NovelToon NovelToon

Anakku Bukan Anakku.

Bab 1

Pengantar Cerita.

Dika adalah seorang pengusaha muda. Walaupun masih di usia dua puluhan tahun, Dika sudah diberi kepercayaan Pak Anwar yang dia anggap seperti ayahnya sendiri untuk mengelola bisnis nya di Indonesia di bantu oleh kakak iparnya yang bernama Dimas. Sedangkan Pak Anwar sendiri kembali ke Amerika berkumpul dengan keluarganya sendiri dan mengurusi bisnis mereka di sana.

Walaupun masih muda, perusahaan yang dia jalankan berkembang dengan pesat. Dika memiliki jiwa bisnis yang kuat seperti alamarhum papanya Pak Handoko.

Saat ini Dika banyak berkenalan dengan berbagai relasi bisnis dari dalam dan luar negri. Dika menjalankan bisnisnya dengan mereka dengan jujur tanpa ada kecurangan sedikitpun. Menurut Dika, dengan bermodalkan kejujuran pun usaha dapat berkembang dengan pesat.

Berbagai macam orang dengan sifat dan latar belakang pendidikan yang Dika kenal. Dan sampai saat ini Dika pun masih bisa menghandle semuanya dengan baik.

Dika adalah sosok pria yang baik, ramah dan tak sombong. Sering kali Dika tersenyum saat hendak masuk dan keluar dari kantor tempat dia bekerja. Tak pelak banyak kaum hawa yang terklepek-klepek melihat ketampanan Dika. Banyak juga yang ingin menjadikan Dika miliknya. Ya karena alasan klasik, selain Dika itu tampan, Dika pun mapan.

Saat ini, Dika dan neneknya sudah pindah ke rumah yang lebih besar dari pada rumah keluarganya yang dulu. Dika membeli rumah itu dari hasil kerja kerasnya selama ini. Mereka tinggal berdua di rumah mewah itu ditemani oleh beberapa asisten rumah tangga, tukang kebun dan security yang menjaga keamanan rumah itu. Sedangkan kakak pertama dan keduanya tinggal bersama dengan suami mereka masing-masing.

Setiap hari Dika selalu pulang larut malam, sama halnya dengan hari ini. Neneknya Dika selalu sendirian di rumah. Terkadang Nek Imah pergi menginap di rumah kakaknya Dimas yang bernama Celyn dan Dinar saat Dika ada pekerjaan di luar kota ataupun keluar negri.

Hari ini Dika tidak memiliki banyak kerjaan di kantor. Dika pun pulang ke rumah ke rumah sebelum jam makan malam. Dika sampai di rumah nya sekitar jam enam sore. Nek Imah yang melihatnya pun terkejut.

"Eh, Dika..!! Kamu sudah pulang Nak? Memangnya sudah gelap ya? Tapi kayaknya di luar masih terang deh. Tumben kamu sudah sampai di rumah?"Nek Imah terkejut melihat Dika sudah ada di rumah.

"Ihh nenek kok ngomongnya gitu sih? Nenek nggak senang ya Dika pulang jam segini? Ya udah deh, Dika balik lagi nih ke kantor."Dika pura-pura ngambek.

"Bukan gitu Dika..!! Nenek kan cuma heran kamu pulang jam segini. Masih jam enam sore soalnya. Biasanya tuh kamu pulangnya paling cepat tuh jam delapan malam. Nenek jadi sering sendirian di rumah."Kata Nek Imah pada Dika.

"Iya, tadi Dika nggak ada kerjaan lain. Jadi, saat jam kerja berakhir Dika langsung saja pulang ke rumah. Dika kangen sama nenek. Dika kangen manja-manjaan lagi sama nenek sama seperti saat Dika masih kecil dulu. Mumpung Dika pulang cepat hari ini."Pinta Dika.

"Ya ampun Dika. Umur kamu sudah berapa? Masa mau di manja sama nenek terus? Cari istri dong kamunya biar nanti kalo nenek sudah di panggil yang maha kuasa nenek tenang kamu ada yang jagain. Kakak kamu Celyn sudah lama nikah dengan Dimas dan sudah punya satu anak. Kakak kamu Dinar sudah nikah juga dengan Nicko dan sekarang sedang hamil. Tinggal kamu nih yang sibuk kerja terus. Ntah kapan kamu nikahnya."Nek Imah ngomong panjang lebar.

"Ahh nenek..!! Nanti saja deh Dika nikahnya. Dika masih pengen kayak gini. Dika bebas dan nggak ada beban. Dika bisa manja-manjaan sama nenek sepuas hati Dika. Apalagi kan kak Celyn dan kak Dinar nggak ada di sini. Jadi nggak ada yang ledekin Dika."Ucap Dika sambil selonjoran di pahanya nek Imah.

Tanpa di sangka Dika, ternyata Dinar sedang ada di rumah mereka karena Nicko suaminya sedang ke Singapura mengunjungi Pak Nugroho, Faira dan suaminya yang ada di sana. Dinar nggak bisa ikut karena sedang hamil muda.

"Siapa bilang kakak nggak ada di sini? Kakak dengar semua yang kamu bilang sama nenek. Hahaha.. Kamu benar-benar nggak berubah ya Dika. Coba saja kalo ada rekan bisnis atau karyawan kamu yang tau beginilah sifat asli kamu. Kakak pengen tahu apa pendapat mereka sama kamu."Dinar kakak kedua Dika tiba-tiba keluar dari kamarnya saat mendengar suara Dika sedang bermanja-manja dengan Nek Imah.

"Kak Dinar?? Sedang apa kakak di sini? Kenapa kakak nggak di rumah kakak?"Tanya Dika terkejut Dinar ada di sana dan meledeknya.

"Hahahaha... Kakak mau nginap di sini beberapa hari. Mas Nicko sedang di Singapura. Kakak nggak berani sendirian di rumah tanpa ada siapa-siapa."Dinar menjelaskan pada Dika.

"Ahh kakak ini mengganggu saja. Dika kan mau bermanja-manja sama nenek. Karena kakak ada jadi nggak jadi deh. Percuma Dika pulangnya cepat. "Dika cemberut rencananya gagal.

"Hahahaha. Kalo mau bermanja-manja silahkan saja. Kakak pura-pura nggak ngeliat deh..!!"Dinar pura-pura menutup matanya seakan tak melihat apa yang dilakukan Dika sekarang.

"Nggak jadi deh kak. Dika mau mandi saja. Nanti saja kalo kakak nggak di sini baru manja-manja lagi sama nenek."Ucap Dika lalu dia berdiri dan segera berjalan ke kamarnya dengan muka cemberut.

"Hahahaha...!!"Nek Imah dan Dinar tertawa.

"Dika, habis mandi langsung turun ya supaya kita makan malam bersama."Perintah Nek Imah.

"Iya Nek.!!"Dika menjawab tanpa menoleh ke arah Nek Imah dan Dinar.

Dika pun naik ke lantai dua. Dia menuju kamarnya. Walaupun ada sedikit kesal tapi Dika senang bisa bercanda dan saling meledek lagi dengan Dinar kakaknya. Semenjak Dinar menikah memang mereka jarang sekali bertemu dengannya.

"Dinar, kenapa sih kamu meledek Dika terus. Kasian tau!! Lihat tuh, Dika nya jadi ngambek kan?"Nek Imah menegur Dinar.

"Maaf Nek. Maaf. Mulut Dinar nih gatal banget kalo nggak ngeledek Dika. Lagian kangen juga mengganggu Dika. Kan semenjak Dinar menikah dan tinggal sama Mas Nicko, kami jarang bertemu dan saling meledek seperti tadi."Ucap Dinar.

"Lain kali jangan ya. Kalian kan sudah sama-sama dewasa. Nggak boleh saling meledek gitu. Oke!" Suruh nek Imah.

"Iya Nek. Nggak lagi-lagi deh nek. Janji..!!"Dinar mengangkat jari tengan dan telunjuknya pertanda dia berjanji.

"Ya sudah. Ayo kita siapin makan malam. Supaya saat Dika turun kita bisa langsung makan malam."Suruh Nek Imah.

"Iya Nek.!!"Dinar menjawab singkat.

Akhirnya Nek Imah di bantu Dinar menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga di rumah itu.

Bab 2

Pertemuan Maya Dengan Dika.

Maya adalah seorang gadis yang baru saja berusia dua puluh tahun. Dia berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Maya tinggal dengan mamanya dan satu adik laki-lakinya. Sejak ditinggal papa nya Maya karena meninggal. Mamanya Maya lah yang banting tulang untuk membiayai kehidupan mereka bertiga yang menyebabkan mamanya sering sakit-sakitan. Setelah tamat SMA, Maya menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Dia menggantikan ibunya untuk bekerja karena kondisi tubuh mamanya tidak memungkinkan lagi untuk bekerja.

Maya bekerja sebagai pelayan di salah satu cafe ternama di kota ini. Cafe ini sering di jadikan tempat nongkrong bareng teman-teman juga sebagai tempat para pebisnis untuk mengadakan bisnis atau mendiskusikan kerja sama bisnis mereka. Cafe tempat Maya bekerja cukup rame pengunjung yang datang ke sana. Yang mengakibatkan Maya dan teman sekerjanya tidak bisa berleha-leha saat jam kerja nya dimulai. Mereka pun tidak bisa diam dan duduk sampai saat nya isoma saja. Dan itu pun tidak boleh lama-lama.

Hari ini, Maya akan pergi bekerja seperti biasanya. Sejak dari subuh tadi, Maya sudah mempersiapkan sarapan dan makan siang yang akan dimakan olehnya dan keluarganya. Walaupun dengan lauk yang sederhana, tapi Maya dan keluarganya masih dapat makan tiga hari sekali. Dengan gaji kecil Maya sebagai pelayan cafe, Maya harus bisa membagi gajinya itu untuk makan, biaya kontrakan, biaya sekolah adiknya dan biaya beli obat mamanya. Maya lah yang harus memikirkan semuanya itu.

Selesai berberes rumah dan memasak, Maya memanggil adik dan mamanya untuk sarapan bersama seperti kebiasaan mereka sejak dulu.

"Mama, Adit. Ayo kita sarapan dulu. Sarapannya sudah siap nih."Panggil Maya.

"Bentar kak, Adit mau ambil tas dulu supaya nanti sehabis makan Adit bisa langsung pergi ke sekolah."Teriak Adit dari dalam kamarnya.l

Dengan terseok seok mamanya Maya pun berjalan menuju meja makan. Dia memakai salonpas di kepalanya, memakai syal dan jaket ditubuhnya.

Melihat mamanya berjalan dengan kesusahan, Maya yang sedang menata makanan di meja pun meletakkan apa yang dia pegang dan membantu mamanya untuk duduk di kursi meja makan itu.

"Ayo ma, pelan-pelan jalannya. Kita sarapan dulu baru mama minum obat yang dari puskesmas itu ya. Supaya mama cepat sembuh dan nggak sakit-sakit lagi."Ucap Maya.

"Iya Maya. Mama pasti makan kok. Mama juga pengen cepat sembuh. Mama kasian melihat kamu harus mengerjakan semua pekerjaan rumah ditambah lagi kamu harus bekerja untuk mencari nafkah buat kita semua. Mama pengen sekali membantu kamu May. Tapi mama belum sanggup. Kamu lihat kan jalan ke sini saja mama susah."Mama Maya merasa sedih.

"Nggak apa-apa ma. Udah menjadi tugas dan tanggung jawab mencari nafkah buat kita semua. Dulu kan setelah papa meninggal mama lah yang jadi tulang punggung kita semua. Jadi sekarang, karena Maya sudah bekerja, Maya akan mengambil semua tanggung jawab mama dan mengerjakan semuanya. Mama nggak perlu ngerasa nggak enak."Jelas Maya.

"Makasih ya May. Oh ya adik kamu mana? Sudah jam enam lewat nih. Takutnya dia terlambat ke sekolahnya."Mama Maya bertanya karena memperhatikan meja makan dan tak melihat Adit anak lelakinya di meja makan itu untuk sarapan.

"Adit di sini kok ma. Maaf ya agak lama."Ucap Adit yang sudah keluar dari kamarnya dengan pakaian sekolah lengkap dan membawa tas sekolahnya di pundaknya.

"Ya sudah. Kamu cepat makannya. Nanti telat. Kamu juga Maya."Suruh mamanya Maya.

"Iya ma"Jawab Maya dan Adit serentak.

Maya dan Adit pun langsung memakan sarapan mereka. Begitupun mamanya Maya. Mereka makan tanpa bersuara dan cepat. Maya dan Adit takut terlambat.

Tak berapa lama kemudian, Maya dan Adit pun pamit pergi pada mamanya. Sebelum pergi Maya dan Adit membereskan meja makan. Mengangkat piring dan gelas kotor ke belakang dan menutup makanan yang masih bisa di makan siang. Nanti sepulang sekolah Adit lah yang mencuci piringnya.

Adit dan Maya berjalan bersamaan ke depan untuk mencari angkutan umum yang akan mereka pakai menuju ke tempat Maya bekerja dan ke sekolahnya Adit. Angkotnya Adit duluan datang, Adit pun izin duluan pergi pada kakaknya Maya. Dan Maya pun mengiyakannya.

Setelah Adit pergi, Maya masih setia menunggu angkutan umum yang akan di pakainya. Detik berganti detik, menit berganti menit, angkutan Maya pun belum terlihat batang hidungnya. Jam di tangan Maya sudah hampir menunjukkan jam kerjanya akan dimulai. Maya pun berjalan secepat mungkin ke kantornya. Karena Maya melihat uang di dompet nya tak cukup untuk naik ojek ke cafe tempat dia bekerja.

Maya berjalan dengan tergesa -gesa ke cafe itu sambil sesekali melihat jam tangannya. Dia pengen cepat sampai ke cafe tempatnya bekerja.

Di jalanan yang dilewati Maya, banyak lalu lalang mobil. Maklum saja, ibukota Jakarta memang sangat padat penduduk. Jadi wajar saja, banyak kendaraan yang berlalu lalang di sana.

Kebetulan pagi ini, Dika ada janji temu dengan kliennya. Mereka ingin bicara tentang kerja sama bisnis mereka. Karena buru-burunya Dika menjalankan mobilnya dengan cepat sambil melihat handphonenya. Karyawan Dika yang sudah sampai di lokasi meeting bolak balik menelponnya untuk menyuruhnya cepat. Dika yang panik di telpon terus begitu tak sadar kalo di depan mobilnya, Maya mau menyebrang.

,,,,,,, Ciiiiìiiiiiiiiiiittttttttt ......

Dika mengerem mendadak saat melihat ada seorang cewek yang akan menyebrang. Maya pun terkejut ada mobil yang mengerem mendadak di depannya. Maya terjatuh karena terkejut. Kaki Maya pun sedikit lecet dan mengeluarkan darah.

Melihat ada orang yang hampir dia tabrak, Dika pun keluar dari mobilnya hendak membantu cewek itu.

"Aduh mbak.. Maaf.. Saya nggak sengaja mbak. Ada yang luka nggak mbak?"Ucap Dika panik.

"Masih nanya lagi. Nih lihat kakiku berdarah. Trus nih lihat tangan ku lecet."Maya marah pada orang yang hampir menabraknya tanpa melihat kearahnya.

"Maaf mbak. Lagian mbak sendiri salah. Mau nyebrang kok nggak lihat kiri dan kanan dulu."Dika pun protes.

"Kamu yang salah kok malah memarahi saya sih?"Maya yang kesal akhirnya melihat siapa orang yang hampir menabraknya itu.

"Wah.. Nih orang keren banget. Masih muda lagi. Badannya tegap, tinggi dan kelihatannya berkelas deh. Nggak terlalu rugi nih. Lumayan bisa cuci mata sejenak."Maya terpana melihat ketampanan Dika.

"Hello mbak..!!! Kok malah diam sih. Ayo saya bawa ke rumah sakit biar lukanya diobati."Dika menyadarkan Maya yang sedang terpanah melihatnya.

"Ehh.. Nggak perlu. Saya sudah terlambat bekerja. Nggak ada waktu lagi."Maya yang sudah sadar menolak Dika karena Maya hampir telat.

"Kalo gitu saya antar saja gimana mbak? Mbaknya mau kemana?"Tanya Dika sopan.

"Nggak perlu. Saya bisa jalan sendiri kok. Lagian tujuan saya sudah dekat"Ucap Maya.

"Ini mbak saya berikan uang berobat saja. Nanti setelah mbak selesai bekerja mbak bisa berobat sendiri dengan uang ini."Dika mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

"Dasar orang kaya. Dimana-mana selalu mengira kalo uang bisa menyelesaikan segalanya."Maya mengomel pada Dika lalu meninggalkan Dika tanpa mengambil sedikit pun uang Dika.

Dika memanggil Maya yang berjalan tergopoh-gopoh gitu karena luka di kakinya. Akan tetapi Maya nggak menggubrisnya. Handphone Dika pun berbunyi lagi. Dia pun memutuskan untuk mengakhiri pertemuan dan masalah mereka di situ. Toh mereka nggak akan ketemu lagi pikir Dika.

Dika pun naik ke mobilnya dan melajukan mobilnya ke arah cafe tempat Dika janjian dengan client nya.

Bab 3

Perkenalan Milea Dengan Dika

Dika hari ini ada meeting dengan koleganya yang bernama Milea. Milea adalah seorang gadis muda yang hampir seumuran dengan Dika. Sejak lulus kuliah Milea bergabung di perusahaan papanya dan menjalankan bisnis papanya itu.

Milea adalah seorang gadis cantik, modis, muda. Akan tetapi dia sama sekali tidak suka bekerja. Dia hanya suka berfoya foya menghabiskan harta orangtuanya. Milea dipaksa papanya yang bernama Pak Ricko belajar bisnis dan menjalankan usaha papanya dengan ancaman tidak akan mendapat warisan apapun dari papanya jika dia menolak. Dengan terpaksa, setelah lulus kuliah dengan nilai pas-pasan Milea pun bergabung di perusahaan papanya itu.

Hari ini jadwalnya Milea akan meeting dengan Dika. Mau tak mau Milea ikut dengan papanya dalam meeting itu untuk belajar bagaimana melobby client demi kehidupan usaha mereka.

Milea dan papanya sudah sampai duluan di lokasi meeting. Mereka hanya tinggal menunggu Dika datang ke lokasi meeting. Milea yang memang terpaksa ikut meeting, malas sekali menunggu Dika yang lama datangnya. Milea berulang kali minta izin papanya untuk pulang dan tak jadi ikut dalam meeting tersebut.

"Pa, masih lama lagi nggak sih orangnya datang? Kok nggak ontime banget sih? Milea bosan nih menunggunya. Milea pulang saja ya. Lain kali saja Milea ikut meeting."Bujuk Milea.

"Tunggulah sebentar lagi sayang. Palingan Pak Dika kena macet atau apalah. Setau papa, Pak Dika ini orangnya selalu ontime dan displin soal waktu."Papanya Milea menyuruh anaknya untuk sabar.

"Displin waktu gimana pa? Ini saja sudah hampir setengah jam lewat dari jadwal janji ketemuannya dengan Pak Dika itu. Gimana sih pa?"Milea memberitahu papanya tentang waktu saat ini.

"Sabar sayang. Palingan sebentar lagi."Ucap papa Milea.

"Hufffttt..!!"Milea menghembuskan nafas kasar tak dapat berkata apa-apa lagi.

Tak lama kemudian, Dika tiba di cafe tempat mereka janjian itu. Dengan langkah tergesa-gesa Dika sampai ke meja rekan bisnis nya itu sedang duduk dan menunggunya.

"Aduh.. Maaf ya Pak Ricko. Saya terlambat. Tadi saya hampir saja nabrak orang. Untung saja orang itu nggak kenapa-kenapa."Dani buru-buru menyapa rekan bisnisnya itu dan mengatakan alasannya.

Milea yang melihat Dika, hanya terpana. Milea melihat perawakan Dika yang tampan dan keren. Walaupun ada peluh keringat yang mengucur membasahi pipinya karena terburu-buru tak lantas merusak ketampanan Dika. Malah menurut Milea hal itu menambah keseksian nya Dika. Milea terdiam terpaku melihat Dika dengan tatapan mata yang hampir mengeluarkan bola mata Milea dari matanya.

"Iya Pak Dika nggak apa-apa kok. Kami juga belum terlalu lama di sini. Gimana Pak, Pak Dika nggak terluka sedikitpun kan? Apa perlu kita tunda dulu meetingnya agar Pak Dika bisa berobat dulu?"Pak Ricko bertanya basa basi.

"Nggak perlu pak. Saya nggak terluka kok. Cuma korban yang hampir saya tabrak tadi lutut nya memar dan sedikit mengeluarkan darah sehingga dia harus berjalan pincang tadi. Sayangnya dia nggak mau saya bantu dan saya bawa berobat."Curhat Dika.

"Baguslah kalo Pak Dika nggak kenapa-kenapa. Apa kita bisa memulai meetingnya sekarang? Kelihatannya anak saya sudah bosan menunggu meetingnya di mulai."Kata Pak Ricko.

"Anak Bapak?"Tanya Dika heran.

"Iya, perkenalkan ini anak saya Milea."Pak Ricko mulai memperkenalkan anaknya.

Milea yang akan diperkenalkan oleh papanya pada Dika malah nggak merespon. Dia masih terbengong memandangi pemandangan indah di depan matanya itu.

"Milea.. Milea..!!"Panggil Pak Ricko sambil melambaikan tangannya di depan mata Milea untuk menyadarkannya.

Milea pun belum merespon papanya. Akhirnya Pak Ricko mengguncang badan Milea agar dia tersadar dari lamunannya. Beberapa kali di lakukan Pak Ricko akhirnya Milea pun sadar.

"Papa apaan sih?"Milea terganggu papanya mengguncang badannya.

"Itu teman bisnis papa yang namanya Pak Dika sudah datang. Kamu kok malah melamun sih?"Pak Ricko berkata pada Milea.

"Oohh.. Maaf..!!"Kata Milea malu.

"Perkenalkan mbak. Nama saya Andika Prasetya. Panggil saja dengan sebutan Dika."Dika menyapa Milea duluan dengan senyuman yang dikembangkan di wajahnya membuat Milea semakin terpesona.

"Saya Milea Pak. Jangan panggil saya mbak. Saya belum setua itu kok. Panggil saja saya Milea tanpa embel-embel mbak di depannya."Milea diprotes dipanggil mbak oleh Dika.

"Kalo begitu jangan panggil saya bapak dong. Kayaknya kita seumuran. Panggil Dika saja. Biar sama."Dika menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Milea.

"Baiklah kalo begitu. Saya akan panggil kamu dengan panggilan Dika dan kamu panggil saya Milea. Deal kan?"Milea menyambut tangan Dika untuk berkenalan.

"Deal mbak. Ehh.. Milea maksud saya."Dika menyetujui kemauan Milea.

"Baiklah."Milea nggak ambil pusing karena Dika hampir salah memanggilnya.

"Begini Pak Dika. Saya mengajak putri saya Milea ini untuk belajar bisnis. Dia baru lulus kuliah. Belum punya pengalaman bekerja apapun. Jadi, sebelum dia seratus persen menggantikan saya memimpin perusahaan saat saya pensiun nanti saya akan selalu membawanya agar dia mengerti dunia bisnis."Ucap Pak Ricko.

"Oo tidak apa-apa Pak. Saya juga dulu seperti itu. Saya diajari bisnis oleh asistennya om saya dari nol. Awalnya memang susah. Tapi sekarang saya sudah menikmatinya."Curhat Dika.

"Oo jadi kamu sudah lama belajar bisnisnya? Atau kamu memang ambil jurusan bisnis?"Tanya Milea.

"Panjang sekali ceritanya Mil. Kalo saya cerita disini bisa sampai malam nggak akan selesai. Nanti deh kalo ada waktu luang saya ceritain ke kamu."Ucap Dika.

Milea kesenangan dengan kata-kata Dika. Dia langsung baper. Milea pikir, Dika berkata seperti itu karena Dika nyaman ngobrol pada Milea sehingga mau menceritakan pengalaman pribadinya pada Milea. Padahal Milea hanya salah sangka. Dika bilang seperti itu untuk mempersingkat waktu basa basi dan mulai pada inti pembicaraan bisnis di antara mereka. Dika masih memiliki banyak pekerjaan lain yang harus dia urusin.

"Baiklah. Saya tunggu ya Dika kapan kamu punya waktu untuk menceritakannya."Milea memberi kode agar Dika mengerti Milea bisa dihubungi selain bicara bisnis.

"Kita lihat nanti ya Milea."Dika berkata singkat. "Trus gimana Pak, rencana bisnis kita? Apa Pak Ricko sudah membuat proposal penawaran yang saya minta kemaren untukndi revisi?"Tanya Dika pada Pak Ricko.

"Sudah Pak Dika. Saya juga sudah membawanya kemari agar Pak Dika dapat melihatnya. Jika masih ada lagi yang harus di revisi, biar saya kerjakan lagi."Ucap Pak Ricko pada Dika yang mulai membicarakan proposal bisnis baru mereka.

"Baik Pak. Saya akan melihat dan mempelajarinya dengan cepat."Dika menerima proposal itu dari Pak Ricko dan mempelajarinya dengan cepat.

Pak Ricko dan Milea menunggu Dika mempelajari proposal tersebut. Dia membolak balikkan kertas proposal itu. Dalam hitungan menit Dika sudah selesai mempelajari proposal itu.

"Oke Pak. Semua sudah sesuai"Kata Dika yang setuju dengan proposal yang dibuat Pak Ricko.

"Jadi kita deal Pak?"Tanya Pak Ricko.

"Iya Pak. Deal. Besok tolong datang ke kantor saya dan bawa draft kerja sama yang harus saya tanda tangani. Saya tunggu ya Pak."Ucap Dika pada Pak Ricko.

"Baik Pak. Sebelum jam makan siang saya sudah akan sampai di kantornya Pak Dika."Kata Pak Ricko cepat.

"Kalo gitu saya izin pergi dulu Pak. Masih banyak pekerjaan di kantor yang harus saya kerjakan."Dika izin pulang.

"Silahkan Pak Dika."Pak Ricko menyetujuinya.

"Saya duluan ya Milea. Semangat belajar bisnisnya."Sapa Dika pada Milea.

"Iya Dika. Makasih."Milea hanya berkata singkat karena Milea hanya terpaku melihat Dika.

Setelah itu, Dika berjalan meninggalkan Milea dan papanya di meja itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!