di sini? Kamu masuk lewat mana? Maling ya kamu?" cecar Riana yang panik sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.
Diambilnya bantal guling kemudian di pukulkannya ke lelaki itu. "Dasar laki-laki kurang ajar. Pergi kamu dari sini. Dasar maling, pergi kamu, pergii!!!" ucapnya sambil terus memukul pria itu.
"Bukan, enak saja! Aku bukan maling. Sabar dulu! Aduh! Tunggu dulu, sabar! Aku tidak begitu ingat, tadi malam aku mabuk!" ucapnya sambil menepis pukulan Riana. Ia terlihat memijit kepalanya yang masih berat dan terasa sakit.
Mendengar bahwa lelaki itu mabuk Riana pun semakin panik. Ia takut kalau lelaki itu telah macam-macam padanya tadi malam. Ia semakin menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia pun memperhatikan di sekitar sprei tempat tidurnya, kalau saja mungkin ada noda-noda mencurigakan yang menunjukkan bahwa lelaki itu telah melakukan hal tak senonoh padanya. Walaupun ia sebenarnya yakin bahwa tidak terjadi apa-apa, karena ia tidak merasakan apapun pada tubuhnya khususnya daerah kewanitaannya.
"Aku tadi malam pulang kerja kemudian ke club dan bertemu temanku" ucap lelaki itu seperti mengingat-ingat kejadian tadi malam.
Riana mendengarkan dengan seksama karena ia penasaran bagaimana pria ini bisa berada di tempat tidurnya.
"Karena sudah mabuk berat aku di minta menginap di kos temanku. Terus aku di antar sampai gerbang karena dia ada urusan sebentar. Terus dia memberiku kunci kamarnya agar aku masuk duluan" ucapnya mengurutkan kejadian yang diingatnya.
Lelaki itu buru-buru mencari sesuatu di sekitar tempat tidur. Dirabanya ke semua arah, kemudian ia menemukan sebuah benda kecil yang tak lain adalah kunci kamar temannya.
Ia menepuk jidatnya, "Berarti aku salah masuk kamar" kemudian menatap Riana yang sudah melotot padanya.
"Lagian kamu juga tidak mengunci kamarmu, kalau saja kamarmu terkunci mungkin aku tidak akan salah kamar walaupun sedang mabuk" ucapnya pada Riana.
Riana terlihat kebingungan, karena ia lupa tadi malam telah mengunci pintu atau tidak karena saking lelah dan mengantuk.
"Ya bagaimanapun kamu tetap salah, ini kan kamarku. Kamu yang seenaknya masuk!!!" ucap Riana tak kalah emosi.
Tiba-tiba lelaki itu lagi-lagi mencari-cari sesuatu di atas tempat tidur. Kemudian ia menemukan ponselnya di bawah bantal. Diambilnya kemudian ia terlihat menelepon sesorang dan me-loudspreakernya agar Riana bisa mendengar.
"Halo. Lu dimana? Hah? Gue salah ni masuk kamar lu, malah masuk kamar cewek. Ini dia lagi marah-marah!" ucapnya pada temannya di seberang telepon.
"Astaga, gila lu ya Dik. Pantesan pas gue balik elu ga ada. Gue kira lu pulang. Kan gue udah kasih kunci kamar gue sama elu. Untungnya gue ada kunci cadangan di mobil" ucap temannya yang tak habis pikir dengan sahabatnya itu.
"Yaudah lu buruan ke sini, jelasin nih ke yang punya kamar kalau gue ga sengaja. Masa gue dikira maling" ucapnya kesal.
"Tuh dengar sendiri kan kalau aku memang ga sengaja masuk ke sini!" ucap Diko membela diri.
Riana merengut dan tetap kesal melihat Diko yang tanpa penyesalan dari tadi malah marah-marah padanya.
"Dik, lu di kamar nomor berapa? Ini gue ke sana," ucap temannya dari seberang telepon yang masih terhubung dari tadi.
Diko menatap Riana seolah meminta jawaban, kemudian dengan masih manyun dan kesal Riana memberi isyarat melalui jari tangannya yang menunjukkan angka empat.
Dengan cepat Diko memberitahu temannya untuk segera menemuinya di kamar nomor empat. Ia sudah tak sabar ingin cepat-cepat membersihkan nama baiknya di mata pemilik kamar yang tak lain adalah Riana.
Mendengar bahwa teman Diko mau ke kamarnya, dengan sigap Riana langsung berdiri sambil membalut tubuhnya dengan selimut dan pergi berpakaian. Diko melirik dengan ujung matanya, terlihat sekilas tubuh Riana yang hanya menggunakan celana dalam pink dan bra berwarna senada. Sebagai lelaki normal, pemandangan itu cukup membuatnya menelan ludah.
Sambil menunggu temannya datang, Dikopun memungut baju kaos kerah berwarna navy miliknya yang berada di lantai kemudian segera memakainya dan terduduk di pinggir tempat tidur. Ia masih tak habis pikir bisa-bisanya ia mengalami hal memalukan seperti ini. Ia merasa benar-benar kebablasan kali ini.
Terus dipijitnya kepalanya yang masih terasa berat dan pusing. Ia berfikir bahwa tak seharusnya ia mabuk tadi malam. Kalau saja ia bisa menolak minuman-minuman yang disuguhkan oleh teman-temannya semalam, mungkin kejadian ini tidak perlu terjadi.
Tiba-tiba lamunan Diko dikejutkan suara ketukan pintu. Riana yang telah selesai berpakaian langsung berlari mengintip dari balik gorden, terlihat seorang lelaki berdiri di sana. Kemudian ia membukakan pintu dan terlihat seseorang yang dikenalnya tengah tersenyum tidak enak hati. Lelaki itu tak lain adalah penghuni kamar nomor sepuluh yang sudah dikenalnya sejak awal masuk ke kos ini.
"Mas Rio??? Ini teman kamu?" tanyanya pada lelaki yang ternyata bernama Rio itu.
"Hehehe, iya Ri. Maaf ya temanku salah masuk ke kamar kamu. Soalnya dia mabuk berat tadi malam. Kamu jangan marah ya, ini salahku. Seharusnya aku antar dulu ke kamarku, tapi karena aku ada urusan mendesak jadi aku suruh ke kamar duluan." jelas Rio sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Riana hanya menjawab dengan menyunggingkan senyum. Ia tak tahu harus berkata apa.
"Kita berdua minta maaf ya Ri karena udah buat kamu ga nyaman" lanjut Rio.
"Yaudah Mas Rio, ga apa-apa. Aku juga salah karena lupa kunci pintu," jawab Riana.
"Cepetan lu minta maaf sama Riana" ucap Rio sambil melotot pada Diko.
"Hehhh, cepetan!" lanjut Rio sambil menarik lengan Diko yang terlihat ogah-ogahan tersebut.
"Iya iya, yaudah maaf ya" ucap Diko seadanya.
Rio semakin tidak enak pada Riana karena melihat sikap Diko yang sangat tidak bersahabat tersebut.
"Yaudah Ri, kita pamit dulu ya. Sekali lagi, kita minta maaf" ucap Rio untuk kesekian kalinya.
"Iya Mas," jawab Riana sambil tersenyum ramah.
Kemudian dua lelaki itupun pergi meninggalkan kamar Riana. Terdengar Diko yang mengomel pada Rio sambil berjalan keluar.
"Nih kunci kamar lu, cepetan anter gue ambil mobil ke parkiran club tadi malam," ucap Diko sambil bersungut-sungut.
Rio yang tahu bahwa temannya sedang kesal, hanya menurut saja sambil berjalan menuju parkiran dan masuk kedalam mobilnya untuk mengantarkan Diko.
Di sepanjang jalan ia hanya bisa pasrah mendengar omelan Diko padanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!