Aku Alsava Putri Alvendra, putri kedua dari Alvendra Smith Alexander dan Savara Wulandari. Kakak ku bernama Alvan Pratama Alvendra. Keluarga kami sangat sederhana, keluarga kami bukan siapa-siapa di negeri ini.
Aku kuliah di Universitas ternama di Kota Jakarta, aku mengambil jurusan Bisnis. Karena aku kelak bisa membangun usaha sendiri dan menjadi kebanggaan keluarga.
Aku tidak tega melihat kedua orangtua ku bekerja terlalu keras untuk menghidupkan kedua anak-anaknya.
Aku kuliah di sini, karena aku mendapatkan beasiswa. Walau aku ini terbilang nakal dan bar-bar, tapi aku ngga akan lupa tugasku sebagai pelajar.
Siang ini aku duduk di bangku kantin, aku menunggu dua sahabatku. Reina dan Icha.
Sambil menunggu kedua sahabatku selesai jam kuliahnya, aku memesan beberapa cemilan dan air mineral.
"Hai, Al. Boleh aku duduk sini?." Abbas, cowok terpopuler yang selalu mengejarku. Tapi aku ngga peduli, bagiku cowok itu sama aja. Bila sudah mendapatkan tujuan di buang begitu saja.
"Duduk aja." Jawab ku sinis. Aku tidak menyukai, karena dia itu playboy yang mempermainkan perasaan perempuan.
"Oke, btw. Kamu lagi nunggu siapa?." Abbas tidak henti-hentinya mengajakku mengobrol.
"Ya, sahabatku lah." Aku menatap sinis Abbas.
"Al..." Ketika Abbas ingin bicara, aku memotong pembicaraan dia.
"Sekali loe ngomong. Gue cabut." Aku memasukan buku ke dalam tas.
"Eit... tunggu Al, jangan marah dong. Oke, aku bakalan diam." Abbas memegang tangan ku.
"Ish!! Apa-apaan sih loe pegang-pegang tangan gue." Aku menepis tangan Abbas.
"Iya-iya, aku minta maaf." Abbas mengangkat kedua tangannya.
Aku duduk kembali, aku tambah bete melihat Abbas.
"Sial, ini cewek susah banget di taklukin. Padahal gue udah dandan maksimal biar dia klepek-klepek sama gue, tapi gue penasaran sama ini cewek soalnya cuma dia doang yang ngga tertarik sama gue. Gue harus bisa taklukin dia, abis itu langsung good bye." Batin Abbas tersenyum.
"Loe gila ya, senyam-senyum ngga jelas gitu. Jangan harap gue bisa suka sama loe, ya." Aku melipat kedua tangan di dada.
"Iya gue udah gila akan terpesona wajah cantik dirimu." Abbas menyanggah kedua pipinya.
"Ah! bulshit, gue ngga percaya sama cowok playboy cap teri seperti loe." Aku tersenyum ngejek.
"Aku serius Alsava Putri Alvendra, aku sangat mencintaimu. Kalau kamu ngga percaya, peganglah dadaku dan rasakan debaran jantung ku. Di saat ku dekat dengan mu, jantung ini berdetak kencang sekali." Abbas memegang tanganku dan meletakkan di dadanya.
Tetap aja aku menepis tangannya, aku tau dia hanya merayuku aja biar aku bisa bersamanya.
kulihat Reina dan Icha sudah keluar kelas dan langsung mengejarnya.
"Sayang, kamu nungguin aku, ya." Sella memeluk Abbas dari belakang.
Aku menoleh kebelakang.
"Dasar playboy, jangan pernah ganggu gue lagi. Gue ngga akan mempan dengan rayuan gombal recehan kaya Loe. Bye." Aku Ketus, lalu pergi menghampiri dua sahabatku.
"Shitt, ini salah Sella. Jal**** Ini selalu mengganggu gue." Kata Abbas dalam hati, ia sangat kesal. Abbas menatap punggung Alsava hingga tak terlihat.
"Sayang, wajah loe. Kenapa bisa merah kaya gitu sih." Sella memegang tangan Abbas.
"Ngga sayang, aku hanya kecapean. Ywdh, yuk kita pulang." Kata Abbas menarik tangan Sella.
"Ngga mampir dulu ke apartemen kamu ja, yank. Lumayan buat hangat-hangat, di cuaca yang sangat dingin." Sella manja.
*Hai reader...
Gimana menurut kalian novel ini bagus tidak?
Aku butuh dukungan kalian, jangan lupa Vote, like dan Komenternya.
Terimakasih sebelumnya*...
4 Tahun Kemudian
Selama 4 tahun Abbas tidak henti-hentinya mengejarku, hingga membuatku bosan. Selama 4 tahun Abbas tidak pernah bermain dengan perempuan lagi, dia Benar-benar menunjukkan keseriusannya mencintaiku.
Hari ini hari kelulusan bagi para mahasiswa dan mahasiswi di kampus ku. Aku dkk sangat senang.
"Akhirnya kita wisuda juga." Aku senang.
"Iya, gue juga ngga nyangka. Secepat ini gue wisuda." Sambung Reina.
"Iya, sebelum kita kedalam. Kita selfi yuk." Icha mengeluarkan ponsel kesayangannya.
"1... 2... 3.... cheese." Serentak. (Reina, Aku dan Icha).
Kami masuk keruangan, tapi tempat duduk kami terpisah. Karena jurusan kami berbeda, aku jurusan Bisnis dan kedua sahabatku jurusan Teknik Komputer.
Satu persatu nama mahasiswa dan mahasiswi di panggil untuk menaiki panggung. Aku mendapatkan peringkat pertama dan pekerjaan di Paris, ku lihat kedua orangtuaku sangat bangga. Aku tersenyum kepada mereka.
"Perhatian semua." Kata Abbas di panggung.
Aku menoleh dan kaget lihat Abbas di atas panggung.
"Assalamualaikum semua, hari ini di hadapan semua orang. Gue ingin melamar seorang gadis yang telah merubah hidup gue lebih berwarna. Walau dia cewek bar-bar dan selalu menolak cinta gue berkali-kali, sehingga membuat gue semakin semangat dan penasaran. Soalnya baru kali ini cewek menolak cinta gue." Abbas menatap ku.
"Waduh! Ini orang ngapain lagi. Jangan sampai orang itu gue." Batin ku, aku menutup wajahku dengan brosur agar Abbas tidak melihatku.
"Hai gadis bar-bar ku, jangan kau tutup wajah cantikmu dengan brosur." Kata Abbas, lampu sorot kearah. Hingga wajah ku merah merona.
Semua orang bersorak senang dan kaget.
"Alsava Putri Alvendra, maukah kamu menjadi istri dan ibu dari anak-anakku nanti? Aku serius mengatakan ini." Abbas turun dari panggung dan menghampiriku. Aku masih bengong dan tidak menyangka Abbas Benar-benar melamarku.
"Sekali lagi Alsava Putri Alvendra, maukah kamu menjadi istri dan ibu dari anak-anakku kelak?." Abbas berlutut dan memegang tanganku.
Aku masih dalam keadaan melamun, lalu Abbas menggoyangkan tanganku. Agar tersadar dari lamunanku.
"Saat ini gue ngga tau perasaan gue ke loe, bukan maksud untuk menolak loe. Tapi kita jalani aja yang terbaik buat kita berdua." Aku berusaha tenang.
"Jadi kamu mau terima aku atau menolak?." Abbas bangun.
"Kan tadi gue udah bilang, jalani aja dulu."
"Maksud kamu, aku Benar-benar ngga ngerti."
"Ya, gue mau jadi istri loe. Tapi loe harus Benar-benar tunjukin keseriusan loe sama gue. Bukan banyak janji atau rayuan yang loe berikan."
"Insya Allah, aku akan tunjukkan keseriusan aku yang sangat mencintaimu." Abbas memegang kedua tanganku.
"Jadi boleh ini aku pasangkan cincin ini di jari manismu." Abbas mengeluarkan cincin berlian dan di tunjukkan.
"Silakan." Aku menjulurkan tanganku. Abbas menyematkan cincin di jari manisku.
Aku tidak menyangka hari ini aku menerima Abbas.
"Terimakasih, sayang." Abbas memeluk ku dan mencium keningku. Semua orang bersorak.
"Iya." Aku malu-malu.
"Gadis bar-barku ini bisa malu-malu ya. Tapi imut, bikin aku ngga sabaran untuk menghalalkanmu." Abbas menarik hidungku.
"Ish... Sakit tau." Aku memegang hidungku.
Reina dan Icha memeluk ku dan memberikan selamat.
Acara wisuda di lanjutkan, Abbas tidak mau kembali ketempat duduknya. Ia bahkan terus menggenggam dan mencium tanganku.
"Bas, lebih baik Loe kembali ketempat duduk loe. Ngga enak sama yang lain." Aku berusaha melepaskan tangan Abbas, tapi Abbas semakin erat menggenggam tanganku.
"Biarin, aja. Aku ngga mau jauh darimu, takut nanti kamu pergi meninggalkan aku." Abbas manja.
Jangan lupa dukungannya... Vote, like dan komentarnya. Terimakasih...
Tak lama kemudian, acara selesai. Abbas menarik ku keluar.
Papa, Mama dan Abang Alvan menghadang aku dan Abbas.
"Jadi kalian Benar-benar serius, bukan lagi dramakan?." Papa Ku melihat cincin di jari manisku. Aku menunduk.
"Om, aku serius meminang Alsava menjadi istriku. Mohon Om dan tante memberikan kami restu." Abbas memberanikan diri menghadapi keluargaku.
"Ini baru, boy ku." Papi Mario menepuk pundak Abbas, Papinya Abbas.
"Gimana Sob, akhirnya kita bisa jadi besanan." Papi Mario menyenggol tangan Papa Alvendra.
Mereka dari SMA sudah bersahabat dan bahkan mereka sempat janji akan menjodohkan anak-anak mereka. Namanya sudah takdir aku dan Abbas bersama, tanpa campuran adukkan kedua orangtua kami.
"Lebih baik kita langsung persiapkan pernikahan anak-anak kita. Soal biaya tenang, semuanya aku yang tanggung, kami dan keluarga tinggal duduk manis." Papi Mario antusias.
"Terserah kamu aja, aku ikut aja. Bagi aku yang terpenting kebahagiaan putri dan putra mu." Kata Papa Alvendra.
"Aku suka gaya kamu, ngga pernah berubah. Selalu ngikutin apa yang ku mau. Thank's ya, Sob. Selalu ada untuk aku selama ini." Papi Mario memeluk Papa Alvendra.
"Iya, Sob. Kamu sudah ku anggap sebagian saudara sendiri, cuma kamu yang masih mau menerima aku sebagai sahabatku." Kata Papa Alvendra sedih dan mengingatkan kejadian masa lalu yang kelam.
"Sudahlah, Sob. Itu sudah lama jangan di ingat lagi." Papi Mario menepuk pundak Papa Alvendra.
"Cih! Ini yang bakal jadi menantu ku, dia anak alvendra yang miskin. Aku ngga, apa kata teman-teman ku mempunyai besan dan menantu miskin." Batin Mami Siska, ia menatap sinis mereka yang sedang berbahagia.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Di rumah kediaman Abbas. Abbas sudah memiliki rumah sendiri, walau tak sebesar rumah orangtuanya.
"Pi, kenapa Abbas harus nikah sama si gadis miskin itu sih?nanti bakalan memalukan keluarga kita." Mami Siska protes.
"Mi, jangan ngomong seperti itu. Alvendra itu sangat berjasa, kalau bukan Alvendra yang tolong Papi mungkin saat ini Papi tidak ada." Papi Mario menduduki sofa.
"Tapi, Pi. Aku ngga mau punya menantu kaya dia." Mami Siska ikut duduk di sofa.
Abbas melihat Mami dan Papinya bicara mengenai Alsava menjadi menantunya, ia berdiri di pintu dapur.
"Mami ngga suka, Pi. Mami sudah menjodohkan Abbas dengan perempuan yang sederajat sama kita, Pi." Mami Siska tak henti-hentinya membujuk Papi Mario.
"Abbas ngga mau, Mi. Abbas mau nikah sama Alsava." Abbas yang langsung menonggolkan diri.
"Abbas itu sangat mencintai Alsava, dia wanita satu-satunya yang akan menjadi ibu dari anak-anak ku." Sambung Abbas.
"Kalian ini sangat keras kepala, Mami ngga akan anggap gadis miskin itu menantu Mami." Mami Siska pergi.
"Sudah, Bas. Biarkan Mami, nanti dia akan tau Alsava itu bagaimana. Kamu duduk dulu sini." Kata Papi Mario menepuk sofa di sebelahnya.
Abbas menghampiri Papi Mario.
"Papi sangat bangga sama kamu, nak. Papi akan mempersiapkan pernikahan kamu, nanti tanya sama Alsava mau konsep seperti apa nanti di pernikahan kalian." Papi Mario merangkul anak tunggalnya.
"Terimakasih, Pi. Alsava itu sangat berarti bagiku, Pi. Aku sudah lama mencintainya, tapi selalu dia menolak ku. Karena dulu aku seorang playboy, itu aku lakukan agar dia menyadari perasaannya kepada ku. Tapi dia malah ngga sadar-sadar malah benci." Abbas menyandarkan kepala di sofa dan mengingatkan sewaktu pertama kali ia jatuh cinta dan menyatakan cintanya kepada Alsava.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!