“Kau … berubah,” gadis itu berkata dengan suara rendah.
Jika didengarkan dengan baik, kentara nada bicaranya mengandung sedikit rasa takut. Sebuah nada bicara yang digunakan … ketika seseorang sedang berhadapan dengan seorang asing. Pandangan mata yang biasanya begitu tenang dan dingin bergetar, memancarkan kekhawatiran yang mendalam. Gadis itu merasa, pria yang berada di hadapannya ini … bukan lagi pria yang dia kenali.
“Begitukah?” balas pria itu tanpa menoleh. Punggungnya begitu tegap, tapi entah berapa banyak beban yang dia tanggung sehingga punggung itu terlihat begitu berat. “Kau yakin aku berubah … dan bukan karena kau tak pernah sepenuhnya mengenal diriku?” tanyanya sembari menunjukkan setengah wajahnya ketika berusaha melihat ke belakang melalui pundaknya.
Pedang panjang yang berada di tangan pria itu masih dilumuri darah segar yang tanpa henti menetes jatuh ke tanah. Pakaian hitam yang dia kenakan terlihat gelap di malam hari, tapi sinar bulan menampakkan samar-samar jejak darah yang meresap ke dalam bajunya.
Pria itu memutar tubuhnya, berbalik untuk menatap gadis dengan warna mata yang mampu mengalahkan gelapnya malam itu. Ketika pandangan gadis itu mendarat pada wajah pria tersebut, pancaran matanya perlahan melembut. Segala ketakutan yang sempat terpancar seakan menghilang tanpa jejak.
Wajah pria itu terlihat begitu dingin, tapi juga memancarkan kelelahan, kesedihan, dan kesepian yang mendalam. “Apa kau juga akan meninggalkanku?” tanyanya dengan nada lemah.
Selama sesaat, malam itu terasa begitu dingin. Keheningan yang menyelimuti halaman istana yang dilumuri darah itu membuat suasana menjadi semakin mencekam.
Detik berikutnya, langkah kaki bisa terdengar. Mata pria itu sedikit bergetar ketika dia melihat gadis itu melangkah perlahan mendekatinya. Semakin terkejut dirinya ketika sebuah tangan melingkari lehernya dan sebuah kehangatan melingkupi tubuhnya.
“Di kehidupan ini, selamanya, aku tak akan pernah meninggalkanmu lagi.”
***
Sepasang mata hitam kecokelatan itu terbuka dan menatap ke arah para pelayan lain yang bekerja di halaman, jantungnya berdebar cepat. ‘Ini sudah melewati waktu yang dijanjikan. Kalau demikian, maka sudah jelas apa yang sedang terjadi.’ Walau hatinya merasa sangat tidak tenang, tapi dia tak mampu melakukan apa pun. Pandangannya beralih pada gadis di sebelahnya, lalu melirik sekilas ke arah pintu yang ada di belakangnya. ‘Dia begitu diam, tidak berbuat onar seperti biasanya.’ Pancaran mata gadis itu berubah kejam. ‘Jika tebakanku benar, maka sebentar lagi ….’
“Yuanli,” panggil sebuah suara merdu yang membuat sekujur tubuh Yuanli menggigil jijik.
Yuanli berbalik dan mendorong pintu untuk masuk ke dalam ruangan, dia melihat Wushuang sedang mengikat simpul mati untuk mengakhiri sulamannya pada sebuah sapu tangan sutra di tangannya. Lalu, wanita cantik itu memotong benangnya dan melipat sapu tangan tersebut untuk memberikannya pada Yuanli.
“Berikan ini kepada Huang Shufei,” ujar Huang Wushuang dengan singkat dan tenang, berbeda dengan sikapnya yang biasa.
“Huang Shufei?” tanya Yuanli dengan alis terangkat, matanya melirik ke arah sulaman pada sapu tangan. Sebuah bunga peoni yang indah bak merekah di atas sapu tangan itu, memang sesuai sebagai hasil tangan wanita yang dulunya gadis muda paling bertalenta di Zhongcheng. “Kau jelas tahu kalau hubunganmu dan Huang Shufei tidak akan lagi bisa dijalin kembali setelah kau berusaha untuk mendekati Permaisuri Mingmei, bukan begitu?” Nada bicara Yuanli terdengar mengejek, tapi sebenarnya hatinya dipenuhi ketidaksabaran.
Kening Huang Wushuang berkerut dan wanita itu mendengus. “Untuk apa kau bertanya begitu banyak? Bagaimanapun, dia adalah bibiku. Walau memerlukan waktu, tapi hubungan keluarga di antara kami tak bisa dihancurkan begitu saja,” balasnya. “Lagi pula, bukankah kau yang dahulu mengatakan kalau lebih baik memiliki satu pendukung lemah dibandingkan tidak ada sama sekali?” tanya Huang Wushuang seakan menantang Yuanli dengan ucapannya sendiri.
Yuanli terdiam mendengar perkataan Huang Wushuang, dia yakin kalau ucapan tersebut tak pernah terucap dari bibirnya. Paling tidak, tidak kepada Huang Wushuang. Akan tetapi, dia kemudian menutup matanya untuk sesaat sebelum berkata, “Baiklah.” Dia berbalik dan meninggalkan ruangan. Sebelum dia sepenuhnya pergi, Yuanli berkata, “Huang Wushuang, untuk pertama kalinya … aku melihat dirimu menggunakan otakmu.”
Ucapan terakhir yang Yuanli tinggalkan untuk Huang Wushuang membuat sebuah ekspresi yang jelek muncul di wajah wanita cantik itu. “Mari kita lihat sampai kapan kau akan bersikap begitu kurang ajar padaku,” desisnya dengan tangan yang mencengkeram erat kain pakaiannya. Sebuah senyuman perlahan terlukis di bibirnya. “Ketika kau sadar betapa tak bergunanya dirimu, aku yakin kau akan menangis di hadapan kakiku.”
Tak lama setelah Yuanli pergi, pintu ruangan Huang Wushuang terbuka. “Putri Mahkota,” panggil Xiaoxue yang dengan cepat menutup pintu di belakangnya. “Tidakkah kita harus pergi sekarang?” tanyanya dengan ragu.
Huang Wushuang terdiam untuk beberapa saat selagi menatap ke arah gadis pelayannya itu. Lalu, dia menutup mata dan menganggukkan kepalanya. Huang Wushuang berdiri dari kursi dan berjalan keluar dari ruangannya.
“Karena tidak ada yang bersedia untuk mendukung diriku, maka aku akan mendukung diriku sendiri,” ujar Huang Wushuang dengan pancaran mata membunuh. Sebuah senyuman indah berubah menjadi menyeramkan dengan kata-kata yang keluar dari bibir manis wanita itu, “Pernikahan dengan putra sang Perdana Menteri, ya?” Dia mendengus. “Mari kita lihat apakah tanpa kesucianmu dia masih menginginkan dirimu, Huang Miaoling?”
***
Yuanli berlari dengan cepat melewati halaman demi halaman istana. Jalan yang dia ambil bukanlah jalan utama, melainkan jalan pintas yang hanya diketahui para pelayan dan kasim.
Denah istana kerajaan Shi merupakan sesuatu yang rumit, tapi Yuanli telah mempelajarinya selama dirinya menjadi pelayan pendamping Huang Wushuang. Istana kerajaan Shi adalah tempat yang luas. Bahkan dengan banyaknya jumlah pengawal yang ada, tak semua tempat dan seluk-beluk istana diberikan sekelompok pengawal untuk berjaga.
Pertahanan dipusatkan pada tempat-tempat penting, mungkin di depan beberapa gerbang halaman, kediaman para wanita Kaisar, kediaman para pangeran dan Tuan Putri, dan terutama kediaman sang Kaisar sendiri. Untuk tempat-tempat terpencil seperti kediaman para pelayan dan kasim atau jalan pintas, hanya pengawal patroli yang melewati tempat itu sekali dalam beberapa jam. Hal ini secara tidak langsung didasarkan pada tingkat kepentingan orang yang biasa melewati tempat-tempat tersebut.
Situasi ini bisa disebut sebagai ‘titik buta’, kelemahan dan juga kelebihan dari istana kerajaan Shi.
Apa maksudnya? Mudah saja, titik buta itu bisa dijadikan kesempatan untuk menyingkirkan seseorang.
Berkali-kali dikatakan kalau istana merupakan tempat yang paling aman, tapi juga paling berbahaya. Hal tersebut merujuk pada penjagaan istana yang ketat dan secara bersamaan juga lemah di beberapa bagian. Bagi mereka para petinggi istana seperti keluarga kerajaan, pengawalan mereka begitu ketat sehingga faktor kelemahan penjagaan istana tidak berlaku pada mereka. Akan tetapi, tidak demikian bagi orang lain.
Tidak jarang beberapa pelayan atau kasim, mungkin bahkan pengawal yang kehilangan nyawa mereka di tempat-tempat tersebut. Namun, dengan kenyataan bahwa tak ada yang ingin menimbulkan keonaran dan membuat istana menjadi porak-poranda akibat seorang rendahan, biasanya kematian mereka tidak akan dianggap. Hal tersebut mungkin … karena kematian mereka dilakukan dengan diam.
Dengan demikian, adalah sebuah hal yang wajar bagi pengunjung istana seperti para pejabat dan tamu kerajaan lain untuk selalu diikuti oleh pengawal atau kasim serta pelayan tinggi. Namun, apa yang akan terjadi kalau orang yang statusnya seharusnya bisa menjaga sang Pengunjung berada di pihak orang yang ingin mencelakai sang Pengunjung itu sendiri?
Berpikir sampai di sini, Yuanli menggertakkan giginya. Gadis itu kemudian membatin, ‘Nona pasti pergi mengunjungi Huang Shufei setelah selesai dengan Permaisuri Mingmei. Lalu, dia seharusnya akan mengunjungi halaman Huang Wushuang. Namun, orang yang akan mengantarnya pasti ….’ Dia menggelengkan kepalanya, mengingatkan dirinya kalau harus fokus dengan keadaan yang ada di hadapannya.
Setelah melewati beberapa halaman dan mengelabui beberapa pelayan dan kasim serta pengawal yang dia lihat dengan sikap tenangnya, Yuanli tersadar akan sesuatu seiring dirinya mendekati halaman Huang Shufei. Tidak, seiring dia berjalan semakin dalam di istana belakang.
‘Di mana … semua orang?’ Kepala Yuanli menoleh ke kiri dan ke kanan untuk melihat betapa sedikitnya pengawal yang berjaga. Dia kemudian menghampiri seorang pengawal yang dia kenali. “Kak Hong,” panggilnya.
Pengawal berkumis dengan perawakan menyeramkan itu menoleh dan terbelalak ketika melihat Yuanli. “Yuanli?” Dia terlihat sedikit kebingungan seiring dirinya segera menghampiri gadis itu. “Kenapa kau di sini?” tanyanya dengan nada bicara yang kentara sedikit terkejut dan khawatir.
“Aku diperintahkan untuk mengantar hadiah oleh Putri Mahkota kepada Huang Shufei. Apa yang terjadi?” tanya Yuanli setelah menjawab pertanyaan pengawal itu.
Pengawal itu mengerutkan keningnya. “Apakah kau tak tahu?” Pandangannya terlihat ngeri. “Ada penyusup yang baru saja menembus keamanan istana Kaisar Weixin, beruntung tak ada yang terluka.” Matanya bergetar, kentara memancarkan ketakutan. “Sebagian besar pengawal ditarik untuk memperketat halaman masing-masing selir dan sebagian lagi membantu Departemen Keamanan untuk mengejar penyusup itu.” Dia melirik ke kiri dan ke kanan. “Oleh karena itu, sebagian besar pelayan diperintahkan kembali ke kediaman pelayan dan yang ada di halaman para selir diharuskan untuk tetap diam di sana.” Keningnya berkerut. “Kenapa kau bisa berkeliaran di sini sekarang?”
Yuanli memasang ekspresi ngeri. “Kapan hal ini terjadi? Aku tidak mendengar apa pun!” pekiknya, menunjukkan sikap seorang gadis yang sedang takut dengan keberadaan penyusup tak diundang. Tentu saja, itu hanya kepura-puraan untuk menutupi identitasnya yang sebenarnya.
“Tidak lama, sekitar satu dupa yang lalu. Mungkin, pengawal yang seharusnya menyampaikan pesan belum tiba di istana Putri Mahkota,” ujar pengawal berkumis itu. “Kau melewati jalan pintas lagi?” tanyanya yang diiringi dengan anggukan kepala Yuanli. “Tidak heran, kalau kau lewat jalan utama, kau seharusnya bertemu dengan beberapa pengawal yang akan langsung membawamu ke tempat yang aman.”
Dengan nada bicara gugup, Yuanli bertanya, “K-kalau begitu, aku harus bagaimana sekarang?” Alisnya bertaut, sungguh tak menunjukkan jejak kebohongan apa pun.
Pengawal berkumis itu menghela napas. “Kau di sini saja sampai keadaan dipastikan aman. Lagi pula, kau sendiri lihat betapa sedikitnya pengawal yang ada di tempat ini. Tak ada lagi yang boleh meninggalkan posnya.” Baru saja Yuanli ingin mengatakan sesuatu, pria itu menambahkan, “Tapi, kediaman Huang Shufei tak lagi jauh. Kau juga bisa ke sana dan berdiam di sana. Itu lebih aman dibandingkan berdiam di tempat terbuka seperti ini.”
Mendengar hal tersebut, Yuanli menghela napas dalam hati. Itu memang yang dia inginkan, dia tak bisa diam di sini setelah mendengar apa yang terjadi. Matanya melirik kepada kotak yang berada di dalam pelukannya, dia memiliki tugas yang lebih penting dibandingkan mengantarkan kotak ini.
“Ya, itu adalah pilihan terbaik,” balas Yuanli.
Pengawal berkumis yang dipanggil ‘Kak Hong’ itu menganggukkan kepalanya dan berkata, “Cepatlah. Kalau kau lebih lama di sini, aku khawatir penyusup itu mungkin saja sempat datang kemari.” Yuanli membalas ucapan Kak Hong dengan anggukan kepala seraya dirinya berlari kecil meninggalkan halaman tersebut untuk pergi ke halaman Huang Shufei.
Detik Yuanli yakin dirinya tak bisa terlihat oleh para pengawal di halaman itu, dia berlari sekuat tenaga menuju jalan lain. ‘Penyusup? Omong kosong! Ini jelas sangat aneh!’ teriaknya dalam hati. ‘Di siang hari seperti ini ada penyerangan terhadap Kaisar? Antara orang itu ingin cari mati … atau ingin mengalihkan perhatian!’ Mata gadis itu terlihat panik selagi jantungnya berdetak kencang.
Dengan pijakan kaki yang ringan, Yuanli menyusuri jalanan istana menuju kediaman Huang Shufei. Dia harus segera bertemu dengan Huang Miaoling untuk memberi kabar mengenai semua keanehan yang terjadi hari ini.
Namun, setelah berlari untuk sekian lama, telinga Yuanli menangkap suara yang aneh. ‘Itu ….’ Keningnya berkerut seraya langkahnya segera berhenti. Dia melirik ke arah tembok yang membatasi dirinya dengan halaman yang bisa menjadi salah satu rute menuju halaman Huang Shufei. ‘Dentingan besi?’ pikirnya, dia cukup yakin ada pertarungan yang sedang berlangsung. ‘Penyusup yang dibicarakan Kak Hong tadi?’
“Sial!” teriak seorang pria dengan cukup lantang membuat Yuanli terbelalak. Hal tersebut diiringi dengan suara gemeresik dedaunan dan pijakan pada tanah yang menandakan seseorang baru saja melompat turun dari sebuah pohon ke tanah.
Mata Yuanli melirik ke arah pohon rindang yang sebagian dedaunannya mencuat di balik tembok. Jantungnya berdebar kencang, beruntung dia berlari tanpa suara sehingga siapa pun sosok itu yang tadi berada di pohon tidak sempat menyadari keberadaannya. Namun, semakin lama dia berpikir, dia merasa aneh. Tidak mungkin seorang ahli bela diri tidak menyadari keberadaannya dengan jarak yang begitu dekat.
Dengan demikian, Yuanli mengambil kesimpulan kalau siapa pun orang itu yang berada di pohon tadi sedang memusatkan seluruh fokusnya pada hal lain. ‘Siapa yang begitu ingin dijatuhkan di dalam istana?’ pikirnya.
Otak Yuanli berputar cepat seiring dirinya berlari ringan menuju ujung tembok. Dia kemudian menjulurkan kepalanya sedikit dan menyapu situasi sekitar hanya untuk mendapati keberadaan satu sosok. Sosok dengan pakaian berwarna hitam dengan motif yang sedikit khas itu berdiri membelakangi Yuanli dengan satu tangan terangkat, seakan bersiap membelah sesuatu dengan sisi tangannya.
Kening Yuanli berkerut. ‘Bukankah itu …?’
Detik berikutnya, Yuanli bisa melihat sosok Huang Miaoling muncul dari balik gerbang halaman. Mata majikannya itu terbelalak dengan pancaran mata terkejut seiring dirinya menyadari adanya keberadaan seseorang yang bersiap menyerangnya.
Dalam sekejap, tangan pria itu melesat ke arah leher Huang Miaoling yang berada tepat di bawah jangkauannya. Suara dentuman redup yang dihasilkan pukulan sisi tangan pria itu saat mendarat pada leher sang Mingwei Junzhu terdengar sungguh mengerikan. Tak perlu satu detik bagi Huang Miaoling untuk kehilangan kesadarannya setelah menerima pukulan sekeras itu.
Melihat hal tersebut, Yuanli sempat berniat untuk segera menghabisi sosok berpakaian hitam tersebut. Akan tetapi, beruntung pikirannya masih cukup jernih untuk menyadari kalau masih ada keberadaan beberapa orang lain di dalam halaman yang jelas juga menargetkan Huang Miaoling. Kalau dia menyerang sekarang, maka alih-alih memberikan bantuan, dirinya malah akan mengirimkan nyawa kepada musuh dan sama sekali tidak bisa membantu majikannya.
Dengan cepat, Yuanli menarik kembali kepalanya dan menempelkan tubuhnya pada tembok, berharap dirinya bisa menjadi satu dengan tembok tersebut. Bulir-bulir keringat menghiasi dahinya selagi jantungnya berdebar cepat seiring otaknya berputar untuk memikirkan apa yang harus dilakukan.
“Tak berguna,” maki salah seorang dari dalam halaman penuh dengan nada menghina. “Hanya seorang gadis bisa membuat tiga anggota Pasukan Kematian tertinggi menjadi seperti ini. Satu mati konyol dan dua terluka menjadi anj*ng pincang.”
Makian itu dibalaskan oleh pria yang berada di luar halaman dengan nada bosan. “Xiaoye, urus gadis ini.” Nada bicara pria itu membuat Yuanli mendelik, yakin mengenai identitas pria itu.
‘Ling Zhongcheng!’ geram Yuanli dengan tangan mengepal. ‘Hal ini berhubungan dengan Pangeran Kelima?!’
Pria bernama Xiaoye itu terdengar membalas, “Kenapa tidak kau yang bawa? Tujuan kita sama.” Jelas ada sedikit kesenjangan dalam hubungan keduanya.
“Aku adalah pendamping Yang Mulia,” balas Zhongcheng datar.
Xiaoye mendengus mengejek\, “Anj*ng tetaplah anj*ng\, untuk apa bersikap meninggi?”.
Mata Zhongcheng memicing seiring dirinya menatap ke arah Huang Miaoling yang sekarang tidak sadarkan diri di tangannya. Dia mengangkat kaki gadis itu dan menggendongnya, lalu berbalik menatap Xiaoye. “Bawa atau tidak?” Nada bicaranya terselipkan sedikit tekanan yang membuat orang yang mendengar menggigil.
Terdengar suara decakkan, jelas berasal dari Xiaoye. Sepertinya, bagaimanapun dia tidak suka dengan Zhongcheng, Xiaoye tahu betapa hebatnya pria itu dan tidak berani macam-macam kepadanya. Dia melangkah maju dan meraih tubuh Huang Miaoling untuk membopongnya seperti karung.
Kening Zhongcheng berkerut, seakan kurang setuju dengan cara Xiaoye memperlakukan seorang wanita. “Dia adalah seorang wanita … dan juga seorang Junzhu. Bagaimana mungkin kau—?!”
“Jangan banyak bicara. Yang penting adalah aku menjalankan tugasku, bukan?” balas Xiaoye dengan mata marah, menahan emosi.
Zhongcheng terdiam untuk sesaat. Dia lalu berkata, “Anj*ng pun memiliki perbedaan dalam kegunaannya.” Ucapannya singkat, tapi yang mendengar tahu jelas maksudnya adalah … bahkan jika dirinya adalah peliharaan Wang Wuyu, tapi kedudukannya masih lebih tinggi dibandingkan Xiaoye karena dia jauh lebih berguna.
“Zhongcheng, kau—!”
Zhongcheng memotong ucapan Xiaoye dengan wajah dingin, “Kau sendiri yang bilang, jangan banyak bicara.” Dia berbalik dan berjalan ke arah yang berlawanan dengan tempat Yuanli berada. “Kita harus segera meletakkan gadis itu di sisi Pangeran Keempat sesuai perintah Pangeran Kelima.”
___
A/N: Yeah, author yakin kalian kaget dan bingung kenapa Author tiba-tiba pisahin jadi dua buku. Itu karena ... masalah dengan peraturan platform :) Author gak banyak omong deh. Daripada nnt platform tambah ngadi-ngadi.
Tangan pria itu meraih ikat pinggang gadis di hadapannya. “Nona Pertama Huang— Ah, aku salah. Mingwei Junzhu,”—Tawa yang terdengar begitu jahat keluar dari bibirnya—"salahkan dirimu telah menentang seseorang yang tak boleh ditentang.”
Detik ujung jari pria itu menyentuh ikat pinggang lapisan dalam pakaian gadis yang terbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidur, suara pintu terbanting terbuka dengan kencang bisa terdengar mengejutkannya. Pria berpakaian hitam itu berbalik dengan cepat dengan mata terbelalak, jantungnya berdetak kencang satu kali ketika melihat satu sosok melesat ke arahnya dengan sebuah tinju melayang menuju wajahnya.
Bagaimanapun, pria itu—Xiaoye—merupakan ketua dari Pasukan Kematian. Dengan lincah dia menghadang serangan itu dengan tangannya, hanya untuk terpelanting ke samping dan menabrak lemari dengan kencang. Sebelum dia sempat bereaksi, sebuah tangan mencekik lehernya dengan erat dan mengangkat tubuhnya dari lantai.
Terkejut dengan kekuatan ini, kedua mata Xiaoye membesar, menatap pria yang berada di hadapannya dengan wajah tak percaya. “Kau—!” Ucapannya terhenti karena cekikan pada lehernya menjadi semakin kuat. Kebencian yang terpancar di mata penyerangnya membuat seluruh tubuh Xiaoye menggigil. ‘I-inikah kekuatan sebenarnya dari seorang Liang Fenghong? Dia tak sekedar seorang tabib biasa!’
Mata Liang Fenghong terlihat begitu dingin. Tidak, tidak hanya sekedar dingin. Pancaran matanya adalah pancaran mata seseorang yang telah siap membunuh!
Mata Liang Fenghong menoleh ke arah Huang Miaoling yang terbaring bersebelahan dengan Wang Junsi yang tak sadarkan diri. Tak hanya itu, lapisan luar pakaian gadis itu terbuka. Pria itu melirikkan matanya kembali kepada Xiaoye.
“Siapa yang memerintahkanmu?” tanya Liang Fenghong dengan suara yang sekejap menurunkan suhu di dalam ruangan. “Katakan dan mungkin aku akan berbaik hati membiarkanmu hidup,” lanjutnya.
‘Gila, dia telah kehilangan kewarasannya! Meminta jawaban, tapi menguatkan cekikan. Bagaimana aku bisa menjawab?! Dia jelas hanya ingin membunuhku!’ pekik Xiaoye seraya mencoba melepaskan diri dan menendang-nendang, tapi Liang Fenghong tidak bergerak sedikit pun.
Karena situasi yang begitu mengejutkan, otak Xiaoye tidak sempat bekerja. Namun, sekejap pikirannya menjadi dingin dan dia pun bisa berpikir jernih. Kejadian semacam ini telah dia lalui berkali-kali dalam pelatihan Pasukan Kematian, tak mungkin dia tak mampu mengendalikan pikirannya!
Dengan gesit, Xiaoye meraih belati yang terselip di pinggangnya dan mencoba menyayat pergelangan tangan Liang Fenghong. Sayang, lawannya itu dengan cepat melepaskan diri.
Ah, tidak. Tidak disayangkan sama sekali. Lagi pula, tujuan Xiaoye saat ini bukan melukai Liang Fenghong, melainkan kabur dan menyelamatkan nyawanya!
‘Rencana gagal, bukan berarti tak ada kesempatan lagi!’ pikir Xiaoye seraya melesat ke arah pintu keluar.
“Ingin lari?” gumam Liang Fenghong seraya bersiap mengejar anggota Pasukan Kematian itu.
Namun, kesadaran Liang Fenghong perlahan kembali, dia masih ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan. Pria itu mengurungkan niatnya dan berakhir melemparkan tiga buah jarum ke arah Xiaoye. Dengan akurasi yang mengerikan, tiga jarum itu menusuk tiga titik yang berbeda, dua sisi leher dan tengkuk bagian belakang.
Xiaoye bisa merasakan tusukan jarum tersebut, tapi dia mengabaikannya dan terus berlari demi nyawanya. Dia tidak berpikir panjang mengenai apa efek yang akan dihasilkan oleh hasil tusukan jarum tersebut. Lagi pula, apa pun itu, dia bisa bertanya pada anggotanya yang lain nanti. Yang terpenting sekarang, dia harus kabur.
Di dalam hati, Xiaoye memaki, ‘Sial! Bagaimana mungkin pria itu tiba kemari dengan begitu cepat?! Semuanya seharusnya telah diatur dengan baik!’ Matanya memancarkan penyesalan yang mendalam.
Melihat kepergian Xiaoye, Liang Fenghong mengerutkan keningnya untuk sesaat. Lalu, dia merenggangkannya seraya berbalik dan menghampiri tempat tidur. Saat pandangannya kembali dipenuhi dengan pemandangan tidak mengenakkan, kedua tangan Liang Fenghong mengepal.
‘Masalah ini ….’
Jantung Liang Fenghong terasa ingin meledak karena amarah yang menggebu-gebu. Namun, dia menarik napas panjang dan mengeluarkan sebuah botol kecil dari kantung kecil yang bergelantung di sisi pinggangnya. Dengan cepat, dia menotok satu titik di wajah Wang Junsi, menyebabkan rahang pria itu terbuka. Liang Fenghong memasukkan obatnya dan menutup mulut Wang Junsi untuk kemudian menotok sisi lehernya, membiarkan Wang Junsi yang tak sadarkan diri menelan obat tersebut.
Selesai mengobati sang Pangeran Keempat, pandangan Liang Fenghong beralih kepada Huang Miaoling. Pria itu kemudian melepaskan pakaian luarnya untuk menghindari sentuhan langsung dengan tubuh gadis itu. Di luar pengetahuan Huang Miaoling menyentuhnya, itu adalah hal yang tidak sopan. Selain itu, dalam kondisi saat ini … bukanlah hal yang baik bagi Liang Fenghong untuk menyentuhnya secara langsung.
Liang Fenghong mengangkat tubuh Huang Miaoling yang begitu ringan dari tempat tidur. Lalu, dia memberikan satu tatapan terakhir pada Wang Junsi seraya berkata, “Kau … sudah ceroboh.” Ada kekecewaan yang terkandung dalam nada bicaranya. “Begitu pula denganmu,” ucapnya seraya menatap ke arah Huang Miaoling sembari berjalan keluar ruangan tersebut. ‘Dan yang paling bodoh adalah diriku ….’
Tepat ketika Liang Fenghong menggendong keluar Huang Miaoling yang masih tidak sadarkan diri, terlihat sosok Xiuchen dan Xiaoming yang baru saja sampai. Sepertinya, Xiaoming yang tadi bersama dengan Liang Fenghong diperintahkan untuk memanggil bawahan Wang Junsi itu agar dia bisa membereskan semuanya sebelum ada yang menemukan keanehan.
Melihat Huang Miaoling yang berada dalam pelukan Liang Fenghong, dan juga ekspresi kelam yang menyelimuti wajah sang Tabib Jianghu, Xiuchen dan Xiaoming segera terbelalak. “Ini …,” Xiuchen baru saja ingin bertanya.
Tanpa melirik ke arah Xiuchen, Liang Fenghong berkata, “Sebelum ada yang datang, urus mayat pelayan di depan pintu.” Ucapannya membuat Xiuchen mengernyit saat menyadari kematian pelayan malang di kediaman majikannya. “Majikanmu akan segera bangun.” Lalu, alisnya bertaut. “Ketika dia bangun, pastikan dia datang untuk segera menemuiku di kediaman Putri Meilan.”
Sejujurnya, Xiuchen tidak menyukai nada bicara Liang Fenghong yang terdengar begitu mendominasi. Pria itu seakan tidak menunjukkan sedikit rasa hormat kepada Wang Junsi yang merupakan pangeran keempat dari kerajaan Shi. Namun, melihat sosok Huang Miaoling yang tidak sadarkan diri sembari dibalut pakaian luar Liang Fenghong dalam pelukan pria tersebut, Xiuchen pun bisa menebak sebagian besar apa yang hampir saja terjadi.
Mempermasalahkan ketidaksopanan Liang Fenghong merupakan hal yang sama sekali tidak diperlukan. Dengan pemikiran tersebut, Xiuchen pun langsung berlari melewati sang Tuan Muda Liang itu dan mengurus mayat pelayan malang yang tergeletak di depan pintu kamar Wang Junsi. Walau sangat menyesali kematian pelayan tersebut, tapi Xiuchen tahu bahwa perasaan simpatik tak berguna dalam keadaan yang ada. Jika ada yang menangkap keberadaan mayat tersebut, maka masalah akan menjadi semakin runyam.
Di sisi lain, Xiaoming menatap ke arah majikannya. “Tuan Muda ….” Namun, melihat ekspresi yang begitu mengerikan menghiasi wajah sang Tuan Muda Liang, Xiaoming pun segera menghentikan apa pun yang sempat ingin dia katakan. Seluruh ototnya menegang, seakan tahu kalau masalah kali ini akan diikuti dengan kemurkaan yang jauh lebih menakutkan. ‘Kali ini, habis sudah ….’
___
A/N: Liang Fenghong deadly mode: Activate!
Hmm, setelah cerita ini selesai (udah menghampiri ending), kira-kira ... author mending bikin cerita historical lagi, atau modern ya?
Ketukan hak sepatu pada jalanan istana yang terbuat dari susunan batu bergema sampai pada jarak tertentu. Tempo ketukan tersebut pendek dan cepat, menandakan kalau pembuat suara adalah seorang wanita yang sedang bergegas. Bersama dengan tempo langkah kaki itu, masih ada tempo suara langkah kaki dari beberapa orang berbeda, satu wanita lainnya dan empat orang pria.
Tiba-tiba, suara langkah kaki itu berhenti secara bergantian. Wanita yang berada di barisan paling depan menatap ke depan, memerhatikan dengan saksama sosok pria yang berdiri di pinggir sebuah tandu. ‘Itu ….’
Seorang gadis berpakaian pelayan yang berada di sebelah sang Wanita dengan pakaian mewah menggerayangi sosok pria yang berada di sebelah tandu, sangat terpesona dengan ketampanannya yang begitu membutakan. Setelah tersadar, gadis itu segera menoleh ke sebelahnya, pada wanita bangsawan yang kentara adalah majikannya. “Putri Mahkota, dari penampilannya, pria itu seharusnya adalah—”
“Tabib Jianghu, benar?” Huang Wushuang memotong ucapan Xiaoxue dan melangkah maju untuk menghampiri rombongan Liang Fenghong.
Liang Fenghong melirik ke arahnya, tapi tidak melemahkan tatapan dingin yang sedari tadi menghiasi pandangannya. Emosinya yang masih belum sepenuhnya terkendali membuat pria itu tidak bersikap sesuai dengan logika dan pikiran yang jernih. Bahkan bila dia sedang berhadapan dengan seorang putri mahkota kerajaan Shi, tapi Liang Fenghong tak peduli. Dia pun hanya terdiam selagi menatap ke arah Huang Wushuang.
Xiaoxue segera berbisik dengan suara yang sedikit terlalu keras, “Putri Mahkota, dia adalah tuan muda dari keluarga Liang, penerus satu-satunya Perdana Menteri Liang.” Pria di hadapannya itu begitu tampan, bahkan walau dirinya adalah seorang pelayan, Xiaoxue masih sempat berandai-andai bisa membuat pria itu melirik dirinya.
Tentu saja, sedetik pun tidak diluangkan oleh Liang Fenghong untuk melirik Xiaoxue.
‘Tuan Muda Liang?’ pikir Huang Wushuang dengan sebisa mungkin menyembunyikan keterkejutannya.
Huang Wushuang memang belum sempat keluar dari kediaman untuk waktu yang cukup lama. Selain itu, Yuanli juga membatasi gerak-geriknya sepanjang hari dan membuat dirinya tertinggal mengenai beberapa informasi tertentu. Namun, hal sebesar ini, bisa-bisanya Xiaoxue baru memberi tahu dirinya sekarang!
Otak Huang Wushuang berputar. Kalau pria di depan ini adalah Tuan Muda Liang, Liang Fenghong, maka itu berarti pria ini juga merupakan calon suami Huang Miaoling. Hati Huang Wushuang merasa tidak rela. Pria yang begitu tampan dan berbakat dengan kedudukan tinggi di kerajaan besar seperti kerajaan Wu akan menjadi suami dari kakak tirinya itu.
Sungguh menyebalkan!
Di bawah tatapan dingin Liang Fenghong, Huang Wushuang tidak menyerah. Dengan sebuah senyuman manis menghiasi wajahnya, dia kembali angkat bicara, “Ah? Kalau demikian, maka lebih tepat memanggilmu dengan panggilan ‘kakak ipar’, bukan begitu?” Huang Wushuang memberi salam tanpa membungkukkan dirinya, mencoba menunjukkan kenyataan kalau bagaimanapun, di istana kerajaan Shi, dirinya memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Liang Fenghong. “Salam, Kakak Ipar.”
Pelipis Xiaoming berkedut. ‘Di bibir mengucapkan panggilan kakak ipar, tapi tindakannya jelas tidak memberikan penghormatan yang sesuai bagi kakak iparnya. Wanita ini ….’
Sekilat cahaya mengerikan terpercik di mata Liang Fenghong. “Kakak ipar?” dia mengulangi ucapan Huang Wushuang dengan alis bertaut. “Kau tidak layak memanggilku demikian,” balasnya membuat semua orang terbelalak.
“Kau—!”
“Lancang sekali!” teriak Xiaoxue yang mendahului kemarahan Huang Wushuang. “Tidakkah kau tahu kalau nyonyaku ini adalah sang Putri Mahkota?” Pelayan itu sepertinya sedang berusaha untuk menarik perhatian Liang Fenghong sekaligus membuat Huang Wushuang merasakan loyalitasnya. Apa itu kata pepatah? Ah, ‘menjatuhkan dua burung dengan satu batu’. “Kau mungkin putra perdana menteri kerajaan Wu, tapi kau bukan siapa-siapa di kerajaan Shi. Kedudukanmu masih jauh lebih rendah dibandingkan Yang Mulia Putri Mahkota.”
Huang Wushuang menggertakkan gigi. ‘Apa gadis ini bodoh?’ makinya dalam hati. Bahkan dirinya menahan diri ketika dihina tadi, tapi Xiaoxue malah terus berceloteh dan menjatuhkan Liang Fenghong dengan begitu terus-terang.
Mendengar balasan Xiaoxue, mata Liang Fenghong berpindah pada sosok gadis itu. Perhatian pria itu memang diinginkan oleh Xiaoxue sedari tadi, tapi begitu pandangan mereka bertemu, seluruh tubuh Xiaoxue seakan membeku dan tenggorokannya tercekat.
“Putri Mahkota,” panggil Liang Fenghong tanpa sedikit pun nada hormat dalam ucapannya. Dia melirik kembali Huang Wushuang. “Aku rasa pelayanmu ini sedikit bodoh.” Ucapannya membuat sang Putri Mahkota terbengong. “Yang kumaksud tidak layak adalah karena aku dan kakakmu belum menuntaskan pernikahan, bukan mempermasalahkan derajat.” Lalu, ekspresi datarnya berubah menjadi ekspresi seseorang yang tersinggung. “Bahkan jika aku menyinggungmu, apa hak seorang pelayan rendahan untuk mengajariku?”
Detik itu juga, semua orang merasa jantung mereka berdetak cepat. Suasana di tempat tersebut sekejap berubah menjadi panas-dingin, meneriakkan peringatan dan perasaan tidak nyaman.
‘Gawat!’ pekik Xiaoming seraya melirik ke arah Liang Fenghong. ‘Sedari awal, Tuan Muda sudah marah karena hal yang menimpa Nona Pertama Huang. Sekarang, pelayan itu malah ….’ Dia menggertakkan giginya. ‘Kalau terus begini ….’ Xiaoming maju selangkah, mendekati majikannya. “Tuan Muda,” panggilnya.
Hal tersebut tidak digubris oleh Liang Fenghong yang kembali angkat bicara, “Hari ini, suasana hatiku begitu baik. Oleh karena itu, aku tidak akan mempermasalahkan hal kecil seperti ini.” Mata pria itu memicing. “Namun, ada baiknya Putri Mahkota mengajarkan tata krama kepada pelayanmu ini. Urusan para majikan … bukan hal yang pantas dicampuri seorang pelayan rendahan.” Pandangannya berubah membunuh seraya dirinya menatap Xiaoxue. “Kalau tidak, aku khawatir kepalanya tak akan lagi berada di atas lehernya.”
Selesai mengatakan hal tersebut, Liang Fenghong memutar tubuhnya dan berbalik ke arah yang berlawanan, mulai meninggalkan tempat tersebut. Jika bukan karena kenyataan dirinya harus segera membawa Huang Miaoling dari tempat itu untuk mengamankan gadis itu serta menghindari pertemuan dengan penghuni istana yang lain, Liang Fenghong pasti akan tinggal untuk mengajari pelayan sial*n itu apa yang dinamakan ‘penyesalan’.
Baru saja para bawahan Liang Fenghong mengambil langkah pertama mereka untuk meninggalkan tempat tersebut, sebuah suara menghentikan mereka, “Berhenti.” Itu jelas adalah suara Huang Wushuang. Mata wanita itu melirik ke arah tandu untuk sesaat sebelum berbalik ke arah Liang Fenghong. “Tuan Muda Liang, apakah orang di dalam tandu adalah Tuan Putri Meilan yang terhormat?” tanyanya.
Mendengar pertanyaan Huang Wushuang, semua rombongan Liang Fenghong menghentikan langkah mereka. Mereka menatap ke arah sang Putri Mahkota dengan tidak nyaman, seakan tahu kalau wanita itu sedang berusaha mengulur waktu atau mempersulit mereka.
Tanpa menoleh, Liang Fenghong berkata, “Kalau ya, kenapa? Kalau tidak, juga kenapa?” Dia menengok sedikit untuk melirik Huang Wushuang dari balik pundaknya. “Apa hubungannya dengan Yang Mulia Putri Mahkota?” Terdengar sedikit nada mengejek yang terselip di dalam nada bicaranya, mungkin dikarenakan kenyataan bahwa status wanita itu sebagai putri mahkota mungkin tak akan bertahan untuk lebih lama.
Nada bicara Liang Fenghong membuat Huang Wushuang mengepalkan tangannya. Kalaupun pria di hadapannya ini memiliki penampilan yang sangat mengagumkan dibandingkan orang-orang yang pernah dia temui, tapi kesombongan pria itu berada jauh di atas semua orang … hampir sama persis dengan Huang Miaoling. Hal tersebut membuat emosi Huang Wushuang yang sedari tadi dengan baik dikendalikan menjadi sedikit sulit tenang.
Dengan tangan tersembunyi di dalam lengan bajunya yang panjang, Huang Wushuang mencubit dirinya sendiri untuk menjauh dari amarah. Senyuman manis terus menghiasi bibirnya selagi wanita itu berkata, “Sudah lama aku mendengar mengenai kedatangan Tuan Putri Meilan yang terhormat dari kerajaan Wu, tapi belum sempat memberikan hormat padanya karena kondisi tubuhku yang kurang sehat di kemarin hari. Namun, walau demikian, sepertinya langit telah menetapkan takdir dan mempertemukan kami hari ini. Oleh karena itu, izinkanlah aku untuk memberi salam pada tuan putri terhormat kerajaan Wu sekarang.”
___
A/N: Guys, jangan lupa vote ya untuk dukung author. Satu orang per minggu dapat kesempatan vote 1 buku. Kalau memang berkenan dan menyukai cerita ini, luangkanlah waktu sebentar untuk ngevote. Hanya dengan ke home bukunya dan klik vote, itu udah sangat membantu author.
Sedih saya lihatnya cuma 18 ketika yang favorit ada ratusan :")
P.S. Jangan artikan ini sebagai sebuah pemaksaan, ya. Hanya mengutarakan kesedihan hati aja. awkwkwkwkwk
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!